PEMERINTAH
MENURUT PELAKU USAHA
Oleh :
1
PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH
MENURUT PELAKU USAHA
Pendahuluan
Hari ini diselenggarakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Seminar Nasional dengan Tema “Upaya
Perbaikan Sistim Penyelenggaraan Barang / Jasa Pemerintah”. Tema ini
mengangkat isu keberadaan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Barang / Jasa Instansi Pemerintah yang
terindikasi masih sarat dengan persengkongkolan baik secara horizontal maupun
vertikal yang berujung tidak hanya berupa pelanggaran azas persaingan usaha
yang sehat, tetapi juga mencuat sebagai fenomena korupsi yang merugikan
negara.
Dimintakan kepada saya selaku Ketua Umum BPP Gapensi, organisasi yang
merupakan wadah berhimpunnya para pengusaha yang bergerak di bidang jasa
konstruksi, dalam seminar ini dalam konteks tema tersebut diatas topik
“Pengadaan Barang dan Jasa menurut Pelaku Usaha”.
Dalam kaitan dengan topik ini, saya akan lebih menyoroti dari sisi pengadaan
yang terkait dengan jasa kontruksi, yang dihari-hari belakangan ini menjadi
sorotan berbagai pihak karena merupakan bidang yang tertinggi tingkat
penyelewengan dan korupsinya di Indonesia.
2
Peran Sektor Konstruksi dalam Pembangunan
Secara sederhana sektor konstruksi dapat dijelaskan sebagai sektor yang produk
akhirnya berupa sarana dan prasana dasar suatu negara untuk melangsungkan
kehidupannya. Dari sini dapat dipahami bahwa tanpa sektor konstruksi
kelangsungan kehidupan suatu negara akan terseok-seok. Sarana dan prasarana
itu pada hakekatnya adalah infrastruktur yang meliputi perumahan, jaringan
transportasi, air bersih dan sanitasi, telekomunikasi dan informasi, dan jaringan
kelistrikan.
Peran infrastruktur dalam perekonomian semakin penting ketika suatu negara
melakukan pembangunan. Infrastruktur merupakan prasarana tetap yang secara
simultan menjadi subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek,
infrastruktur adalah penggerak pembangunan karena menciptakan kesempatan
kerja, sedangkan sebagai obyek, infrastruktur mengalami pembangunan terus
menerus baik dalam perluasan, peningkatan maupun perawatannya.
3
Karena hubungan yang signifikan antara infrastruktur dan pertumbuhan
ekonomi, maka dapat disimpulkan bahwa keterbatasan ketersediaan infrastruktur
akan menjadi penghambat (constrain) bagi pertumbuhan ekonomi dan
berdampak besar pada kesejehteraan dan kualitas hidup masyarakat. Daya saing
nasional pada akhirnya juga akan mengalami penurunan, mengingat
infrastruktur merupakan salah satu barometer utama dalam indeks daya saing
(competitiveness index) suatu negara.
1. Internal :
a. mudahnya membuat perusahaan jasa konstruksi
b. jumlahnya yang besar dengan latar belakang keberadaan dan
kemampuannya yang sangat beragam dengan jumlah sekitar 90% adalah
golongan kecil yang masih membutuhkan waktu untuk dibina.
c. kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi
dan/atau kualifikasi dalam iklim usaha yang bersih dan sehat, tertib
hukum, beretika bisnis dan profesi belum terbangun
d. kemampuan manajemen, penguasaan teknologi dan permodalan relatif
lemah
4
e. lemahnya sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi dengan
keterbatasan tenaga ahli dan tenaga trampil yang tersebar merata di
seluruh daerah
f. masih sangat menggantungkan diri pada proyek-proyek pemerintah
g. belum efektifnya asosiasi berperan dalam pembinaan pengembangan
badan usaha anggotanya
2. Eksternal :
a. kekurangansetaraan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia
jasa
b. belum mantapnya dukungan di berbagai sektor secara langsung maupun
tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi
nasional, antara lain akses kepada permodalan, pengembangan profesi
keahlian dan ketrampilan, ketersediaan bahan bangunan yang standar
c. belum tertatanya pembinaan jasa kontruksi secara nasional, masih bersifat
parsial dan sektoral
d. belum sepenuhnya tertata iklim usaha yang kondusif dalam :
1) kepranataan usaha,
2) pengembangan usaha
3) partisipasi masyarakat
4) pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan
e. belum optimalnya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
menjalankan fungsinya sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
undang no. 18 / 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Keppres juga mengatur dalam pasal tersendiri (pasal 5) tentang etika pengadaan
yang harus dipatuhi oleh pengguna barang /jasa, penyedia barang/jasa dan para
pihak yang terkait dalam pelaksanaan meliputi : (i) melaksanakan tugas secara
tertib disertai rasa tanggung jawab, (ii) bekerja secara profesional dan mandiri
atas dasar kejujuran, (iii) tidak saling mempengaruhi langsung / tidak langsung
untuk mencegah persaingan tidak sehat, (iv) menerima dan bertanggung jawab
atas segala keputusan sesuai kesepakatan para pihak, (v) menghindari dan
mencegah terjadinya kepentingan para pihak langsung/tidak langsung (conflict
of interest), (vi) menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan
kebocoran, (vii) menghindari dan mencegah penyalah gunaan wewenang dan /
atau kolusi yang secara langsung/tidak langsung merugikan negara, (viii) tidak
menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau
menerima hadiah, imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau
patut dapat diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa.
Ruang lingkup yang diatur dalam Keppres no. 80/2003 meliputi pengadaan
barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya : (i) dibebankan
kepada APBN/APBD, (ii) dibiayai dari Pinjaman / Hibah Luar Negeri (PHLN)
yang sesuai atau yang tidak bertentangan dengan pedoman dan ketentuan
pengadan barang/jasa dari pemberi pinjaman/hibah bersangkutan, (iii) untuk
investasi dilingkungan BI, BHMN, BUMN, BUMD dibebankan kepada APBN.
Dari uraian diatas faktor pelaksanaan sangat tergantung pada manusia pelakunya
menjadi kunci kelemahan Keppres no. 80/2003. Kelemahan ini membuka
peluang untuk terjadinya persengkokolan (kolusi) baik pada hubungan vertikal
maupun horizontal.
8
hitungan untung/rugi yang dapat menguntungkan, (iii) tidak mudah menyerah
pada keadaan.
Pada konteks seperti ini pandangan negatif di masyarakat atas banyaknya kasus
pelanggaran dan ataupun penyimpangan atas peraturan lebih banyak ditujukan
kepada pengusaha dari pada kepada kelemahan peraturannya sendiri dan
pengguna jasanya. Dalam pandangan negatif ini tampilan psikologis para
pengusaha mirip penjahat-penjahat kerah putih, yaitu pintar, cenderung mencari
jalan pintas dan melakukan kegiatan dilapangan permainan yang tidak seimbang
serta umumnya beroperasi diluar aturan yang berlaku.
Dalam kaitannya Keppres no. 80/2003 dengan Undang-Undang no. 18/1999 dan
Peraturan Pemerintah (PP) yang mengikutinya perlu pelurusan. Dalam hirarki
peraturan perundangan, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah berada
diatas Keppres, sehingga Peraturan Keppres tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang ditetapkan oleh Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah.
Jika terbukti Peraturan bertentangan, maka yang berlaku adalah Peraturan yang
ditetapkan oleh hirarki yang diatasnya.
Undang-Undang no. 18/1999 dan PP yang mengikutinya no. 28,29 dan 30 tahun
2000 telah mengatur secara jelas dan rinci ketentuan mengenai pengikatan para
pihak dalam hubungan kerja pengadaan jasa dalam bidang konstruksi, kewajiban
pengguna jasa dan pemilihan penyedia jasa, kontrak kerja konstruksi,
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi pada sampai dengan ketentuan tentang
kegagalan pembangunan dan sanksinya (bab IV, V dan VI UUJK), yang
selanjutnya diuraikan lebih rinci dalam PP no. 29/2000. Posisi UUJK adalah
Lex Specialis dalam peraturan perundangan yang terkait dengan jasa konstruksi.
Dalam hubungannya Keppres no. 80/2003 dan UUJK dalam pengaturan tentang
jasa konstruksi, maka yang harusnya berlaku adalah ketentuan UUJK, karena
berlaku azas lex specialis derogat legi lex generali : ketentuan hukum khusus
mengenyampingkan ketentuan hukum umum.
Jika ditinjau secara dalam pelanggaran terhadap Keppres no. 80/2003, bobot
pelanggarannya lebih berada pada pengguna jasa dari pada penyedia jasa. Kalau
saja pengguna jasa menegakkan rasa tanggung jawabnya dengan bersikap
sungguh-sungguh menerapkan peraturan secara benar, sikapnya tersebut sudah
dapat menghentikan hampir 90% (sembilan puluh persen) upaya mencari celah
atau kelemahan dari peraturan, seperti tidak akan ada pengumuman lelang tidak
transparan, tidak akan ada persyaratan-persyaratan tambahan diluar ketentuan,
tidak akan ada peluang untuk mengatur tender dan atau me-markup penawaran,
10
tidak mungkin ada Penunjukan Langsung (PL) atau pekerjaan diswakelolakan
yang tidak didasari hal-hal yang diatur dan dibenarkan dalam peraturan, tidak
akan ada pengambilan dokumen lelang dilakukan 1 (satu) hari atau beberapa
jam sebelum pemasukan lelang, tidak akan ada penentuan pemenang tender
yang keputusannya kontroversial, dan lain sebagainya.
Craig Hall, (pendiri Hall Financial Group, yang memulai bisnisnya pada tahun
1968 pada usia 18 tahun dengan bermodal US$ 4.000,00. Di usianya yang ke 21
tahun ia menjadi milyuner. Perusahaannya tersebar diseluruh dunia, mencakup
realestate, dana infestasi, pabrik minuman, softwear, hotel di Eropa dan lain
sebagainya) menulis dalam bukunya How To Make Money And Make Difference
(2001) tentang mitos tentang wirausaha dalam bisnis antara lain : (i) hanya
peduli uang, (ii) jika mau menang yang lain harus kalah, (iii) kuat, egois dan
siap melakukan apapun untuk mengalahkan lawan, (iv) jika lolos lakukan saja,
jika semua orang melakukannya lakukan juga, (v) makin besar resiko makin
besar keuntungan. Dia berpendapat mitos tersebut harus dirubah karena pada
hakekatnya mitos tersebut bahkan menjadi bumerang, hambatan dan kemajuan
bagi pengembangan wirausaha jangka panjang.
11
bergairahnya ekonomi pasar yang wajar dan dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Setiap pengusaha harus berada dalam situasi yang sehat dan wajar sehingga
tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku atau
kelompok usaha tertentu yang dapat menjadi pemicu kecemburuan dan gesekan-
gesekan sosial dimasyarakat.
Pengusaha adalah bagian dari rakyat Indonesia yang harus terikat pada
komitmen bersama seluruh bangsa untuk membangun bersama-sama Negara
Republik Indonesia. Karena itu dalam konteks kepentingan bersama ini, harus
ditumbuhkan perasaan bersalah jika seseorang lebih mengutamakan kepentingan
diri sendiri, golongan atau kelompoknya dari pada kepentingan bersama apalagi
jika dilakukan melalui langkah tidak terpuji dalam bentuk-bentuk KKN.
Kelompok masyarakat pada lingkungan pengusaha berada harus pula dapat
memagari sikap negatif pengusaha dengan melakukan kontrol dan pengawasan
terbuka.
Yang lebih penting dari segalanya adalah sikap keteladanan yang harus
ditunjukan oleh pemimpin dan pemegang kebijakan, sehingga menjadi rujukan
untuk diikuti. Dalam perjalanan sejarah Indonesia, kesulitan yang terjadi dalam
penanganan pemberantasan KKN adalah karena sikap keteladanan dari
pimpinan dan pemegang kebijakan tidak nampak.
Pemberantasan KKN harus dilakukan melalu kerja yang tertata, bertahap dan
melangkah maju : (i) masyarakat harus dilibatkan dari tahap awal hingga akhir
dalam setiap kegiatan pemberantasan KKN, dengan target tumbuhnya kesadaran
tentang keberadaan dan bahaya KKN, (ii) berjalannya mekanisme pengawasan
yang efektif, (iii) perbaikan postur dan kinerja birokrasi.
13
3. Menghentikan budaya sogokan memberi dan menerima, disertai dengan
meningkatkan gaji para birokrat untuk mencapai kompensasi yang layak
serta sistem penegakan hukum yang jujur.
4. Menjalankan keadilan dengan sistem peradilan yang baik.
5. Memberikan penghargaan untuk pengusaha yang sukses dan beretika
dalam menjalankan kegiatannya.
6. Dukungan masyarakat yang kondusif bagi berkembangnya kewirausahaan
yang bertanggung jawab.
Kesimpulan
1. Perlu dipertimbangkan pemisahan peraturan tentang pengadaan
barang/jasa sebagaimana yang ada didalam Keppres no. 80/2003 dengan
mengeluarkan Keppres sendiri yang mengatur pengadaan dibidang jasa
konstruksi yang mengacu kepada undang-undang jasa konstruksi, yang
sistimatikanya terdiri dari :
1.1. Prosedur (tata urut proses pengadaan)
1.2. Tata Cara pengadaan
1.3. Persyaratan / Term (hal-hal yang harus dipenuhi)
1.4. Ketentuan / Condition (hal-hal yang harus diikuti)
1.5. Kriteria (standard ukuran, patokan, norma)
14
3.3. Dipenuhinya persyaratan memiliki sertifikat badan usaha maupun
sertifikat tenaga ahli dan tenaga trampil sebagaimana yang di
syaratkan oleh undang-undang no.18/1999.
3.4. Penetapan pemenang lelang adalah penawar terendah yang
menguntungkan negara harus memiliki pengertian penawar
terendah yang telah terevaluasi berdasarkan kriteria ketehnikan.
4. Kecuali untuk hal-hal darurat (seperti bencana alam), tidak ada pekerjaan
yang diberikan dengan penunjukan langsung/pemilihan langsung, tetapi
harus melalui pelelangan umum dengan metode pasca kualifikasi.
Penutup
15
Pengusaha dan pimpinan atau pejabat pemegang kebijaksanaan yang diterima
masyarakat menjadi gravitasi terhadap pemahaman yang luas atas tanggung
jawab dan realisasi dari saling ketergantungan dalam berkomunitas yang pada
gilirannya mengangkat harkat dan martabat bangsa. Dalam pengertian yang
lebih luas, melakukan apa yang benar dan bukan semata-mata yang mudah.
16