Filsafat Konstruktivisme
Filsafat Konstruktivisme
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang
memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum
pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap
silabus yang disusunnya. Hal yang tetap harus diperhatikan adalah kesiapan lingkungan belajar, baik
pendidik, lingkungan, sarana prasarana dan pendukung lainnya. Jika hal-hal tersebut tidak dipersiapkan
dengan baik, bisa jadi terjadi hal-hal yang melenceng dari harapan. Karena peserta didik mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksinya tidak sesuai dengan hasil konstruksi
para ilmuwan, maka muncullah salah pengertian atau konsep alternative. Dalam hal seperti ini
diperlukan penelusuran dan penelitian untuk menemukan permasalahan dan mengatasinya.
Menurut pandangan konstruktivistik belajar dan pembelajaran memiliki ciri : 1) Tujuan pembelajaran
ditekankan pada belajar bagaimana belajar. 2) Pengetahuan adalah non-objective, selalu berubah. Belajar
adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkret, aktivita skolaborative, refleksi serta
interpretasi. Si belajar memiliki pemahaman tergantung pengalaman dan perspektif interpretasinya
sehingga hasilnya individualistic. 3) Penataan lingkungan belajar: tidak teratur, semrawut, si belajar
bebas, kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan dan control belajar dipegang si belajar. 4)
Dalam strategi pembelajaran, lebih diarahkan untuk meladeni pandangan pebelajar. Aktivitas belajar
lebih didasarkan pada data primer. Pembelajaran menekankan proses. 5) Evaluasi menekankan pada
penyusunan makna, menggali munculnya berpikir dengan pemecahan ganda. Dan evaluasi merupakan
bagian utuh dari pembelajaran, dan menekankan pada ketrampilan proses (Gasong,
http://www.images.dani7bd.multiply.com).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran yang mengacu pada teori
belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada keberhasilan peserta didik dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Pembelajar (guru) menjadi fasilitator yang membantu peserta didik mengkonstruksi
sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Namun tetap harus diperhatikan bahwa
model pembelajaran ini harus didukung oleh lingkungan yang tepat. Tujuan model belajar ini adalam
menciptakan insane-insan pebelajar yang selalu terdorong mengembangkan diri melalui belajar. Untuk
mendorong munculnya mentalitas demikian, institusi pendidikan harus ikut menciptakan situasi
masyarakat pebelajar. Semua elemen didorong menjadi manusia pebelajar. Model konstruktivistik akan
mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkungan manusia pebelajar.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Secara sederhana dapat disimpulkan, filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah
hasil konstruksi manusia. Manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan
objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila
pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai.
Prinsip-prinsip konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika, namun
demikian sekarang prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan ke dalam semua mata pelajaran. Dan
berkaitan dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di Indonesia yang
memberikan kewenangan kepada sekolah dan para guru untuk menyusun sendiri kurikulum
pembelajaran yang akan dijalankan, prinsip-prinsip konstruktivisme tentu dapat menjadi roh dari setiap
silabus yang disusunnya serta mewujudnyatakan dalam pembelajaran.
Namun tetap harus diperhatikan bahwa model pembelajaran konstruktivistik ini harus didukung oleh
lingkungan yang tepat dan didukung oleh institusi pendidikan yang berwawasan luas, Institusi
pendidikan harus ikut menciptakan situasi masyarakat pebelajar dengan menyiapkan sarana-prasarana,
lingkungan, SDM dan elemen pendukung lainnya. Semua elemen didorong menjadi manusia pebelajar.
Model konstruktivistik akan mencapai hasil optimal jika diterapkan dalam lingkungan manusia pebelajar.
3.2 Saran
Filsafat konstruktivisme harus dipahami sebagai roh yang menggerakkan subyek-subyek pendidikan
sehingga akan lahirlah inovasi-inovasi baru dalam pendidikan dan pengajaran. Untuk mencapai hasil
maksimal berupa outcome SDM handal, diperlukan beberapa syarat yang harus dipenuhi :
a. Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki wawasan baru dan luas dalam model-
model pembelajaran.
b. Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang menjangkau masa depan,
dan melengkapi dengan sarana prasarana yang memadai.
c. Dibutuhkan keberanian dari pelaku-pelaku pendidikan untuk secara kritis menyikapi berbagai
perubahan dan membuat terobosan.
d. Peserta didik tidka lagi dijadikan asset yang mampu menjual nama baik lembaga, tetapi harus diberi
kesempatan berkembang secara optimal dan alamiah.
Daftar Rujukan
Degeng, I.N.S. 1998. Mencari Paradigma Baru Pemecahan Masalah Belajar. Pidato Pengukuhan Guru
Besar IKIP Malang. Malang: IKIP Malang.
Gasong, Dina. Tanpa tahun. Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternative Mengatasi Masalah
Pembelajaran. dari http://www.images.dani7bd.multiply.com.
Hamzah, 2008. Teori Belajar Konstruktivisme. Retrieve 20 Agustus 2008. Dari
http://akhmadsudrajat.wordpress.com
Hidayat, Ayatollah. 2009. Kogntif Learning Theory. retrieve 15 Desember 2009 dari
http://www.ayatollahhidayat.blogspot.com.
June, Lee Xiang. 2009. Konstruktivisme Philosophy. Retrieve 15 Desember 2009 dari
http://www.qmt323e.wikispaces.com.
Pranata, Y. Mulyadi. Konstruktivistik: Arah Baru Pembelajaran Desain. Dari
http://www.puslit.petra.ac.id.
Wicaksono, Rohadi. 2007. Mengapa Harus Konstruktivistik. Retirieve 19 Juli 2007. dari
http://www.rohadieducation.wordpress.com.
Suparno, Paul. 2008. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
ANALISIS KRITIS