Anda di halaman 1dari 11

Abstraksi

Dramatically, The Attacks on September,11,2001, have change the defenition of


terrorism it self. It’s become cruisial because the term of terrorism more un clearly
now. The big problem is People prefer to use this terms to describe islam extreme
actions, which give a big impact to islam particularly who use a specific simbol of
islam religion. And this is close due the west perception especially United state of
America who was the first country who stages “War on Terrorism”.

This paper will explain more about the forms of terrorism (that is not only terrorism
based on religion), why this terrorism happen or the causes and the effect to the
people internationally.

Pendahuluan

Saat ini, terorisme menjadi istilah yang bersifat dinamis. Tidak adanya
defenisi yang jelas dan maraknya aksi-aksi teror dengan motif dan pelaku yang
beragam menjadikan istilah ini sulit untuk didefenisikan secara etimologi. Bahkan
PBB, membentuk Ad Hoc Commitee for Terrorism pada 1972 untuk menetapkan
suatu defenisi mengenai terorisme, namun, mereka menghabiskan tujuh tahun tanpa
menetapkan satu defenisi pun. Hal yang sama dialami oleh pakar hukum
internasional, Prof M.Cherri Bassiouni yang mengatakan bahwa ” that the word of
terrorism is multi intrepretation. And finally, It makes people can define “terrorism” in
their own way.”

Terorisme berasal dari kata terrere atau terror (latin), yang berarti membuat
rasa takut yang mencekam;keadaan yang menakutkan;kegentaran. Teror sebagai
kata bennda mempunyai arti sebuah ketakutan yang amat sangat (extreme fear);
kemampuan untuk menimbulkan ketakutan. Dalam bentuk kerja transitif, terrorize
artinya mengancam atau memaksa dengan teror atau dengan ancaman teror (to
intimidate or coerce by terror or by threats of terror). Di dalam kamus Webster’s New
School and Office Dictionary, disebutkan bahwa teror memang terkait dengan
kepentingan kekuasaan atau politik. Teror (kata sifat) dijelaskan sebagai
penggunaan kekerasan secara sistematis. Seperti pembunuhan yang dilakukan
sekelompok atau segolongan orang untuk memelihara, menegakkan atau mengurus
kekuasaan, mempromosikan kebijakan politik dan lain-lain. sedangkan yang
dimaksud dengan terorisme (kata kerja) adalah upaya-upaya yang dapat
menimbulkan teror.1

Aksi terorisme bermula pada abad pertama Masehi. Imperium Romawi yang
ketika itu diperintah oleh Tibeius dan Caligula menggunakan aksi teror dalam
bentuk intimidasi dan kekerasan untuk melanggengkan kekuasaannya. Sementara
dalam literatur sejarah Islam disebutkan, Hassan bin Sabah sebagai tokoh kelompok
atau sekte ekstrim yang juga melakukan teror politik pada 1057 M yang
menjadikannya legenda dalam sejarah Timur Tengah. Di china, terdapat Mao Tse
Tung yang menjalankan pemerintahan secara diktator dan menggunakan terorisme
sebagai alat untuk mengatur rakyatnya agar dapat taat sepenuhnya kepada negara.
Lambat laun, aksi-aksi teror menjadi lebih beragam. Sebut saja, di Amerika Serikat
terdapat kelompok Ku Klux Klan yang sering melakukan pelanggaran dan
menimbulkan rasa takut bagi warga sipil, pengeboman yang terjadi di Wall street
yang menimbulkan korban 29 orang, teror gas mematikan yang terjadi di Tokyo,
pembajakan pesawat Boeing 707 rute Rome_tel Aviv yang dilakukan oleh PLFP dan
aksi terorisme yang paling menggegerkan dunia internasional yakni penyerangan
World Trade Centre di amerika Serikat.

Beberapa contoh aksi teror di atas menjadikan istilah “terorisme” tidak dengan
mudah memperoleh defenisinya. Seperti halnya, Prof.M.Cherri Bassiouni, penulis
berpandangan bahwa, istilah ini memiliki intrepretasi yang sangat luas, sehingga
sangat mudah untuk pihak-pihak tertentu mendefinisikannya dengan cara mereka
masing-masing. Inilah yang kemudian memunculkan extreme west perception
khususnya Amerika Serikat yang seolah-olah membuat stigma bahwa defenisi
terorisme adalah Islam. Hal ini nampak pada, pernyataan Kepala Antiterorisme di
gedung AS, Richard Clarke sesaat setelah penyerangan WTC “America Under
Attack, This is Al-Qaeda”, yang kemudian di pertegas oleh istilah Bush yakni “New
Crusader” (Perang Salib Baru).2

Pernyataan di atas menjadi awal dari defenisi terorisme yang baru. Teroris
adalah islam, dan aksi-aksi terorisme dilakukan oleh orang-orang Islam. Aksi-aksi
yang dulunya merupakan aksi teror dalam lingkup terorisme hanya menjadi aksi-aksi

1
Budi Gunawan, Terorisme:Mitos dan Konspirasi, Forum Media Utama, Jakarta, 2006, hal.1-2
2
Era Muslim, Black September, Islam and Terorisme Global”, dalam http://www.eramuslim.com/berita,diakses
pada 6 Desember 2010
radikal yang menimbulkan ketakutan, dan aksi-aksi yang dilakukan oleh orang Islam
yang kemudian menimbulkan ketakutan didefenisikan sebagai aksi terorisme.
Ironisnya, respon beberapa negara menjadi sangat positif pada pernyataan Amerika
Serikat. Walaupun sebagian negara mengindahkan bahkan menolak, namun stigma
teroris adalah islam telah mengakar kuat dalam perspektif masyarakat internasional.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis dalam paper ini berusaha


mendeskripsikan secara explanatif mengenai ruang lingkup aksi teror dalam
terorisme secara global yang terbagi dalam dua rumusan masalah, yakni:

1. Bagaimana bentuk- bentuk dan apa saja penyebabnya?

2. Bagaimana respon negara-negara Internasional terhadap terorisme global?

Dasar Pemikiran

Terorisme adalah permasalahan yang kompleks, namun tidak dapat


dipungkiri merupakan masalah global yang sedang dan masih akan berlangsung.
Kompleks, karena sulit untuk menetapkan suatu aksi dikategorikan sebagai aksi
terorisme atau tidak. Beragam pelaku, motif dan metode yang digunakan menjadi
faktor-faktor utamanya. Permasalahan ini menjadi global, karena pada dasarnya aksi
terorisme merupakan gerakan-gerakan grassroot, dimana hampir semua, atau
bahkan semua negara memiliki grassroot-grassroot terorisme. Olehnya tidak
mengherankan apabila banyak defenisi mengenai terorisme. Bahkan sebagian besar
defenisi tersebut menjadikan terorisme semakin kompleks. Olehnya, akan lebih
sederhana untuk melihat apa sebenarnya terorisme itu dengan menggabungkan
beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa pengamat. Penulis memilih
defenisi yang dikemukakan oleh Hoffman, Kushner, dan Claridge yang apabila
digabungkan, dapat memudahkan para praktisi untuk memahami penyimpangan,
motif dan target dari terorisme. Gabungan dari isu terorisme yang dikemukakan oleh
ketiga pengamat tersebut, memunculkan suatu definisi terorisme yang kemudian
terdiri dari 6 elemen utama, yakni:
“ Terrorism involves political aims and motives. It is violent or threatens
violence. It is designed to generate fear in a target audience that extends beyond
the immediate victims of the violence. The violence is conducted by an identifiable
organization. The violence involves a non-state actor or actors as either the
perpetrator, the victim of the violence, or both. Finally, the acts of violence are
designed to create power in situations in which power previously had been lacking
(i.e. the violence attempts to enhance the power base of the organization
undertaking the actions).”3

Defenisi ini dapat digunakan untuk menepis isu terorisme yang saat ini
dikaitkan dengan Islam. Defenisi ini dengan jelas menunjukkan bahwa tidak semua
teroris adalah muslim dan tidak semua muslim adalah teroris. Defenisi ini juga
menunjukkan banyaknya aksi teroris yang tidak dilakukan oleh orang Islam bahkan
aksinya dilakukan ditempat-tempat yang sama sekali tidak berkaitan dengan negara-
negara orang Islam atau dikenal dengan sebutan negara timur tengah. Banyak
kelompok di banyak tempat yang melakukan penyimpangan-penyimpangan politik
untuk mencapai kepentingan mereka. Seperti aksi penyerangan gas saraf sarin di
Tokyo, penyebaran virus antrax di Amerika Serikat dan penggunaan nuklir di
beberapa negara.

Namun, dengan adanya defenisi tersebut, tidak menjadikan terorisme mudah


untuk dikaji. Sangat sulit menemukan teori-teori yang tepat untuk memahami aksi ini.
Terdapat kesulitan dalam membedakan antara aksi terorisme, kejahatan terorganisir
atau aksi radikalisme, karena pelaku aksi terorisme dapat berasal dari kalangan
manapun bahkan dari pemerintah sendiri. Untuk lebih jelasnya, penulis akan
memaparkan bentuk-bentuk dari terorisme itu sendiri, penyebab munculnya aksi
teror tersebut dan bagaimana respon negara lain atau efek yang ditimbulkan oleh
wacana terorisme ini.

3
James M.Lutz and Brenda J.Lutz, “Global Terrorism”, London:Routledge,2004,hal. 10
Pembahasan

A. Bentuk-Bentuk Terorisme dan Penyebabnya

Istilah terorisme seringkali diidentikkan dengan konotasi negatif. Namun


sebenarnya, konotasi ini bergantung pada perspektif masing-masing pengamat.
Sangat menarik jika kita menggunakan perspektif para teroris tersebut memandang
aksi-aksi teror yang mereka lakukan. Pada dasarnya, mereka tidak menggunakan
label teroris, namun, sebagian besar dari mereka menggunakan istilah, pejuang
kemerdekaan, revolusioner, pemberontak, oposisi demokratis, pejuang pembebasan
nasional dan istilah mujahidin yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Dan tidak
dipungkiri bahwa sebagian besar dari mereka bergerak atas dasar prinsip-prinsip
moral yang sangat tinggi walaupun di satu sisi merendahkan prinsip moral mereka
karena seringnya menimbulkan korban-korban sipil yang tidak sedikit.

Bentuk-bentuk terorisme dulu dan sekarang, sebagian besar memiliki motif


yang sama, namun dengan cara-cara dan pelaku yang berbeda. Seiring dengan
perkembangan jaman dan tekhnologi, para teroris kemudian ikut menyesuaikan diri
dengan alat-alat dan fasilitas yang tersedia. Pada mulanya para teroris melakukan
aksi terornya dengan penculikan, penyanderaan, penyelundupan, sabotase,
penyerangan bersenjata dan pembunuhan dengan alat-alat seperti pisau, senjata,
dan alat-alat peledak dengan daya ledak rendah. Saat ini, mereka melakukan aksi
terornya dengan peralatan yang lebih canggih dan berbahaya sehingga jumlah
korban jauh lebih banyak. Untuk memahami lebih lanjut aksi terorisme, berikut
perkembangan bentuk-bentuk dari aksi terorisme:

1. Terorisme berbasis Agama (Religion Justification For Terrorism)

Terorisme barbasis agama merupakan aksi terorisme yang telah lama


menjadi wacana internasional. Menilik sejarah dunia, perang antar agama menjadi
salah satu aksi teror yang sangat menakutkan, karena adanya stigma dari ajaran
masing-masing agama, bahwa membunuh penganut agama lain adalah halal dan
akan mendapat pahala. Stigma untuk mendirikan hanya ada satu keyakinan,
menjadikan aksi ini menelan banyak korban yang tidak berdosa. Selain itu, aksi
terorisme berbasis agama juga terjadi apabila terdapat diskriminasi pemerintah
terhadap penganut agama minoritas. Mereka melakukan aksi teror, agar pemerintah
memberikan hak-hak yang sama dengan penganut agama mayoritas. Selain itu
salah satu penyebab terorisme berbasi agama yakni, adanya keinginan kelompok-
kelompok tertentu untuk menggulingkan pemerintah tertentu dan menggantikannya
dengan pemimpin yang lebih beragama atau bahkan yang berbeda agama. Contoh
aksi teror berbasis agama antara lain Zealots di imperium Roman, Aum Shirinkyo di
Jepang dan Osama Bin Laden dan jaringan al-Qaeda.

2. Terorisme Berbasis Etnis dan Nasional ( Ethnic and National bases of Terrorism)

Perbedaan etnis dan rasa nasionalis merupakan salah satu dasar penyebab
meningkatnya aksi-aksi teror saat ini. Dari perspektif etnis, aksi teror terjadi akibat
adanya tindakan diskriminasi dari pemerintah atau etnis mayoritas setempat. Potensi
terorisme menjadi lebih besar ketika etnis tersebut bermukim di tengah-tengah
masyarakat multikultural. Sedikit berbeda dengan terorisme berbasis nasional,
seringkali aksi teror dilakukan, karena adanya kekecewaan terhadap pemerintah
berkuasa yang lemah akan intervensi asing sehingga dengan negara dengan mudah
dikontrol oleh pihak pendatang atau sering kita sebut dengan kolonial. Contoh aksi
terorisme ini yakni: perjuangan Basques di spanyol untuk otonomi bahkan
kemerdekaan, Mau-Mau di Kenya dan Dayaks di Kalimantan.

3.Terorisme dan Ideologi Kiri

Faktor utama munculnya terorisme kiri yakni ketika terjadi ketidakseimbangan


dan keterbatasan, terkhusus dalam masalah ekonomi yang diakibatkan adanya
sistem negara yang tidak mendukung kesejahteraan rakyatnya. Lebih jelasnya,
terorisme ini dikemukakan oleh marx, sebagai bentuk aksi teror yang bertujuan
untuk menghapus sistem Kapitalis dan menciptakan sistem yang lebih adil.
Terorisme ini pula yang kemudian diikuti oleh Lenin dan Mao Tse Tung.

Terorisme ideologi kiri secara ekonomi menganggap bahwa penjahat kelas


kakap dalam masyarakat modern saat ini adalah mereka yang menguasai sistem.
Olehnya aksi-aksi mereka secara politik menuntut pergantian sistem yang berujung
pada pergantian pemimpin apabila pemimpin tersebut tidak menggunakan sistem
yang berpihak pada keadilan. Contoh aksi terorisme ideologi kiri yakni
Baader_Meinhof Gang or Red Army Fraction di jerman dan Organisasi 17 November
di Yunani.
4. Terorisme dan Ideologi Kanan

Terorisme ini cenderung mendukung institusi yang telah ada, mengembalikan


elite-elite pada posisinya atau bahkan membangun pemerintahan yang sebelumnya
telah eksis. Aktifitas terorisme ini lebih dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
sistem yang memberikan efek negatif pada pemerintahan yang berkuasa.
Perubahan tersebut antara lain, adanya modernisasi dan globalisasi yang lambat
laun mengikis peran negara dan mengambil alih kedudukannya negara. Namun,
dalam kebanyakan aksinya, terorisme ideologi kanan berupaya untuk mencegah
terorisme ideologi kiri untuk menguasai jalannya pemerintahan atau bahkan
mengubah sistem yang telah ada. Contoh terorisme ideologi kanan yakni: Neo Fasis
di Italy dan Ku Klux Klan di Amerika Serikat

B. Respon Negara-Negara Internasional Terhadap Isu Terorisme

...”20 september 2001 presiden Amerika Serikat George Bush menyampaikan pidato
di depan kongres Amerika Serikat. Inti pidato tersebut terangkum dalam kalimat
“setiap bangsa, dibelahan bumi mana pun, kini harus membuat keputusan. apakah
mereka bersama kita atau bersama teroris (either you are with us or you are with the
terrorists)...”4

Pernyataan Bush di atas menuai banyak respon beragam dari negara-negara


di dunia. secara implisit, Bush menggambarkan bahwa aksi terorisme telah begitu
jauh melampaui batas-batas negara yang dapat mengancam siapa saja. Sebuah
pernyatan yang menggambarkan sikap AS yang keras dan menggambarkan kondisi
dunia yang terpilah dalam sebuah pertarungan antara kekuatan baik (good) dan
kekuatan jahat (evil). AS sengaja menciptakan stigma untuk mendukung atau
melawan AS terhadap negara-negara di berbagai dunia untuk terlibat aktif dalam
kebijakan AS dalam bentuk kampanye War On Terorisme (WOT), perang melawan
teroris internasional sebagai ancaman global. Dan stigma ini nampaknya berhasil
mempengaruhi sebagian negara dengan dibentuknya organisasi-organisasi
internsional atau membuat suatu agenda khusus untuk membahas stigma ini.
sebagai contoh “ASEM interfaith Diaogues” yang diselenggarakan oleh Asean
European Meeting (ASEM). Saat ini ASEM beranggotakan 25 anggota UE, Komisi
Eropa dan 13 negara Asia.
4
Era Muslim, Black September, Islam and Terorisme Global”, dalam http://www.eramuslim.com/berita,diakses
pada 6 Desember 2010
ASEM interfaith Dialogues merupakan sebuah bentuk agenda dialog lintas
agama dan keyakinan, diaman negara anggota ASEM berkomitmen untuk
mendorong dialog dan membangun keharmonisan diantara agama-agama dan
keyakinan yang berbeda. Berawal dari ASEM, muncullah kemudian agenda-agenda
counterterorism yang lain seperti The Indonesia_Netherlands Interfaith Dialogue di
Den Haag dan Cebu Regional Interfaith Dialogue for cooperation dan The Second
ASEM interfaith Dialogue di Larnaca Cyprus dan APEC Intercultural and Faith
Symposium di Yogyakarta. Dialog antar agama juga terjadi di beberapa negara
lainnya seperti Kanada, Denmark, Vatikan, China, Indonesia dan Inggris.

Kesimpulan

Amerika Serikat membawa perubahan besar di dunia internasional dalam


memahami aksi-aksi terorisme. Setelah penyerangan gedung WTC, terorisme lebih
dikaitkan dengan simbolitas keagamaan salah satu agama terbesar di dunia yakni
Islam. Dan ini tidak lepas dari peranan Amerika yang berusaha memberikan stigma
pada dunia bahwa Islam adalah teroris. Keberhasilan Amerika ini menjadikan istilah
terorisme yang memiliki multi intrepretasi menjadi lebih mudah untuk di pahami.
Namun, hal itu tidak menguntungkan secara etimologi istilah terorisme itu sendiri,
karena kemudian stigma ini memberikan efek negatif yang cukup signifikan bagi
masyarakat dunia khususnya ,mmereka yang beragam Islam dan menggunakan
simbolitas agama secara terang-terangan. Hal inilah yang kemudian penulis
paparkan mengenai apa sebenarnya Terorisme itu, bagaimana bentuknya dan apa
saja penyebabnya. Penulis juga bertujuan untuk membuktikan bahwa tidak semua
teroris adalah islam dan tidak semua orang islam adalah teroris.

Penulis menggabungkan 3 defenisi yang dikemukakan oleh Hoffman,


Kushner dan Claridge yang secara eksplisit mendefinisikan terorisme sebagai aksi
yang memiliki tujuan dan motif politik, merupakan suatu penyimpangan atau bahkan
mengancam suatu penyimpangan, dibuat untuk menyebarkan ketakutan,
penyimpangan dilakukan oleh organisasi yang dapat diidentifikasi, dilakukan oleh
aktor non negara atau bahkan aktor negara, dan terkadang memperkuat atau
kekuatan untuk melemahkan kekuatan lain. Berdasarkan defenisis tersebut, aksi
terorisme memiliki empat bentuk yakni terorisme berbasis agama, terorisme
berbasis etnis dan nasional, terorisme ideologi kiri dan terorisme ideologi kanan. Ke
empat bentuk aksi terorisme ini memiliki motif-motif yang sangat berbeda, walaupun
sebagian besar menggunakan metode yang sama. Namun, terlepas dari semua itu,
defenisi dan bentuk-bentuk teror diatas mengindikasikan bahwa aksi terorisme
bukanlah aksi yang didasari atas agama semata khususnya agama Islam dan
pelakunya tidak semua orang yang beragama Islam.

Permasalahan ini kemudian mengundang banyak negara untuk mengadakan


pertemuan-pertemuan untuk membahas aksi terorisme. Hampir semua negara
memasukkan agenda counterterorisme dalam pertemuan-pertemuan Internasional.
Hal ini menunjukkan bagaimana aksi teror dan bagaimana penyerangan gedung
WTCn serta stigma Amerika menjadikan negara-negara lain untuk mengalihkan
perhatian yang lebih dalam menyelesaikan permasalahan terorisme ini.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Buku

Chandler, Michael, Countering Terrorism, London:Reaktion Books Ltd, 2007

Gunawan,Budi, Terorisme:Mitos dan Konspirasi, Forum Media Utama, Jakarta, 2006

Lutz, James M. and Brenda J.Lutz, “Global Terrorism”, London:Routledge,2004

Robbertson, Ann, Terrorism And Global Security, New York:Facts on File Inc,2007

Artikel

Era Muslim, Black September, Islam and Terorisme Global”,

dalam http://www.eramuslim.com/berita,diakses pada 6 Desember 2010

Seminar Isu Global Kontemporer

(Dosen:Prof Budi Winarno)


Analysis Of Global Terrorism

Oleh:

Sugiarto Pramono, Kohai Naito, Yoga Suharman, Sulfitri Husain, Desy Nur
Aini, Adelita Lubis, Finahliyah Hasan

PROGRAM MASTER HUBUNGAN INTERNASIONAL

PASCASARJANA FISIPOL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2010

Anda mungkin juga menyukai