Mata KuLiah
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Menurut (Suryo:1986) pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet
menemukan bahwa pada persilangan F2 dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3.
Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang serbuk sarinya lonjong
dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio fenotipe
dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada
keturunan kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat
memecahkan misteri tersebut. Morgan menemukan bahwa kromosom
mengandung banyak gen dan mekanisme pewarisannya menyimpang dari hukum
Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat buah memiliki kira – kira
5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja. Sepasang
di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam
sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan
ratusan gen.
Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk
menumbuhkan karakter, tetapi ada beberapa gen yang berinteraksi atau
menumbuhkan karakter. Gen tersebut mengkin terdapat pada kromosom yang
sama atau pada kromosom yang berbeda.
Interaksi antar gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan
yang menyimpang dari hukum Mendel, keadaan ini disebut penyimpangan hukum
Mendel. Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid
adalah 9 : 3 : 3 : 1. Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan
fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut
merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1.
BAB II
ISI
4
Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara
genetik. Selain mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya
peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum
Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan
fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen
nonalelik, peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.
(Suryo: 1986)
Interaksi gen pun di masa Mendel belum dikenal. Adanya interaksi gen ini
ditemukan pertama kali oleh William Bateson (1861 – 1926) dan R.C. Punnet
tahun 1906. Mereka mengawinkan berbagai macam ayam negeri dengan
memperhatikan bentuk jengger (jawer) di atas kepala. Ayam wyandotte
mempunyai jengger tipe mawar (rose), sedang ayam brahma berjengger tipe ercis
(pea).
Penelitian mengenai interaksi gen diikuti oleh H. Nilsson-Ehle (1873-1949)
dan E.M. East tahun 1913. Ahli-ahli lain yang berjasa dalam bidang interaksi gen
adalah H.K. Hayes dan R.A. Emerson (1873 - 1947), yang bekerja dengan East
dalam genetika jagung. Kemudian G.H. Shull (1874 – 1954) tentang sifat genetik
biji capsella serta C.B. Davenport dan T. Dobzhansky tentang genetika pada
manusia.
Menurut William D. Stansfield ( 1991 : 56 ) fenotipe adalah hasil produk
gen yang dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan
ini tidak hanya meliputi berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan
banyaknya suatu kualitas cahaya. Sedangkan faktor internalnya meliputi hormon
dan enzim.
Dan untuk memperkuat pendapat bahwa interaksi genetik dapat
menghasilkan varians pada jagung yang tahan terhadap penyakit Bulai, yang
disebabkan oleh Peronosclerospora maydis diperlukannya interaksi antara genotif
dengan lingkungan Muhammad Azrai dalam jurnal falasfah sains menyatakan:
Variabilitas genetik, fenotip dan interaksi antara genotip dengan lingkungan
karakter ketahanan genotip uji terhadap P. maydis adalah luas. Nilai heritabilitas
karakter ketahanan genotip uji terhadap P. maydis berdasarkan hasil analisis
gabungan yang tergolong sedang (0.45) menunjukkan bahwa pengaruh faktor
5
lingkungan masih besar terhadap genotip-genotip uji. Oleh karena genotip yangm
digunakan merupakan galur rekombinan, maka varians genotip didominasi oleh
varians aditif sehingga penurunan varians karakter ketahanan terhadap P. Maydis
dapat dipindahkan pada populasi tanaman generasi berikutnya. Nilai keragaman
genetik dan heritabilitas karakter ketahanan genotip uji terhadap P. maydis dapat
digunakan sebagai kriteria seleksi dan petunjuk untuk menetapkan metode seleksi
yang tepat dalam rangka perakitan varietas jagung unggul yang tahan bulai.
( Muhammad Azrai: 2004 )
Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang diketahui adalah protein.
Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkanpemecahan atau
penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel
merupakan persoalan metabolisma. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi
pengubahan bertahap satu substansi menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap)
diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua langkah yang mengubah substansi
g g2 g
pendahulu ( precursor )1 menjadi produk akhir menyusun 33 suatu jalur
biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein
enzim yang mengkatalis langkah – langkah dalam suatu jalur bersama. Dapat
P(prekursor) e A e2 B e3 C(produk)
dilihat Gambar 2.1 berikut1 ini.
g = gen,
g1 g2 g3
e = protein enzim
a
k
P(prekursor) e1 A e2 B e3
h
C(produk akhir) i
Keterangan: r
)
Gambar 2.1. Jalur metabolisme sederhana yang melibatkan enzim yang diekspresikan
g = gen,
dari gen. (Sumber:William D. Stansfield,1991 )
e =Dalam
protein enzim
jalur yang paling sederhana sekalipun biasanya diperlukan
beberapa gen untuk merinci enzim yang terlibat. Setiap metabolit (A,B,C)
dihasilkan oleh kerja katalis berbagai enzim (ex) yang menetukan oleh berbagai
gen tipe normal (gx).
Interaksi genetik menyebabkan terjadinya peristiwa:
6
1. Atavisme
2. Polimeri
3. Kriptomeri
4. Komplementer
5. Epistasis dan Hipostasis
2.1.1 Atavisme
Atavisme sering dijumpai pada burung dara (Columba livia) ataupun pada
ayam. Burung dara India yang mempunyai ekor terbuka seperti kipas apabila
dikawinkan sesamanya untuk beberapa generasi, kadang-kadang sekonyong-
konyong menghasilkan anak berekor lurus menyerupai burung dara liar.
Berhubung dengan itu atavisme merupakan salah satu argumen dari Darwin untuk
menerangkan evolusi. Beberapa contoh atavisme adalah sebagai berikut :
7
Gambar 2.2. Bentuk jengger ayam dari galur yang berbeda ( Sumber:
http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)
8
Gambar 2.3. Pesilangan ayam berjengger rose dengan ayam berjengger pea (Sumber:
http://biologigonz.blogspot.com/ 2010/05.interaksi-gen .html..)
9
2. Sifat – sifat baru timbul pada F2
Selain itu, biasanya kita beranggapan bahwa suatu sifat keturunan yang
nampak pada suatu individu itu ditentukan oleh sebuah gen tunggal, misalnya
bunga merah oleh gen R, bunga putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval
(lonjong) oleh gen b, batang tiggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t dll.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mengetahui bahwa
cara diwariskannya sifat keturunan tidak mungkin diterangkan dengan pedoman
tersebut di atas, karena sulit sekali disesuaikan dengan hukum-hukum Mendel.
Jengger tipe walnut dan tunggal merupakan tipe jengger baru, yang sama
sekali tidak dijumpai pada kedua ayam induknya. Fenotip jengger yang baru ini
disebabkan karena adanya interaksi (saling pengaruh) antara gen-gen. Adanya 16
kombinasi dalam F2 memberikan petunjuk bahwa ada 2 pasang alel yang berbeda
ikut menentukan bentuk dari jengger ayam. Sepasang gen menentukan tipe
10
jengger mawar dan sepasang gen lainnya untuk tipe jengger ercis. Sebuah gen
untuk rose dan sebuh gen untuk pea mengadakan interaksi menghasilkan jengger
walnut, seperti terlihat pada ayam-ayam F1. Jengger rose ditentukan oleh gen
dominan R (berasal dari “rose”), jengger pea oleh gen dominan P (berasal dari
“pea”). Karena itu ayam berjengger rose homozigot mempunyai genotip RRpp,
sedangkan ayam berjengger pea homozigot mempunyai genotip rrPP. Perkawinan
dua ekor ayam ini menghasilkan F1 yang berjengger walnut (bergenotip RrPp) dan
F2 memperlihatkan perbandingan fenotip 9:3:3:1.
11
A = kuning R = hitam
a = krem r = krem (cream)
Jika mencit kuning, harus hadir alel A, jika hitam harus hadir alel R. kalau
kedua alel dominan A dan R hadir dalam satu individu fenotip bukan kuning atau
hitam tapi kelabu. Jika kedua alel dominan tidak hadir maka fenotip berwarna
krem.
Jika dikawinkan mencit murni kuning Aarr dengan murni hitam aaRR. F 1
AaRr adalah kelabu. F2 terdiri dari 4 kelas dimana perbandingan fenotip antara
kelabu, kuning, hitam dan krem ialah 9 : 3 : 3 : 1 .
P : betina AArr (kuning) x jantan aaRR (hitam)
F1 : AaBb (kelabu)
F2 : 9 A-R- = kelabu
3 A-rr = kuning
3 aaR- = hitam
1 aarr = krem
Rasio fenotip F2 = 9 kelabu : 3 kuning : 3 hitam : 1 krem.
12
Contoh polimeri terdapat pada percobaan yang dilakukan oleh H. Nilsson
– Ehle ( 1913) terhadap biji gandum. Hasil persilangan gandum berbiji merah
dengan gandum berbiji putih akan menghasilkan F1 100% gandum berbiji merah,
tetapi warna merah yang dihasilkan tidak sama dengan warna pada induknya.
Hasil perkawinan sesama F1 akan menghasilkan keturunan f2 dengan
perbandingan fenotipe merah: putih = 15 : 1. Perhatikan diagram berikut:
Gambar 2.5 Diagram persilangan gandum berbiji merah dan putih ( Sumber :
http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)
13
2.1.3. Kriptomeri
Gen dominan yang seolah-olah tersembunyi apabila berdiri sendiri2 dan
pengaruhnya baru terlihat bila berada bersama2 dengan gen dominan yang lain.
Kriptomeri adalah peristiwa dimana gen dominan yang karakternya akan muncul
jika bersama-sama dengan gen dominan lainnya. Jika gen dominan berdiri sendiri,
maka karakternya akan tersembunyi (kriptos).
Kriptomeri pertama kali ditemukan oleh Correns. Interaksi antar gen-gen
dominan akan menimbulkan karakter baru hasil temuan: Hasil persilangan antara
bunga Linnaria marocana merah dengan putih .dihasilkan F1 seluruhnya
berwarna ungu. Dapat dilihat di bawah ini:
2.1.4. Komplementer
14
Merupakan interaksi gen yang saling melengkapi. Jika satu gen tidak
muncul, maka sifat yang dimaksud juga tidak muncul atau tidak sempurna. Gen-
gen komplementer pertama kali ditemukan oleh W. bateson dan RC Punnet.Misal
Pada bunga Lathyrus odoratus terdapat dua gen yang saling berinteraksi dalam
memunculkan pigmen bunga. Pada bunga ini ada dua gen yang berkomlementer
pada, yaitu gen C dan P. Jika salah satu gen tidak ada maka, tidak akan terbentuk
pewarnaan bunga.
15
Gambar 2.7 Diagram persilangan Lathyrus odoratus putih dan merah (Sumber :
http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)
Gen suatu alel jika epistasis (mengalahkan) gen lain pada alel yang lain
( hypostasis ) dipastikan akan terekspresi sifatnya ke fenotif. Dengan demikian
faktor warna tidak ditentukan oleh satu gen, melainkan oleh dua gen yang
lokusnya berbeda. Artinya, gen penentu warna hitam yang dominan berada
terpisah dari gen penentu warna kuning yang juga dominan. Tiap-tiap warna
16
memiliki alel tersendiri. Jika kedua gen yang tidak sealel itu hadir bersama dalam
satu individu, maka akan menampilkan fenotipe gen yang menutupi atau
menghalangi, yang dikenal sebagai gen epistasis. Jadi, jika faktor hitam dan
kuning hadir bersama, fenotipe yang muncul adalah fenotipe hitam. Maka, hitam
epistasis terhadap kuning, dan kuning hipostasis terhadap hitam.
Jika di dalam individu hanya gen yang ditutupi atau dihalangi, maka fenotipe
yang muncul adalah fenotipe dari gen yang dihalangi tersebut. Gen ini disebut gen
hipostasis. Tidak adanya gen dominan pada individu akan memunculkan sifat
baru, yaitu sifat putih.
1. Ada dua gen sama- sama dominan dan terletak pada lokus yang berbeda.
Sifat yanng ditentukan itu adalah warna kulit biji gandum.
2. Gen yang satu bersifat menghalangi ( epistasis ), sedangkan yang lain
brsifat dihalangi ( hipostsis ).
3. Kehadiran keduan gen dominan tersebut akan memunculkan fenotipe dari
gen yang epistasis biasa ( fenotipe yang muncul adalah hitam).
4. Kehadiran gen yang hipostasis akan memunculkan fenotipe dari gen
hipostasis ( fenotipe yang muncul adalah kuning ).
5. Ketidakhadiran dari kedua gen dominan (jadi yang ada hanya alel resesif)
akan memunculkan fenotipe baru (fenotipenya putih). Untuk jelasnya,
perhatikan analisis pada contoh dibawah ini.
Contoh peristiwa epistasis dan hipostasis pada tumbuhan adalah pada warna
sekam gandum. Terdapat tiga warna sekam gandum, yaitu hitam, kuning, dan
putih. Pigmen hitam dan pigmen kuning dibentuk oleh dua gen yang berbeda yang
masing-masing dikendalikan oleh alel masing masing tetapi mempunyai pengaruh
ke organ yang sama . Misalnya, pigmen kuning dikendalikan oleh alel K dan k
pada suatu alela. Pigmen hitam dikendalikan oleh alel H dan h pada alel lain . Jika
gandum biji hitam dominan homozigot dikawinkan dengan gandum biji kuning
dominan homozigot, maka hasil F1 adalah 100% gandum berkulit hitam.
Sedangkan, pada F2 dihasilkan gandum biji hitam : biji kuning : biji putih = 12 : 3
17
: 1. Persilangannya dapat dilihat pada persilangan papan catur pada gandum
berbiji hitam dengan gandum berbiji kuning sebagai berikut:
Gambar 2.8 Diagram persilangan gandum berbiji hitam dengan gandum berbiji
putih(Sumber : http:///www.org.id /pola-pola-hereditas.html, 2009)
18
2.2.1 Modifikasi Rasio 3 : 1
Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1,
yaitu semi dominansi, kodominansi, dan gen letal.
2.2.1b Kodominansi
Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan
nisbah fenotipe 1 : 2 : 1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak
memunculkan sifat antara pada individu heterozigot, tetapi menghasilkan sifat
yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel. Dengan perkataan lain, kedua
alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.
Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan
darah sistem ABO pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa
contoh alel ganda). Gen IA dan IB masing-masing menyebabkan terbentuknya
antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu yang memilikinya. Pada
individu dengan golongan darah AB (bergenotipe IAIB) akan terdapat baik antigen
19
A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama
diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki
golongan darah AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
IAIB x IAIB
1 IAIA (golongan darah A)
2 IAIB (golongan darah AB)
1 IBIB (golongan darah B)
Golongan darah A : AB : B = 1 : 2 : 1
20
setelah cadangan makanan di dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu
melakukan fotosintesis sehubungan dengan tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg
memiliki warna hijau kekuningan, sedang tanaman GG adalah hijau normal.
Persilangan antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan dengan
nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.
P : AACC x aacc
kelabu albino
F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
3 A-cc albino kelabu : hitam : albino =
3 aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
21
Gambar 2.10 Diagram persilangan epistasis resesif
22
tidak menghalangi pigmentasi. Persilangan antara waluh putih (WWYY) dan
waluh hijau (wwyy) menghasilkan nisbah fenotipe generasi F2 sebagai berikut.
P : WWYY x wwyy
putih hijau
F1 : WwYy
putih
F2 : 9 W-Y- putih
3 W-yy putih putih : kuning : hijau =
3 wwY- kuning 12 : 3 : 1
1 wwyy hijau
23
dengan ras virulensi rendah karena terinduksinya gen famili dalam suatu lokus
kuantitatif yang efeknya aditif. Namun demikian, Menurut Paterson et al. (1991),
aksi gen pada lokus kuantitatif pada progeni yang mempunyai rataan fenotipe
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua tetuanya dapat disebabkan adanya
alel overdominan. Alel tersebut membawa satu kopi yang mempunyai efek lebih
besar dibandingkan dengan dua kopi.
Analisis rasio segregasi, rasio fenotipe tahan: media tahan: rentan pada
populasi padi generasi F2 (IR64 x O. rufipogon) terhadap cendawan Blas, Ras
001, dan 033 adalah 9:6:1. Jadi interaksi gen ketahanan tanaman padi terhadap
Ras 033 ini kemungkinan interaksi gen sama dengan interaksi gen ketahanan
tanaman padi terhadap Ras 001. Pada Ras 173 rasio fenotipe padi generasi F2
(IR64 x O. rufipogon) lebih mendekati model interaksi gen 10:3:3. Allard (1960)
dan Wagner et al. (1980) mengemukakan bahwa tipe ketahanan padi dengan rasio
fenotipe seperti terhadap Ras 001 dan 033 adalah tipe ketahanan dengan interaksi
gen duplikat, sedangkan terhadap Ras 173 adalah tipe ketahanan dengan interaksi
gen kompleks.
Berdasarkan rasio dominansi, aksi gen dominan sifat ketahanan pada
populasi ini terhadap cendawan Blas Ras 001 lebih besar dibandingkan dengan
dua ras cendawan Blas yang lainnya. Peranan gen dominan pada populasi ini lebih
besar terhadap cendawan Blas Ras 033 dan sebaliknya aksi gen aditif lebih besar
terhadap Ras 173. Nilai heritabilitas arti luas (H2 bs) yang tinggi untuk sifat
ketahanan padi terhadap cendawan Blas Ras 001 menunjukkan bahwa potensi
genetika untuk sifat ini cukup besar sehingga seleksi sifat ketahanan terhadap
cendawan Blas Ras 001 ini dapat dilakukan berdasarkan sifat ketahanan.
Berdasarkan nilai (H2 ns) yang terlihat, peranan aksi gen aditif dalam pewarisan
genetika sifat ketahanan padi yang paling besar yaitu terhadap cendawan Blas Ras
173. Adanya aksi gen aditif ini mengindikasikan bahwa kemajuan seleksi padi
dapat diharapkan untuk mendapatkan galur-galur padi yang potensial.
( Jurnal Hayati Vol 13 No.3.1 s/d 6 )
24
resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka
epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini
menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan
pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN
pada tanaman ini dapat dilukiskan secara skema sebagai berikut:
gen L gen H
Bahan dasar enzim L glukosida sianogenik enzim H HCN
P: LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah
F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah =
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
25
Gambar 2.12 Diagram persilangan epistasis resesif ganda
26
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II
yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis
terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan
ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan
bentuk buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan
oval. Bentuk segitiga disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval
disebabkan oleh gen resesif c dan d. Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d,
sedangkan D dominan terhadap C dan c.
P : CCDD x ccdd
segitiga oval
F1 : CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval = 15 :1
3 ccD- segitiga
1 ccdd oval
27
P: IICC x iicc
putih putih
F1 : IiCc
( putih)
F2 : 9 I-C- putih
3 I-cc putih putih : berwarna = 13 : 3
3 iiC- berwarna
1 iicc putih
F2 : 9 B-L- cakram
3B-ll bulat cakram : bulat : lonjong = 9 : 6 : 1
3 bbL- bulat
1 bbll lonjong
28
Gambar 2.15 Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif
BAB III
PENUTUP
29
beberapa faktor.Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih
saling mempengaruhi dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat
pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan
modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan
hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.
Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang
membawa sifat yang baru dari sifat induknya.
Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam
berjengger rose yang dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan
menghasilkan sifat baru yang tidak ada pada induknya, yaitu walnut : rose : pea :
single = 9 : 3 : 3 : 1.
Pada Drosophila, ayam dan merpati dikenal adanya gen rangkai kelamin
yang bersifat letal. Gen itu terletak pada fragmen non-homolog kromosom X.
Ada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain untuk
menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin pada kromosom sama (berangkai),
mungkin pula pada kromosom berbeda. Misalnya bunga merah oleh gen R, bunga
putih oleh gen r, buah bulat oleh gen B, buah oval (lonjong) oleh gen b, batang
tinggi oleh gen T, batang pendek oleh gen t. Karena ada interaksi maka
perbandingan fenotip keturunan hibrid menyimpang dari penemuan Mendel,
disebut juga penyimpangan Hukum Mendel. Kalau yang berinteraksi itu 2 gen
(dihibrid), menurut Mendel perbandingan fenotip F2 adalah 9 : 3 : 3 : 1, menjadi 9
: 3 : 4, 9 : 7 atau 12 : 3 : 1 umpamanya. Menurut Mendel fenotip F2 itu ada 4
kelas, tapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas.
Interaksi yang sifatnya menyembunyikan karakter yang terdapat pada
leluhur disebut juga atavisme, diistilahkan oleh Charles Darwin, ketika
mengamati karakter bulu pada merpati. Kriptomeri sesungguhnya baru
dipecahkan secara perhitungan genetis pertama kali oleh W. bateson dan R.C.
Punnet pada karakter jengger ayam. Dikatakan bahwa karakter jengger itu bukan
hanya diatur oleh 1 gen tapi oleh 2 gen yang berinteraksi.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
Azrai, M .2004. Analisis Varisans Dan Heritabilitas Ketahanan Galur-Galur
Jagung Rekombinan Terhadap Penyakit Bulai. Program Studi
Agronomi Minat Pemuliaan Tanaman IPB, Bogor
32