PENDAHULUAN
Abad XXI ini dikenal dengan era globalisasi dan era informasi. Dalam era ini
laju informasi berjalan dengan sangat cepat. Segala sesuatu yang terjadi di seantero
dunia dapat diakses dan diketahui dalam hitungan detik. Begitu juga masalah-masalah
dalam seluruh segmen kehidupan terjadi dan terbuka lebar. Dalam zaman atau era
keluarga yang mampu membimbing dan mendidik anak atau remaja yang mandiri dan
merupakan entitas pertama dan utama dimana anak tersebut tumbuh, dan dibesarkan,
dibimbing dan diajarkan nilai-nilai kehidupan sesuai dengan harapan sosial (social
expectacy) dimana keluarga tersebut tinggal. Hingga nantinya sang anak atau remaja
hidup dalam masa transisi, yakni perpindahan dari masa anak menuju masa dewasa.
Dalam masa ini banyak ahli psikologi seperti Hurlock (1980) memberikan label bagi
remaja sebagai fase penuh konflik, fase penuh penentangan, dan menurut Dadang
Hawari (dalam Syamsu Y. 2000) disebut sebagai fase pencarian jati diri.
1
2
adalah sama pentingnya seperti dalam artian usaha untuk menegakkan identitas.
Menjadi pribadi yang mandiri, yakni pribadi yang menguasai dan mengatur diri
sendiri, merupakan salah satu tugas perkembangan yang paling mendasar dalam
mudah. Sebab pada masa remaja terjadi pergerakan perkembangan psikososial dari
melakukan pelepasan-pelepasan atas keterikatan yang selama ini dialami pada masa
kanak-kanak. Dimana segalanya serba diatur dan ditentukan oleh orang tua.
Pemutusan ikatan infantil yang telah berkembang dan dinikmati dengan penuh rasa
dipahami (misunderstood) bagi kedua belah pihak – baik remaja maupun orang tua
emosional kanak-kanaknya dengan orang tua secara logis dan objektif. Dalam usaha
mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua (Thomburg, 1982). Meskipun hal ini
sulit dilakukan namun dalam upaya pencapaian kemandirian yang optimal terhadap
Hal ini sering terjadi terhadap kaum remaja di mana peneliti tinggal. Tidak
sedikit anak remaja yang berupaya menentukan pilihan-pilihan kegiatannya atas dasar
pertimbangan yang rasional, baik dari sisi kompetensi pribadi dan minatnya terhadap
ekstra kurikuler, maka anak tersebut berupaya memilih salah satu ekstra kurikuler
3
yang diminatinya serta sesuai dengan kemampuan dirinya, tidak lagi atas dasar
pilihan orang tua. Sebagai contoh lain adalah dalam hal memilih sekolah. Tidak
sedikit remaja di Konawe Selatan yang memilih sekolah atas dasar pertimbangan hal-
hal yang ada dalam pribadinya bukan karena pilihan ditentukan oleh orang tuanya,
walaupun juga masih ada remaja yang menurut apa yang menjadi pilihan, apa yang
menjadi ketentuan, serta apa yang menjadi harapan orang tua bagi dirinya.
Fenomena ini menarik untuk dicermati, sebab perilaku anak remaja tersebut
bila ditinjau dari perspektif psikologis merupakan upaya pelepasan dirinya dari
secara emosi, dan tidak lagi menjadikan orang tua sebagai satu-satunya sandaran
Pada sisi lain orang tua sebagai orang yang merasa menjadi panutan keluarga,
mereka harus dihormati, dipatuhi dan dituruti apapun yang dikatakan dan
dikehendaki. Menurut orang tua, hal tersebut dilakukan agar anak-anaknya kelak
menjadi orang yang berguna di masa depannya. Bila ditinjau secara sosiologis,
perilaku orang tua seperti tersebut diatas, merupakan upaya orang tua untuk
melestarikan nilai-nilai adat Konawe Selatan didalam hubungannya antara orang tua
Menurut Abdurrauf Tarimana (1989) ada beberapa nilai adat yang berjalan di
kebudayaan Tolaki adat istiadat yang disebut dengan metewatu (anak harus patuh
kepada orang tua). Adat metewatu ini menekankan kepada anak, mereka harus patuh
4
terhadap aturan-aturan yang diterapkan oleh orang tua mereka. Kedua orang tua akan
berupaya mengarahkan anaknya untuk mengikuti apa saja yang ditentukan oleh orang
tuanya, sehingga bila anak tersebut tidak patuh maka akan dikategorikan anak yang
tetutuara (kualat). Dalam ritmik kehidupan masyarakat konawe orang tua menjadi
satu-satunya teladan bagi anak. Oleh karena itu orang tua harus mampu menjadi
teladan atau model bagi anak. Budaya seperti ini disebut dengan mo’ulungako
(memberi contoh). Pada konteks budaya ini anak dianggap sebagai individu atau anak
kecil yang belum mengetahui apa-apa dan tidak berhak menentukan apa-apa, oleh
karena itu anak harus mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tua mereka. Sebagai
bagian dari masyarakat adat tolaki maka individu harus patuh terhadap tetua adat, hal
ini disebut sebagai tonomotuo (kepatuhan terhadap tokoh adat). Dalam masyarakat
etnik Tolaki, juga terdapat konsep adat Kalo Sara. Konsep ini mengatur seluruh
sendi-sendi kehidupan masyarakat, baik dalam hal-hal yang bersifat sosial maupun
hal-hal yang mengatur sebuah keluarga termasuk dalam pola perkembangan anak
kematian.
Masyarakat harus patuh kepada Kalo Sara, karena bagi mereka yang tidak
patuh akan memperoleh sanksi dari yang maha kuasa (kutukan). Sedangkan dalam
masyarakat, terdapat seorang tokoh adat yang disebut dengan tonomutuo yang
mengetahui seluk beluk adat, dan dapat dimintai pendapatnya dalam menyelesaikan
Dari pengamatan awal yang peneliti lakukan terhadap beberapa siswa di SMA
Negeri 1 Punggaluku Kabupaten Konawe Selatan. Beberapa hal yang menjadi fokus
5
wawancara adalah hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan remaja baik dalam
dalam lingkungan keluarganya terutama hubungan antara anak dan orang tua, ia harus
mematuhi aturan-aturan yang diterapkan oleh orang tuanya, mulai dari mode
berpakaian, penentuan masa depan, pilihan sekolah, waktu belajar, sampai pada
pilihan teman bergaul. Pada sisi lain sang anak jarang atau hampir tidak pernah
terlibat dalam pembicaraan mengenai segala aturan yang harus dijalankan oleh sang
anak. Tuntutan pencapaian prestasi sangat tinggi, namun orang tua jarang
aktivitasnya masing-masing. Dari sini sebagian dari anak tersebut berlaku menurut
saja dengan apa yang diperintahkan oleh orang tua, namun sebagian mengatakan ia
berusaha memenuhi keinginannya walaupun dengan resiko sering terjadi konflik atau
pengamatan awal menunjukkan bahwa selama ini hubungan mereka dengan orang
belajar yang tinggi. Pada sisi lain orang tua memenuhi kebutuhan yang mereka
perlukan sebatas kemampuan ekonomi orang tua saat ini. Ia diberikan tanggungjawab
atas perbuatan yang ia lakukan, dan orang tua akan memberikan sanksi yang sesuai
penentuan pilihan sekolah, maupun pilihan teman bergaul orang tua lebih banyak
dalam pengawasan dan bimbingan orang tua. Dari perlakuan-perlakuan orang tua
kondisi lingkungan keluarga saat ini, namun juga ada yang menyatakan ia lebih
dari total 35 siswa menyatakan bahwa selama ini orang tuanya tidak terlalu
menggubris dirinya. Ia bebas menentukan apa yang dia mau. Orang tua tidak
memberikan tuntutan apapun kepada mereka, bahkan ada yang menyatakan bahwa
orang tuanya selalu memenuhi apapun yang ia minta tanpa melihat sejauh mana nilai
kesalahan yang diperbuat oleh mereka. Atau bahkan ada yang tidak peduli sama
sekali dengan keberadaan dirinya. Mendapat perlakuan semacam ini ada sebagian
yang menyatakan bahwa ia merasa menjadi anak yang tidak terperhatikan oleh orang
tua, sehingga ia lebih sering berada di luar rumah menghabiskan waktunya dengan
masyarakat terhadap nilai-nilai adat yang dianutnya. Sebagai contoh, setelah tamat
dari SMP untuk memasuki jenjang SLTA, pilihan sekolah ditentukan oleh orang
tuanya. Bila sudah besar nanti kebiasaan calon pasangan hidup juga ditentukan oleh
7
sekolah yang harus diikuti oleh remaja Konawe Selatan ditentukan pula oleh orang
Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa hampir mayoritas siswa-siswi yang
pengasuhan yang otoriter. Namun disisi lain sikap tanggungjawab siswa serta upaya
untuk melepaskan diri dari orang tua dapat dilihat pada diri remaja tersebut, walaupun
upaya dan perwujudan dari tanggungjawab tersebut masih sangat minim. Upaya-
merupakan dorongan internal dalam mencari jati diri, bebas dari perintah-perintah
dan kontrol orang tua. Remaja menginginkan kebebasan pribadi untuk dapat
mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung secara emosional pada orang tuanya. Bila
masalahnya dan ingin memperoleh status yang menyatakan bahwa dirinya sudah
pengasuhan orang tua melalui interaksi antara ibu dan ayah dengan remajanya. Orang
tua merupakan lingkungan pertama yang paling berperan dalam pengasuhan anak
kemandirian emosional remaja. Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan seperti
8
I Nyoman Karna (2002), Miftahul Jannah (2004), Risa Panti Ariani (2004)
menunjukkan bahwa gaya pengasuhan orang tua yang harmonis, hangat, penuh kasih
namun sebaliknya gaya pengasuhan yang penuh dengan tuntutan, orang tua tidak
perhatian, penuh dengan sanksi, tidak pernah melibatkan anak dalam pengambilan
khususnya kemandirian emosional artinya remaja tidak mampu melepaskan diri dari
masyarakat yang menekankan kepatuhannya terhadap adat. Salah satu hal yang
tampak dari penerapan nilai adat Konawe Selatan tersebut adalah terkait hubungan
antara orang tua dengan anak. Sehingga gaya-gaya interaksi yang dilakukan adalah
dengan gaya yang authoritarian. Padahal gaya pengasuhan yang authoritarian secara
disisi lain dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa sikap-sikap yang ditunjukkan
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka topik sentral
yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini adalah hubungan gaya pengasuhan
Hubungan antara remaja dan orang tua sebagai orang yang paling dekat dan
bersikap dan memperlakukan dirinya. Sikap dan perlakuan orang tua terhadap remaja
merupakan iklim psikologis yang timbul dalam bentuk interaksi antara orang tua dan
remaja. Gaya-gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya
orang tua yang terlalu menuntut tanpa memperhatikan kebutuhan anak, selalu
memberikan sanksi tanpa melihat jenis kesalahannya, tidak pernah melibatkan anak
merupakan hal yang menarik untuk diteliti, hal ini patut diteliti sebab perkembangan
kemandirian emosional tersebut tidak muncul begitu saja, tetapi hal ini merupakan
hasil interaksi antara individu satu dengan individu lainnya yang diawali dengan
interaksi dengan individu yang ada dalam keluarganya serta dengan kelompok-
teman-teman sebayanya serta lingkungan sosial lain yang lebih luas yakni masyarakat
sekitar. Untuk membatasi penelitian ini, maka masalah yang akan diteliti mengenai
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini dapat
“Apakah ada hubungan antara gaya pengasuhan orang tua authoritarian dengan
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan di atas, maksud dari penelitian
ini adalah menghimpun bahan dan informasi secara sistematis dan terencana
dengan kemandirian emosional remaja. Selain itu penelitian ini juga menganalisa
secara deskriptif mengenai karakteristik dari gaya pengasuhan authoritarian orang tua
harapkan dapat menggali informasi dan pengetahuan yang memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu dan guna laksana bagi praktisi di lapangan, sebagai berikut :
pengasuhan orang tua dan kemandirian remaja yang dapat digali melalui
penelitian ini, bisa sebagai bahan masukan empiris dan untuk menambah referensi
bermanfaat, baik bagi para orang tua, para pendidik, maupun kalangan masyarakat