Anda di halaman 1dari 9

[Type the

document
title]

[Type the document


subtitle]

Heru Arief Wijaya


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadirnya Undang-Undang no 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(selanjutnya disebut UU PDRD) memberikan implikasi terhadap penerimaan nasional maupun
daerah. Adapun secara garis besar tujuan dari hadirnya UU PDRD adalah seperti pada tabel di
bawah ini.

Hadirnya UU PDRD sekaligus mengalihkan pengurusan BPHTB yang sebelumnya menurut


UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB stdd UU No. 20 Tahun 2000 merupakan Bea yang di urus
pusat dialihkan pengurusannya pada daerah. Perbedaan BPHTB antara UU BPHTB dan UU PDRD
antara lain.

UU BPHTB UU PDRD

Subjek Orang pribadi atau badan yang memperoleh Sama


hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 86 Ayat 1)
(Pasal 4)
Objek Perolehan hak atas tanah dan atau Sama
bangunan (Pasal 85 ayat 1)
(Pasal 2 Ayat 1)
Tarif Sebesar 5% Paling Tinggi 5%
(Pasal 5) (Pasal 88 ayat 1)
NPOPTKP Paling banyak Rp300 Juta untuk Waris dan Paling rendah Rp300 Juta untuk Waris dan
Hibah Wasiat Hibah Wasiat
(Pasal 7 ayat 1) (Pasal 87 Ayat 5)
Paling banyak Rp60 Juta untuk Selain Waris Paling rendah Rp60 Juta untuk Selain Waris dan
dan Hibah Wasiat Hibah Wasiat
(Pasal 7 Ayat 1) (Pasal 87 Ayat 4)

BPHTB 5% x (NPOP – NPOPTKP) 5% (Maksimal) x (NPOP-NPOPTKP)


Terutang (Pasal 8) (Pasal 89)
DJP masih melaksanakan BPHTB untuk TA 2010, selanjutnya mulai tahun 2011 BPHTB menjadi
tanggung jawab Kab/Kota. (Pasal 182 Ayat 2, UU nomor 28/2009)

Perolehan atas tanah baik itu melalui perpindahan hak, atau pun perolehan hak baru
dikenakan BPHTB. Implikasi dari perolehan ini dilanjutkan dengan pendaftaran tanah pada
Badan Pertahanan Nasional (BPN). Tujuan dari pendaftaran tanah ini menurut pasal 19 Undang-
Undang no 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (atau selanjutnya
disebut UU PA) adalah Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan
pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan UU PDRD, UU BPHTB, dan UU PA, pada saat perolehan hak untuk sebuah
objek bumi dan atau bangunan maka untuk objek tersebut terdapat biaya-biaya yang harus
dibayar. Antara lain BPHTB berdasarkan UU BPHTB/UU PDRD, dan biaya pendaftaran tanah.
Biaya tersebut dibebankan kepada penerima perolehan hak guna memperoleh hak atas tanah.
Selain biaya tersebut pada perolehan hak yang diperoleh melalui jual beli ada biaya lain
yang dikenakan atas transaksi tersebut, yaitu PPH final atas pendapatan yang diperoleh dari hasil
penjualan tanah dengan tarif sebesar 5% dari harga jual yang dibebankan kepada penjual tanah.
Pengenaan PPh final ini berkaitan dengan Pasal 4 Undang-Undang no 36 Tahun 2008 tentang
perubahan keempat atas Undang-Undang no 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(selanjutnya disebut UU PPh). Sehingga yang termasuk dalam objek PPh Final antara lain :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan;
dan
e. Penghasilan tertentu lainnya,

Oleh karena itu pada objek yang sama dikenakan 2-3 macam biaya, yaitu biaya BPHTB,
biaya pendaftaran tanah, dan untuk jual beli terdapat juga PPh final.
B. Abstrak
Belum buat
C. Batasan
1. BPHTB untuk perolehan baru
2. Biaya Perolehan Baru
3. Double Taxes dan Keadilan Pemajakan untuk satu objek yang dipungut berkali-kali
4. Kepastian Hukum
BAB II
PERMASALAHAN
A. Permasalahan
Dalam sebuah peristiwa perolehan hak terjadi 2-3 biaya yang perlu dibayarkan baik oleh
penjual maupun pembeli kepada pemerintah. Padahal biaya yang dikeluarkan tersebut untuk
objek yang sama.
Permasalahannya adalah kenapa harus ada 3 pembayaran lain untuk sebuah transaksi
terhadap objek yang sama, sehingga hal ini dirasa merupakan ketidakadilan bagi subjek yang
dikenakan.
Selain itu 3 jenis pembayaran ini juga turut menjadi sistem yang menyulitkan dan sulit
memberikan kepastian hukum. Kerancuan kepastian hukum ini dapat terjadi apabila pada suatu
daerah yang memiliki kebijakan tidak menerapkan BPHTB sedangkan seorang PPAT hanya dapat
menandatangani akta jual beli jika telah ada bukti Surat Setoran Bea yang sudah dibayarkan
subjek yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Kebijakan tidak menerapkan BPHTB dapat terjadi sesuai dengan UU PDRD pasal 2 ayat 4.
Pajak-pajak Daerah dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang ataupun karena kebijakan
lain yang diterapkan dengan peraturan daerah.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Terjadinya Double Taxes Terhadap Objek


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada sebuah transaksi perolehan tanah baik itu
karena :
1. Pemindahan Hak
a. jual beli
b. Tukar-menukar/tukar-tambah;
c. hibah (pemilik msh. Hidup);
d. hibah wasiat (pemilik sdh meninggal) → tdk ada hub. waris;
e. waris (pemilik sdh meningal) → ada hub. waris;
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
h. penunjukan pembeli dalam lelang;
i. putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
j. penggabungan usaha
k. pemekaran usaha
l. peleburan usaha
m. hadiah.
2. Pemberian Hak Baru
a. Kelanjutan Pelepasan Hak
b. Di luar Pelepasan Hak
Dapat terjadi beberapa pemajakan yang terdiri dari BPHTB, Biaya Pendaftaran, dan juga
adanya PPh Final untuk adanya pemindahan hak yang menghasilkan penghasilan bagi penjual.
Pajak atau pungutan pertama yang dikenakan (karena sesungguhnya terdapat perbedaan
antara pajak dan bea) adalah BPHTB. Pengenaan BPHTB dilakukan sebagai amanat dari UU PDRD
no 28 tahun 2009, besarnya pengenaan BPHTB berdasarkan UU PDRD adalah sebesar 5% dari
Nilai Perolehan Kena Pajak (Nilai perolehan Objek Pajak setelah dikurangi dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak). Nilai perolehan ini dapat diperoleh dari
1. Harga Transaksi (pada Jual beli, Lelang)
2. Nilai Pasar (Tukar menukar, Hibah, Pemberian Hak baru, dll)
3. NJOP PBB (Apabila harga transaksi tidak diketahui atau nilainya lebih rendah dari NJOP)
BPHTB = 5% x NPOPKP
Pada prakteknya dalam pengenaan BPHTB nilai perolehan yang biasanya digunakan adalah
NJOP, meskipun harga perolehannya lebih tinggi dari NJOP.

Pungutan kedua adalah adanya biaya pendaftaran tanah dalam rangka pendaftaran tanah
setelah diperolehnya Hak atas Tanah. Biaya Pendaftaran tanah ini mengacu pada UU no 5 Tahun
1960( UU PA), Peraturan Pemerintah no 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan
Peraturan Kepala BPN no 2Tahun 1992 tentang Biaya Pendaftaran Tanah.
Biaya pendaftaran tanah meliputi :
1. Biaya Pembuatan Sertifikat
2. Biaya Pendaftaran Peralihan Hak ( 0,25% dari Harga Jual Beli)
3. Biaya Memperoleh Keterangan (opsional)
4. Biaya Pembuatan kutipan dan salinan (opsional)
5. Biaya Lain-Lain (opsional)

Kedua pungutan di atas dibayar oleh penerima hak perolehan Atas tanah atau dalam hal
jual beli kedua pungutan tersebut dibayar oleh pembeli. Sedangkan untuk perolehan yang
melibatkan adanya keuntungan uang bagi penjual, maka dikenakan pula pajak penghasilan Final
(PPh Final) berdasarkan pasal 4 UU PPh (UU no 36 tahun 2008).
Besarnya PPh Final adalah 5% dari NPOP. NPOP dapat diperoleh dari harga jual beli, nilai
pasar (untuk tukar tambah), atau NJOP jika harga jual beli dan nilai pasar berada di bawah
NJOP. Pengenaan PPh Final ini dibebankan kepada penerima keuntungan dalam hal ini penjual
tanah dan atau bangunan.
PPh Final = 5% x NPOP
Dari ketiga pungutan tersebut terlihat bahwa untuk transaksi yang sama ada 2 sampai 3
pungutan. Pungutan BPHTB dan biaya pendaftaran pungutannya dibebankan kepada subjek
yang sama untuk objek yang sama untuk memperoleh ataupun mendaftarkan hak atas tanah.
Sedangkan PPh Final ditagihkan kepada penjual untuk objek penjualan yang sama pula.
Sehingga terlihat bahwa terjadinya pajak ganda untuk objek yang sama.
Namun jika ditilik secara hukum pungutan ini bukanlah pungutan berganda. Karena dasar
untuk pengenaan pungutan tersebut menyangkut peristiwa-peristiwa hukum yang berbeda.
1. Pengenaan BPHTB terjadi karena adanya peristiwa Perolehan Hak yang diterima oleh
penerima perolehan hak.
2. Pengenaan Biaya Pendaftaran terjadi karena adanya pendaftaran baik itu baru ataupun
pendaftaran karena pengalihan hak.
3. Pengenaan PPh Final terjadi karena peristiwa hukum yang berkenaan dengan Pasal 4
UU PPh dimana adanya pendapatan dari penjualan harta tanah dan atau bangunan.
Jadi secara kasat memang terlihat bahwa pengenaan pungutan dan pajak atas objek telah
terjadi pajak berganda. Namum secara hukum, pengenaan pungutan dan pajak tersebut terjadi
atas peristiwa-peristiwa hukum yang berbeda

B. Ketidakadilan pengenaan pajak


Seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa pengenaan pungutan-pungutan
dan pajak tersebut didasarkan pada peristiwa-peristiwa hukum yang berbeda. Sehingga
menurut hukum tidak ada pajak berganda yang terjadi atas sebuah transaksi atau perolehan
hak atas tanah.
Namun jika kita melihat dari sisi keadilan, akan terlihat bahwa untuk objek pajak yang sama
ada terlalu banyak pungutan. Sehingga pungutan tersebut pada pelaksanaannya akan sedikit
banyak terasa memberatkan bagi penanggung atau subjek. Sehingga selain ada banyak birokrasi
yang panjang mulai dari PPAT dan BPN, juga biaya yang digunakan untuk pendaftaran.
C. Tidak Adanya kepastian Hukum
Selanjutnya jika suatu daerah tidak menerapkan pemungutan BPHTB di daerahnya, maka
akan terjadi ketidakpastian hukum terhadap proses perolehan dan pendaftaran hak atas tanah.
Dimana PPAT dalam hal menandatangani akta jual beli dan BPN dalam menerima pendaftaran
tanah memerlukan Surat Setoran BPHTB dalam prosesnya. Jika suatu daerah tidak menerapkan
pemungutan BPHTB, maka diperlukan produk hukum baru yang mengatur tata cara pendaftaran
hak atas tanah jika suatu daerah tidak menerapkan pemungutan BPHTB.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai