Anda di halaman 1dari 6

Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, antara lain :

- Undang-Undang Dasar 1945


UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur
masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuan-ketentuan lainnya.

- Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan
Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan
tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut
Ketetapan MPR.

- Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang


Undang-undang mengandung dua pengertian, yaitu :
a. undang-undang dalam arti materiel : peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh
penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. undang-undang dalam arti formal : keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal
sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

- Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD
1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna
melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin
bagi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undangnya,
sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.

- Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat
presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh presiden untuk melaksanakan Penetapan
Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan
Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan
menurut UUD 1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus
(einmalig) adalah untuk melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat
garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan Pemerintah.

- Peraturan pelaksana lainnya


Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri,
Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

- Convention (Konvensi Ketatanegaraan)


Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan
berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi
Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena
diterima dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser
peraturan-peraturan hukum yang tertulis.

- Traktat
Traktat atau perjanjian yaitu perjanjian yang diadakan dua negara atau lebih. Kalau kita amati
praktek perjanjian internasional bebrapa negara ada yang dilakukan 3 (tiga) tahapan, yakni
perundingan (negotiation), penandatanganan (signature), dan pengesahan (ratification).
Disamping itu ada pula yang dilakukan hanya dua tahapan, yakni perundingan (negotiation)
dan penandatanganan (signature).
Kelembagaan Negara Berdasarkan UUD 1945

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


2. Presiden dan Wakil Presiden
3. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
4. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
6. Mahkamah Agung (MA)

HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN


UUD 1945

Hubungan antara MPR – Presiden


MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mengangkat presiden. Dalam
menjalankan tugas pokok dalam bidang eksekutif (pasal 4(1)) presiden tidak hanya
menyelenggarakan pemerintahan negara yang garis-garis besarnya telah ditentukan
oleh MPR saja, akan tetapi termasuk juga membuat rencana penyelenggaraan
pemerintahan negara. Demikian juga presiden dalam bidang legislatif dijalankan
bersama-sama dengan DPR (pasal 5)

Hubungan antara MPR – DPR

Melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan pembuatan undang-undang serta peraturan-


peraturan lainnya agar undang-undang dan peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD.
Melalui wewenang DPR ia juga menilai dan mengawasi wewenang lembaga-lembaga
lainnya.

Hubungan DPR – Presiden

Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAP/RAB maka didalam pelaksanaan
DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR terhadap
Presiden adalah suatu konsekwensi yang wajar, yang mengandung arti bahwa presiden
bertanggung jawab kepada DPR.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh
mengingkari partner legislatifnya.

Hubungan antara DPR – Menteri-menteri

Menteri tidak dapat dijatuhkan dan diberhentikan oleh DPR, tapi konsekuensi dari tugas dan
kedudukannya, Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, para Menteri
juga dari pada keberatan-keberatan DPR yang dapat mengakibatkan diberhentikannya
Menteri.

Hubungan antara Presiden – Menteri-menteri

Mereka adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar terhadap
Presiden dalam menentukan politik negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek
pemerintahan, Presiden melimpahkan sebagian wewenang kepada menteri-menteri yang
berbentuk presidium.

Hubungan antara MA – Lembaga Negara lainnya

Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan lainnya.
Sistem pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam UUD 1945 beserta Penjelasannya
yaitu :

a. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat);


Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (Machtsstaat).
Mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga
negara yang lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh
hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwa pemerintahan berdasar atas sistem


Konstitusi (Hukum Dasar); jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas
(absolutismus);
Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan
hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti garis besar haluan negara,
undang-undang dan sebagainya.

c. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat


(MPR);
Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat,
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat
menentukan jalnnya negara dan bangsa, yaitu berupa :

- menetapkan undang-undang dasar;


- menetapkan garis-garis besar dari haluan negara;
- mengangkat presiden dan wakil presiden

d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR;


Penjelasan UUD 1945 menyatakan :
“Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah
negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung
jawab adalah di tangan presiden (concentration of power and responsibility upon the
President”. Oleh karena itu presiden adalah mandataris MPR, presidenlah yang memegang
tanggung jawab atas jalnnya pemerintahan yang dipercayakan kepadanya dan tanggung
jawab itu adalah kepada MPR bukan kepada badan lain.

e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);


Menurut sistem pemerintahan, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi
presiden bekerja sama dengan dewan. Dalam hal pembuatan undang-undang dan
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara presiden harus mendapatkan
persetujuan DPR.

f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR;
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri negara sepenuhnya wewenang presiden.
Menteri-menteri bertanggungjawab kepada presiden.

g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, karena Kepala Negara harus
bertanggung jawab kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-
sungguh suara DPR;
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :
“Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia
bukan “diktator”, artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Kunci sistem ini bahwa kekuasaan
presiden tidak tak terbatas ditekankan lagi dalam kunci sistem yang ke 2 sistem
Pemerintahan Konstitusional, bukan bersifat absolut dengan menunjukkan fungsi/peranan
DPR dan fungsi/peranan para menteri, yang dapat mencegah kemungkinan kemerosotan
pemerintahan di tangan presiden ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).

Adapun yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah Konstitusi Republik Indonesia yang pertama
yang terdiri dari :
a. Pembukaan, meliputi 4 alinea
b. Batang Tubuh atau Isi UUD 1945 meliputi: 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan
2 Aturan Tambahan
c. Penjelasan resmi UUD 1945

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD 1945

Adapun UUD 1945 RI antara lain memuat Bab III yang berjudul : Kekuasaan Pemerintahan
Negara. Bab III ini terdiri dari 12 pasal, yaitu pasal 4 sampai dengan pasal 15.
Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Presiden Republik Indonesia memegang Kekuasaan
Pemerintahan menurut Undang-undang Dasar; Dalam melakukan kewajibannya Presiden
dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Pasal 5 menentukan : bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang
dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden menetapkan Peraturan
Pemeritah untuk menjalankan Undang-undang sebagai mana semestinya. Kemudian
menyusul pasal 6 sampai pasal 15.

Kemudian terdapat Bab V yang hanya mempunyai 1 pasal tentang Kementerian Negara.
Selanjutnya ada Bab VII dari pasal 19 sampai 22 tentang DPR. Kemudian ada Bab IX tentang
Kekuasaan Kehakiman terdiri dari 2 pasal yaitu pasal 24 dan 25.

Dari bab-bab diatas ternyata UUD 1945 tidak membedakan dengan tegas tugas antara
kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yidikatif seperti Montesquieu
dengan Trias Politicanya.

Malahan Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara meliputi kekuasaan legislatif dan
kekuasaan eksekutif, termasuk hak-hak prerogatif. Selanjutnya kekuasaan legislatif diatur
juga dalam Bab VII mengenai DPR, sedangkan kekuasaan eksekutif juga pada Bab V
mengenai Kementerian Negara.

PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANG

DPR memegang kekuasaan membentuk


undang-undang. Setiap Rancangan
Undang-Undang dibahas oleh DPR dan
Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama. Rancangan Undang-Undang
(RUU) dapat berasal dari DPR, Presiden,
atau DPD.

DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU


yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Apabila ada 2 (dua) RUU
yang diajukan mengenai hal yang sama dalam satu Masa Sidang yang dibicarakan
adalah RUU dari DPR, sedangkan RUU yang
disampaikan oleh presiden digunakan sebagai
bahan untuk dipersandingkan.

RUU yang sudah disetujui bersama antara DPR


dengan Presiden, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden
untuk disahkan menjadi undang-undang. Apabila
setelah 15 (lima belas) hari kerja, RUU yang
sudah disampaikan kepada Presiden belum
disahkan menjadi undang-undang, Pimpinan DPR
mengirim surat kepada presiden untuk meminta
penjelasan. Apabila RUU yang sudah disetujui
bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak RUU tersebut disetujui bersama, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan
wajib diundangkan.

PROSES PEMBUATAN UNDANG-UNDANGPROSES


PEMBAHASAN RUU DARI PEMERINTAH DI DPR RI

RUU beserta penjelasan/keterangan, dan/atau naskah akademis yang berasal dari


Presiden disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR dengan Surat Pengantar
Presiden yang menyebut juga Menteri yang mewakili Presiden dalam melakukan
pembahasan RUU tersebut.

Dalam Rapat Paripurna berikutnya, setelah RUU diterima oleh Pimpinan DPR,
kemudian Pimpinan DPR memberitahukan kepada Anggota masuknya RUU tersebut,
kemudian membagikannya kepada seluruh Anggota. Terhadap RUU yang terkait
dengan DPD disampaikan kepada Pimpinan DPD.

Penyebarluasan RUU dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa. Kemudian RUU dibahas


dalam dua tingkat pembicaraan di DPR bersama dengan Menteri yang mewakili
Presiden.

PROSES PEMBAHASAN RUU DARI DPD DI DPR RI

RUU beserta
penjelasan/keterangan, dan atau
naskah akademis yang berasal dari
DPD disampaikan secara tertulis
oleh Pimpinan DPD kepada
Pimpinan DPR, kemudian
dalamRapat Paripurna berikutnya,
setelah RUU diterima oleh DPR,
Pimpinan DPR memberitahukan
kepada Anggota masuknya RUU
tersebut, kemudian
membagikannya kepada seluruh
Anggota. Selanjutnya Pimpinan
DPR menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Pimpinan DPD mengenai tanggal pengumuman RUU yang
berasal dari DPD tersebut kepada Anggota dalam Rapat Paripurna.

Bamus selanjutnya menunjuk Komisi atau Baleg untuk membahas RUU tersebut, dan
mengagendakan pembahasannya. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Komisi atau
Badan Legislasi mengundang anggota alat kelengkapan DPD sebanyak banyaknya 1/3
(sepertiga) dari jumlah Anggota alat kelengkapan DPR, untuk membahas RUU Hasil
pembahasannya dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

RUU yang telah dibahas kemudian disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden
dengan permintaan agar Presiden menunjuk Menteri yang akan mewakili Presiden
dalam melakukan pembahasan RUU tersebut bersama DPR dan kepada Pimpinan
DPD untuk ikut membahas RUU tersebut.

Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya surat tentang penyampaian
RUU dari DPR,Presiden menunjuk Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam
pembahasan RUU bersama DPR. Kemudian RUU dibahas dalam dua tingkat
pembicaraan di DPR.

Keterangan:

Untuk proses secara lengkap, silahkan lihat Tatib (tatatertib DPR RI BAB:
XVII Pasal 121 sampai Pasal 139)

Anda mungkin juga menyukai