Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KEWIRAUSAHAAN

INDUSTRI PETERNAKAN RAKYAT

(USAHA PETERNAKAN SAPI POTONG)

NAMA : RUSMINI

NRP : 090321100001

AGRIBISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO

2010
PENDAHULUAN

Konsumsi daging masyarakat Indonesia sampai saat ini masih ada pada
konsumsi pola pangan harapan yaitu rata-rata baru mencapai sekitar 7,66 kg/kapita
/tahun pada periode tahun 1992-1996 dan turun menjadi 5,33 kg / kapita / tahunpada
periode tahun 1998-2001 sebagai akibat krisis ekonomi. sementara itu berdasarkan pola
pangan harapan adalah sebesar 10,1 kg/kapita/tahun diantara produk daging yang
bersumber dari usaha peternakan dan peikanan, konsumsi daging sapi menduduki urtan
ketiga setelah ikan dan produk poultry yaitu mencapai sekitar 1,99 kg/kapita/tahun atau
sekitar 10,3 persen dari total konsumsi daging pada tahun 2001.

Pertambahan populasi penduduk dan peningkatan pendapatan akan


menyebabkan permintaan terhadap produk peternakan terus meningkat, permintaan
daging sapi selama tahun 2000-2010 diproyeksikan akan mengalami laju peningkatan
sebesar 5,00 persen/tahun yaitu dari sebesar 225,156 ton. Pada tahun 2000 meningkat
menjadi 366,739 ton pada tahun 2010 sedangkan penawaran daging sapi domestik
diperkirakan mengalami penurunan dengan laju sebesar 0,13 persen/tahun yaitu dari
sebesar 203,164 ton, Pada tahun 2000 menurun menjadi 200,576 ton pada tahun 2010
kondisi yang demikian jika tidak diantisipasi dengan upaya terobosan dalam
peningkatan produksi didalam negeri akan menyebabkan Indonesia selalu begantung
pada pasokan impor dan menjadi target potensial pemasaran ternak sapi hidup dan
produk-produk turunannya bagi Negara-negara produsen utama. Volume impor daging
sapi Indonesia selama periode 1990-1998 secara rata-rata mengalami tingkat
pertumbuhan sebesar 38,55persen/tahun. Untuk mendorong peningkatan produksi
daging sapi didalam negeri diperlukan kondisi lingkungan usaha peternakan sapi potong
yang kondusif.
ISI

Dalam rangka memenuhi permintaan konsumsi daging sapi yang terus


mengalami peningkatan, maka sejak awal periode 1990-an pemerintah telah melakukan
kebijakan pengembangan ternak sapi potong melalui 2 pola pengusahaan yaitu (1) pola
pengusahaan yang dilakukan oleh peternakan rakyat (2) pola pengusahaan yang
melibatkan perusahaan-perusahaan swasta.

Kebijakan pemerintah pada tahun 1990 yang mengizinkan perusahaan-


perusahaan swasta melakukan kegiatan usaha penggemukan sapi impor asal dari
Australia antara lain bertujuan : (1) Mendorong usaha kemitraan antara perusahaan
swasta dengan petani/peternak melalui PIR untuk meningkatkan pendapatan
petani/peternak (2) menjaga tingkat pertumbuhan populasi ternak sapi domestic dan (3)
pemanfaatan lahan-lahan tidur yang tidak subur. Kegiatan usaha kemitraan antara
petani/peternak dengan perusahaan berfungsi dengan baik selama 1991-1996 tetapi
sejak terjadi krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 dimana usaha impor sapi
hidup mengalami collapse, maka kegiatan usaha kemitraan ikut mengalami kontraksi
tajam, dan pada tahun 2001 kegiatan kemitraan ini sudah tidak berlanjut lagi.

Pengusahaan ternak sapi potong rakyat dilihat dari sistem pemeliharaanya


terbagi kedalam 2 pola yaitu yang berbasis lahan dan yang tidak berbasis lahan. Pola
pemeliharaan yang berbasis lahan memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Pemeliharaan
ternak dilakukan dipadang-padang pengembalaan yang luas yang tidak dapat digunakan
sebagai lahan pertanian 2. Pola ini umumnya terdapat diwilayah yang tidak subur,sulut
air,temperature tinggi dan jarang penduduk 3. Teknik pemeliharaan dilakukan secara
tradisional kurang dapat sentuhan teknologi dan 4. Pengusahaan tidak bersifat
komersial, tetapi cenderung bersifat symbol status sosial.di lain pihak pola pemeliharaan
yang tidak berbasis lahan memiliki cirri-ciri sebagai berikut : 1. Pemeliharaan ternak
lebih banyak dikandangkan dengan pemberian pakan ternak didalam kandang 2. Terkait
dengan usahatani sawah/lading sebagai sumber hijauan pakan ternak 3. Pola ini
umumnya dilakukan diwilayah padat penduduk 4. Pengusahaan pada pola tidak berbasis
lahan relative lebih intensif dibandingkan dengan pola berbasis lahan dengan tujuan
umumnya untuk tabungan dan sebagian lagi untuk tujuan komersial. Skala pemilikan
ternak pada pola lahan pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan pola non lahan.
Usaha sapi ternak rakyat memiliki posisi yang sangat lemah dan sangat peka
terhadap perubahan. Hal ini disebabkan oleh sifat usahanya dimana karakteristik usaha
peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut : 1.skala usaha relative kecil
2.merupakan usaha rumah tangga 3.merupakan usaha sampingan 4. Menggunakan
teknologi sederhana dan 5.bersifat padat karya dengan berbasis kekeluargaan. Untuk
mengembangkan usaha rakyat ini menjadi usaha yang maju diperlukan reformasi, baik
yang menyangkut masalah permodalan, sistem kelembagaan, penerapan teknologi, dan
penciptaan pasar efisien. Perhatian pemerintah terhadap usaha peternakan sapi potong
cenderung semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya permintaan
terhadap daging sapi. Berbagai kegiatan dan program yang terkait dengan
pengembangan usaha ternak sapi potong telah diluncurkan dan diimplementasikan, baik
secara nasional maupun daerah. Kebijakan dan program yang terkait dengan
peningkatan produksi pengamanan populasi ternak domestic dan pengembangan usaha
peternakan sapi potong secara ringkas dapat dikemukakan secara berikut :

1. Peningkatan kelahiran, dilakukan melalui upaya (a) kawin suntik (2)


peningkatan kawin alam dengan pejantan bermutu
2. Peningkatan mutu produksi dan bobot ternak
3. Pengendalian pemotongan ternak betina produktif
4. Pemberantasan dan pengendalian bibit ternak
5. Pembinaan pakan ternak
6. Sistem pengembangan bibit terbuka
Untuk meningkatkan populasi sapi potong dan sekaligus menjaga kelestarian
populasi ternak betina dari pengurasan diperlukan pola pengembangan yang melalui
penumbuhan peternak-peternak pembibitan dan penggemukan.
KESIMPULAN
Bentuk pengusahaan ternak sapi potong rakyat berdasarkan teknik
pemeliharaannya terdiri dari 2 pola yaitu yang berbasis lahan dan yang tidak berbasis
lahan. Untuk pengembangannya diperlukan pendekatan yang berbeda karena keduanya
memiliki karakteristik dan permasalahan yang berbeda.
Untuk meningkatkan populasi sapi dan sekaligus menjaga kelestarian populasi
ternak betina dari pengurasan, diperlukan pola pengembangan yaitu melalui
penumbuhan peternak-peternak pembibitan dan dan penggemukan pada daerah yang
memiliki pola daerah yang berbasis lahan. Bahkan memungkinkan bentuk usaha ini di
integrasikan agar nilai tambahnya dapat dinikmati peternak.
Sifat usaha yang dilakukan peternak pembibitan untuk sebagai tabungan
menyebabkan peternak kurang memperhatikan factor efisiensi usaha, sehingga tidak
menunjukkan profitabilitas yang layak secara ekonomi.
SARAN
Dalam usaha peternakan rakyat yaitu yang berupa peternakan sapi potong
sebaiknya pemerintah jangan melibatkan perusahaan swasta karena perusahaan swasta
tersebut hanya mengimpor sapi dari luar untuk penggemukan. Dan dalam pola lahan
sebaiknya peternak lebih menggunakan pola yang berbasis lahan karena dengan pola
yang seperti itu sapi akan tumbuh dan berkembang dengan baik karena adanya proses
alami. Dalam peternakan sapi potong ini pemerintah sebaiknya harus lebih
meningkatkan efisiensi dan teknologi yang digunakan oleh peternak sapi potong.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/43409124/MAKALAH-GEOGRAFI-EKONOMI

Anda mungkin juga menyukai