Anda di halaman 1dari 11

MEKANISME NYERI

Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan
dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf
bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan
korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan
kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat.
Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas
atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai
stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf
pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
( neliola, et at, 2000 ).
3. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
4. Nyeri spikologik

Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri
osteoneuromuskuler, yaitu :
1. Nociceptor mechanism.
2. Nerve or root compression.
3. Trauma ( deafferentation pain ).
4. Inappropiate function in the control of muscle contraction.
5. Psychosomatic mechanism.

Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada
tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam aplikasi
elektroterapi terhadap nyeri.
Nociceptor:
Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal–hal yang berpotensial
membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:
1. A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.
2. C fibres, serabut saraf tanpa myelin.
Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi terhadap
rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai pada serabut-
serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-serabut sensor besar ini
berfungsi pada “propioception” dan “motor control”.
Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita terdapat
“algesic chemical” substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin, prostaglandin dan
lain-lain.
Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C,
mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut
sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical
stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit. Deregulasi Sistem Motorik yang Menyebabkan Rasa
Sakit
Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot yang
terlibat adalah “postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut afferent ke
spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat “spinal motor reflexes”. Nosiseptif
stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral organ, bahkan otot sendiri.
Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita, misalnya “withdrawal reflex”
merupakan mekanisme survival dari organisme.
Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat
meningkatkan rasa sakit, melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat
nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini
akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan “vicious circle”, kondisi ini akan
diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat dari kontrksi otot yang kuat dan
terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi system
simpatik.
Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otot-otot
atau impuls dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan
alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya
meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot
abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat meningkatkan “reflex excitability” dan
beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal
ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai “neurogenic block”. Pengaruh yang
paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan “descending excitatory
pathways”, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural.
Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi reseptor
nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis dan batang
otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di kortek serebri.
Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan persarafan di kulit, sendi-
sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri yang berbeda menghasilkan
kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis berperan pada
reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus ascenden. Sel-sel saraf dari traktus
spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih
berperan pada pengaktifan system kontrol desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-
afektif.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri
dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-penelitian
lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi nyeri. Struktur
diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus, amygdala dan system
limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif dari nyeri.
Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan emosional yang
tidan menyenangkan. Nyeri dapat dibagi 2. Pertama, nyeri nosiseptf yang terjadi akibat aktifasi
nosi reseptor A-d dan C sebagai respon terhadap rangsangan noxius (termal , mekanik , kimia).
Kedua, neyri neuropatik merupakan nyeri yang timbul akibat kerusakan/perubahan patologis
pada system saraf perifer atau sentral. Pada kasus reumatik nyeri yang ditimbulkan adalah mixed
pain, yaitu kombinasi antara nyeri nosiseptif dan neuropatik.
DISLOKASI
Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular, kadang-kadang disertai
dengan robeknya ligamen yang seharusnya menahan pangkal tulang agar tetap berada pada
tempatnya. Persendian yang biasanya terkena adalah bahu, siku, jari, panggul dan pergelangan.
Gejala dari dislokasi adalah nyeri atau terasa adanya tekanan yang berlebihan pada persendian,
seperti kehilangan gerak pada sendi.
Tanda pada dislokasi adalah deformitas, jika tulang yang mengalami dislokasi menekan nervus
atau pembuluh darah, maka fungsi keduanya akan terganggu sehingga mungkin terjadi
kelemahan (paralisis) dan hilangnya pulsasi dibawah tulang yang mengalami dislokasi . Pada
kebanyakan kasus pada pasien dengan dengan fraktur atau dislokasi selalu cek nadi, kekuatan
otot dan sensasi pada bagian distal daerah yang terluka. Hilangnya pulsasi berarti ekstremitas
dalam keadaan yang membahayakan dan transportasi kerumah sakit seharusnya tidak ditunda.
Informasikan terlebih dahulu ke rumah sakit yang akan di tuju agar petugas dan dokter bedah
tulang telah siap ketika pasien tiba.
 
PENATALAKSANAAN DISLOKASI
Penatalaksanaan yang utama pada pasien dengan dislokasi adalah imobilisasi pasien pada
posisinya saat pertama kali ditemukan. Jangan coba meluruskan atau mengurangi dislokasi
kecuali jika ada seorang ahli. Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan bawah sendi yang
dislokasi untuk menjaga kestabilan waktu transport.
Mungkin satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada ekstremitas bawah adalah dislokasi
pada lutut. Dislokasi pada pergelangan, siku, bahu, panggul dan pergelangan kaki masih dapat
ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa adanya bahaya kerusakan permanen.
Bagaimanapun juga ketika menolong pasien dengan dislokasi lutut dan tidak ada pulsasi pada
bagian distal. Maka harus di koreksi dalam waktu 1 atau 2 jam setelah terjadi trauma. Dan
seharusnya waktu sejak terjadinya kecelakaan hingga sampai ke rumah sakit tidak lebih dari 1
jam.
 
SPRAIN
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligamen robek, biasanya disebabkan memutar secara
mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas normal. Organ yang sering terkena biasanya
lutut dan pergelangan kaki, ciri utamanya adalah nyeri, bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.
Untuk membedakan fraktur dan dislokasi, sprain biasanya tidak disertai deformitas.
Bagaimanapun juga lebih baik lakukan penanganan sprain seperti penangan fraktur lalu
imobilisasi.
Biarkan sendi yang mengalami sprain pada posisi elevasi dan berikan kompres dingin jika
mungkin.

STRAIN
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar sendi dan nyeri pada
waktu digerakan. pada strain tidak ada deformitas atau bengkak.   Strain lebih baik ditangani
dengan menghilangkan beban pada daerah yang mengalami injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas dan evaluasi dilanjutkan di
ruang gawat darurat.
 
Dislokasi Patella

• Paling sering terjadi ke arah lateral. Gadis muda dan wanita muda paling sering mengalaminya
• Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil
mengekstensikan lutut perlahan-lahan
• Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara bedah

PENEGAKAN DIAGNOSIS DISLOKASI

I. Anamnesis
a. Ada trauma
b. Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu
c. Ada rasa sendi keluar
d. Bila trauma minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual
II. Pemeriksaan fisik
a. Deformitas
b. Nyeri
c. Functio lasea, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu
III. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi onLy!!!

PENATALAKSANAAN UMUM

1. Lakukan reposisi segera


2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya dislokasi
siku, dislokasi bahu, dislokasi jari (pada fase syok). Dislokasi bahu, siku, atau jari dapat
direposisi dengan anestesi lokal dan obat penenang misalnya valium.
3. Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.

KOMPLIKASI DISLOKASI
1. Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :
o Fraktur.
o Kontraktur.
o Trauma jaringan.
2. Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi :
o Dekubitus
o Kongesti paru dan pneumonia
o Konstipasi
o Anoreksia
o Stasis dan infeksi kemih
o Trombosis vena dalam
Pengertian Radang Dan Proses Terjadinya Radang

Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cedera atau mati, selama hospes tetap hidup ada respon
yang menyolok pada jaringan hidup disekitarnya. Respon terhadap cedera ini dinamakan peradangan.
Yang lebih khusus peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-
zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau
nekrosis.
Peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, hasilnya adalah netralisasi
dan pembuangan agen penyerang,penghancuran jaringan nekrosis dan pembentukan keadaan yang
dibutuhkan untuk perbaikan dan pemulihan. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang
dikoordinasi dengan baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional.
Jadi yang dimaksud dengan radang adalah rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera.
Pada proses peradangan terjadi pelepasan histamine dan zat-zat humoral lain kedalam cairan jaringan
sekitarnya.
Akibat dari sekresi histamine tersebut berupa:
1. Peningkatan aliran darah lokal.
2. Peningkatan permeabilitas kapiler.
3. Perembesan ateri dan fibrinogen kedalam jaringan interstitial.
4. Edema ekstraseluler lokal.
5. Pembekuan cairan ekstraseluler dan cairan limfe.
Peradangan dapat juga dimasukkan dalam suatu reaksi non spesifik, dari hospes terhadap infeksi.

Adapun kejadiannya sebagai berikut: pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau
reaksi vaskuler.Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan
merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin
akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran
mikroorganisme dapat dibatasi.Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-mula phagosit
membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan
perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease selluler yang akan menyebabkan lysis
leukosit.Setelah itu makrofag mononuclear besar akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa
leukosit.Dan akhirnya terjadilah pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal.
Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi
radang disebut eksudat.

Beda Eksudat dan Transudat

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali
mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih yang melakukan emigrasi.Cairan ini tertimbun
sebagai akibat permeabilitas vascular (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat
terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat
pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.
Transudat adalah cairan dalam ruang interstitial yang terjadi hanya sebagai akibat tekanan hidrostatik
atau turunnya protein plasma intravascular yang meningkat (tidak disebabkan proses
peradangan/inflamasi).Berat jenis transudat pada umumnya kurang dari 1.012 yang mencerminkan
kandungan protein yang rendah. Contoh transudat terdapat pada wanita hamil dimana terjadi
penekanan dalam cairan tubuh.
Jenis-Jenis Eksudat

1. Eksudat non seluler


Eksudat serosa
Pada beberapa keadaan radang, eksudat hampir terdiri dari cairan dan zat-zat yang terlarut dengan
sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,yang pada
dasamya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah yang permiable dalam daerah
radang bersama-sama dengan cairan yang menyertainya. Contoh eksudat serosa yang paling dikenal
adalah cairan luka melepuh.

Eksudat fibrinosa
Jenis eksudat nonseluler yang kedua adalah eksudat fibrinosa yang terbentuk jika protein yang
dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak
fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin, yang berupa jala jala lengket dan elastic (barangkali
lebih dikenal sebagai tulang belakang bekuan darah). Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas
permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan pericardium dimana fibrin diendapkan dipadatkan
menjadi lapisan kasar diatas membran yang terserang. Jika lapisan fibrin sudah berkumpul di permukaan
serosa,sering akan timbul rasa sakit jika terjadi pergeseran atas permukaan yang satu dengan yang lain.
Contoh pada penderita pleuritis akan merasa sakit sewaktu bernafas, karena terjadi pergesekan sewaktu
mengambil nafas.

Eksudat musinosa (Eksudat kataral)


Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membran mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat
mengsekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain karena eksudat ini merupakan sekresi
set bukan dari bahan yang keluar dari aliran darah. Sekresi musin merupakan sifat normal membran
mukosa dan eksudat musin merupakan percepatan proses dasar fisiologis.Contoh eksudat musin yang
paling dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pemafasan bagian atas.

2. Eksudat Seluler
Eksudat netrofilik
Eksudat yang mungkin paling sering dijumpai adalah eksudat yang terutama terdiri dari neutrofil
polimorfonuklear dalam jumlah yang begitu banyak sehingga bagian cairan dan protein kurang
mendapat perhatian. Eksudat neutrofil semacam ini disebut purulen. Eksudat purulen sangat sering
terbentuk akibat infeksi bakteri.lnfeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi neutrofil yang luar biasa
tingginya di dalam jaringan dan banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis
yang kuat disekitarnya. Dalam keadaan ini enzim-enzim hidrolisis neutrofil secara haraf ah mencernakan
jaringan dibawahnya dan mencairkannya. Kombinasi agregasi netrofil dan pencairan jaringan-jaringan di
bawahnya ini disebut suppuratif,atau lebih sering disebut pus/nanah.
Jadi pus terdiri dari :
- neutrofil pmn. yang hidup dan yang mati neutrofil pmn. yang hancur
- hasil pencairan jaringan dasar (merupakan hasil pencernaan)
- eksudat cair dari proses radang
- bakteri-bakteri penyebab
- nekrosis liquefactiva.
3. Eksudat Campuran
Sering terjadi campuran eksudat seluler dan nonseluler dan campuran ini dinamakan sesuai dengan
campurannya.Jika terdapat eksudat fibrinopurulen yang terdiri dari fibrin dan neutrofil
polimorfonuklear,eksudat mukopurulen, yang terdiri dari musin dan neutrofil, eksudat serofibrinosa dan
sebagainya.

Luka Bakar Mudah Terjadi Septikhemi.


Pada luka bakar saluran-saluran limfe tetap terbuka yaitu karena jaringan yang terbakar tidak
menimbulkan tromboplastin sehingga tidak terjadi kooagulasi eksudat. Jika aliran cairan limfe tidak
tersumbat akan memudahkan menyebarkan kuman-kuman sehingga masuk dalam sirkulasi darah dan
terjadi septikhemi.

Reaksi sel pada radang

Leukositosis terjadi bila ada jaringan cedera atau infeksi sehingga pada tempat cedera atau radang dapat
terkumpul banyak leukosit untuk membendung infeksi atau menahan microorganisme menyebar
keseluruh jaringan.
Leukositosis ini disebabkan karena produksi sumsum tulang meningkat, sehingga jumlahnya dalam
darah cukup untuk emigrasi pada waktu terjadi cedera atau radang. Karena itu banyak leukosit yang
masih muda dalam darah, dalam pemeriksaan laboratorium dikatakan pergeseran ke kiri

Jenis-Jenis Leukosit Dan Masing-Masing Fungsinya Dalam Peradangan

Leukosit yang bersirkulasi dalam aliran darah dan emigrasi ke dalam eksudat peradangan berasal dari
sumsum tulang, di mana tidak saja leukosit tetapi juga sel-sel darah merah dan trombosit dihasilkan
secara terus memenerus.Dalam keadaan normal, di dalam sumsum tulang dapat ditemukan banyak
sekali leukosit yang belum matang dari berbagai jenis dan "pool" leukosit matang yang ditahan sebagai
cadangan untuk dilepaskan ke dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit yang bersirkulasi dalam
darah perifer dibatasi dengan ketat tetapi diubah "sesuai kebutuhan" jika timbul proses peradangan.
Artinya, dengan rangsangan respon peradangan, sinyal umpan balik pada sumsum tulang mengubah laju
produksi dan pengeluaran satu jenis leukosit atau lebih ke dalam aliran darah.
1. Granulosit.
Terdiri dari : neutrofil, eosinofil, dan basofil.
Dua jenis leukosit lain ialah monosit dan limposit, tidak mengandung banyak granula dalam
sitoplasmanya.
a) Neutrofil
Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar di dalam eksudat pada jamjam pertama peradangan
adalah neutrofil.Inti dari sel ini berlobus tidak teratur atau polimorf. Karena itu sel-sel ini disebut
neutrofil polimorfonuklear (pmn) atau "pool". Sel-sel ini memiliki urutan perkembangan di dalam
sumsum tulang, perkembangan ini kira-kira memerlukan 2 minggu. Bila mereka dilepaskan ke dalam
sirkulasi darah, waktu paruhnya dalam sirkulasi kira-kira 6 jam. Per millimeter kubik darah terdapat kira-
kira 5000 neutrofil, kira-kira 100 kali dari jumlah ini tertahan dalam sumsum tulang sebagai bentuk
matang yang siap untuk dikeluarkan bila ada sinyal.
Granula yang banyak sekali terlihat dalam sitoplasma neutrofil sebenarnya merupakan paket-paket
enzim yang terikat membran yaitu lisosom, yang dihasilkan selama pematangan sel. Jadi neutrofil pmn
yang matang adalah kantong yang mengandung banyak enzim dan partikel-partikel antimicrobial.
Neutrofil pmn mampu bergerak aktif dan mampu menelan berbagai zat dengan proses yang disebut
fagositosis. Proses fagositosis dibantu oleh zat-zat tertentu yang melapisi obyek untuk dicernakan dan
membuatnya lebih mudah dimasukkan oleh leukosit. Zat ini dinamakan opsonin. Setelah mencernakan
partikel dan memasukkannya ke dalam sitoplasma dalam vakuola fagositosis atau fagosom, tugas
berikutnya dari leukosit adalah mematikan partikel itu jika partikel itu agen microbial yang hidup, dan
mencernakannya. Mematikan agen-agen yang hidup itu diselesaikan melalui berbagai cara yaitu
perubahan pH dalam sel setelah fagositosis, melepaskan zat-zat anti bakteri. Pencernaan partikel yang
terkena fagositosis itu umumnya diselesaikan di dalam vakuola dengan penyatuan lisosom dengan
fagosom. Enzim-enzim pencernaan yang sebelumnya tidak aktif sekarang diaktifkan di dalam
fagolisosom, mengakibatkan pencernaan obyek secara enzimatik.
b) Eosinofil
Merupakan jenis granulosit lain yang dapat ditemukan dalam eksudat peradangan, walaupun dalam
jumlah yang lebih kecil. Eosinofil secara fungsional akan memberikan respon terhadap rangsang
kemotaksis khas tertentu yang ditimbulkan pada perkembangan allergis dan mereka mengandung
enzim-enzim yang mampu menetralkan efek-efek mediator peradangan tertentu yang dilepaskan dalam
reaksi peradangan semacam itu.

c) Basofil
Berasal dari sumsum tulang yang juga disebut mast sel/basofil jaringan. Granula dari jenis sel ini
mengandung berbagai enzim, heparin, dan histamin. Basofil akan memberikan respon terhadap sinyal
kemotaksis yang dilepaskan dalam perjalanan reaksi immunologis tertentu. Dan basofil biasanya
terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam eksudat.
Basofil darah dan mast sel jaringan dirangsang untuk melepas granulanya pada berbagai keadaan
cedera, termasuk reaksi immunologis maupun reaksi non spesifik.Dalam kenyataannya mast sel adalah
sumber utama histamin pada reaksi peradangan.

2. Monosit
Adalah bentuk leukosit yang penting. Pada reaksi peradangan monosit akan bermigrasi, tetapi
jumlahnya lebih sedikit dan kecepatannya lebih lambat. Karena itu, pada jam jam pertama peradangan
relative sedikit terdapat monosit dalasn eksudat. Namun makin lama akan makin bertambah adanya
monosit dalam eksudat. Sel yang sama yang dalam aliran darah disebut monosit, kalau terdapat dalam
eksudat disebut makrofag. Ternyata, jenis sel yang sama ditemukan dalam jumlah kecil melalui jaringan
penyambung tubuh walaupun tanpa peradangan yang jelas. Makrofag yang terdapat dalam jaringan
penyambung ini disebut histiosit. Dengan banyak hal fungsi makrofag sangat mirip dengan fungsi
neutrofil pmn. dimana makrofag akan bergerak secara aktif yang memberi respon terhadap stimulasi
kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencernakan berbagal agen. Ada perbedaan
penting antara makrofag dan neutrofil, dimana siklus kehidupan makrofag lebih panjang, dapat
bertahan berminggu-minngu atau bahkan berbulan-bulan dalam jaringan dibanding dengan neutrofil
yang berumur pendek. Selain itu waktu monosit memasuki aliran darah dari sumsum tulang dan waktu
memasuki jaringan dari aliran darah, ia belum matang betul seperti halnya neutrofil. Karena neutrofil
dalam jaringan dan aliran darah sudah mengalami pematangan (sudah matang), sehingga ia tidak
mampu melakukan pembelahan sel dan juga tidak mampu melakukan sintesis enzim-enzim pencenna.
Pada monosit dapat dirangsang untuk membelah dalam jaringan, dan mereka mampu memberi respon
terhadap keadaan lokal dengan mensintesis sejumlah enzim intrasel. Kemampuan untuk menjalani "on
the.job training", ini adalah suatu sifat makrofag yang vital, khususnya pada reaksireaksi immunologis
tertentu. Selain itu makrofag-makrofag dapat mengalami perubahan bentuk, selama mengalami
perubahan itu, mereka menghasilkan seI-se1 secara tradisional disebut sel epiteloid. Makrofag juga
mampu bergabung membentuk sel raksasa berinti banyak disebut giant cell.
Walaupun makrofag merupakan komponen penting dalam eksudat namun mereka tersebar secara luas
dalam tubuh, dalam keadaan normal dan disebut sebagai system reticuloendotelial atau RES (Reticulo
Endotelial System), yang mempunyai sifat fagositosis, termasuk juga dalam hati, sel tersebut dikenal
sebagai sel kupffer. Fungsi utama makrofag sebagai pembersih dalam darah ataupun seluruh jaringan
tubuh.Fungsi RES yang sehari-hari penting menyangkut pemrosesan haemoglobin sel darah merah yang
sudah mencapai akhir masa hidupnya. Sel-sel ini mampu memecah Hb menjadi suatu zat yang
mengandung besi dan zat yang tidak mengandung besi. Besinya dipakai kembali dalam tubuh untuk
pembuatan sel-sel darah merah lain dalam sumsum tulang dan zat yang tidak mengandung besi dikenal
sebagai bilirubin, di bawa ke dalam aliran darah ke hati, dimana hepatosit mengekstrak bilirubin dari
aliran darah dan mengeluarkannya sebagai bagian dari empedu.
3. Limposit
Umumnya terdapat dalam eksudat hanya dalam jumlah yang sangat kecil,meskipu eksudat sudah lama
terbentuk yaitu sampai reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis.

Tanda-Tanda Kardinal Peradangan

Pada peristiwa peradangan akut dapat dilihat tanda-tanda pokok (gejala kardinal).
1. Rubor (kemerahan)
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensupali daerah tersebut
melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.
Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik
secara neurogenik maupun secara kimia,melalui pengeluaran zat seperti histamin.

2. Kalor (panas)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan yang hanya terjadi pada
permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari -37 °C yaitu suhu di dalam tubuh.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah yang disalurkan tubuh
kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak daripada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena
panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh di dalam tubuh, karena
jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 37°C, hyperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan.

3. Dolor (rasa sakit)


Dolor atau rasa sakit, dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Perubahan pH lokal
atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama,
pengeluaran zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang
meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa
sakit.

4. Tumor (pembengkaan)
Segi paling menyolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkaan lokal (tumor). Pembengkaan
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial.
Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini
reaksi peradangan sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang
disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran
darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.

5. Fungsio laesa (perubahan fungsi)


Fungsio laesa atau perubahan fungsi adalah reaksi peradangan yang telah dikenal. Sepintas lalu, mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dart lingkungan kimiawi
lokal yang abnormal, berfungsi secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara
mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.

Anda mungkin juga menyukai