Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

TRANSPLANTASI ORGAN

ANGGOYA KELOMPOK:

AGUNG BUDI C

BANGKIT S
EKO BAGUS

PRIYO BHEKTI N

SEVY

WELLA

TRANSPLANTASI ORGAN DAN ASPEK


MEDIKOLEGALNYA

PENDAHULUAN
Dalam dunia kedokteran timur maupun barat, pada umumnya diyakini bahwa setiap
penyakit ada obatnya. Ada penyakit yang dapat diobati dengan hanya pemberian obat yang
sederhana, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan yang relatif rumit, seperti transplantasi
organ. Seorang yang menderita penyakit gagal ginjal terminal misalnya, hanya punya 3 alternatif
pengobatan: yaitu menjalani hemodialisis (cuci darah) secara rutin, melakukan transplantasi
ginjal atau meninggal. Untuk pasien ini transplantasi ginjal merupakan pilihan pengobatan yang
lebih baik dibandingkan melakukan hemodialisis terus menerus.

Pada saat ini jumlah pasien gagal ginjal yang membutuhkan transplantasi ginjal di
Indonesia mencapai 40.000 orang. Mereka yang menjalani perawatan medis sangat sedikit
karena biaya perawatan yang mahal dan jangka panjang. Di Indonesia, transplantasi ginjal
pertama kali dilakukan di RSCM pada tahun 1977. Sampai saat ini, hanya 500 pasien yang telah
menjalani cangkok ginjal di Indonesia, dimana 200 diantaranya dilakukan di RS PGI Cikini.
Donor ginjal di Indonesia semuanya adalah donor hidup dan jumlahnya amat sedikit
dibandingkan kebutuhan. Sebagian besar pasien lain ternyata menjalani cangkok ginjal di China,
karena jumlah donor yang banyak dan biayanya yang relatif murah. Dengan melakukan
transplantasi ginjal, menurut data Transplant Centre Directory sedunia tahun 1992, lama
perpanjangan hidup pasien yang menjalani transplantasi ginjal dapat mencapai 29,9
tahun.Sebagai suatu tindakan medis, transplantasi organ memiliki potensi untuk disalahgunakan
dan menimbulkan sengketa, sehingga untuk pelaksanaannya dirasakan memerlukan pengaturan
bukan hanya dari segi etika, tetapi juga hukum. Pada makalah ini akan dibahas tentang
transplantasi, aspek etik dan medfikolegalnya.

PENGATURAN HUKUM TRANSPLANTASI

Di Indonesia pengaturan hukum transplantasi organ adalah dalam UU No 23/1992


tentang Kesehatan dan PP No. 18/1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis,
serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia. PP ini merupakan pelaksanaan dari UU
No 9/1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan, yang telah dicabut. Akan tetapi PP ini masih tetap
berlaku karena berdasarkan pasal 87 UU No 23/1992 tentang Kesehatan, semua peraturan
pelasksanaan dari UU No 9/1960 masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan UU No. 23/1992.

TUJUAN TRANSPLANTASI

Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis memindahkan sebagian tubuh atau
organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak dapat berfungsi lagi.
Transplantasi dapat dilakukan pada diri orang yang sama (auto transplantasi), pada orang yang
berbeda (homotransplantasi) ataupun antar spesies yang berbeda (xeno-transplantasi).
Transplantasi organ biasanya dilakukan pada stadium terminal suatu penyakit, dimana organ
yang ada tidak dapat lagi menanggung beban karena fungsinya yang nyaris hilang karena suatu
penyakit. Pasal 33 UU No 23/1992 menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah satu
pengobatan yang dapat dilakukan untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Secara legal transplantasi hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak boleh
dilakukan untuk tujuan komersial (pasal 33 ayat 2 UU 23/ 1992). Penjelasan pasal tersebut
menyatakan bahwa organ atau jaringan tubuh merupaka anugerah Tuhan YME sehingga dilarang
untuk dijadikan obyek untuk mencari keuntungan atau komersial.
TENAGA KESEHATAN YANG BERWENANG

Di Indonesia transplantasi hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan, yang melakukannya atas dasar adanya persetujuan dari donor maupun ahli
warisnya (pasal 34 ayat 1 UU No. 23/1992). Karena transplantasi organ merupakan tindakan
medis, maka yang berwenang melakukannya adalah dokter. Dalam UU ini sama sekali tidak
dijelaskan kualifikasi dokter apa saja yang berwenang. Dengan demikian, penentuan siapa saja
yang berwenang agaknya diserahkan kepada profesi medis sendiri untuk menentukannya.
Secara logika, transplantasi organ dalam pelaksanaannya akan melibatkan banyak dokter dari
berbagai bidang kedokteran seperti bedah, anestesi, penyakit dalam, dll sesuai dengan jenis
transplantasi organ yang akan dilakukan. Dokter yang melakukan transplantasi adalah dokter
yang bekerja di RS yang ditunjuk oleh Menkes (pasal 11 ayat 1 PP 18/1981). Untuk menghindari
adanya konflik kepentingan, maka dokter yang melakukan transplantasi tidak boleh dokter yang
mengobati pasien (pasal 11 ayat 2 PP 18/1981)

SYARAT PELAKSANAAN TRANSPLANTASI

Pada transplantasi organ yang melibatkan donor organ hidup, pengambilan organ dari
donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan. Pengambilan organ baru dapat
dilakukan jika donor telah diberitahu tentang resiko operasi, dan atas dasar pemahaman yang
benar tadi donor dan ahli watis atau keluarganya secara sukarela menyatakan persetujuannya
(pasal 32 ayat 2 UU No. 23/1992)

Syarat dilaksanakannya transplantasi adalah:

1. Keamanan: tindakan operasi harus aman bagi donor maupun penerima organ. Secara umum
keamanan tergantung dari keahlian tenaga kesehatan, kelengkapan sarana dan alat kesehatan
2. Voluntarisme: transplantasi dari donor hidup maupun mati hanya bisa dilakukan jika telah ada
persetujuan dari donot dan ahli waris atau keluarganya (pasal 34 ayat 2 UU No. 23/1992).
Sebelum meminta persetujuan dari donor dan ahli waris atau keluarganya, dokter wajib
memberitahu resiko tindakan transplantasi tersebut kepada donor (pasal 15 PP 18/1981).

TRANSPLANTASI DARI DONOR JENAZAH

Dari segi etika, transplantasi dari donor jenazah tidak mempunyai masalah dari segi etika
dan moral. Paus Pius XII pada tahun 1956 menyatakan : ”Seorang mungkin berkehendak untuk
mendonorkan tubuhnnya dan memperuntukkannya bagi tujuan-tujuan yang berguna, yang secara
moral tidak tercela, bahkan luhur, diantaranya adalah keinginan untuk menolong orang yang
sakit dan menderita. Seseorang dapat membuat keputusan akan hal ini dengan hormat terhadap
tubuhnya sendiri dan dengan sepenuhnya sadar akan penghormatan yang pantas untuk tubuhnya.
Keputusan ini hendaknya tidak dikutuk, melainkan sungguh dibenarkan”.

Pada dasarnya berbagai organ tubuh dari seorang yang meninggal dunia dapat digunakan
untuk menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup orang lainnya yang masih hidup.
Dengan demikian transplantasi adalah baik secara moral dan bahkan patut dipuji. Donor wajib
memberikan persetujuannya dengan bebas dan penuh kesadaran sebelum wafatnya atau keluarga
terdekat wajib melakukannya pada saat kematiannya. Transplantasi organ tidak dapat diterima
secara moral kalau pemberi atau yang bertanggungjawab untuk dia TIDAK memberikan
persetujuan dengan penuh kesadaran.

Dalam hal pengambilan organ dari jenazah dikenal ada 2 sistem yang diberlakukan secara
nasional:
1. Sistem izin (toestemming system): sistem ini menyatakan bahwa transplantasi baru dapat
dilakukan jika ada persetujuan dari donor sebelum pengambilan organ. Indonesia menganut
sistem ini.

2. Sistem tidak berkeberatan (geen bezwaar system): dalam sistem ini transplantasi organ dapat
dilakukan sejauh tidak ada penolakan dari pihak donor. Tidak adanya penolakan dari donor,
dalam sistem ini, ditafsirkan sebagai ”donor tidak keberatan dilakukan pengambilan organ”
Pasal 14 PP No 18/1981 menyatakan bahwa pengambilan organ dari korban yang meninggal
dunia dilakukan atas dasar persetujuan dari keluarga terdekat. Dalam keluarga terdekat tidak ada,
maka keluarga jenazah harus diberitahu. Jika setelah lewat 2 x 24 jam keluarga tidak ditemukan,
maka dapat dilakukan pengambilan organ tanpa izin keluarga. Pengaturan ini tidak bermanfaat
banyak dalam praktek, karena setelah lewat waktu tersebut, organ sudah membusuk dan tidak
dapat digunakan lagi, kecuali jika kesegaran jaringan dipertahankan dengan tetap
mempertahankan sistem sirkulasi dan pernapasan dengan alat bantu penopang hidup.

PENENTUAN SAAT KEMATIAN

Pada transplantasi organ dari jenazah, penentuan saat kematian merupakan isyu yang
sangat penting. Keberhasilan transplantasi jenis ini sangat tergantung pada kesegaran organ,
artinya operasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah donor meninggal. Namun demikian,
donor tidak boleh dinyatakan meninggal secara dini atau kematiannya dipercepat agar organ
tubuhnya dapat segera dipergunakan.

Kriteria moral menuntut bahwa donor harus sudah meninggal dunia sebelum organ-organ
tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan,
saat kematian hendaknya ditetapkan oleh dokter yang mendampingi donor pada saat
kematiannya, atau jika tidak ada, dokter yang menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak
diperkenankan ikut ambil bagian dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ.

Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas, maka definisi mati menjadi penting. Pasal 1g PP
18/1981 menyatakan bahwa mati adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang
berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Secara medis definisi tersebut sudah lama ditinggalkan karena kematian yang dianut saat ini
adalah mati batang otak. Mati batang otak merupakan kematian yang paling mudah dideteksi,
karena untuk mendeteksinya tidak diperlukan peralatan yang canggih. Adanya kematian batang
otak ditandai oleh adanya gangguan pada refleks pupil terhadap cahaya, refleks mata boneka,
refleks kornea, EEG, TCD (untuk mengecek adanya aliran darah ke otak).Penentuan kematian
harus dilakukan oleh dua orang dokter yang tidak ada sangkut pautnya dengan dokter yang akan
melakukan transplantasi (pasal 12 PP No 18/1981)

TRANSPLANTASI DARI DONOR HIDUP

Transplantasi organ dari donor hidup mendatangkan lebih banyak permasalahan dari segi
etika dan moral. Keberhasilan transplantasi ginjal yang pertama kali pada tahun 1954 telah
menimbulkan perdebatan sengit di kalangan para teolog. Debat tersebut berfokus pada prinsip
totalitas, yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu seseorang diperkenankan
mengorbankan salah satu bagian atau salah satu fungsi tubuhnya demi kepentingan seluruh
tubuh. Sebagai contoh, seseorang diperkenankan mengangkat rahimnya yang terserang kanker
demi memelihara kesehatan seluruh tubuhnya. Sebagian teolog berargumen, bahwa seseorang
tidak dibenarkan mengangkat suatu organ tubuhnya yang sehat dan mendatangkan resiko
masalah kesehatan di masa mendatang, dengan mendonorkan satu ginjalnya yang sehat untuk
orang yang membutuhkan. Operasi yang demikian menurut mereka mendatangkan pengudungan
(amputasi) yang tidak perlu atas tubuh dan karenanya merupakan tindakan amoral.
Di pihal ada lain ada teolog yang pro transplantasi. Mereka berpendapat bahwa orang
sehat yang mendonorkan sebuah ginjalnya untuk orang lain yang membutuhkan, sebenarnya
melakukan tindakan pengorbanan yang sejati demi menyelamatkan nyawa orang lain. Bagi
mereka tindakan tersebut sesuai dengan ajaran yang menyatakan bahwa ”Inilah perintahKu, yaitu
supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih
besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15:
12-13)”.

Menurut meraka pengorbanan yang demikian, secara moral dapat diterima apabila resiko
celaka pada donor, yang mungkin terjadi akibat operasi maupun akibat kehilangan organ tubuh,
proporsional dengan manfaatnya bagi si penerima. Dengan demikian, mereka berpendapat bahwa
meskipun transplantasi organ tubuh dari donor hidup tidak melindungi keutuhan anatomis atau
fisik (yakni adanya kehilangan suatu organ tubuh yang sehat), namun sungguh memenuhi
totalitas fungsional (yakni terpeliharanya fungsi dan sistem tubuh sebagai suatu kesatuan).
Dengan demikian, seorang yang mendonorkan satu ginjalnya yang sehat dan ia masih dapat
memelihara kesehatannya dan fungsi tubuhnya dengan satu ginjal yang tersisa, maka tindakan
donor yang demikian secara moral dapat diterima. Dengan alasan yang sama, maka seseorang
tidak dapat mengorbankan satu matanya untuk diberikan kepada seorang buta, sebab tindakan
tersebut mengganggu fungsi tubuhnya.

Gereja Katolik sendiri setuju dengan pemahaman belas kasihan dengan penafsiran prinsip
totalitas yang lebih diperluas. Paus Pius XII menggaris bawahi bahwa ”donor mempersembahkan
korban diri demi kebaikan orang lain. Paus Paulus II menyatakan bahwa setiap transplantasi
organ tubuh bersumber dari keputusan yang bernilai luhur, yakni keputusan untuk memberi satu
bagian dari tubuhnyha sendiri tanpa imbalan demi kesehatan dan kebaikan orang lain. Disinilah
tepatnya terletak keluhuran tindakan ini, suatu tindakan yang merupakan tindakan kasih sejati.
Bukan sekedar memberikan sesuatu yang adalah milik kita, melainkan memberikan sesuatu yang
adalah diri kita sendiri”. (Amanat kepada partisipan Kongres Transplantasi Organ, 20 Juni 1991,
No 3).

Transplantasi organ dari donor hidup wajib memenuhi 4 persyaratan:

1. Resiko yang dihadapi oleh donor harus proporsional dengan manfaat yang didatangkan oleh
tindakan tersebut atas diri penerima

2. Pengangkatan organ tubuh tidak boleh mengganggu secara serius kesehatan donor atau fungsi
tubuhnya
3. Perkiraan penerimaan organ tersebut oleh penerima

4. Donor wajib memutuskan dengan penuh kesadaram dan bebas, dengan mengetahui resiko
yang mungkin terjadi

LARANGAN DAN SANKSI HUKUM


Pelanggaran terbanyak atas aturan internasional adalah jual beli organ dalam rangka
transplantasi organ. Jual beli organ terjadi akibat tidak seimbangnya kebutuhan (need) dan
penawaran (demand) organ untuk keperluan transplantasi. Dalam kaitan dengan isyu ini, China
dianggap sebagai negara pelanggar terbesar. Sejak beberapa dekade terakhir, transplantasi organ
merupakan penyumbang devisa negara China yang amat besar. Besarnya suplay organ, yang
kebanyakan diperoleh dari narapidana tereksekusi, menyebabkan banyak orang berbondong-
bondong mencari organ di China. Pencarian organ yang bisa memakan waktu berbelas tahun di
negara lain, dapat diperoleh di China hanya dalam waktu beberapa minggu. Banyaknya suplay,
tingginya ketrampilan dokter dan harganya yang relatif terjangkau membuat China menjadi
tujuan pertama pasien-pasien yang memerlukan donor organ. Ada kecurigaan, sejak tahun 2001
China telah melakukan pelanggaran Hak Azasi Manusia karena telah mengeksekusi secara
sengaja para pengikut Falun Gong yang dipenjara, untuk diambil organ tubuhnya. Organ-organ
ini lalu dijual kepada pasien yang membutuhkan dengan mengambil keuntungan besar (laporan
David Kilgour dan David Matas, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir transplantasi ginjal di
China mencapay 41.500 kasus.

Berkaitan dengan hal ini, maka pada Istambul Summit yang diadakan pada pertengahan
tahun 2008, dan dihadiri oleh 150 orang perwakilan ilmiah dan dokter dari 78 negara, pegawai
pemerintah, ilmuwan sosial dan pakar etika, semua menyatakan ikrar untuk menentang organ
trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai
komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari
negara lain)

Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:

1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatakan bahwa
donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3 UU No
23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan
komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau tranfusi darah
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak 300 juta
rupiah.
2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19 PP No.
18/1981)

PENUTUP
Pada prinsipnya transplantasi organ merupakan suatu tindakan mulia, dimana seorang
donor memberikan sebagian tubuh atau organ tubuhnya untuk menolong pasien yang mengalami
kegagalan fungsi organ tertentu. Transplantasi organ dari donor hidup pada prinsipnya hanya
boleh dilakukan jika ada informed consent dari donor, dengan memperhatikan resiko donor,
efektifitas pendonoran organ, kemungkinan keberhasilan pada penerima dan tidak adanya unsur
”jual beli” atau komersialisasi di dalamnya.

Transplantasi dari donor jenazah dimungkinkan dilakukan di Indonesia dengan dasar


prinsip Izin, artinya pengambilan organ dari tubuh jenazah hanya boleh dilakukan jika donor dan
keluarganya memberikan persetujuan sebelumnya, setelah mendapatkan informasi yang cukup.
Dalam hal keluarga tidak ada setelah pencarian 2 x 24 jam, maka korban dianggap tidak dikenal
dan dokter diperkenankan mengambil organ jenazah untuk transplantasi organ. Pemanfaatan
organ jenazah semacam ini hanya bisa dilakukan jika korban sudah dinyatakan mengalami mati
batang otak, dan kesegaran organnya dijaga dengan mempertahankan sirkulasi dan
pernapasannya pasca meninggal dengan bantuan alat penopang kehidupan.Sulitnya prosedur ini
menyebabkan semua donor organ dari Indonesia adalah donor hidup.

Meskipun secara legal Indonesia bersama negara lain menentang organ trafficking
(penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi (pengobatan organ sebagai komoditas)
dan transplant tourisme (turisme dalam rangka penyediaan organ untuk pasien dari negara lain),
tetapi yang memiliki sanksi pidana hanyalah tindakan transplantasi organ yang dilakukan secara
komersial. Di lapangan aturan ini juga sulit ditegakkan karena belum ada batasan yang tegas
antara yang komersial dan tidak komersial.

Hukum Transplantasi Menurut Islam

2. Syariat Islam

Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ
ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :

a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup

Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal.
Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor,
seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan,
berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195

” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”

An – Nisa ayat 29

” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”


Al – Maidah ayat 2

” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ”

Dan dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan memberikan maaf dalam masalah qishash dan
berbagai diyat. Allah SWT berfirman :

“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang
memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat.” (QS. Al Baqarah : 178) .

b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal

Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan
kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus
kita tahu, yaitu :

1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah


dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.

2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu
tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan
kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.

3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan
dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.

4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis
bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.

5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang
identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

Hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Untuk mendapatkan kejelasan hukum
trasnplantasi organ dari donor yang sudah meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum
pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat. Mengenai
hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal. Sebab dengan sekedar meninggalnya
seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu
hartanya, tubuhnya, ataupun isterinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan
tubuhnya, sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau
mewasiatkan penyumbangan organ tubuhnya.Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah
mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat
untuk menyumbangkannya. Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya,
kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemilikannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy
Syari’ (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga
sepertiga tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya
izin dari Asy Syari’ hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain.
Izin ini tidak mencakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak berhak berwasiat untuk
menyumbangkan salah satu organ tubuhnya setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka
Allah SWT telah mewariskan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan
demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena
mereka tidak memiliki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan
tubuh si mayit tersebut. Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa pihak
penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan disumbangkan, dan bahwa dia
mempunyai hak untuk memanfaatkan benda tersebut. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit
tidak dimiliki oleh para ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak
dimiliki oleh selain ahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena itu, seorang
dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh seseorang yang
sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkannya.Adapun
hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan
bahwa mayat mempunyai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang
hidup. Dan Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya
mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul
Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah
pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda :

“Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !”

Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda :

“Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang membakarnya, niscaya itu lebih
baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan !”

Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan


sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah
sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.

c. Keadaan Darurat
Setelelah kita tinjau transplantasi organ dari Ilmu Fiqih, sekarang kita akan membahas mengenai
bagian – bagian tubuh yang halal dan haram apabila didonorkan, sehingga kita sebagai seorang
perawat dapat mengetahui organ – organ apa saja yang di halalkan untuk didonorkan. Adapun
ketentuan mengenai halal dan haram mendonorkan organ tubuh, yaitu :

I. Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali .

Diantara bagian tubuh yang dapat tumbuh kembali apabila di donorkan adalah darah, yang lebih
dikenal sebagai donor darah. Sejarah pertama kali diperkenalkan adanya donor darah, yaitu di
Prancis pada tahun 1667 M. Pada waktu itu donor darah berasal dari hewan dan dipindahkan ke
manusia, tetapi pendonoran darah ini mengakibatkan manusia tersebut meninggal. Kemudian
dilakukan percobaan sekali lagi di Inggris, tetapi kali ini diambilkan dari darah manusia lainnya
yaitu pada tahun 1918 M dan akhirnya berhasil.

Adapun pelaksanaan donor darah ini disebabkan karena pasien kekurangan atau kehabisan darah
seperti ketika terjadi kecelakaan lalu lintas, kebakaran pada anggota tubuh, akibat persalinan
setelah melahirkan anak, masalah pada ginjal yang menyebabkan gagal ginjal, atau kanker darah
dan lain-lainnya.

Dari situ bisa disimpulkan bahwa donor darah hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan
dibutuhkan. ( Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal. 939 ) Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai
berikut :

Firman Allah swt :

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )

Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka
dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang
mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi
sebab hidupnya pasien dengan ijin Allah swt.

Firman Allah swt :

" Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
"( Qs Al Baqarah : 172 )

II. Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.


Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian seseorang,
seperti : limpa, jantung, ginjal , otak, dan sebagainya. Maka mendonorkan organ-organ tubuh
tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam katagori bunuh diri. Dan ini
bertentangan dengan firman Allah swt :

" dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al Baqarah :
195)

Juga dengan firman Allah swt :

" Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )

III.Donor anggota tubuh yang tunggal .

Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda ( berpasangan ). Adapun yang
tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya
ganda ( berpasangan ) karena salah satu sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi
tunggal, seperti : mata yang tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram,
walaupun hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai
oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya
jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak, dibanding kalau
dia mendonorkan kepada orang lain.

IV.Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.

Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia ada yang
berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga, jantung dan sebagainya. Untuk melihat
hukum donor organ-organ tubuh seperti ini, maka harus diperinci terlebih dahulu :
1. Jika donor salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan
besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh, seperti seseorang yang
mendonorkan salah satu ginjalnya. Alasannya, bahwa seseorang masih bisa hidup, bahkan bisa
beraktifitas sehari-hari sebagaimana biasanya hanya menggunakan satu ginjal saja. Hanya saja
pemindahan ginjal dari pendonor ke pasien tersebut jangan sampai membahayakan pendonor itu
sendiri.

Berkata Syekh Bin Baz – rahimaullahu - Mufti Saudi Arabia ( Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal.
941) : " Tidak apa-apa mendonorkan ginjal, jika memang sangat dibutuhkan, karena para
dokter telah menyatakan bahwa hal tersebut tidak berbahaya baginya, dan dalam sisi lain, bisa
bermanfaat bagi pasien yang membutuhkannya. Pendonornya Insya Allah akan mendapatkan
pahala dari Allah swt karena perbuatan ini termasuk berbuatan baik dan menolong orang lain
agar terselamatkan jiwanya, Sebagaimana firman Allah :

" dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik "
( Qs Al Baqarah : 192 )

Dan Rasulullah saw sendiri bersabda :

" Dan Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba tersebut membantu saudaranya "
( HR Muslim no 2699 ) .

2. Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan
atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh
tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika tidak membawa banyak manfaat bagi pasien penerima
donor, seperti halnya dalam pendonoran jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang No. 23 tahun 1992 ttentang Kesehatan

2. Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1981 tentang Otopsi Anatomi, Otopsi Klinik dan
Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia

3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis

5. Herkutanto. Aspek medikolegal pengambilan jaringan kadaver. Simposium dan workshop


tissue organ banking dan trauma. Jakarta, 19-20 Oktober 1995

6. Mungkinkah hidup hanya dengan satu ginjal. Diunduh dari www.sinarharapan.com tanggal
31/10/2006.
7. Lifestyle: transplant 101. Diunduh dari www.malaysiantoday.com.my tanggal 11/10/2007.

8. Organ Pillaging in China. Diunduh dari www.tw-scie.com tanggal 21/10/2008.

9. Saunders WP. Straight Answers: Organ Transplants and Cloning. Diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas izin The Arlington Catholic Herald. tanggal
21/10/2008

10. Dahlan Siap Donorkan Semua Organ. Indo Pos, Senin, 20 Oktober 2008

11. Sistem Donasi Ginjal perlu dibangun. Kompas . Jumat 13 Oktober 2006

12. Tessy A. Transplantasi Ginjal di Indonesia Sekarang. J Mnedika Nusantara 2005:26 (3)

Anda mungkin juga menyukai