Anda di halaman 1dari 4

MENGKAJI URGENSI AUDIT ANGGARAN DAERAH

Mohamad Mahsun, SE, M.Si, Ak *

Anggaran Daerah pada hakekatnya merupakan rencana finansial yang menyatakan berapa
biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran / belanja) dan berapa banyak serta
bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan).
Melalui anggaran daerah tersebut tercermin rencana alokasi dan proporsi pengeluaran
daerah dalam satu tahun ke depan, baik rencana pengeluaran untuk pegawai negeri
(public servant) maupun untuk pelayanan publik (public services). Begitu anggaran
daerah ditetapkan, maka pokok-pokok yang tercantum di dalamnya menjadi acuan utama
semua kebijakan pengeluaran daerah dalam satu periode ke depan. Kedudukan anggaran
daerah menjadi sangat fundamental. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah
pernahkah anggaran daerah ini diaudit oleh pihak independen sebelum ditetapkan dan
dilaksanakan.

Kenapa anggaran daerah perlu diaudit, bukankah audit itu ditujukan terhadap kegiatan
yang sudah berlalu?. Pertanyaan seperti ini sangat wajar, karena umumnya memang audit
ditujukan untuk menilai kewajaran atas suatu kegiatan yang sudah terjadi dibandingkan
dengan kriteria yang ditetapkan. Audit kinerja dilakukan dengan cara membandingkan
realisasi anggaran dengan kriterianya yaitu anggaran itu sendiri. Jika kriteria (anggaran)
dibuat dengan tidak wajar maka pelaksanaannya juga pasti tidak wajar. Namun,
ketidakwajaran tersebut tidak akan terlihat manakala realisasi sudah sesuai dengan
anggaran. Apa yang terjadi, penyimpangan terhadap tujuan penganggaran daerah tidak
bisa dideteksi.

Harus disadari, proporsi penerimaan daerah yang berasal dari pajak cukup besar. Artinya,
masyarakat secara tidak langsung memiliki saham terhadap keuangan daerah yang harus
dikelola dan dipertanggungjawabkan. Anggaran daerah sebagai pedoman pengalokasian
keuangan daerah harus menjamin tersalurkannya pengeluaran untuk pembangunan dan
pelayanan publik. Karenanya APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) harus
benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi
dan keanekaragaman daerah. Pemerintah daerah harus mampu menjawab tuntutan
masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan yang tercantum dalam APBD yang
mencakup upaya peningkatan kualitas dan kuantitas layanan jasa publik, seperti
pendidikan, kesehatan, kebersihan, keamanan, ketertiban, transportasi dan lain
sebagainya.

Adalah hak dari setiap masyarakat untuk memperoleh pelayanan publik dengan baik.
Bagaimana proporsi rencana pengeluaran untuk belanja pegawai jika dibandingkan
dengan yang dialokasikan untuk pengeluaran pembangunan, pemeliharaan dan
pembangunan infrastruktur serta peningkatan pelayanan publik. Siapa yang menjamin
semua rencana pengeluaran diformulasikan secara proporsional, obyektif dan wajar.
Apakah wakil rakyat mampu memberikan jaminan atas permasalahan itu jika beliau juga
memperoleh jatah plafon dari anggaran daerah tersebut. Banyak kepentingan yang ikut
bermain dalam proses penganggaran daerah ini yang pada akhirnya dicapai konsensus
politis yang happy-happy solution.

Perdebatan yang alot dalam merumuskan anggaran daerah menunjukkan terjadinya


pertarungan kepentingan individu dan atau golongan. Sekedar mengingatkan atas makna
pegawai negeri yang sebetulnya adalah public servant = pembantu (abdi) masyarakat.
Jadi tugas utama pegawai negeri memang membantu atau mengabdi atau melayani
masyarakat. Tentunya kalau menyadari posisinya seperti tersebut, dalam perdebatan
sengit penetapan anggaran daerah akan sangat bijak jika yang diributkan adalah seputar
bagaimana jatah anggaran untuk peningkatan pelayanan publik, untuk mengatasi banjir,
untuk penanganan musibah gempa/tsunami, untuk pembangunan jalan umum dan
sebagainya. Cukup ironis jika perdebatan tersebut mengarah pada kepentingan individu
atau golongan misalnya kenaikan kompensasi, kenaikan tunjangan, peningkatan
kesejahteraan, tunjangan komunikasi dan sebagainya.

Partisipasi masyarakat untuk mengawasi proses penetapan anggaran daerah dapat


dilakukan melalui audit oleh pihak independen non birokrat. Fenomena di atas
menunjukkan sangat pentingnya peran auditing terhadap perencanaan keuangan daerah
ini, bahkan bisa jadi lebih penting daripada audit laporan historis. Kesimpulan audit
laporan historis menjadi kurang bermakna jika anggaran sebagai salah satu kriteria
pemeriksaan ternyata ditetapkan dengan tidak wajar.

Kebijakan penyusunan APBD tidak saja bertujuan mengembalikan pertumbuhan


ekonomi daerah dengan cepat, tetapi perlu dilakukan perbaikan terhadap kesalahan-
kesalahan di masa lalu, baik pada individu para penyelenggara kebijakan maupun
mekanisme institusional. Perbaikan terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu
diwujudkan dengan penyusunan anggaran yang bukan sekedar mengulang item mata
anggaran masa lalu (line item) dan menambah jumlahnya (incrementalism). Namun
dengan kajian yang menjunjung tinggi integritas dan obyektifitas, item mata anggaran
masa lalu bisa diganti, dimodifikasi atau muncul item baru dengan jumlah proporsional
prioritas kepentingan umum dan pembangunan.

Proporsi APBD idealnya adalah alokasi anggaran bagi program pembangunan dan
layanan publik yang berorientasi pada penyelesaian problem mendasar masyarakat lebih
besar daripada untuk belanja aparatur. Selama ini beban APBD lebih banyak digunakan
untuk belanja aparatur. Memang anggaran untuk belanja publik mengalami peningkatan,
namun sebagian dari peruntukkannya masih ditujukan pada belanja aparatur. Salah satu
cara untuk meningkatan alokasi anggaran bagi masyarakat adalah melakukan
penghematan dengan memangkas anggaran yang tidak berpihak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Ada yang harus diwaspadai. Tuntutan agar anggaran daerah berpihak pada masyarakat
sering disiasati dengan ditetapkannya proyek-proyek yang berlabel atas nama rakyat.
Proyek pembangunan jalan, jembatan, pengentasan kemiskinan, peningkatan kesehatan,
pendidikan adalah proyek manis yang jelas berpihak pada masyarakat. Audit perlu
dilakukan terhadap rencana proyek pembangunan tersebut yang salah satunya bertujuan
untuk menjamin bahwa tidak ada komitmen yang terjadi antara pejabat pemerintahan
dengan vendor. Tidak fair jika motif menggoalkan anggaran tersebut dilandasi oleh
komisi yang bakal diterima dari vendor yang kelak disetting sebagai pelaksana.
Pada tahap implementasi anggaran daerah juga masih sangat perlu dilakukan
pemeriksaan. Pada dasarnya audit anggaran daerah tidak mesti hanya dilakukan akhir
periode pada saat LPJ. Audit pada saat implementasi anggaran daerah sangat membantu
terutama untuk (1) mengetahui efisiensi dan efektifitas pelayanan jasa (service delivery)
yang diberikan oleh para abdi masyarakat; (2) penyalahgunaan kekuasaan (abuse of
power) dan penyimpangan penggunaan dana; (3) mekanisme pencatatan dan pelaporan.
Dengan audit pada saat implementasi, berbagai penyimpangan tersebut dapat segera
dideteksi sehingga tidak terlambat dalam memberikan tindakan.

Resistensi cukup besar untuk berubah justru berasal dari lingkungan internal. Bisa jadi
sebagian besar menolak dilakukan audit terhadap tahap penyusunan dan implementasi
anggaran daerah. Lebih nyaman mempertahankan status quo daripada melakukan
perubahan. Kelompok anti perubahan ini tentunya cukup terganggu dengan ide audit
anggaran daerah ini. Cara ’bijak’ menanggapinya adalah dengan menyatakan bahwa ide
tersebut cukup ideal tetapi belum bisa dilaksanakan. Maka akhirnya gagasan audit
anggaran daerah akan direspon sebagai wacana. Kata-kata klasik untuk menggantikan
istilah menunda sampai batas waktu tidak menentu…!

* Mohamad Mahsun, SE, M.Si, Ak


Dosen Tetap STIE Widya Wiwaha Yogyakarta dan Associate Partner Kantor
Akuntan Publik JSA Jakarta

Anda mungkin juga menyukai