Anda di halaman 1dari 12

PEMBAHARUAN TERHADAP TEORI KARL MARX

Nama Dosen: Hardian Mursito,S.E

Mata kuliah: Sejarah Pemikiran Ekonomi

Kelompok 2

Fifi Yuli Amaliyah 201014500678

Reni 201014500678

Cindy Anugerah 201014500679

Selvia Aprilia 201014500677

Kuswardini 201014500674

M. Najihul Hibatullah 201014500668

FIPPS

Pendidikan Ekonomi Ekstensi


Ruang 1.4.8

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


Jl. Nangka No. 58 Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan
PENDAHULUAN

Sejarah akan berbeda sekarang ini tanpa Karl Marx. Demikian salah satu kesimpulan Franz Magnis
Suseno mengenai pemikiran Karl Marx. Tidak mengherankan jika Michael Hart meletakkan Karl
Marx di tempat yang tinggi dalam susunan Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam sejarah. Pada
masa jayanya, jumlah manusia yang sedikitnya terpengaruh oleh Marxisme mendekati angka 1,3
milyar. Jumlah penganut ini lebih besar dari jumlah penganut ideologi mana pun sepanjang sejarah
manusia.

Pengaruh pemikiran Karl Marx tidak bisa diragukan lagi dalam sejarah perjalanan dunia ini. Marx
tidak hanya merangsang perubahan cara berpikir, akan tetapi juga mengubah cara manusia
bertindak. Seperti dikatakan Marx sendiri, “Para filosof hanya menginterpretasikan dunia dalam
berbagai cara; masalahnya adalah bagaimana mengubah dunia.” Hal inilah yang kemudian
membedakan Marx dari filosof lain, misalnya, Auguste Comte atau Martin Heidegger, bahkan
David Hume yang hanya sanggup mengubah cara manusia berfikir. Meskipun tidak bisa dipungkiri
juga bahwa perubahan pemikiran ini berdampak pada kehidupan masyarakat luas, namun efeknya
tidak sebesar Karl Marx. Filsafat Marx lebih diletakkan untuk mengubah dunia. Bahkan sebagai
ideologi, “Marxisme” menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan
dalam abad ke-20 yang mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial.

Makalah ini mula-mula akan mengemukakan tentang latar belakang hidup Marx, kemudian
perjalanan intelektualnya sebagai penerus Hegel dan pembaruan serta pengkayaan terhadap
pemikiran gurunya tersebut. Dan juga membahas tentang sistem ekonomi sosialis yang di cetus oleh
karl marx.
PEMBAHASAN

A. Biografi Karl Marx

Karl Marx, lahir di bulan Mei 1818 di Trier, Jerman. Ayahnya seorang pengacara yang beberapa
tahun sebelumnya pindah agama Yahudi menjadi Kristen Protestan. Perpindahan agama ayahnya
yang begitu mudah diduga merupakan alasan mengapa Karl Marx tidak pernah tertarik dengan
Agama. Ayahnya mengharapkan Marx menjadi notaris sebagaimana ayahnya. Karl Marx sendiri
lebih menyukai untuk menjadi Penyair daripada seorang ahli hukum. Hukum merupakan ilmu yang
digemari pada saat itu. etengah semester ia bertahan, dan melompat ke Universitas Berlin, fokus
pada filsafat. Masih semester dua, Marx sudah masuk kelompok diskusi paling ditakuti di kampus
itu, Klub Para Doktor, dan menjadi anggota yang paling radikal. Kelompok ini selalu memakai
Filsafat Hegel untuk menyerang kekolotan Prussia. Tak heran, klub ini pun digelari “Kaum
Hegelian Muda”. Namun karena mereka juga menentang agama Protestan, klub ini digolongkan
menjadi Hegelian Kiri, lawan Hegelian Kanan, yang menafsirkan Hegel sebagai teolog Protestan.

Pada tahun 1841, Marx dipromosikan menjadi doktor dengan disertasi “The Difference between
The Natural Philosophy of Democritus and Epicurus”. Kertas kerja dan pengantar disertasi ini
secara jelas menunjukkan Marx sangat Hegelian, dan antiagama. Hal terakhir ini juga yang
membuat Marx dicap sesat, dan mulai dijauhi rekan-rekannya. Marx tumbuh di tengah pergolakan
politik yang dikuasai oleh kekuatan kapitalis para Borjuis yang menentang kekuasaan aristokrasi
feodal dan membawa perubahan hubungan sosial. Meskipun ia memperjuangkan kelas orang-orang
tertindas sebagai referensi empiris dalam mengembangkan teori filsafatnya.

Selama hampir setahun ia menjadi pimpinan redaksi sebuah harian radikal 1843, sesudah harian itu
dilarang oleh pemerintah Prussia, ia kawin dengan Jenny Von Westphalen, putri seorang
bangsawan, dan pindah ke Paris. Di sana ia tidak hanya berkenalan dengan Friedrich Engels (1820-
1895) yang akan menjadi teman akrab dan “penerjemah” teori-teorinya melainkan juga dengan
tokoh-tokoh sosialis Perancis. Dari seorang liberal radikal ia menjadi seorang sosialis. Beberapa
tulisan penting berasal waktu 1845, atas permintaan pemerintah Prussia, ia diusir oleh pemerintah
Perancis dan pindah ke Brussel di Belgia. Dalam tahun-tahun ini ia mengembangkan teorinya yang
definitif. Ia dan Engels terlibat dalam macam-macam kegiatan kelompok-kelompok sosialis.
Bersama dengan Engels ia menulis Manifesto Komunis yang terbit bulan Januari 1848. Sebelum
kemudian pecahlah apa yang disebut revolusi’48, semula di Perancis, kemudian juga di Prussia dan
Austria. Marx kembali ke Jerman secara ilegal. Tetapi revolusi itu akhirnya gagal. Karena diusir
dari Belgia, Marx akhirnya pindah ke London dimana ia akan menetap untuk sisa hidupnya.

Di London mulai tahap baru dalam hidup Marx. Aksi-aksi praktis dan revolusioner ditinggalkan dan
perhatian dipusatkannya pada pekerjaan teroritis, terutama pada studi ilmu ekonomi. Tahun-tahun
itu merupakan tahun-tahun paling gelap dalam kehidupannya. Ia tidak mempunyai sumber
pendapatan yang tetap dan hidup dari kiriman uang sewaktu-waktu dari Engels. Keluarganya
miskin dan sering kelaparan. Karena sikapnya yang sombong dan otoriter, hampir semua bekas
kawan terasing daripadanya. Akhirnya, baru 1867, terbit jilid pertama Das Kapital, karya utama
Marx yang memuat kritiknya terhadap kapitalisme (jilid kedua dan ketiga baru diterbitkan oleh
Engels sesudah Marx meninggal). Tahun-tahun terakhir hidupnya amat sepi dan tahun 1883 ia
meninggal dunia.

B. Hegel dan Marx: Awal Perjalanan Intelektual

Setidaknya filsafat Hegel mengandung hal yang bernilai seperti: teori tentang gerak yang abadi,
perkembangan dari jiwa yang universal, dan terutama metode dialektika. Hal yang disebut terakhir
inilah yang akan dijelaskan lebih lanjut. Dialektika berarti sesuatu itu hanya benar apabila dilihat
dengan seluruh hubungannya. Dialektika bisa juga dirumuskan sebagai teori tentang persatuan hal-
hal yang bertentangan. Contoh yang tepat untuk menjelaskan dialektika adalah dialog. Dalam setiap
dialog, terdapat sebuah tesis, yang kemudian melahirkan anti-tesis, dan selanjutnya muncul sintesis.
Proses demikian berulang terus menerus.

Hegel menyatakan bahwa hukum dialektika ini memimpin perkembangan jiwa. Dunia menurut
Hegel berada dalam proses perkembangan. Namun ia tidak menerapkan hukum ini lebih jauh lagi
kepada alam dan masyarakat. Hegel adalah seorang idealis. Menurut Hegel, esensi kenyataan
bukanlah benda materiil, melainkan jiwa. Idealisme berpandangan metafisika bahwa realitas yang
utama adalah ide atau gagasan.

Dari pandangan Hegel tentang dialektika, Marx kemudian menyusun kembali, membangun
bangunan pemikiran yang lebih baik dari gurunya tersebut. Marx tidak puas terhadap dialektika
Hegel yang berpusat pada ide/roh. Hal ini bagi Marx terlalu abstrak dan tidak menyentuh realitas
konkret. Pengertian ini tidak sesuai dengan tesis Karl Marx bahwa filsafat harus mengubah cara
orang bertindak. Dalam pandangannya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat
perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide. Manusia
selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Marx
membalik dialektika ide Hegel menjadi dialetika materi. Apabila Hegel menyatakan bahwa
kesadaranlah yang menentukan realitas, maka Marx mendekonstruksinya dengan mengatakan
bahwa praksis materiallah yang menentukan kesadaran.

Materialisme adalah teori yang menyatakan bahwa semua bentuk dapat diterangkan melalui hukum
yang mengatur materi dan gerak. Meterialisme berpendapat bahwa semua kejadian dan kondisi
adalah sebab akibat lazim dari kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi sebelumnya. Dengan
demikian, materialisme selalu memberikan penekanan bahwa materi merupakan ukuran segalanya,
melalui paradigma materi ini segala sesuatu dapat diterangkan.

Materialisme dialektis memiliki asumsi dasar bahwa benda merupakan suatu kenyataan pokok,
bahwa kenyataan itu benar-benar objektif, tidak semata berada dalam kesadaran manusia.
Konsekuensi logisnya adalah pengetahuan realitas secara otomatis menjadi tidak bisa dipisahkan
dengan kesadaran manusia. Bahkan materialisme mengakui bahwa kenyataan berada di luar
persepsi kita tentangnya, sehingga kenyataan obyektif adalah penentu terakhir terhadap ide.

Pembalikan Marx dari idealisme Hegel ke materialisme memang tidak berarti ia meninggalkan
dialektika Hegel. Materialisme Marx adalah materialisme dialektis yang meyakini kebudayaan akan
mengalami kemajuan. Jika dalam Hegel adalah realisasai total roh absolut, maka dalam Marx
kemajuan kualitatif tersebut berupa masyarakat tanpa kelas (masyarakat yang tidak lagi didominasi
materi). Visi Marx untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas merupakan gambaran praksis dari ide
dasar materialisme sosialisnya. Sistem feodal yang tergantikan oleh sistem kapitalis telah membawa
perubahan dalam struktur ekonomi dan sosial. Marx yakin suatu saat, kapitalisme akan menemui
kehancuran dan melahirkan sintesis, komunis sebagai ideologi kekuatan baru, masyarakat tanpa
kelas.

C. Latar kultural dan historis lahirnya ekonomi sosialis Marx.


Eropa baru saja menyelesaikan pertentangannya antara kekuatan kapitalisme yang baru lahir dengan
rezim feodalisme. Sebelumnya, sejarah masyarakat Eropa lebih didominasi oleh kaum bangsawan
dan feodal. Kelas masyarakat inilah yang telah lama mencengkramkan kuku penjajahannya pada
masyarakat bawah. Namun, sejarah ternyata berubah. Setelah sekian lama berada dalam
cengkraman kaum feodal, maka lahirlah kekuatan baru yakni kaum kapitalis yang berusaha
meruntuhkan otoritarianisme kaum feodal. Hal ini ditandai dengan lahirnya Renaissance di Eropa.
Lahirnya era ini menandai lepasnya masyarakat dari era kegelapan yang lebih didominasi oleh
kaum bangsawan –feodal. Era pencerahan membawa Eropa ke dalam sebuah peralihan dari kaum
feodal ke kaum kapital. Hal ini dipicu dengan ditemukannya mesin cetak oleh Johan Guttenberg
pada abad ke 15 M. Hadirnya mesin cetak ini mampu merubah kondisi sosial-budaya masyarakat
Eropa pada waktu itu. Hal ini terutama dalam hal produksi. Oleh mesin cetak ini, produksi buku
akhirnya bisa dilakukan secara massal. Sebelumnya, proes produksi buku atau tulisan lebih bersifat
manual. Tehnik ini dilakukan dengan menggunakan tangan atau menulis di atas batu (litografi). Pola
manual semacam ini jelas sangat melelahakn dan jelas tidak efektif untuk meningkatkan produksi
tulisan.

Semakin mudah orang mencetak buku secara massal, gairah untuk menulis juga meningkat. Namun,
bagi masyarakat awam mereka menyimpan tulisannya untuk dirinya sendiri. Hanya para bangsawan
yang mampu mencetak tulisannya. Karena biaya atau ongkos untuk cetak sangat mahal. Namun
yang harus diketahui adalah bahwa ditemukannya mesin cetak ini merupakan fenomena
revolusioner yang mampu mendobrak kebuntuan produksi selama berabad-abad. Mesin cetak ini
merupakan faktor utama terjadinya akselerasi dan peningkatan produksi buku dan bacaan.
Fenomena ini berimplikasi pada lahirnya era keterbukaan komunikasi. Dengan banyakanya
kuantitas buku yang dicetak, masing-masing orang terpicu untuk saling tukar ide dn pikiran.
Maraknya diskusi dan pertukaran ide ini ternyata membawa akibat fatal terhadap rezim bangsawan.
Derasnya wacana dan pertukaran ide membuat budaya kritis masyarakat semakin terasah sehingga
mampu membongkar segala macam kebusukan dan kebobrokan rezim bangsawan atau kaum feodal
sekaligus meruntuhkan mitos surgawi yang diwartakan para raja.

Revolusi teknologi itulah yang akhirnya menjadi titik tolak terjadinya perubahan-perubahan besar
di masyarakat. Fakta yang paling jelas sebagai konsekuensi munculnya revolusi teknolgi ini
melahirkan apa yang dinamakan dengan Engels Revolusi industri. Hal ini, dalam bidang ekonomi
berarti, telah terjadi perubahan mendasar dari sistem pertanian ke sistem perindustrian. Ketika
revolusi industri lahir, maka fenomena ini diikuti dengan lahirnya revolusi sosial. Salah satunya
adalah terjadinya revolusi Perancis.

Bagi Gracchu Babeuf, revolusi Perancis adalah pelopor revolusi lainnya, revolusi yang lebih
cemerlang menjadi revolusi terakhir.Dalam revolusi sosial ini, pihak yang menjadi aktor utamanya
adalah kelas sosial baru yakni kaum borjuis atau kapitalis. Dengan hadirnya revolusi sosial ini,
sistem feodal mulai runtuh dan kehilangan legitimasinya di mata masyarakat dan digantikan oleh
sistem kapitalis. Namun, yang perlu diketahui juga, bahwa peralihan dari feodalisme ke kapitalisme
ini tidak sepenuhnya diwarnai dengan revolusi. Negara-negara di Eropa pada waktu itu mempunyai
caranya tersendiri yang berbeda. Di Inggirs misalnya, peralihan ini lebih didukung oleh hasil kerja
sama antara kelas feodal dengan kelas borjuis atau kapital.

Ketika sistem feodal tergantikan oleh sistem kapital, bukan berarti sebuah masalah selesai. Namun
di sinilah justru muncul problematika baru. Budaya penindasan yang awalnya didominasi oleh
kaum feodal kini tergantikan oleh kaum kapital. Dari sinilah akhirnya kaum buruh Eropa sadar,
bahwa dengan berkaca pada evolusi Perancis, gerakan revolusi mereka ternyata hanya ditunggangi
oleh kaum borjuis untuk memperjuangkan kepentingan mereka sendiri. Setelah kekuasaan berada di
tangannya, kaum borjuis ini segera menunjukkan taring dan kuku-kuku tajamnya. Mereka ganti
melakukan borjuasi baru seperti yang dilakukan oleh seniornya, kaum feodal. Sistem penindasan
dan borjuasi itu terlihat dengan pemerasan tenaga para buruh di pabrik-pabrik mereka.

Kondisi pekerja amat memprihatinkan, sementara upah buruh sangat rendah. Pemandangan yang
tak manusiawi ini merupakan kondisi sehari-hari di tengah masyarakat Eropa waktu itu. Teknologi
baru yang ditemukan itu, bukannya meningkatkan kesejahteraan kaum buruh, tetapi justru
memerangkap kehidupan kaum buruh ke dalam peniondasan yang lebih kejam.sebab, pada
akhirnya, penemuan teknologi ini akhirnya dijadikan oleh kaum borjuis untuk menekan para buruh.
Hadirnya teknologi ini menajdikan para kapitalis bebas melakukan tawar menawar kepada buruh.
Dengan bantuan teknologi itu, mereka mampu menggerakkan pabriknya tanpa memerlukan tenaga
manusia yang banyak.

Rupanya hal itulah yang dijadikan senjata para borju untuk meneror buruh. Para borju itu seolah
berkata kalau pabrik yang dioperasikan tidak begitu membutuhkan tenaga buruh yang banyak
karena sudah mempunyai alat-alat teknologi untuk produksi, maka para buruhlah yang harus
membutuhkan pabrik karena mereka butuh pekerjaan. Kondisi buruh yang terhimpit dan
terintimidasi ini membuat para juragan semakin seenaknya sendiri terhadap buruh. Mereka
menggaji murah para buruh, melakukan PHK sesuakanya dengan alasan tidak dibutuhkan tenaga
dan sebagainya. PHK ini menjatuhkan daya tawar kaum buruh di hadapan para majikan dengan
berprinsip pada teori Adam Smith.

Fenomena penindasan terhadap kaum buruh oleh kaum borjuis inilah yang menegaskan Marx
sebagai orang sosialis. Hal ini ditunjukkan oleh sikap dan kritik-kritiknya terhadap kaum borjuis
dan kecamannya terhadap para tokoh atau pemikir yang cenderung idealisme atau religius. Sebagai
seorang penulis handal, Marx mengutuk para penulis liberal yang memfokuskan dirinya untuk
usaha propaganda menangkal ateisme. Marx berpendapat bahwa tenaga atau pikiran harus ditujukan
pada hal-hal yang konkrit, yang berkaitan erat dengan kondisi berat para buruh.

D. Ekonomi Sosialis Marx, kritik terhadap kapitalisme

Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa lahirnya wacana ekonomi sosialis Marxis adalah lebih
sebagai antitesis atau counter balik (feed back) terhadap sistem ekonomi kapitalis. Teori ini, ia
cetuskan setelah melakukan penelitian berjam-jam selama bertahun-tahun di British Liberary. Hal
ini dilakukan oleh Marx karena berangkat dari kegelisahannya bahwa sistem kapitalisme
merupakan sistem ekonomi yang tidak manusiawi. Di dalamnya telah diberlakukan dan dilegalkan
penindasan dan perbudakan yang sebesar-besarnya terhadap para buruh. Dari sinilah Marx, sewaktu
di Paris, menyerukan bersatu kepada kaum buruh sedunia untuk melawan kapitalisme.

Perlawanan kaum buruh ini pada tingkat yang paling radikal adalah dimanifestasikan dengan
terjadinya revolusi proletariat. Bagi Marx, revolusi proletariat adalah sebuah keniscayaan sejarah.
Hal ini terjadi ketika kapitalisme sudah berada di puncak kejayaannya. Puncak kejayaan
kapitalisme, bagi Marx, adalah justru awal runtuhnya kapitalisme. Revolusi ini lahir sebagai sikap
kaum buruh yang sudah mencapai tingkat kemuakan dan kebingungan atas kerasnya penindasan
dari para pemodal.

Secara struktural, sistem ekonomi Marx ini didasarkan pada masalah kapital yang terdiri dari
persoalan komoditi, uang atau sirkulasi sederhana dan kapital secara umum. Dalam pembahasan
teorinya ini Marx mendasarkan pada konsep pertentangan kelas. Bagi Marx sejarah manusia adalah
sejarah konflik dan pertentangan kelas yakni kelas borjuis dan keas proletar. Kelas borjuis adalah
pihak yang menguasai alat-alat produksi sementara kelas proletar adalah pihak yang dikesloitasi
tenaganya dalam proses produksi.

Menurut Marx, sebuah perekonomian kapitalis pada awalnya terdiri dari komoditas-komoditas
dalam jumlah besar, ditambah dengan individu-individu yang menjadi pemilik dari komoditas itu,
dan beberapa hubungan pertukaran yang saling menghubungkan individu-individu itu. Pada
awalnya, individu-individu ini tidak merasa sebagai bagian dari kelas- kelas sosial-ekonomi yang
ada. Mereka juga tidak menganggap bahwa kepentingan-kepentingan mereka bukan sebuah
representasi dari kelas mereka.

Pembentukan kelas-kelas individu ini lebih ditentukan oleh struktur dan dinamika perekonomian
kapitalis. Penentuan kelas ini tidak hanya berdasarkan pada kesamaan selera individu tetapi posisi
dan nasib mereka dalam struktur produksi. Artinya, posisi kelas mereka ini lebih ditentukan oleh
hubungan produksi mereka dalam aktifitas ekonomi.

Argumen yang ditunjukkan Marx untuk menguatkan teorinya tentang konsep kelas ditunjukkan
dengan kritik Marx terhadap konsep dan tujuan pasar. Bagi Marx, perekonomian pasar, yang
merupakan corak utama sistem kapitalisme liberal, bukanlah mekanisme untuk memaksimalkan
kesejahteraan pribadi dari individu-individu di dalamnya, melainkan sebuah sarana untuk
memfasilitasi para kapitalis untuk merampas (appropiation) nilai surplus dan mengakumulasi
kapital.

Lahirnya globalisasi pasar bebas (free tread) misalnya, yang merupakan penegasan dari sistem
kapitalisme neoliberal, tidalk lain adalah strategi para kaum borjusi (dalam hal ini negara-negara
maju yang dipimpin oleh AS) untuk memepertahankan kepentingannya. Dalam sistem itu, regulasi
yang dipakai adalah mekanisme pasar. Sehingga tidak ada pihak lain, termasuk negara yang bisa
melakukan distorsi atau intervensi. Seluruh sistem yang dibangun dan pola kerja yang diciptakan
tidak lain adalah manifestasi dari kepentingan ekonomi kaum borjuis dari brbagai negara maju.
Maka tidak heran kalau kebijakan pasar sering bertabarkan dengan spirit keadilan dan kepentingan
masyarakat bawah.

Dalam kaitannya dengan masalah pasar di atas, konsep ekonomi yang dikritik oleh Marx adalah
sistem ekonomi yang terformulasikan dalam bentuk hubungan C (kumpulan dari jenis komoditas
tertentu atau nilai guna yakni barang-barang komoditas seperti kursi, roti, meja, baju dan
sebagainya, dengan M yang merupakan tanda dari uang. Dalam perspektif ekonomi modern, orang
mempunyai uang hanya sekedar untuk membeli barang-barang atau komoditi yang berguna bagi
mereka. Mereka mempunyai uang untuk membeli mobil, karena memang mereka butuh mobil itu,
atau uang untuk membeli rumah karena mereka sangat butuh rumah. Untuk mendapatkan uang
supaya bisa membeli barang-barang yang dibutuhkan, individu perlu menjaal komoditas lainnya.

Bentuk penjualan komoditas ini bagi Marx, meliputi tenaga manusia. Jadi, supaya bisa membeli
mobil atau rumah seseorang harus menjual komoditasnya yang beruapa tenaganya atau
kemampuannya itu ke pabrik(dengan cara bekerja) untuk mendapatkan uang yang bisa digunakan
untuk membeli barang atau komoditas lain yang mereka butuhkan. Atau kalau tidak berupa
komoditas kemampuan atau tenaga, seseorang akan menjual barang-barang miliknya yang lain
untuk membeli komoditas yang dibutuhkan. Misalnya, indifidu yang membutuhkan rumah, ketika
yang dipunyai mobil, maka ia akan menjaul mobil itu untuk mendapatkan uang supaya bisa beli
rumah. Pola semacam ini oleh Marx dinamakan dengan “sirkulasi komoditas sederhana”. Konsep
ini bisa dirumuskan dnegan sebagai berikut:

C (kemampuan kerja) à M (upah)à C (sarana konsumsi) atau


C (motor bekas) à M (hasil penjualan) à (rumah baru).
Pola sirkulasi komoditas sederhana itu, bagi Marx , sebenarnya lebih terjadi di pasar-pasar non-
kapitalis. Namun, di pasar –pasar kapitalis juga terjadi sistem atau pola sirkulasi tersebut. Menurut
Marx, pola sirkulasi yang khas dari pasar kapitalis sehingga membedakan dengan pola sirkulasi
komoditas itu adalah pola sirkulasi kapital. Sebuah sirkulasi terbali dengan sirkulasi komoditas di
atas. Ada perbedaan mendasar antara pola sirkulasi komoditas dengan pola sirkulasi kapital. Kalau
sirkulasi komoditas yang dituju adalah mendapatkan barang, maka kalau dalam sirkulasi kapital ini
tujuan yang hendak diraih adalah mendapatkan uang. Pola sirkulasi kapital ini secara formulatif bisa
dirumuskan dengan :

Mà C à M’

Bahwa sang kapital mengeluarkan uang (M) dengan harapan bahwa investasi bisa menghasilkan
laba ( yaitu sebesar M’ dikurangi M) yang oleh Marx disebut dengan nilai surplus (surplus value).
Maka dalam dangan Marx pasar kapitalis sebenarnya mempunyai dua fungsi yaitu sebagai tempat
untuk sirkulasi barang atau komoditas untuk mendistribusikan barang itu kepada pihak yang
membutuhkan (konsumen) (fungsi C-M-C) sekaligus sebagai sirkulasi kapital untuk mendapatkan
uang atau mengakumulasi modal (fungsi M-C-M).

Posisi kelas terjadi ketika adanya perbedaan tujuan masing-masing individu dalam menggunakan
sirkulasi modal atau komoditasnya. Bagi individu yang yang tidak mempunyai kapital atau
komoditasnya terbatas, maka ia akan mensirkulasikan komoditas itu sebatas untuk mendapatkan
barang atau komoditas baru. Namun sebaliknya, bagi mereka yang mempunyai modal berlimpah,
mereka mensirkulasikan modal dan komoditasnya jelas bertujuan untuk mengakumulasikan modal.
Dari sinilah bisa dipetik benag merahnya bahwa aktifitas ekonomi itulah yang menurut Marx
merupakan faktor determinan terbentuknya posisi-posisi atau kelas-kelas sosial di masyarakat.

Perbedaan pola dan orientasi dari dua model sirkulasi itulah yang memicu konflik. Konflik antar
kelas (kelas borjuis dan proletar) terjadi ketika dari pihak kaum borjuis menerapkan sistem “upah
subsistensi” yang berfungsi untuk menyambung hidup para pekerja. Artinya, dengan orientasi kaum
kapitalis untuk mengakumulasikan kapital, sementara kaum proletar (yang tak mempunyai banyak
modal) hanya sekedar untuk mendapatkan komoditas lain yang dibutuhkan, maka kaum kapitalis
cukup memberikan upah kepada buruh sebatas upah itu bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari para buruh. Para kaum borjuis cukup memberikan upah kepada buruh sekedar bisa untuk
makan dan memnuhi kebutuhan primer mereka. Sementara mereka tidak diberi upah yang layak
supaya mereka juga bisa mengumpulkan modal atau memenuhi kebutuhan sekunder dan bahkan
tersier mereka.

Jika yang diberikan kepada buruh hanyalah sebatas upah subsistensi, maka disinilah letak
permasalahn selanjutnya: para kapital itu telah menciri atau maerampas upah buruh yang tersisa.
Dengan tenaganya yang mahal itu, buruh sebenarnya memproduksi upah yang tinggi, namun oleh
pihak kapitalis, upah yang diberikan kepada kaum proletar (buruh) hanya sebatas upah untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya, maka jelas upah yang tersisa masih sangat banyak. Inilah yang
dinamakan dengan nilai surplus. Nilai surplus yang sebenarnya milik para buruh itu akhirnya masuk
kantong para kapitalis. Maka wajar, kalau kemudian, meskipun para juragan itu tidak membanting
tulang ikut bekerja, mereka selalu kaya dan terus kaya, modalnya semakin meningkat, sementara
meskipun para buruh itu kerja menghasilkan produk yang bisa dijual ke pasaran, hidup mereka tetap
miskin. Karena hak-hak mereka dipangkas sedemikian besarnya, sehingga mereka tidak bisa
maksimal dalam menikmati hasil kerjanya.

Bagi Marx, kalau mau jujur, seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh para buruh, yang ada di
dalam modal kapitalis tersebut seharusnya diberikan kepada buruh.Sementara bagi kaum pemodal,
ia sebenarnya hanya mempunyai modal pokok itu saja. Kalau mau megambil seharusnya yang dia
ambil adalah modal pokoknya saja. Kenapa? Karena dia tidak ikut bekerja menghasilkan nilai
tambah itu. Namun dalam dunia kapitalisme yang berlaku tidak demikian. Tetapi sebaliknya,
keuntungan, laba atau nilai tambah itu yang separonya masuk ke kantongnya dia, kemudian yang
separo masih dibagi –bagi: untuk pembiayaan administrasi, ansuransi, dana cadangan perusahaan
dan kalau sudah hampir habis baru dibagikan kepada buruh.

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Marx bahwa sistem kapitalisme adalah sistem penghisapan. Sistem ini bisa langgeng
karena hasil penghisapan dan perampasannya terhadap hak-hak buruh, yang dalam kontek ini
adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh para buruh itu sendiri. Oleh karena itu, Karl Marx percaya
bahwa dalam rangka menghentikan penghisapan dan penindasan sistem ekonomi liberalis-kapitalis
yang tak manusiawi itu, perlu ditegakkan ekonomi sosialis, sebuah sistem ekonomi tanpa kelas,
tanpa hak milik pribadi, tanpa kasta, tanpa kerakusan, tanpa ketamakan, non diskriminatif and non
sektarian, tak ada yang menguasai dan tak ada yang dikuasai. Kehidupan benar-benar sama untuk
semua, dan dunia akhirnya menjadi satu (and the world may live as one), seperti mimpi John
Lennon dalam sebuah lagunya, Imagine di atas.
DAFTAR PUSTAKA:

-Marx, Karl, Kata pengantar Pada Sebuah Sumbangan Untuk Kritik Terhadap Ekonomi Politik
(artikel terjemahan), London, 1859

-Caporaso, James. A, dan Lavine, David P., Teori-Teori Ekonomi Politik, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 2008.

-Kusumandaru, Ken Budha, Karl Marx, Revolusi dan Sosialisme:Sanggahan Terhadap Franz
Magnis –Suseno, Resist Book, 2003

-Ramly, andi Muawiyyah, Peta pemikiran Karl Marx:materialisme dialektis dan materialisme
historis, Yogyakarta, LKiS, 2000

-Berlin, Isaiah, Karl Marx: Riwayat Sang Pemikir Revolusioner, Yogyakarta, Panji Pustaka, 2000

-Adian, Donny Gahral, 2006, Percik Pemikiran Kontemporer, Yogyakarta: Jalasutra

Anda mungkin juga menyukai