This paper will explain more about the forms of terrorism (that is not only terrorism
based on religion), why this terrorism happen or the causes and the effect to the
people internationally.
Pendahuluan
Saat ini, terorisme menjadi istilah yang bersifat dinamis. Tidak adanya
defenisi yang jelas dan maraknya aksi-aksi teror dengan motif dan pelaku yang
beragam menjadikan istilah ini sulit untuk didefenisikan secara etimologi. Bahkan
PBB, membentuk Ad Hoc Commitee for Terrorism pada 1972 untuk menetapkan
suatu defenisi mengenai terorisme, namun, mereka menghabiskan tujuh tahun tanpa
menetapkan satu defenisi pun. Hal yang sama dialami oleh pakar hukum
internasional, Prof M.Cherri Bassiouni yang mengatakan bahwa ” that the word of
terrorism is multi intrepretation. And finally, It makes people can define “terrorism” in
their own way.”
Terorisme berasal dari kata terrere atau terror (latin), yang berarti membuat
rasa takut yang mencekam;keadaan yang menakutkan;kegentaran. Teror sebagai
kata bennda mempunyai arti sebuah ketakutan yang amat sangat (extreme fear);
kemampuan untuk menimbulkan ketakutan. Dalam bentuk kerja transitif, terrorize
artinya mengancam atau memaksa dengan teror atau dengan ancaman teror (to
intimidate or coerce by terror or by threats of terror). Di dalam kamus Webster’s New
School and Office Dictionary, disebutkan bahwa teror memang terkait dengan
kepentingan kekuasaan atau politik. Teror (kata sifat) dijelaskan sebagai
penggunaan kekerasan secara sistematis. Seperti pembunuhan yang dilakukan
sekelompok atau segolongan orang untuk memelihara, menegakkan atau mengurus
kekuasaan, mempromosikan kebijakan politik dan lain-lain. sedangkan yang
dimaksud dengan terorisme (kata kerja) adalah upaya-upaya yang dapat
menimbulkan teror.1
Aksi terorisme bermula pada abad pertama Masehi. Imperium Romawi yang
ketika itu diperintah oleh Tibeius dan Caligula menggunakan aksi teror dalam
bentuk intimidasi dan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaannya. Sementara
dalam literatur sejarah Islam disebutkan, Hassan bin Sabah sebagai tokoh kelompok
atau sekte ekstrim yang juga melakukan teror politik pada 1057 M yang
menjadikannya legenda dalam sejarah Timur Tengah. Di china, terdapat Mao Tse
Tung yang menjalankan pemerintahan secara diktator dan menggunakan terorisme
sebagai alat untuk mengatur rakyatnya agar dapat taat sepenuhnya kepada negara.
Lambat laun, aksi-aksi teror menjadi lebih beragam. Sebut saja, di Amerika Serikat
terdapat kelompok Ku Klux Klan yang sering melakukan pelanggaran dan
menimbulkan rasa takut bagi warga sipil, pengeboman yang terjadi di Wall street
yang menimbulkan korban 29 orang, teror gas mematikan yang terjadi di Tokyo,
pembajakan pesawat Boeing 707 rute Rome_tel Aviv yang dilakukan oleh PLFP dan
aksi terorisme yang paling menggegerkan dunia internasional yakni penyerangan
World Trade Centre di amerika Serikat.
Beberapa contoh aksi teror di atas menjadikan istilah “terorisme” tidak dengan
mudah memperoleh defenisinya. Seperti halnya, Prof.M.Cherri Bassiouni, penulis
berpandangan bahwa, istilah ini memiliki intrepretasi yang sangat luas, sehingga
sangat mudah untuk pihak-pihak tertentu mendefinisikannya dengan cara mereka
masing-masing. Inilah yang kemudian memunculkan extreme west perception
khususnya Amerika Serikat yang seolah-olah membuat stigma bahwa defenisi
terorisme adalah Islam. Hal ini nampak pada, pernyataan Kepala Antiterorisme di
gedung AS, Richard Clarke sesaat setelah penyerangan WTC “America Under
Attack, This is Al-Qaeda”, yang kemudian di pertegas oleh istilah Bush yakni “New
Crusader” (Perang Salib Baru).2
Pernyataan di atas menjadi awal dari defenisi terorisme yang baru. Teroris
adalah islam, dan aksi-aksi terorisme dilakukan oleh orang-orang Islam. Aksi-aksi
yang dulunya merupakan aksi teror dalam lingkup terorisme hanya menjadi aksi-aksi
1
Budi Gunawan, Terorisme:Mitos dan Konspirasi, Forum Media Utama, Jakarta, 2006, hal.1-2
2
Era Muslim, Black September, Islam and Terorisme Global”, dalam http://www.eramuslim.com/berita,diakses
pada 6 Desember 2010
radikal yang menimbulkan ketakutan, dan aksi-aksi yang dilakukan oleh orang Islam
yang kemudian menimbulkan ketakutan didefenisikan sebagai aksi terorisme.
Ironisnya, respon beberapa negara menjadi sangat positif pada pernyataan Amerika
Serikat. Walaupun sebagian negara mengindahkan bahkan menolak, namun stigma
teroris adalah islam telah mengakar kuat dalam perspektif masyarakat internasional.
Dasar Pemikiran
Defenisi ini dapat digunakan untuk menepis isu terorisme yang saat ini
dikaitkan dengan Islam. Defenisi ini dengan jelas menunjukkan bahwa tidak semua
teroris adalah muslim dan tidak semua muslim adalah teroris. Defenisi ini juga
menunjukkan banyaknya aksi teroris yang tidak dilakukan oleh orang Islam bahkan
aksinya dilakukan ditempat-tempat yang sama sekali tidak berkaitan dengan negara-
negara orang Islam atau dikenal dengan sebutan negara timur tengah. Banyak
kelompok di banyak tempat yang melakukan penyimpangan-penyimpangan politik
untuk mencapai kepentingan mereka. Seperti aksi penyerangan gas saraf sarin di
Tokyo, penyebaran virus antrax di Amerika Serikat dan penggunaan nuklir di
beberapa negara.
3
James M.Lutz and Brenda J.Lutz, “Global Terrorism”, London:Routledge,2004,hal. 10
Pembahasan
2. Terorisme Berbasis Etnis dan Nasional ( Ethnic and National bases of Terrorism)
Perbedaan etnis dan rasa nasionalis merupakan salah satu dasar penyebab
meningkatnya aksi-aksi teror saat ini. Dari perspektif etnis, aksi teror terjadi akibat
adanya tindakan diskriminasi dari pemerintah atau etnis mayoritas setempat. Potensi
terorisme menjadi lebih besar ketika etnis tersebut bermukim di tengah-tengah
masyarakat multikultural. Sedikit berbeda dengan terorisme berbasis nasional,
seringkali aksi teror dilakukan, karena adanya kekecewaan terhadap pemerintah
berkuasa yang lemah akan intervensi asing sehingga dengan negara dengan mudah
dikontrol oleh pihak pendatang atau sering kita sebut dengan kolonial. Contoh aksi
terorisme ini yakni: perjuangan Basques di spanyol untuk otonomi bahkan
kemerdekaan, Mau-Mau di Kenya dan Dayaks di Kalimantan.
...”20 september 2001 presiden Amerika Serikat George Bush menyampaikan pidato
di depan kongres Amerika Serikat. Inti pidato tersebut terangkum dalam kalimat
“setiap bangsa, dibelahan bumi mana pun, kini harus membuat keputusan. apakah
mereka bersama kita atau bersama teroris (either you are with us or you are with the
terrorists)...”4
Kesimpulan
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buku
Robbertson, Ann, Terrorism And Global Security, New York:Facts on File Inc,2007
Artikel
Oleh:
Sugiarto Pramono, Kohai Naito, Yoga Suharman, Sulfitri Husain, Desy Nur
Aini, Adelita Lubis, Finahliyah Hasan
PASCASARJANA FISIPOL
2010