Anda di halaman 1dari 20

Gideon 19

Tn. Abdul Rohman


Masuk tanggal 5 Januari 2011

Anamnesis:
Os datang dengan keluhan utama kulit kuning di seluruh bagian tubuh,
kulit kuning timbul sudah kurang lebih 10 hari SMRSI. Os mengeluh adanya
demam sebelum timbul kulit kuning, demam dirasakan kurang lebih 4 hari
sebelum timbul warna kuning pada seluruh tubuh, demam dirasakan hilang
timbul, pada saat demam pasien menggigil. Os mengeluh adanya sakit kepala dan
berkeringat yang mengakibatkan os sulit tidur. Os mengeluh adanya keluhan mual
dan muntah, tidak ditemukan adanya darah dan lendir pada muntahan tersebut. Os
mengeluh adanya nyeri perut pada ulu hati. Os juga mengeluh badan terasa lemas.
Os mengeluh adanya sesak sejak 2 hari terakhir di RS. Pasien menyangkal
sebagai pengguna alkohol dan penguna obat-obatan tertentu, pasien menyangkal
riwayat transfusi sebelumnya. BAB dan BAK dalam batas normal.
Riwayat pekerjaan: bekerja di hutan memasang perangkat elektronik yang
berlokasi di daerah Sumatera, kurang lebih 2 minggu yang lalu.
RPD: Hipertensi (-), DM (-), Alergi (-), Hepatitis (-).
RPK: Hipertensi (-), DM (-), Alergi (-), Hepatitis (-)
UB: langsung dibawa ke RS Imanuel.

Pemeriksaan Fisik:
 Kesadaran: Compos mentis, kesan sakit: sakit sedang
 Kulit: Pucat (-), Sianosis (-), Ikterik (+)
 Kepala: Bentuk dan ukuran normal
 Mata: conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
 THT: PCH (-), sekret telinga (-), sekret hidung (-), epistaksis (-)
 Leher: KGB (supraclavicula, submentale, submandibula, coli anterior, coli
posterior, preauricula, retroauricula) tidak teraba membesar, kelenjar tiroid
tidak teraba membesar, JVP 5 + 0 cmH2O
 Thoraks:
o Inspeksi: bentuk dan pergerakan simetris, retraksi (-)
o Palpasi: tumor (-), fraktur (-)
 Cor:
o Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
o Palpasi: ictus cordis teraba 1 cm medial midclavicula kiri ICS V
o Perkusi: batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi: BJM, reguler, murmur (-)
 Pulmo:
o Inspeksi: bentuk dan pergerakan simetris
o Palpasi: taktil fremitus kiri = kanan
o Perkusi: sonor kiri = kanan di seluruh lapang paru
o Auskultasi: VBS kiri = kanan, Rhonchi +/+, Wheezing -/-
 Abdomen:
o Inspeksi: datar, tegang
o Auskultasi: bising usus (+) normal
o Perkusi: dull pada RUQ
o Palpasi: tegang, nyeri tekan epigastrium, lien tidak teraba
membesar, hepar teraba 4 cm BAC, 3 cm BPX.
 Ekstrimitas: akral hangat, CRT<2”
 Refleks: fisiologis +/+, patologis -/-

Diagnosis Banding:
 Malaria
 Leptospirosis
 Hepatitis tifosa
 Hepatitis viral

Pemeriksaan Penunjang
 5 Januari 2011:
o Darah rutin: Hb 10,1 gr/dL ↓, Ht 27,4% ↓, Leukosit 14920 /mm3 ↑,
Trombosit 76000 /mm3 ↓
o Kimia klinik: SGOT 147 ↑, SGPT 131 ↑, Na 113 ↓↓, K 4, Ureum
171 ↑↑, GDS 80
 6 Januari 2011:
o Hitung jenis: Basofil 0,4 %; Eosinofil 0,4 % ↓, Neutrofil batang 0,
Neutrofil segmen 72,7 % ↑, Limfosit 19,8 % ↓, Monosit 6,8 %
o Kimia klinik: Trigliserida 343 ↑, LDL 29, Alkali fosfatase 95,
Gamma GT 48, Amilase 71, Lipase 14, Kreatinin 3,9 ↑, Protein
total 4,9 ↓, Albumin 2,1 ↓, Globulin 2,80, HbsAg (-), Anti HCV
non reaktif
o Urine rutin: Urobilinogen 8 ↑, Bilirubin +3, Nitrit positif, Sedimen:
sel epitel 3 – 5/LPB, Eritrosit 5 – 7/LPB, Leukosit 8 – 10/LPB,
Bakteri positif, Kristal negatif, Lain-lain: silinder granuloma (+)
o USG: Liver tidak tampak kelainan, gall bladder dan CBD tidak
tampak kelainan, Pankreas dan lien tidak tampak kelainan
o Foto thorax: Tidak tampak TB paru aktif ataupun Pneumonia, Cor
dalam batas normal
 10 Januari 2011:
o Darah rutin: Hb 8 gr/dL ↓; Ht 22,6% ↓; Trombosit 72000/mm3
↓; Leukosit 8930/ mm3
o Kimia klinik: Na 132 mEq/L ↓; K 4,6 mEq/L; Ureum 154 mg/dL
↑↑; Kreatinin 2,7 mg/dL ↑
 11 Januari 2011:
o SADT: Falciparum (+) (ring dan gametosit)

Usulan Pemeriksaan:
 Tetes darah tebal
 Tes antigen P-F test
 IgM anti-leptospira
 Gaal kultur
 AGD

Diagnosis kerja
Malaria berat dengan komplikasi kelainan hati, gagal ginjal akut, anemia,
hiponatremi, ARDS

Penatalaksanaan
 Non-farmakologi:
o Tirah baring
o Infus RL 1500 cc/24 jam
o Oksigenasi
o Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat, dan garam
o Dialisis
 Farmakologi:
o Atresunate inj (2,4 mg/kgBB/kali): 2 X 2 amp
o Parasetamol 4 X 500 mg
o Ondansentron 2 X 1 amp
o Furosemide 1 X 1 amp

Malaria
Definisi
Malaria adalah infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam
darah.
- infeksi malaria  gejala berupa demam, mengigil, anemia dan
splenomegali.
- Dapat berlangsung akut ataupun kronik.
- Infeksi dapat berlangsung tanpa ataupun mengalami komplikasi sistemik
yang dikenal dengan malaria berat.

Etiologi
Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, termasuk genus
plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium menginfeksi eritrosit dan
menagalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual
terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina.

Plasmoidum di Indonesia
Plasmodium malaria yang sering dijumpai di Indonesia ialah plasmodium vivax
yang menyebabkan malaria tropikana (benign malaria). Dan plamsoidum
falciparum yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). Plasmodium
malariae pernah juga dijumpai tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah
dilaporkan di Irian jaya.

Daur hidup parasit malaria


Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina
mengigit manusia dan nyamuk akan melepas sporozoit kedalam pembuluh darah
dimana sebagian besar dalam awktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian
kecil sisanya akan mati didarah. Didalam sel parenkim hati mulailah
perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre-erythrocytes
schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5.5 hari untuk plasmodium
falciparum dan 15 hari untuk plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati
terinfeksi, terbentuk sizont hati apabila pecah akan mengeluarkan merozoit
kesirkulasi darah. Pada P. Vivax dan ovale, sebagian parasit didalam sel hati
membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini
yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan
masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada plasmodium P. Vivax reseptor
ini berhubungan dengan faktor antigen duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan
individu dengan golongan darah duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.
Reseptor untuk P. Falciparum diduga suatu glycophorins, sedangakn pada P.
Malariae dan P. Ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit
berubah menjadi bentuk ring, pada P. Falciparum menjadi bentuk stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma.
Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya pigment
yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang
berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong, pada P. Falciparum
dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting
dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36 jam invasi kedalam eritrosit,
parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36
merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P.
Falciparum, P. Vivax dan P. Ovale ialah 48 jam dan pada P. Malariae adalah 72
jam.
Didalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina,
dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual
dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan
menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk
dan akhirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan
sporozoit yang akan bermigrasi kekelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi
manusia.
Patogenesis dan patologi
Setelah melalui jaringan hati P/ falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke
dalam sirkulasi. Merozoit kedalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan
masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit
yang lolos dari dan mengalami fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit.
Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam
patogenesa terjadinya malaria pada manusia.
Sithoadherensi  perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel
vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak
dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak
dipermukaan endotel vaskuler.
Sekuestrasi  parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Sekuestrasi terjadi
di otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru jantung, usus dan kulit.
Rosetting  berkelompoknya EP matur yang diselebungi 10 atau lebih eritrosit
yang non parasit. Rosetting ini menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/ dalam
jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin  sitokin (TNF-a, IL-1, IL-6, IL-3, LT, dan INF-y) terbentuk dari
endotel, monosit dan makrofag setelah stimulasi dari malaria toksin (LPS, GPI).
Pada malaria serebral dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai
kadar TNF-a yang tinggi.
Nitir oksida  berdasarkan penelitian peran mediator oksid (NO) berhubungan
dengan timbulnya malaria berat. NO memberikan efek protektif karena membatasi
perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi molekuladhesi. Namnun kadar
NO yang rendah dapat menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendahnya
kadar nitrat dan nitrit total pada cairan serebrospinal.
Imunitas
Imunitas terhadap stadium siklus hidup parasit :
1. Imunitas pada stadium eksoeritrositer
a. eksoeritrositer ekstrahepatal (stadium sporozoit)
- antibodi yang menghambat masuknya sporozoit ke hepatosit.
- Antibodi yang membunuh sporozoit melalui opsonisasi [sirkumsporozoid
protein (CSP), sporozoid threonin and aspargin rich protein (STARP),
sporozoid threonin and liver stage antigen (SALSA), plasmodium
falciparum sporozoite surface protein-2 (SSP-2)]
b. eksoeritrositer intrahepatik (limfosit T sitotoksik CD8+,
antigen/antibodi pada stadium hepatosit, liver stage antigen -1
(LSA-1), LSA -2, LSA-3.
2. imunitas pada stadium aseksual eritrositer (antibodi yang mengaglutinasi
merozoit, antibodi yang menghambat cytoadherance, antibodi yang
menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit)
antigen dan antibodi pada stadium aseksual merozoit  merozoit
surface antigen/protein (MSA-1/MSP-1), MSA-2, MSP-3, apical
membrane antigen (AMA-1), eritrocyte binding protein -175 (EBA-175),
rhoptry associated protein-1 (RAP-1), Glutamine Rich protein (GLURP)
3. imunitas pada stadium seksual berupa : antibodi yang membunuh
gametosit, antibodi yang menghambat fertilisasi, antibodi yang
menghambat transformasi zigot menjadi ookinet, antigen/antibodi pada
stadium seksual prefertilisasi pf-230 dan prost fertilisasi pf-25.
Gejala Klinis
Manifestasi Klinik dipengaruhi oleh :
a. imunitas penderita
b. tingginya transmisi infeksi malaria.
c. Jenis plasmodium
d. Daerah asal infeksi
e. Umum
f. Konstitusi genetik
g. Kesehatan dan nutrisi
h. Kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya
Manfestasi malaria tanpa komplikasi
- 4 jenis plasmodium
1. P. Vivax  malaria tertiana/vivax
2. P. Falciparum  malaria tropika/falsiparum
3. P. Malariae  malaria quartana/malariae
4. P. Ovale  malaria ovale
Gejala Prodormal sebelum demam  kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit
belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,
anoreksia, perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. ( sering terjadi
pada P. Vivax dan Ovale)
Gejala klasik
Trias malaria 
a. Periode dingin (mengigil, membungkus diri dengan selimut, badan dan
gigi bergetar, temperatur meningkat)
b. Periode panas (muka merah, nadi cepat, dan panas badan, diikuti dengan
keringat)
c. Periode keringat (berkeringat banyak dan temperatur turun, merasa sehat)
Periode tidak panas pada P. Falciparum 12 jam, P. Vivax dan ovale 36 jam, P.
Malariae 60 jam. (Sering terjadi pada P. Vivax dan Falciparum).

Keadaan Klinik dalam perjalanan infeksi malaria :


a. Serangan primer  keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadi serangan paroksismal (dingin/menggigil, panas, berkeringat)
b. Periode latent  Periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Antara dua keadaan paroksismal
c. Recrudescense  berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8
minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
d. Recurrence  berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 24
minggu sesudah berakhirnya serangan primer.
e. Relapse  berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari
waktu di antara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah periode
yang lama dari masa laten (sampai 5 tahun)
Diagnosa Malaria
Anamnesa  apakah dari daerah endemic malaria, riwayat berpergian ke daerah
malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
- Pemerksaan mikroskopik untuk menemukan adanya parasite malaria 
menegakkan diagnose.
- Pemeriksaan 3x dan hasil negative maka diagnose malaria dapat
kesampingkan.
- Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan
kemungkinan ditemukannya parasite.
1. Tetesan preparat darah tebal
a. Cara terbaik untuk menemukan parasite malaria karena tetesan darah
lebih banyak dibandingkan preparat darah tipis.
b. Preparat negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandang dengan
pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasite.
2. Tetesan darah tipis
a. Untuk identifikasi jenis plasmodium
b. Bila jumlah parasite > 100.000 /ul darah menandakan infeksi berat
3. Tes Antigen : P-F tes
a. Mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidine Rich Protein II)
b. Deteksi cepat (3-5 menit), tidak memerlukan latihan khusus,
sensitivitas baik, tidak memerlukan alat khusus.
4. Tes Serologi
a. Tehnik Indirect florescent antibody test.
b. Kurang bermanfaat sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari
parasitemia.
c. Titer > 1 : 200  infeksi baru, titer > 1 : 20  positif
d. Metode-metode tes serologi  Indirect haemagglutination test,
immune precipitation techniques, ELISA test, Radio-immunoassay.
5. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction)
a. Tehnologi amplifikasi DNA yang sangat peka.
b. Jumlah parasite yang sedikit dapat memberikan hasil yang positif,
waktu cepat, dan spesifisitasnya tinggi.

Pengobatan penderita tanpa komplikasi


Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan
ditemukannya plasmodium aseksual dalam darahnya perlu diobati.
Prinsip:
1. Malaria biasa tanpa komplikasi menggunakan terapi peroral, malaria berat
dengan komplikasi menggunakan terapi parenteral.
2. Pengobatan harus diberikan secara efektif agar tidak terjadi kegagalan
pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan ACT
(artemisinin base combination)
3. Pemberian ACT harus berdasarkan pemeriksaan malaria yang positif dan
dilakukan monitoring efek/ respon pengobatan
4. Pengobatan malaria klinis/ tanpa hasil pemeriksaan memakai obat non
ACT
Golongan artemisinin telah dipilih karena efektif dalam mengatasi
plasmodium yang resisten dengan pengobatan, cara kerja nya dengan membunuh
plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit, dan efektif terhadap
semua spesies, serta belum dilaporkan adanya kegagalan. Beberapa formula
golongan ini diantaranya: artemisinin, artesunate, artemeter, dihidroartemisinin,
arteether. Obat ini bekerja sangat cepat dengan waktu paruh kira kira 2 jam, larut
dalam air. Karena dari beberapa penelitian, obat tunggal menimbulkan rekrudensi,
maka direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi anti malaria lain.
Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat.

Pengobatan ACT
WHO menggunakan ACT karena rekrudensi yang terjadi akibat
monoterapi. Kombinasi ini dapat berupa kombinasi dosis tetap, atau kombinasi
tidak tetap. Dimana kombinasi dosis tetap memudahkan pemberian pengobatan.
Yang sering dipakai:
Kombinasi tetap:
-Co-artem: artemeter 20mg + lumefantrine 120mg dengan dosis 4tablet 2x1
selama 3hari
-Artekin: dihidroartemisinin 40mg + piperakuin 320mg dengan dosis awal 2
tablet, 8jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam kemudian masing masing 2
tablet.
Kombinasi tidak tetap:
 Artesunate + meflokuin
 Artesunate + amodiakuin
 Artesunate + klorokuin
 Artesunate + sulfadoxin-pirimetamin
 Artesunate + pironaridin
 Artesunate + chlorproguanil-dapson
 Dihidroartemisinin + piperakuin + trimethoprim
 Dihidroartemisinin + naptokuin
Obat yang ada di Indonesia saat ini adalah kombinasi artesunate +
amodiakuin dengan nama dagang “ARTESDIAQUINE atau Artesumoon. Dosis
untuk dewasa yaitu artesunate (50mg/tab) 200mg pada hari 1 sampai 3 (4tablet).
Untuk amodiakuin (200mg/tab) yaitu 3 tablet hari 1 dan 2 dan 1.5 tablet hari ke 3.

Pengobatan Non ACT


Klorokuin difosfat/ sulfat(150mg basa): dosis 25mg basa/kgBB untuk 3
hari, terbagi 10mg/kgBB hari 1 dan 2, 5mg/kgBB pada hari ke 3. Pada orang
dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari 1 dan 2 dan 2 tablet hari 3. Untuk
plasmodium falciparum maupun vivax.
Sulfadoxin-pirimetamin (500mg sulfadoxin+25mg pirimetamin): dosis
orang dewasa 3 tablet dosis tunggal. Hanya untuk plasmodium falciparum dan
tidak efektif untuk plasmodium vivax. Dapat dipakai bila terjadi kegagalan
dengan obat klorokuin.
Kina sulfat (220mg): dosis 3 x10 mg/kgBB selama 7hari, dapat dipakai
untuk plasmodium falciparum maupun vivax, kina dipakai sebagai obat untuk
mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP.
Primakuin (15mg): dosis untuk P.falciparum: 45mg dosis tunggal untuk
membunuh gamet, untuk P.vivax: 15mg/hari selama 14 hari untuk membunuh
gamet dan hipnozoit.
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi dan
belum tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar
yang dikombinasikan:
 Klorokuin + SP
 SP + kina
 Klorokuin + doksisiklin /tetrasiklin
 SP + doksisiklin/tetrasiklin
 Kina + doksisiklin/ tetrasiklin
 Kina + klindamisin

Tindakan pencegahan
Pencegahan yang penting adalah penghindaran diri dari gigitan nyamuk:
-Tidur dengan kelambu yang dicelup peptisida
-Obat pembunuh nyamuk : spray, gosok, asap, elektrik
-Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus
memakai proteksi (kaos kaki, stocking)
-Memproduksi tempat tinggal/ kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti
nyamuk.
Bila akan digunakan kemoprofilaksis harus memperhatikan sensitivitas
plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah sensitiv klorokuin (seperti Minahasa)
cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin tiap minggu, 1 minggu sebelum
berangkat, dan 4 minggu setelah kembali. Dipakai juga pada wanita hamil di
daerah endemik atau pada individu yang terbukti imunitasnya rendah.
Pada daerah yang resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100mg/hari
atau mefloquin 250mg/minggu atau klorokuin 2tablet/minggu ditambah proguanil
200mg/hari. Obat baru yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin dosis
0.5mg/kgBB/hari dan azitromycin.

Komplikasi penyakit malaria


Komplikasi penyakit malaria disebabkan karena Plasmodium falciparum
dan sering disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak dan tanpa
gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti
orang pendatang dan kehamilan.
Komplikasi terjadi pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan
20% dari padanya merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai
malaria berat yng menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum
dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau
lebih dari 30’ setelah serangan kejang, derajat penurunan kesadaran dinilai
berdasar GCS
2. Acidemia/acidosis pH darah <7.25 atau plasma bicarbonate <15 mmol/L,
kadar laktat vena >5mmol/L, klinis pernapasan dalam/ respirasi distres.
3. Anemia berat Hb <5g/dl atau hematokrit <15% pada keadaan parasit
>10.000/ul, bila anemianya hipokrom dan atau mikrositer harus
dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia,
hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24jam para orang dewasa atau
12ml/kgBB pada anak anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin
>3mg/dl
5. Edema paru non kardiogenik/ARDS
6. Hipoglikemi: gula darah <40mg/dl
7. Gagal sirkulasi / syok: sistolik <70mmHg (anak 1-5tahun <50mmHg)
disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >10
derajat celcius
8. Perdarahan spontan dari hidung, mulut, saluran cerna, dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2kali/24jam
10. Makroskopik Hb uria oleh karena infeksi malaria akut (bukan obat anti
malaria/ kelainan eritrosit seperti kurangnya G5PD)
11. Diagnosis post mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler pada jaringan otak
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai
dengan gambaran klinik daerah setempat adalah:
1. Gangguan kesadaran ringan GCS<15 di Indonesia seirng dalam keadaan
delirium
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berjalan) tanpa kelainan neurologik
3. Hiperparasitemia >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil
malaria
4. Ikterik (bilirubin >3mg/dl) bila disertai gagal organ lain
5. Hiperpireksia (temperatur rektal >40 derajat celcius) pada orang dewasa
atau anak

Malaria serebral
Terjadi kira kira pada 2% penderita non imun. Merupakan komplikasi
paling berbahaya dan memberikan mortalitas 20-50% dengan pengobatan. Bila
dinilai dari GCS, nilainya adalah dibawah 7 biasanya penderita tidak dapat
dibangunkan, tetapi pada sebagian penderita dapat terjadi gangguan kesadaran
yang lebih ringan. Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih lama dari 30
menit, panas atau hipoglikemi membantu meyakinkan malaria serebral. Kejang,
kaku kuduk dan hemiparese dapat terjadi walaupun cukup jarang. Pada
pemeriksaan neurologik reaksi mata divergen, pupil ukuran normal dan reaktif,
funduskopi normal atau dapat terjadi perdarahan. Papiledema jarang, refleks
kornea normal pada orang dewasa sedangkan pada anak refleks kornea dapat
hilang. Refleks abdomen dan kremaster normal, sedang Babinsky abnormal pada
50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan
flexi dan tungkai extensi) , decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opistotonus,
deviasi mata ke atas dan lateral. Keadaan ini disertai dengan hiperventilasi, lama
koma pada orang dewasa dapat 2-3 hari, sedang pada anak 1 hari.
Diduga pada malaria serebral terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah
otak sehingga terjadi anoksia otak, sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang
mengandung parasit sulit melalui pembuluh darah kapiler karena proses
sitoadherensi dan sekuestrasi parasit.
Dapat terjadi gangguan fungsi organ lain seperti, ikterik, gagal ginjal,
hipoglikemia dan edema paru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka
prognosa kematian >75%.

Gagal Ginjal Akut


Disebabkan karena dehidrasi (>50%) dan nekrosis tubulus akut (5-10%).
Dehidrasi terjadi karena adanya anoksia akibat penurunan aliran darah ke ginjal
akibat dari sumbatan kapiler. Nekrosis tubulus terjadi akibat penurunan darah ke
ginjal yang menyebabkan turunnya glomerulus filtration rate.
Lab: BJ urin <1.010 menunjukkan nekrosis tubulus akut, BJ >1.015, Na urin <
20mmol/L menunjukkan adanya dehidrasi. Dialisis merupakan pilihan pertama
pengobatan.

Malaria biliosa
Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, 15.9%
hepatomegali, 14.9% bilirubinemia, 5.7% peningkatan serum transaminase ringan
SGOT rata rata 80.8 mU/ml, SGPT rata rata 121mU/ml. Pada malaria dijumpai
ikterus hemolitik 17.2%, ikterus obstruktif intra hepatal 11.4%, tipe campuran
hemolitik dan obstruktif 78.6%.

Hipoglikemia
Hal ini disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah
menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemi dapat tanpa gejala
pada malaria dengan keadaan umum berat ataupun penurunan kesadaran.
Penyebab yang memperparah terjadinya hipoglikemia yang paling sering adalah
setelah 3jam pemberian kina injeksi

Blackwater Fever (malaria Hb-uria)


Sindrom dengan karakteristik: akut, menggigil, demam, hemolisis
intravaskular, hemoglobinemia, hemoglobinuri, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi
pada komplikasi dari infeksi P.falciparum yang berulang pada orang non imun
atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat.

Malaria Algid
Terjadi syok vaskular, ditandai dengan hipotensi (sistol <70mmHg),
berkurangnya perfusi jaringan. Keadaan ini sering dihubungkan dengan terjadinya
septicemia gram negatif. Hipotensi biasanya berespon dengan pemberian NaCl
0.9% dan obat inotropik

Kecenderungan perdarahan
Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, epistaksis, bawah kulit dapat
terjadi karena trombositopenia atau gangguan koagulasi intravaskuler ataupun
gangguan koagulasi karena gangguan fungsi hati. Trombositopenia disebabkan
karena pengaruh sitokin. Gangguan koagulasi intravaskuler jarang kecuali stadium
akhir.

Edema paru
Sering terjadi pada dewasa, jarang pada anak. Edema paru merupakan
komplikasi yang paling berat dari malaria tropikana dan sering menyebabkan
kematian. Edema paru sering terjadi akibat kelebihan cairan/ ARDS. Faktor yang
berperan: kelebihan cairan, kehamilan, malaria serebral, hiperparasitemia,
hipotensi, asidosis dan uremia. Peningkatan respirasi merupakan gejala awal, dan
bila >35 kali/menit prognosis jelek. Gambaran rontgen dijumpai peningkatan
corakan bronkovaskular tanpa pembesaran jantung.

Manifestasi gastro intestinal


Gejalanya: tidak enak di perut, flatulensi, mual, diare dan konstipasi.
Kadang adalah gejala gastro intestinal dengan hepatomegali dan gagal ginjal
(billious remittent fever).
Hiponatremia
Sering dijumpai dan biasanya bersamaan dengan penurunan osmolaritas
plasma. Terjadinya hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan dan
garam melalui muntah dan mencret.

Gangguan lainnya
Asidosis metabolik karena pemecahan protein yang berlebihan
menghasilkan produk nitrogen dan urea sebagai akibat dari kebutuhan yang besar
dari tubuh untuk pertahanan tubuh untuk membentuk antibodi terhadap
parasitemia ditandai dengan hiperventilasi, peningkatan asam laktat, pH turun,
peningkatan bicarbonat. Asidosis biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia,
syok, gagal ginjal dan hipoglikemia.

Anda mungkin juga menyukai