Anda di halaman 1dari 4

Peran staphylococcus aureus dalam patogenesis Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit kulit kronis residif, yang sering terjadi pada orang atopik, ditandai
dengan keluhan subjektif gatal. Stahylococcus aureus (S. aureus) mempunyai peran penting pada
patogenesis DA, melalui sekresi berbagai protein, antara lain staphylococcal enterotoxins (SE) A atau B,
dan toxic shock syndrome toxin-1. Toksin-toksin ini berperan sebagai superantigen, dengan menempel
langsung pada molekul human leucocyte antigen (HLA)-DR tanpa melalui proses fagositosis oleh antigen
presenting cells (APC), sehingga superantigen dapat langsung mestimulasi sel T. sel T yang terativas akan
mensekresi berbagai sitokin yang menyebabkan reaksi nflamasi. Superantigen mengaktivasi sel T helper
(Th)-2 untuk menghasilkan interleukin (IL)-4, selain itu dapat juga menstimulasi makrofag dan sel
langerhans untuk membentuk IL-1, tumor necrosis factor (TNF)-a dan IL-12. DA kronis sering
dihubungkan dengan kolonisasi S. aures dan infiltrasi monosit/makrofag yang meningkat.

Lesi kulit timbul sebagai akibat dari interaksi antara IgE dan sel langerhans sebagai antigen presenting
cells (APC), aktivasi sel T, degranulasi mastosit, keratinosit, eosinofil, dan kombinasi respons imun segera
dan respons imun seluler.

Staphylococcus aures

Staphylococcu aureus adalah bakteri kokus gram positif yang berbentuk seperti buah anggur, bersifat
fakultatif anaerob, katalase positif, koagulase positif, dan oksidasi negatif. Staphylococcus aureus
merupakan flora normal pada lubang hidung, kulit, dan membran mukosa.

Staphylococcus aureus mengekspresikan berbagai Faktor virulens potensial, yaitu :

1. Protein permukaan yang berperan pada kolonisasi pada jaringan host


2. Invasins (leukosidin, kinase, hyaluronidase) yang berperan pada penyebaran bakteri di jaringan.
3. Protein A, kapsul merupakan protein permukaan yang berperan menghambat fagositosis
4. Karatenoid, katalase yang meningkat survival terhadap fagositosis
5. Protein A, koagulase, clotting factor yang berperan pada proses imunologi
6. Toksin yang merusak membran : hemoisis, leukotoksin, leukosidin
7. Eksotoksin yang merusak jaringan atau menyebabkan berbagai gejala penyakit yaitu
staphylococcal enterotoxins A (SEA)- staphylococcal enterotoxins B (SEB), toxic shock syndrome
toxin-1 (TSST), Eksovoliatif Toksin (ET)

Enterotoxins  SEA, SEB, TSST-1  Superantigen  menstimulasi sel T tanpa diroses terlebih dahulu
oleh APC. Superantigen berikatan langsung dengan MHC-II dan komplek ini berikatan dengan elemen Vb
reseptor sel T.

Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90% kulit penderita DA. Distribusinya pada permukaan
epidermis yaitu lapisan keratinosit, sedangkan toksin/superantigen dengan tehnik imunofloresens,
ditemukan pada lapisan kulit dalam (dermis) seperti infiltrasi sel inflamasi.

Pada orang sehat, populasi S. aureus hanya terdapat 5% subjek, dan lokasinya terutama pada hidung
dan daerah lipatan. Pada penderita DA daat terjadi infeksi impetigo, folikulitis dan pioderma.
++Konsep bahwa S.aureus berperan penting pada inflamasi kulit penderita DA didukung oleh
penelitian pemerian kombinasi steroid dan antibiotik pada kulit penderita DA yang tidak disertai
infeksi oleh S. aureus ternyata memberikan perbaikan klinis lebih baik dibanding dengan yang hanya
diberikan steroid.++

Kolonisasi Staphylococcus aureus dan patogenesis dermatitis atopik

Mekanisme meningkatnya kolonisasi S. aureus pada DA belum diketahui sepenuhnya, diduga


dipengaruhi oleh predisposisi genetk dan paparan lingkungan

1. Kombinasi antara pertahanan kulit yang terganggu akibat garukan


2. Hilangnya aktivitas antibakteri bawaan  ditandai perubahan level B-defensin atau
menurunnya respon imun yang diperlukan untuk mngeliminasi bakteri
3. Perubahan pH permukaan kulit menjadi alkali
4. Defisiensi lipid pada kulit penderita DA  meningkatnya transepidermal water loss 
kekeringan dan kulit menjadi retak serta rapuh.

**Kolonisasi S. aureus didahului dengan perlekatan S. aureus pada permukaan kulit. Pada kulit atopik,
perlekatan S. aureus pada keratinosit meningkat. Beberapa penelitian mendukung hipotesis bawha
inflamasi pada DA menyebabkan meningkatnya kolonisasi S. aureus.**

Salah satu contoh penelitian tersebut:

“Pada inflamasi akut lesi kulit atopik, jumlah S. aureus lebih banyak dibanding pada lesi kulit kronis
atau ada kulit yang tidak terkena. Garukan akan menyebabkan rusaknya sawar kulit dan
dilepaskannya sitokin proinflamasi, akan menyebabkan meningkatnya molekul matriks ekstraseluler
yaitu adhesin sehingga akan meningkatkan jumlah S. aureus. Rusaknya sawar pada lapisan kulit akibat
garukn atau kulit kering akan meningkatkan molekul matriks ekstraseluler sebagai perekat
menempelnya S. aureus pada kulit.”

**Rusaknya sawar kulit pada lapisan epidermis akibat garukan atau kulit yang kering  dilepaskan
sitokin proinflamasi  meningkatnya molekul matriks ekstraseluler yaitu adhesins (bertanggung jawab
dalam perlekatan S. aureus dengan matriks protein fibronectin & fibrinogen (fibronectin dihasilkan
oleh fibroblast dan diinduksi oleh IL-4.)**

contoh adhesin, fibronectin-binding proteins A dan B, fibrinogen-binding proteins dan collagens


adhesins. Penelitian terakhir membuktikan bahwa fibronektin dan fibrinogen merupakan protein
utama untuk perlekatan S. aureus pada kulit DA dan bukan kolagen.

IL-4  meningkatkan deposisi fibronektin superbasal epidermal dan meningkatkan sintesis


fibronektin.
++ Penemuan ini membuka kemungkinan untuk obat yang bekerja memblok perlekatan S. aureus
pada fibrinogen dan fibronektin sehingga menurunkan kolonisasi S. aureus pada kulit atopik. ++

Peran Superantigen

**Superantigen S. aureus yang disekresikan pada permukaan kulit akan menstimulasi makrofag
epidermal atau sel langerhans untuk menghasilkan IL-1, TNF-a dan IL-12. Produksi lokal IL-1 dan TNF-a
menginduksi ekspresi E-selektin pada endotel vaskular sehingga terjadi influx awal sel memori/efektor
CLA+Th2. Skin homing memory T-cell meningkat sehingga terjadi inflamasi pada kulit.**

Kesimpulan :

Dermtitis atopik adalah penyakit kulit kronis residif, yang sering terjadi pada orang atopik, ditandai
dengan keluhan subjektif gatal. DA kronis sering dihubungkan dengan kolonisasi S. aures dan infiltrasi
monosit/makrofag yang meningkat. Staphylococcus aureus ditemukan pada lebih dari 90% kulit
penderita DA, dan memiliki peran penting pada patogenesis DA, melalui sekresi berbagai protein,
natara staphylococcal enterotoxins (SE) A atau B, dan toxic shock syndrome toxin -1 (TSST-1). Toksin-
toksin iniberperan sebgai superantigen seingga dapat langsung menstimulasi sel T. sel T yang
teraktivasi akan mensekresi berbagai sitokin yang menyebabkan reaksi inflamasi. S. aureus juga
menhasilkan toksi superantigenik, yaitu a-toksin yang dapat menginduksi kerusakan keratinosit.

Peranan alergen makanan dalam patogenesis dermatitis atopik


Dermatitis atopik (DA) merupakan peradangan kulit spesifik pada penderita atopi berupa lesi kulit
eksematosa, bersifat kronis residif, ditandai dengan peningkatan kadar IgE serum, dan berhubungan
dengan alergen lingkungan atau sensitasi terhadap alergen makanan.

Dermatitis atopik merupakan penyakit yang disebabkan berbagai faktor (multifaktorial disease)
seperti faktor genetik, makanan, higiene, mikroorganisme, dan polusi lingkungan.

Makanan sebagai penetus DA sudah mulai diteliti sejak 20 tahun terakhir. Penelitian yang dilakukan
oeh burk dkk., (1998) dan Elgenmann, dkk. Menemukan bahwa penderita memberi respon positif
terhadap setidaknya satu jenis makanan yang diuji. Penelitian schloss menunjukkan penderita
dermatitis mengalami perbaikan lesi kulit setelah berhenti mengkonsumsi beberapa jenis makanan.
Engman, dkk. Pada tahun yang sama melap orkan kekambuhan DA setelah mengkonsumsi makanan
yang mengandung tepung terigu, sehingga para ahli dermatologi menduga adanya peranan protein
makanan dalam patogenesis DA.

Dari penelitian-penelitian yang telah dipublikasikan, disimpulkan bahwa alergen makanan yang
masuk ke saluran pencernaan menyebabkan aktivasi sel mast dikulit dan skin associated lymphoid
tissue. Sampai saat ini mekanisme terjadinya DA masih belum diketahui dengan pasti, akan tetapi
para peneliti sepakat bahwa penyakit ini disebabkan karena adanya gangguan fisiologi dan imunologi.
Dengan ditemukannya peran sel langerhans (SL) didalam jaringan kulit sebagai sel penyaji antigen
yang memiliki molekul IgE spesifik pada permukaan membrannya, disimpulkan bahwa patogenesis DA
merupakan suatu hasil interaksi berbagai reaksi hipersensitivitas terutama reaksi tipe I dan tipe IV. IgE
pada permukaan SL ternyata sangat efisien dalam menyajikan alergen pada sel T. sel T yang menerima
antigen dari SL, akan berprolferasi dan berdiferensiasi menjadi sel Th-2 yang aktif. Timbulnya lesi DA
merupakan hasil interaksi antara berbagai sel imunokompten di jaringan kulit, natara lain sel limfosit,
SL, eosinofil dan mastosit.

Aergi makanan dan dermatitis Atopik

Anda mungkin juga menyukai