Anda di halaman 1dari 13

TO:_02 _PIP

NAMA: AHMAD FAIZ


NIM: 070210401092
PROGRAM STUDI: PEND. BHS. INGGRIS (R)

JAWABAN TUGAS

1. Profesionalisme Guru
a. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang adanya pengakuan
terhadap profesionalisme guru di Indonesia antara lain adalah:
1) Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia yang merupakan
cerminan rendahnya kualitas sistem pendidikan nasional.
2) Rendahnya kesejahteraan guru dianggap jadi penyebab kurangnya
profesionalitas yang baik untuk kemajuan pendidikan secara
global.
3) Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
Sementara ini guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi
mendapatkan penghasilan yang sama. Memang benar sekarang
terdapat program sertifikasi. Namun, program tersebut tidak
memberikan peluang kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat
diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah yang notabene
akan berpotensi subjektif.
4) Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara
berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak
berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan
kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan
minimnya kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan
tidak adanya program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya
tunjangan buku referensi, pelatihan berkala, dsb.
b. Saran-saran saya untuk peningkatan profesionalisme guru atau
tenaga pengajar di Indonesia agar sejajar dengan guru-guru di negara
lain yang lebih maju:
1) Perlu diadakannya penyelenggaraan pelatihan. Dasar
profesionalisme adalah kompetensi. Sementara itu,
pengembangan kompetensi mutlak harus berkelanjutan.
Caranya, tiada lain dengan pelatihan.
2) Adanya pembinaan perilaku kerja. Studi-studi sosiologi sejak
zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian-
penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara
pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai
wilayah kehidupan ternyata ditentukan oleh perilaku manusia,
terutama perilaku kerja.
3) Penciptaan waktu luang. Waktu luang (leisure time) sudah
lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu
tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan
manusia makin menjadi "penganggur terhormat",dalam arti
semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam
intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal).
4) Peningkatan kesejahteraan. Agar seorang guru bermartabat dan
mampu "membangun" manusia muda dengan penuh percaya
diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup.

c. Profil ”harapan” tentang Guru yang profesional masa mendatang:


Bangsa dan masyarakat kita sangat membutuhkan para guru yang
mampu mengangkat citra pendidikan kita yang terkesan sudah carut-
marut, dan seperti benang kusut. Namun, bagaimana harus dimulai,
kapan dan siapa yang memulainya, dan dari mana harus dimulai?
Kalaulah kita masing-masing menyadari, dan kalaulah kita masih
memiliki rasa keperdulian, dan kalaulah kita mau berbagi rasa, dan
kalaulah mau kita ber-teposeliro, maka pendidikan kita seperti
disebutkan di atas, akan dapat dianulir. Oleh sebab itu, semua kita
memiliki satu persepsi, satu langkah dan satu tujuan bagaimana kita
berusaha mengangkat "batang terendam" tersebut, menjadi pendidikan
bermutu, dan tentunya diharapkan mampu untuk mengangkat
peringkat dan citra pendidikan termasuk terendah di Asia.
Satu hal yang akan menjadi titik perhatian kita adalah "bagaimana
merancang guru masa depan". Guru masa depan adalah guru yang
memiliki kemampuan, dan ketrampilan bagaimana dapat menciptakan
hasil pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di
dalam membaca tanda-tanda zaman, serta memiliki wawasan
intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu
yang ada pada dirinyanya.
Bagaimana sebenarnya guru masa depan seperti yang diidamkan
oleh banyak pihak, diantaranya adalah:
• Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang
jelas, program kerja tersebut tidak hanya berupa program rutin,
misalnya menyiapkan seperangkat dokumen pembelajaran
seperti Program Semester, Satuan Pelajaran, LKS, dan
sebagainya. Akan tetapi guru harus merencanakan bagaimana
setiap pembelajaran yang dilakukan berhasil maksimal, dan
tentunya apa dan bagaimana rencana yang dilakukan, dan
sudah terprogram secara baik;
• Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan
pembaharuan dan pembaharuan dimaksud berkenaan dengan
pola pembelajaran, termasuk di dalamnya metode mengajar,
media pembelajaran, system dan alat evaluasi, serta nurturant
effect lainnya. Secara individu maupun bersama-sama mampu
untuk merubah pola lama, yang selama ini tidak memberikan
hasil maksimal, dengan merubah kepada pola baru
pembelajaran, maka akan berdampak kepada hasil yang lebih
maksimal;
• Motivator, artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi
untuk terus belajar dan belajar, dan tentunya juga akan
memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar dan
terus belajar sebagaimana dicontohkan oleh gurunya;
• Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki
pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta sikap yang lebih
mantap dan memadai sehinga mampu mengola proses
pembelajaran secara efektif;
• Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan diri,
dan tentunya mau pula menularkan kemampuan dan
keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang.
Guru masa depan haus akan menimba ketrampilan, dan
bersikap peka terhadap perkembangan IPTEKS, misalnya
mampu dan terampil mendayagunakan computer, internet, dan
berbagai model pembelajaran multi media.
Jadi, guru masa depan adalah guru bertindak sebagai fasilitator;
pelindung; pembimbing dan punya figur yang baik (disiplin, loyal,
bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang
diinginkan sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar
bermakna untuk mengalami perubahan belajar berdasarkan
keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas
yang konduktif secara intelektual fisik dan sosial untuk belajar;
menguasai materi, kelas, dan teknologi; punya sikap berciri khas "The
Habits for Highly Effective People" dan "Quantum Teaching" serta
pendekatan humanis terhadap siswa; Guru menguasai komputer,
bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara
proporsional. Diberlakukan skema rewards dan penegakan disiplin
yang humanis terhadap guru dan karyawan.
Guru masa depan juga memiliki kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan para siswanya melalui pemahaman,
keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan
mengembangkan keterampilan hidup agar siswa memiliki sikap
kemandirian, perilaku adaptif, koperatif, kompetitif dalam menghadapi
tantangan, tuntutan kehidupan sehari-hari. Secara efektif menunjukkan
motivasi, percaya diri serta mampu mandiri dan dapat bekerja sama.
Selain itu guru masa depan juga dapat menumbuhkembangkan sikap,
disiplin, bertanggung jawab, memiliki etika moral, dan memiliki sikap
kepedulian yang tinggi, dan memupuk kemampuan otodidak anak
didik, memberikan reward ataupun apresiasi terhadap siswa agar
mereka bangga akan sekolahnya dan terdidik juga untuk mau
menghargai orang lain baik pendapat maupun prestasinya. Kerendahan
hati juga perlu dipupuk agar tidak terlalu overmotivated sehingga
menjadi congkak. Diberikan pelatihan berpikir kritis dan strategi
belajar dengan manajemen waktu yang sesuai serta pelatihan cara
mengendalikan emosi agar IQ, EQ dan ke dewasaan sosial siswa ber
imbang.
Selain itu, guru masa depan juga harus memiliki keterampilan
dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya juga optimal,
performance di dalam kelas maupun luar kelas tidak diragukan.
Tentunya sebagai guru masa depan bangga dengan profesinya, dan
akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya.
Oleh sebab itu, untuk menjadi guru masa depan diperlukan
kualifikasi khusus, dan barangkali tidak akan terlepas dari relung hati
dan sanubarinya, bahwa mereka memilih profesi guru sebagai pilihan
utama dan pertama.
2.
a. Dewasa ini, Perkmbangan teknologi semakin canggih. Media informasi,
komunikasi, hiburan makin menjadi-jadi. Namun, perkembangan teknologi yang
ada di Indonesia ini tidak terlalu membawa dampak yang positif bagi anak-anak
dan kaum remaja. Ini dibuktikan dengan merosotnya moral (dekadensi moral) dan
ahlak anak-anak serta remaja saat ini.
Dekadensi moral yang membawa kepada dehumanisasi (penurunan
derajat dan kualitas kemanusiaan) yang lahir dalam bentuk pelanggaran-
pelanggaran moral, kenakalan remaja, dan semakin seringnya terjadi
tawuran antar pelajar, merupakan salah satu bentuk dekadensi moral yang
dicemaskan oleh berbagai kalangan. Kondisi ini semakin diperparah oleh
hadirnya --apa yang diistilahkan dengan-- globalisasi dan informasi. Hal
ini sebagai konsekuensi logis dari kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (tanpa harus menolak nilai-nilai positif dari hasil kemajuan
IPTEK yang selama ini telah mendatangkan kemudahan-kemudahan
dalam pemenuhan hidup manusia).
Tidak bisa kita pungkiri lagi, krisis moral yang terjadi ini tidak
lepas dari pengaruh kemajuan teknologi zaman sekarang yang sudah tidak
bisa dibendung lagi. Realitanya moral dan akhlak remaja sekarang sudah
tidak lagi menjadi kebutuhan yang utama dibandingakan zaman dahulu.
Media massa adalah salah satu faktor penting yang mempunyai
pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak-anak dan remaja.
Pemutaran film-film yang kurang mendidik moral generasi sangat di
sayangkan. Dapat kita saksikan setiap hari di layar TV adegan-adegan
yang sama sekali merusak moral anak-anak dan remaja bangsa ini.
Apalagi anak-anak yang masih belia sudah akting pacaran dalam film.
Sadar atau tidak semua itu sangat berpengaruh bagi generasi bangsa ini.
sehingga tidak jarang setiap hari kita mendengar terjadi kasus asusila di
kalangan anak remaja, tragisnya lagi terjadi pada anak usia SD. Sering kita
dengar bahwa si A yang notabene adalah anak usia SD dan SMP
melakukan kasus asusila terhadap temannya yang sama adalah SD maupun
SMP juga, ketika ditanya sering mereka jawab bahwa mereka meniru
adegan ciuman yang ditayangkan pada film-film, bahkan lebih rusaknya
lagi, anak-anak remaja dewasa ini tidak jarang kita saksikan mereka
berjalan dan berciuman dengan lawan jenisnya yang sama sekali bukan
saudaranya, itu terjadi di depan umum, mereka menganggap seolah-olah
itu hal yang biasa, demikian juga dengan orang-orang yang menyaksikan
hal itu, seakan mereka menutup mata dengan hal itu.
Mendewakan akal, juga merupakan suatu faktor yang berpengaruh
terhadap merosotnya moralitas pada anak-anak dan remaja. Kebebasan
berpikir yang tanpa dilandasi dengan norma dan etika agama yang
memadai ini, banyak membuat kalangan anak-anak atau remaja menjadi
kurang beretika. Hal ini dapat kita lihat keberanian mereka dalam
membantah perkatan serta nasihat orang tua mereka.
Keluarga juga terkadang membuat anak remaja menjadi kurang
beretik. Pendidikan dalam keluargalah yang merupakan faktor penting
dalam pembentukan moralitas dan kepribadian anak-anak dan remaja
karena banyak waktu yang tersedia dalam keluarga.
b. Saran-saran saya untuk pendidikan calon guru di masa mendatang,
agar dapat mengajarkan ilmu pengetahuan yang tinggi dan sekaligus dapat
mendidik moral yang bagus pada anak didiknya ialah:
1. Peserta didik yang sejatinya memiliki tingkat kesadaran dan dan
perbedaan perkembangan kesadaran moral yang tidak merata maka perlu
dilakukan identifikasi yang berujung pada sebuah pengertian mengenai
kondisi perkembangan moral dari peserta didik itu sendiri.
2. Nilai-nilai (moral) Pancasila, berdasarkan tahapan kesadaran dan
perkembangan moral manusia maka perlu di ketahui pula tingkat tahapan
kemampuan peserta didik. Hal ini penting mengingat dengan tahapan dan
tingkatan yang berbeda itu pula maka semua nilai-nilai moral yang
terkandung dalam penididkan moral tersebut memiliki batasan-batasan
tertentu untuk dapat terpatri pada kesadaran moral peserta didik. Dengan
kata lain, kalaulah pancasila memiliki 36 butir nilai moral, maka harus
difahami pula proses pemahaman peserta didik berdasar pada tingkat
kesadaran dan tingkat kekuatan nilai kesadaran itu sendiri.
3. Guru sebagai fasilitator, apabila kita kembali mengingat teori
perkembangan moral manusia dari Kohlberg dengan 4 dalilnya maka guru
seyogyanya adalah fasilitator yang memberikan kemungkinan bagi siswa
untuk memahami dan menghayati nilai-nilai pendidikan moral itu.
Dengan memperhatikan tiga hal diatas maka proses perkembangan moral
manusia yang berjalan dalam jalur pendidikan tentu akan berjalan sesuai
dengan tahapan perkembangan moral pada tiap diri manusia.

3. a. Beberapa sasaran utama dari UU no. 14/ 2005 adalah mengenai:


1. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan
dosen (Pasal 1 butir 11).
2. Sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru
yang telah memenuhi persyaratan (Pasal 11 (1)).
3. Kewajiban bagi seorang guru memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8).
b. Permasalahan guru memang membuat pemerintah bersama DPR
mengesahkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen tanggal 30
Desember 2005, harapan baru pun kemudian muncul. Banyak pihak
berharap bahwa Undang Undang ini bisa menjadi tonggak bersejarah
untuk bangkitnya profesi ini menjadi profesi mulia yang betul-betul setara
dengan profesi lainnya. Sebuah profesi yang tak hanya dihargai dengan
ungkapan "pahlawan tanpa tanda jasa", tapi sebuah profesi yang betul-
betul diakui sejajar dengan profesi lainnya.
Undang-Undang Guru dan Dosen lahir melengkapi dan
menguatkan semangat perbaikan mutu pendidikan nasional yang
sebelumnya juga sudah tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Kita berharap, kedua undang-undang ini mampu
menciptakan iklim yang kondusif bagi lahirnya para guru yang betul-betul
profesional dalam makna yang sesungguhnya. Lebih jauh kita berharap,
kedua undang-undang ini akan membuka jalan terang bagi segenap anak
bangsa ini untuk secara perlahan tapi pasti keluar dari berbagai krisis yang
melilit bangsa ini melalui perbaikan mutu pendidikan nasional dengan
membentuk guru yang profesional sebagai entry point.
Sebagai implementasi dari undang-undang yang baru ini,
pemerintah telah merencanakan akan melakukan program sertifikasi guru
dalam waktu dekat. Seperti yang dikatakan Dirjen Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, Fasli Jalal bahwa
pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah (PP) untuk
sertifikasi para guru, dan diharapakan dalam enam bulan telah keluar PP
dan telah ditunjuk LPTK penyelenggara sertifikasi. Setelah itu,
dilangsungkan pendidikan profesi serta uji sertifikasi bagi para guru yang
sudah sarjana (Kompas, 27/02/2006).
Sekalipun masih ada perdebatan tentang siapa yang paling berhak
menyelenggarakan program sertifikasi dan yang melakukan uji komptensi
guru, namun terlepas dari siapa yang meyelenggarakan, program
sertifikasi dan uji kompetensi jelas akan berdampak positif bagi proses
terbentuknya guru yang profesional di masa datang. Selain karena dengan
program sertifikasi dan uji kompetensi akan ada proses terukur bagi
seseorang layak disebut sebagai guru, juga karena program ini bisa
menjawab permasalahan klasik guru menyangkut kesejahteraan karena
pasal 16 ayat (1) dan (2) UU 14/2005 menyebutkan bahwa guru yang
memiliki sertifikat pendidik akan memperoleh tunjangan profesi sebesar
satu kali gaji pokok dan diberikan oleh pemerintah kepada guru sekolah
negeri maupun swasta.
Apalagi kalau pemeritah berkomitmen menjalankan amanat
undang undang yang menegaskan bahwa pemerintah harus
mengalokasikan 20 persen anggaran negara ke sektor pendidikan,
dampaknya akan diyakini begitu luar biasa kepada kualitas dunia
pendidikan kita secara umum, dan terbentuknya guru yang profesional
secara khusus.
Dengan lahirnya guru yang profesional dalam makna yang
sesungguhnya, maka diyakini masyarkat tidak akan lagi melihat "sebelah
mata" kepada profesi ini. Efek dominonya adalah akan banyak para siswa
pintar kita kembali secara sadar memilih profesi ini sebagai alaternatif
karir mereka di masa datang. Jadi, menjadi guru profesional di negeri ini
memang bukan tidak mungkin. Dengan lahirnya ndang-undang tentang
guru dan dosen ini, terciptanya kemajuan pendidikan di tanah air dapat
segera terealisasi.
c. Menurut saya, beberapa pasal yang menjadi substansi UU ini
memang memberi gambaran jaminan kesejahteraan bagi guru. Semisal
tunjangan dan penerimaan pendapatan mereka akan meningkat, walaupun
ini belum jelas realiasasinya. Undang-undang ini memberi keabsahan
hukum bagi para guru untuk menuntut nasib dan kesejahteraannya yang
selama ini diabaikan negara. Sampai di sini guru bisa bersyukur. Namun,
mari kita lihat lebih kritis lagi. Di negara ini, yang disebut guru tidak
hanya satu, tetapi punya embel-embel tambahan. Misalnya guru swasta,
guru kontrak, guru bantu, guru honorer dan guru-guru lainnya.
Sayangnya, yang paling diuntungkan dari lahirnya UU Guru dan
Dosen tersebut, hanya guru yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Masalahnya hanya guru PNS inilah yang nantinya terjamin oleh UU
tersebut. Masalahnya juga bertambah, ketika kita menyebut pendidik (guru
dan dosen) adalah mereka yang sekadar melakukan kegiatan belajar dalam
ruangan kelas resmi, yaitu sekolah atapun kampus.
Pertanyaan lanjutannya adalah bagaimana dengan mereka yang
melakukan pendidikan dan pengajaran di luar lingkup kelas dan sekolah.
Sebagai contoh mereka yang menyebut modelnya sebagai pendidikan
alternatif (sekolah alternatif, pondok pesantren, pendidikan luar sekolah)
atau pun guru yang mengajar selama masa pengabdiannya yang bertahun-
tahun dihabiskan pada sekolah swasta. Toh, mereka juga pendidik yang
berkhidmat untuk mencerdaskan anak bangsa dan mernajukan bangsa ini.
Ya, dapat dikatakan mereka juga melakukan kegiatan pendidikan dengan
menembus sekat, aral rintangan yang terus menghantui. Gaji yang di
bawah standar kelayakan, tidak adanya tunjangan pokok, tunjangan
khusus, belum lagi pembayaran gaji pokok yang selalu tersendat
pelaksanaannya, misalnya. Teramat paradoks dengan apa yang tersirat
pada UU no. 14/2005 tentang guru dan dosen. Kekurangan inilah yang
harus disikapi. Supaya tercipta keadilan bagi semua guru maupun dosen
dan memberi jaminan kesejahteraan bagi profesi yang selama ini
terpinggirkan dari kelas, ruang belajar, laboratorium dan sekolah. Hal ini
diposisikan sebagai kritik atas system pendidikan yang sedang berjalan,
yang mereka anggap tidak sempurna memanusiakan anak bangsa ini. Poin
inilah yang masih tertinggal, terlupakan atau dilupakan oleh para
perancang UU itu.

d. Menurut pendapat saya, hal-hal yang perlu dijadikan pertimbangan


dalam mengamandemen UU no. 14/2005 adalah sebagai berikut:

A. Perlindungan hukum mencakup perlindungan hukum terhadap tindak


kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain.

B. Perlindungan profesi terhadap guru mencakup perlindungan terhadap


PHK yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan,
pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Ada beberapa hal krusial
yang terkait dengan perlindungan profesi, antara lain:

o Setiap guru tidak boleh diberi sanksi pemutusan hubungan kerja


tanpa mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
o Penyelenggara satuan pendidikan atau satuan pendidikan wajib
melindungi guru dari praktik pembayaran imbalan yang tidak
wajar.
o Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan
pandangan.
o Setiap guru memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ekspresi,
kreatifitas, dan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi
dalam proses pendidikan dan pembelajaran;
o Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya
dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi,
atau pihak lain.
o Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik,
meliputi penetapan substansi, prosedur, instrumen penilaian, dan
keputusan akhir dalam penilaian harian, bulanan, semesteran, ujian
akhir, dan atau bentuk penilaian lain yang terkait dengan proses
belajar dan pembelajaran.
o Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi penetapan taraf
penguasaan kompetensi, standar kelulusan matapelajaran, dan
kelulusan ujian akhir.
o Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi, meliputi
mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar
keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus
organisasi profesi, dan bersikap kritis terhadap kinerja organisasi
profesi.
o Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan
pendidikan, meliputi akses terhadap sumber informasi kebijakan,
partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat
sekolah, memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada
tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari
lapangan.

C. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup perlindungan


terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran
pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
risiko lain. Ada beberapa hal krusial yang terkait dengan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi guru dalam
bertugas, antara lain:

o Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan


dalam melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh
pengelola satuan pendidikan, pemerintah dan pemerintah daerah.
o Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari
ancaman psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta
didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas.
o Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan
kerja, dan/atau risiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan.
o Terbebas dari tindakan risiko gangguan keamanan kerja dari
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau
pihak lain.
o Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang
ditimbulkan akibat kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja,
bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
o Terbebas dari beragam ancaman, termasuk ancaman terhadap
kesehatan kerja, akibat (1) bahaya yang potensial, (2) kecelakaan
akibat bahan kerja, (3) keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman
bahaya, (4) frekuensi penyakit yang muncul akibat kerjai, (5) alat
kerja yang dipakai, dan (6) lingkungan atau kondisi tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai