Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

Ayat yang dikaji dan terjemahannya

”Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan


Allah dan mengikuti Rasul". Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang
kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan
mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk ?”
When it is said to them: "Come to that which Allah has sent down, and to the
Messenger". They reply: "Sufficient for us is what we have found our forefathers
upon". And even though their forefathers knew nothing and were not guided.

Tafsir dan Ashabul nuzulnya


Ayat 101-105 : Larangan bertanya tentang hal yang menyebabkan
kemudharatan. Kita tidak perlu bertanya yang menyebabkan kemudharatan, tetapi
jika bisa menguasai diri hal ini perlu, untuk semakin meningkatkan keimanan kita
kepada Allah. Ada batas kemampuan manusia yang harus diperhatikan. Karena
pernah ada golongan yang bertanya kepada nabinya, tetapi malah ia tidak bisa
beriman, contohnya orang Yahudi.
[5.101] Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada
Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan
jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan
diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun.

[5.102] Sesungguhnya telah ada segolongsn manusia sebelum kamu menanyakan


hal-hal yang serupa itu (kepada Nabi mereka), kemudian mereka tidak percaya
kepadanya.

[5.103] Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah,


washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan
terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.

[5.105] Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat
itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat
petunjuk[453]. Hanya kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan
menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Bila di telaah surat al maidah 104 merujuk bahwa Ilmu adalah sebagai
pijakan iman dan amal
Dalam Islam tidak dikenal pertentangan antara ilmu dan iman seperti yang
terjadi di bumi Eropa pada abad pertengahan. Tidak satu pun ayat Alquran
memperkenankan pertentangan itu terjadi. Bahkan keduanya berjalan secara
beriringan. Karena itu keimanan yang benar harus dilandasi oleh bukti yang
dicapai melalui proses pemikiran dan penghayatan, bukan sekadar ikut-ikutan atau
sangkaan dan dugaan. Sekian ayat dalam Alquran menjelaskan kecaman terhadap
mereka yang beriman dengan membebek kepada ajaran nenek moyang (Q.,s. Al-
Ma`idah : 104), atau mengikuti ajaran berdasarkan dugaan yang belum tentu benar
Q.,s. Al-Najm : 23).

Hadis yang berkaitan dengan ayat tersebut


Disinilah sebenarnya mengandung maksud bahwa :
Sesuatu yang dilakukan oleh ummat Islam harus selalu bermanfaat.
Hadis Nabi menyatakan: "Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling
bermanfaat bagi manusia lainnya.
"Barang siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama ini yang
bukan bagian dari agama ini, maka hal itu tertolak". [HR. Al-Bukhariy dalam
Shohih-nya (2697) dan Muslim(1718)]
Beliau juga bersabda, "Wajib atas kalian berpegang kepada sunnahku dan
sunnah para khalifah ar rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Peganglah ia
kuat-kuat dan gigit dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian dari perkara-
perkara baru yang diada-adakan, karena semua perkara baru itu adalah bid’ah dan
semua bid’ah adalah sesat."
[Abu Dawud (4617), At-Tirmidziy (2676), dan Ibnu Majah (42).

Kaitan dengan bidang keilmuan kita


Dewasa ini terutama di dunia barat, teori Bimbingan dan Konseling (BK) terus
berkembang dengan pesat. Perkembangan itu berawal dari berkembangnya aliran
konseling psikodinamika, behaviorisme, humanisme, dan multikultural. Akhir-
akhir ini tengah berkembang konseling spiritual sebagai kekuatan kelima selain
keempat kekuatan terdahulu (Stanard, Singh, dan Piantar, 2000:204). Salah satu
berkembangnya konseling spiritual ini adalah berkembangnya konseling religius.
Ayat-ayat Al Qur’an banyak sekali yang mengandung nilai konseling, namun
hal itu belum terungkap dan tersaji secara konseptual dan sistematis. Oleh karena
itu kajian ini berusaha mengungkan ayat-ayat tersebut khususnya tentang hakikat
manusia, pribadi sehat, dan pribadi tidak sehat, dan menyajikannya secara
konseptual dan sistematis.
Allah mengisyaratkan untuk memberikan kemudahan bagi orang yang mau
mempelajari ayat-ayat Al Qur’an. Firman Allah Swt. yang artinya
Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur’an untuk pelajaran, maka adakah
orang yang mengambil pelajaran ? (Q.S. Al-Qamar: 40).
Ayat-ayat Al Qur’an itu mudah dipelajari, memahaminya tidak memerlukan
penafsiran yang rumit, serta kandungannya bisa dikaitkan kepada hal-hal yang
aktual, karena ayat-ayat Al Qur’an memang memuat fakta-fakta hukum yang
bersifat emperik, sekaligus memuat nilai-nilai yang bersifat filosofis, sehingga
isinya mudah diungkap dan bisa dikaitkan ke berbagai aspek realitas kehidupan.
Surat Al maidah ayat 104 berhubungan dengan Pribadi Tidak Sehat.
Berdasarkan konsep konseling, pribadi tidak sehat adalah pribadi yang tidak
mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan. Ayat-ayat Al Qur’an di samping menerangkan tentang pribadi yang
tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan, juga menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri
dalam hubungannya dengan Allah Swt, yaitu, Tidak Mampu Mengatur Diri
dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri.

Menurut konsep konseling seperti yang dikemukakan dalam pendekatan


Psikoanalisis, Eksistensial, Terapi Terpusat pada Pribadi dan Rasional Emotif
Terapi, bahwa pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya
dengan diri sendiri memiliki ciri kepribadian pokok:
1. ego tidak berfungsi penuh serta tidak serasinya antara id, ego, dan
superego,
2. dikuasai kecemasan,
3. tertutup (tidak terbuka terhadap pengalaman),
4. rendah diri dan putus asa,
5. sumber evaluasi eksternal,
6. inkongruen,
7. tidak mengakui pengalaman dengan tidak bertanggung jawab,
8. kurangnya kesadaran diri,
9. terbelenggu ide tidak rasional
10. menolak diri sendiri.
Al Qur’an menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam
hubungannya dengan diri sendiri adalah pribadi yang akal dan kalbunya tidak
berfungsi dengan baik dalam mengendalikan nafsu, sehingga nafsu berbuat
sekehendaknya, penuh emosi, tidak terkendali dan tidak bermoral (Yunus:
100, Al-Anfal: 22, Al-Haj:46, Al-A’raf: 179, Maryam: 59, An-Nisa: 27, dan
Al-Jatsiah: 23). Di samping itu, pribadi yang tidak mampu membebaskan diri
dari kecemasan (al khauf), sedang kecemasan itu sendiri terlahir dari
kekufuran, kemusyrikan, atau perbuatan dosa baik terhadap Allah maupun
terhadap sesama manusia (Ali-Imran:151). Pribadi yang ta’ashub, yaitu tidak
terbuka terhadap pengalaman terutama sesuatu yang datang dari orang yang
bukan golongan dan alirannya, walaupun pengalaman baru itu merupakan
kebenaran (Al-Maidah: 104, Lukman: 21 dan 7, Yunus 78).
BAB III
KESIMPULAN
Ayat 101-105 : Larangan bertanya tentang hal yang menyebabkan
kemudharatan. Kita tidak perlu bertanya yang menyebabkan kemudharatan, tetapi
jika bisa menguasai diri hal ini perlu, untuk semakin meningkatkan keimanan kita
kepada Allah. Ada batas kemampuan manusia yang harus diperhatikan. Karena
pernah ada golongan yang bertanya kepada nabinya, tetapi malah ia tidak bisa
beriman, contohnya orang Yahudi.
Surat Al maidah ayat 104 berhubungan dengan Pribadi Tidak Sehat.
Berdasarkan konsep konseling, pribadi tidak sehat adalah pribadi yang tidak
mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan. Ayat-ayat Al Qur’an di samping menerangkan tentang pribadi yang
tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan, juga menerangkan pribadi yang tidak mampu mengatur diri
dalam hubungannya dengan Allah Swt, yaitu Tidak Mampu Mengatur Diri
dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Alquran adalah satu-satunya kitab suci yang memberikan apresiasi yang
tinggi terhadap ilmu dan ulama. Dalam Perjanjian Lama, kitab suci yang
diturunkan untuk komunitas dan waktu tertentu, perbincangan tentang ilmu belum
mendapat tempat yang selayaknya, sebab ilmu dapat tumbuh dan berkembang
dengan stabilitas ruhani, sosial dan dorongan spiritual untuk berkhidmat kepada
manusia. Alih-alih mendukung perkembangan ilmu pengetahuan, yang terjadi
justru pertentangan antara ilmu dan kitab suci. Pandangan ini dipengaruhi kitab
suci yang menghilangkan sifat kemahatahuan dari Tuhan. Tuhan, seperti
digambarkan dalam Kitab Kejadian 12 : 13, tidak memiliki kemampuan untuk
sekadar membedakan hamba yang akan mendapat siksa dan yang tidak, sehingga
meminta bangsa Israel untuk melulurkan darah di rumah mereka yang
membedakannya dengan bangsa Mesir.
Namun di zaman sekarang ini, Al Qur’an sepertinya kurang mendapat
tempat bagi ilmu pengetahuan. Padahaljelas tertulis dalam Al-qur’an bahwa
siapun manusia yang ingin mengetahui apa-apa yang mereka tidak mereka
ketahui, maka pelajarilah Al-Quran.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengerti maksud dari
surat Al-maidah ayat 104, sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, agar kita mengetahui hubungan surat al maidah
ayat 104 dengan kajian keilmuan kita yaitu Bimbingan dan Konseling.
Daftar Pustaka
Al Qur’an dan terjemahan. Surabaya : UD Halim

Anna, (2000) . Pusat studi al quran. Tersedia :


http://www.psq.or.id/artikel_detail.asp?mnid=39&id=224

Hayat, Abdul. Konsep Konseling. 2009. Tersedia :


http://musiconlinecairo.multiply.com/journal/item/35

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
karunia-Nya, sehingga Makalh kajian ayat yang berjudul “Kajian Ayat Al-
Maidah ayat 104” sebagai tugas untuk memenuhi kelulusan mata kuliah Dhuha,
Universitas Pendidikan Indonesia dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih ada kekurangan yang
dapat ditemukan. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengaharapkan adanya
kritik dan saran yang membangun sehingga akan memberikan manfaat bagi
penulis khususnya, dan bagi pihak lain umumnya.
Akhirnya penulis mengharapkan makalah dapat bermanfaat sebagai
wawasan pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Untuk
memperbaiki segala kekurangan dari makalah ini, penulis mengharapkan saran
dan kritik.

Bandung, November 2010

Penulis

Anda mungkin juga menyukai