Anda di halaman 1dari 416

ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang terdiri dari 17.508 pulau dan didominasi
oleh perairan laut yang luasnya mencapai 62% dari luas Indonesia, dengan sepanjang 81.000 km,
serta terdapat sekitar 9261 desa pantai dengan jumlah penduduk 22 %. Di wilayah pantai dan 78
%. Pada banyak satuan permukaan, perairan laut dan daratan merupakan ruang yang relatif
dominan dengan berbagai pola permukiman. Dari sekian banyak permukiman perairan laut dan
daratan, salah satu diantaranya adalah Suku Maybrat, Imian, Sawiat, di Kabupaten Sorong
Selatan dan Kabupaten Maybrat, Papua.
Secara geografis suku Maybrat mendiami di Distrik Ayamaru, Aitinyo, Aifat. Suku Imian
Sawiat hidup di distrik Sawiat dan Teminabuan, dengan tipe iklim tropis basah, dan didominasi
oleh penduduk dengan mata pencaharian Petani, Nelayan dan pemburu. Dari aktivitas yang
heterogen ini ditunjang oleh rumah panggung dan rumah gantung dengan material pendukung
umumnya berasal dari alam, dan berdiri diatas perairan bagi para nelayan, dan bagi para petani
struktur bangunan berdiri diatas permukaan tanah, sungai, pesisir pantai maupun di atas pohon.
Penghuni pemukiman ini adalah merupakan etnik , yaitu satu suku besar suku Maybrat, dan
dua anak suku Imian, Sawiat yang adalah suku besar dari Tehit. Mata pencaharian pokok
mereka adalah berkebun, menangkap ikan dengan perahu dan memburu binatan liar dengan
Tombak, Jubi, Panah, Parang dan Anjing. mereka dikenal dengan sebutan manusia nelayan,
petani dan pemburu. Sebagai manusia nelayan, petani dan pemburu, mereka melakukan segala
aktivitas dan menghabiskan hidupnya dengan mengail, bercocok tanam dan memburu. Kemudian
sejalan dengan bertambahnya waktu, mereka menetap dalam suatu hunian dan berkelompok
membentuk suatu permukiman (urban space), namun budaya mengail, bertani dan memburu
masih mempengaruhi kehidupan mereka sampai sekarang.
Keberhasilan dan kelanggengan rumah halit-mbol chalit dalam kehidupan orang Maybrat,
Imian, Sawiat, terlihat memberikan kenyamanan kepada penghuni dalam hal kenyamanan dari

Hamah Sagrim 1
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Musu, Hewan atau binatan buas serta iklim sekitar, akan tetapi kelayakan daripada ruang thermal
sendiri belum memberikan kenyamanan yang sesuai, karena terlihat begitu tertutup dengan
ruangan yang multifungsi yang mana didalamnya seluruh aktifitas penghuni berlangsung. Dari
organisasi ruang yang multifungsi serta ruang thermal yang dipengaruhi oleh asap api akibat
pembakaran kayu bakar ketika masak, menimbulkan kepulan asap yang berpotensi
mengakibatkan ispa kepada penghuni dan kadangkala penghuni batuk-batuk dan sakit mata yang
mengakibatkan airmatanya bercucuran, bahkan berbahaya bagi bayi. Kadangkala ibu harus
menggendong bayi untuk duduk diluar teras (isit) guna menghindari pengaruh asap api terhadap
bayi. Dari bentuk dan tata ruang seperti demikian dengan kenyamanan thermal seperti demikian,
maka dirasa perlu untuk diteliti untuk mengetahuinya secara rinci.
Penelitian ini tidak serta merta karena dipengaruhi oleh situasi thermal saja, namun juga
bertujuan untuk meredesain bentuknya arsitektur halit-mbol chalit dari bentuk tradisional ke
bentuk moderen dengan pertimbangan kenyamanan thermal dan juga memasukkan unsur-unsur
estetika, yang dimaksud untuk membuat bangunan halit-mbol chalit menjadi estetis. Selain
pertimbangan kenyamanan thermal dan estetika, didalam ornament-ornament estetika,
merupakan filosofi orang Maybrat, Imian, Sawiat yang khas, yang diangkat dari kehidupan sosial
budaya mereka sehari-hari.

B. Permasalahan
Berdasarkan gambaran yang telah diuraikan pada latar belakang, maka permasalahan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh bentuknya arsitektur rumah tinggal suku Maybrat Imian Sawiat
Papua dalam menciptakan kenyamanan thermal bangunannya?
2. Bagaimana pengaruh faktor iklim terhadap kenyamanan thermal rumah tinggal (Halit-
mbol chalit) di wilayah pesisir dan wilayah pegunungan.
3. Bagaimana Meredesain bentuk arsitektur halit-mbol chalit dengan pertimbangan
kenyamanan thermal serta memasukan unsur budaya sebagai estetika dari tradisional
kebentuk moderen dengan mempertahankan seluruh alirannya.

Hamah Sagrim 2
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari permasalahan yang telah diungkapkan pada uraian latar belakang, maka yang
menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh bentuk arsitektur rumah tinggal suku Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua (halit-mbol chalit) dalam menciptakan kenyamanan thermal
bangunannya.
2. Untuk mengetahui faktor iklim terhadap kenyamanan thermal rumah tinggal halit-
mbol chalit.
3. Untuk mengembangkannya menjadi bentuk moderen dengan pertimbangan
kenyamanan thermal serta memasukkan unsur estetika dari nilai-nilai filosofi sebagai
ornament yang estetis dengan mempertahankan gaya dan aliran arsitekturalnya.

D. Manfaat Penelitian
Seluruh hasil yang didapat dari studi penelitian ini baik berupa rumusan-rumusan,
pembuktian teori ataupun temuan-temuan tertentu diharapkan:
1. Dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat
dipergunakan untuk kemungkinan penelitian lebih lanjut tentang rumah tinggal suku
Maybrat, Imian, Sawiat, wilayah pesisir dan pegunungan.
2. Dapat memberi masukan teknis dalam rancangan bangunan rumah tinggal suku Maybrat,
Imian, Sawiat, yang khas yaitu di wilayah pesisir dan wilayah pegunungan dalam
merespons akan pengaruh iklim tropis lembab, Sehingga selain aspek teknis dan
kesehatan dapat lebih memenuhi persyaratan, dari aspek sosial budaya masyarakat
setempat yang dapat sesuai dan diterima.
3. Dapat menjadi masukan kepada pemerintah dan masyarakat dalam setiap aktifitas
pembangunan. Memindahkan pengaruh iklim di daerah tropis lembab sehingga
pembangunan yang di laksanakan selalu mengacu pada faktor lingkungan.

Hamah Sagrim 3
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Arsitektur dan Kebudayaan


1. Pengertian Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta “buddhayah” bentuk jamak dari “budhi” dengan
arti budhi atau akal, karenanya kebudayaan dapat diartikan dengan segala hal yang bersangkutan
dengan akal. Budaya dapat pula berarti sebagai hasil pengembangan dari kata majemuk budi dan
daya, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Selanjutnya kebudayaan bila ditinjau dari ilmu Antropologi, adalah keseluruhan dari sistem
gagasan, tindakan pola hidup manusia dan karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan sebagai pemilik dari manusia dengan belajar. hampir keseluruhan tindakan
manusia adalah kebudayaan.
Menurut ilmu Arsitektur, manusia yang memiliki budaya membangun adalah manusia yang
berbudaya mencipta, orang yang berjiwa seni, orang yang berjiwa merancang, orang yang
berjiwa perencana.
Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu
dibiasakan dengan belajar, antara lain yang berupa tindakan naluriah, beberapa refleksi, beberapa
tindakan akibat proses psikologi, tindakan dalam kondisi tidak sadar, tindakan dalam membabi
buta, bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang dibawa oleh
manusia dalam genetik semenjak lahirnya juga telah dirombak olehnya menjadi tindakan
kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk
sosial, yang isinya adalah perangkat model – model pengetahuan yang secara efektif dapat
digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk
mendorong dan menciptakan tindakan – tindakannya. Dalam pengertian ini kebudayaan adalah
suatu kumpulan pedoman atau pegangan yang kegunaan operasionalnya dalam hal ini adalah
manusia mengadaptasi diri dengan menghadapi lingkungan – lingkungan tertentu (fisik, alam,

Hamah Sagrim 4
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sosial dan kebudayaan) untuk mereka dapat tetap melangsungkan kehidupannya, yaitu
memenuhi kebutuhan – kebutuhan dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi. Karena itu
seringkali kebudayaan juga dinamakan sebagai “blueprint” atau desain menyeluruh dalam
kehidupan.

2. Wujud Arsitektur Tradisional Maybrat Imian Sawiat dan Kebudayaan


Pada hakekatnya Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan pencerminan
kehidupan yang menggambarkan jati diri Orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana ditampilkan
dalam meramu rumah mereka, termasuk didalamnya adalah: kehidupannya, sosialnya, ekonomi
– spiritual dan budayanya. Dengan demikian Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian,
Sawiat, merupakan salah satu artefak dari jejak perjalanan hidup Suku Maybrat, Imian, Sawiat.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan suatu ciri (idea), konsep,
kaidah, prinsip, yang merupakan dasar pengolahan batin pikiran dan perasaan mereka dalam
mencipta dan berkarya.
Pada dasarnya arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, sudah mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan Arsitektur, yaitu :
 Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan Manusia.
 Mengembangkan kehidupan Manusia untuk lebih bermakna
 Membuat kehidupan Penghuni lebih nyaman
Dapat dikatakan bahwa Suku Maybrat, Imian, Sawiat, juga memiliki lima jenjang kebutuhan
terpenting dalam hidup mereka yaitu :
a. Physiological needs atau survival needs, adalah kebutuhan yang menduduki peringkat
atas yang merupaka kebutuhan dasar manusia. Jenjang kebutuhan ini berisi kebutuhan –
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang berkaitan dengan alam dan
keberadaannya sebagai manusia, yaitu kebutuhan akan makanan, kebutuhan akan tempat
tinggal, dan teks.
b. Safety needs atau security needs, adalah jenjang kebutuhan yang kedua berisi kebutuhan
– kebutuhan yang berkaitan dengan keamanan, agar dirinya merasa aman dan terlindung
dari setiap gangguan.
c. Social needs, atau belonginess needs, adalah jenjang kebutuhan yang ketiga yang berisi
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, berkaitan dengan kedudukannya

Hamah Sagrim 5
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebagai anggota masyarakat, sebagai makhluk sosial yang akan berinteraksi – interelasi
dan berinapendensi dengan anggota masyarakat lainnya.
d. Esteem needs atau ego needs, adalah jenjang kebutuhan yang keempat yang berisikan
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, akan penghargaan yang
didasarkan pada keinginan untuk mendapat kekuasaan (power needs). Pada dasarnya
ingin dihargai dan keinginan inilah yang menghasilkan kebutuhan orang Maybrat, Imian,
Sawiat, akan penghargaan tersebut yang disebut dengan “Bobot”.
e. Self actualization needs atau self Fulfillment needs, jenjang kebutuhan ini berisikan
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga mereka dapat mengembangkan bakat
dan kemampuannya dengan sepenuhnya. Kebutuhan ini merupakan ciri hakiki manusia
umumnya.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai peranan penting dalam
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan mereka, oleh karena itu arsitektur Tradisional Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, bukan hanya menyangkut masalah fungsionalitas saja, bukan hanya diperuntukan
sebagai wadah kegiatan mereka belaka, dan tidak hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan
fisiologik. Perwujudan arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak hanya
berlandaskan pada asas fungsionalitas atau kegunaan saja, walaupun asas ini cukup dominan,
akan tetapi tidak akan menjadi asas satu – satunya ataupun penentuan didalam perwujudan hasil
– hasil karya arsitektur.
Perwujudan Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak hanya menyangkut
aspek – aspek fungional saja, melainkan menyangkut seluruh aspek kebutuhan didalam
kebutuhan Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Perwujudan arsitektur yang mengandung nilai –
nilai manusiawi.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan manifestasi dari nilai –nilai
budaya, yang mana ditentukan oleh lima masalah didalam kehidupan mereka yaitu : hakekat
hidup, hakekat karya, persepsi mereka tentang waktu, pandangan mereka tentang alam dan
hakekat mereka dengan sesamannya.
Kelima masalah dasar ini banyak berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan alami
maupun lingkungan fisik mereka yang mana terbangun dengan lingkungan sosial. Dua masalah
yang berkaitan dengan masalah lingkungan mereka yaitu pandangan mereka tentang alam, dan
hakekat mereka dengan sesamanya. Kedua masalah ini akan menentukan orientasi nilai budaya

Hamah Sagrim 6
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mereka terhadap alam dan sesama mereka, yang kemudian direfleksikan kedalam wujud
arsitekturalnya.
Berkaitan dengan sikap dan orientasi Suku Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap alamnya,
mereka telah mengalami peradaban dalam kebudayaan mereka yaitu :
 Pancosmism, merupakan fase dimana Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tunduk kepada
Alam dan Merasa mereka adalah bagian dari alam. Hal ini merupakan kecenderungan
kehidupan mula – mula nenek moyang mereka yang mana tidak mampu dalam mencipta
segala sesuatu bagi mereka, termasuk membangun suatu tempat tinggal (rumah) bagi
mereka. Hal ini cenderung mendorong nenek moyang mereka menjadi bersikap pasrah
terhadap kondisi alam.
 Anthropocentries, merupakan fase dimana Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan
kemampuannya menguasai alam dan merasa berkuasa atas alam sekitar mereka.
Eksploitasi alam ini mendorong terjadinya kerusakan – kerusakan lingkungan alam
disekitar permukiman mereka.
 Holism, merupakan tahapan atau fase dimana Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mampu
menyelaraskan kehidupan dan aktifitasnya dengan alam sekitar. Dalam mendaya gunakan
lingkungan alamnya, Orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga mampu memperhatikan daya
dukung alam sekitar mereka sehingga kelangsungan aktifitas mereka tetap berlangsung.
Pandangan – pandangan Orang Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap situasi dan alamnya
memiliki pengaruh yang sangat besar bagi wujud Arsitektural mereka. Ketergantungan Orang
Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap situasi dan alam termanifestasi kedalam wujud arsitekturnya
yang sangat tergantung pada karakter – karakter alam dan situasi lingkungan sekitar. Hasil karya
Arsitektur Tradisional mereka cenderung mengandung makna ketakutan dari mereka Terhadap
alam dan kehidupan mereka yang berkaitan dengan masalah – masalah mistis ataupun kekuatan
– kekuatan ghaib dan kekuatan musuh yang berada diluar diri mereka. Keinginan mereka untuk
menguasai alam membuat mereka cenderung berupaya untuk mengeksploitasi alam sekitar. Hasil
– hasil karya Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi sangat jauh dari
lingkungannya lepas dari lingkungan alamiahnya. Keselarasan dengan alam, Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, cenderung mencari pertautan dengan lingkungan mereka. Kekuatan – kekuatan
lingkungan dan alam sekitar tidak lagi dikaitkan dengan kekuatan Theologi moderen atau yang

Hamah Sagrim 7
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dikenal pada wilayah mereka adalah theology kristiani. Alam merupakan faktor – faktor yang
dipertimbangkan bagi usaha – usaha mereka.

B. Aspek Sosial Budaya Suku Maybrat Imian Sawiat Pesisir dan Pegunungan.
Suku Maybrat, Imian, Sawiat, melengkapi diri mereka dengan kebudayaan, yaitu perangkat
pengendali berupa rencana, aturan, resep dan instruksi yang digunakan oleh mereka untuk
mengatur terwujudnya tingkah laku dan tindakan tertentu. Dalam pengertian ini, kebudayaan
mereka berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi lingkungan.
Kebudayaan mereka yang cenderung adalah bukanlah sesuatu yang dibawa bersama semenjak
kelahiran, melainkan diperoleh melalui sosial kehidupan sehari – hari mereka. Dalam pengertian
ini, kebudayaan adalah pengetahuan.
Secara sederhana, masyarakat pantai adalah merupakan sekelompok orang atau penduduk
yang kehidupannya tergantung pada laut baik sebagai sumber atau sarana. Menurut Mattuladan
dalam Sudharta P. Hadi, 1995, mengungkapkan bahwa masyarakat pantai berada dalam
kehidupan budaya laut atau kehidupan yang mendapatkan inspirasi dan kreativitas yang tumbuh
dari suasana lautan, suasana maritim. Sebaliknya, secara sederhana, masyarakt
pegunungan/daratan merupakan kelompok atau penduduk yang hidupnya tergantung pada
perladangan dan hutan sebagai sumber. Masyarakat daratan/pegunungan berada pada kehidupan
yang mendapatkan inspirasi dan kreativitas yang tumbuh dari suasan alam hutan.

C. Makna Bangunan Rumah Sebagai Budaya


Hakekatnya bangunan rumah merupakan pencerminan berbagai aspek kehidupan
manusia, termasuk didalamnya antara lain kehidupan sosial, ekonomi, spiritual dan budaya.
Dengan demikian bangunan rumah merupakan hasil produk manusia itu sendiri. Disadari bahwa
manusia hidup dengan keinginan akan segala sesuatu baik tempat tinggal, makanan, pakaian dan
teks yang mana disadari merupakan kebutuhan pokok.
Pada dasarnya bangunan rumah diadakan untuk memenuhi kebutuhan yang ditunjukkan
untuk :
1. Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan.
2. Mengembangkan kehidupan untuk lebih bermakna.
3. Membuat kehidupan untuk lebih nyaman.

Hamah Sagrim 8
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1. Struktur Bangunan Rumah


Bangunan rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, selain sandang, pangan
dan teks, papan juga dibutuhkan. Manusia membutuhkan kenyamanan akan diri sehingga ia
mampu menciptakan segala sesuatu yang memenuhi kebutuhan akan kenyamanan itu.
Berbicara mengenai suatu bangunan rumah, berarti berkaitan dengan struktur dan elemen –
elemen pembentukan bangunannya, oleh karena itu tidak lengkap dan tidak jelas jika berbicara
suatu bangunan rumah tanpa berbicara strukturnya. Struktur bangunan rumah, terdiri dari tiga
elemen pokok yaitu; Koloum, Dinding dan Atap yang mana teruarai sebagai berikut:
a. Struktur Atap
Yang dimaksud dengan struktur atap adalah, bagian elemen atau struktur kelengkapan
sebuah bangunan yang posisinya berada di bagian atas (kepala) yang mana terdiri dari; rangka,
yaitu kuda-kuda, reng, nok/usuk dan atap.
Secara mayoritas Atap bangunan rumah suku Maybrat, Imian, Sawiat, membentuk atap
pelana.
Atap sebagaimana layaknya filosofi kepala atau rambut seorang manusia yang bisa
digunting dengan beragam bentuk, begitupun atap bangunan dengan berbagai bentuk dan gaya
tergantung bentuk atau gaya mana yang ingin ditampilkan. Misalnya tampilan atap perisai,
tampilan atap pelana, tampilan atap kubah, tampilan atap joglo, atau tampilan atap gabungan.
b. Struktur Dinding
Dinding adalah suatu bagian elemen bangunan yang posisinya di tengah (badan). Dinding
terdiri dari rangka, dan penutup dinding (walls).
Pada umumnya bahan dinding yang di gunakan oleh suku Maybrat, Imian, Sawiat, dalam
membangun rumah tinggal mereka adalah;
 Bahan Kulit Kayu
 Bahan Gaba – gaba
 Bahan bambu
 Bahan kayu
Jika filosofi kepala manusia sebagai atap, maka filosifi badan manusia diibaratkan
sebagai dinding bangunan, yang didalamnya terdapat ruang aktifitas penghuni.

Hamah Sagrim 9
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Struktur Koloum
Koloum merupakan struktur dasar (kaki) sebuah bangunan yang mana berdiri sebagai
ukuran dalam pembentukan suatu bangunan dengan ruang – ruangnya. Koloum yang posisinya
berhubungan langsung dengan pondasi, terdiri dari struktur koloum Induk dan koloum Bantu.
d. Interior
Tujuan dari membangun suatu bangunan adalah untuk menciptakan ruang beraktifitas
dan ruang berlindung yang nyaman. Interior dalam pengertian bahasa inggris dan (samu mato)
dalam bahasa Maybrat, adalah ruang dalam bangunan, oleh karena itu interior merupakan salah
satu elemen yang tercipta atas hasil bangunan yang terbentuk oleh elemen vertikal (dinding-
dinding) dan elemen horizontal (lantai)
Selain kepala, badan dan kaki, manusia juga memiliki hati. Hati adalah salah satu organ
penting manusia yang mana mampu memberikan yang terbaik dan yang tidak baik dalam
pertimbangan pemikiran seseorang, begitupun ruang dalam sebuah bangunan yang mana mampu
menyimpan segala rahasia seseorang penghuni baik itu yang berkaitan dengan hal yang baik dan
‘hal tidak baik’.
2. Fungsi Bangunan Rumah
Bangunan rumah merupakan kebutuhan manusia, yang mana tidak hanya sekedar
dibutuhkan semata – mata namun secara umum bangunan dibutuhkan sebagai tempat melindungi
diri atau suatu hunian moderen dan gudang. Bangunan juga berfungsi sebagai tempat
menampung segala sesuatu yang berkaitan dengan aktifitas dan kebutuhan penghuni yang
berkelanjutan. Khusus fungsi bangunan akan di ulas secara detil sebagai berikut :
a. Fungsi Atap
Atap yang secara univorum dikenal, merupakan suatu struktur atau elemen bangunan
yang berfungsi sebagai penutup bangunan dan pelindung yang memberi kenyamanan kepada
penghuni dari matahari, hujan, angin serta pengaruh situasi iklim sekitarnya.
Atap (afi) dalam pengertian orang Maybrat Imian Sawiat, dibutuhkan sebagai penerus
aliran hujan dan penghambat terik matahari kedalam ruang bangunan (interior).
b. Fungsi Dinding
Dinding (kriras) merupakan struktur atau elemen suatu bangunan yang dibutuhkan.
Didinding bahwasanya berfungsi membentuk suatu ruang, melindungi penghuni dari angin, dan
melindungi penghuni dengan segala aktifitas yang sedang berlangsung dalam ruang.

Hamah Sagrim 10
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Fungsi Koloum
Koloum (hafot) sebagai salah satu struktur atau elemen terpenting dalam membangun
sebuah bangunan, Karena selain kloum yang berfungsi sebagai pemikul bangunan beserta segala
isinya dan sebagai penyalur beban suatu bangunan ke tanah, struktur koloum juga merupakan
suatu elemen yang dijadikan sebagai patokan atau ukuran dalam membentuk suatu bidang dan
ruangan tertentu.
Bagi orang Maybrat Imian dan Sawiat, struktur koloum diperlukan untuk pembentukkan
suatu bentuk bangunan dan menambah ketinggian bangunan. Pemikiran tersebut berkaitan
dengan situasi mula – mula mereka yang hidupnya selalu berperang, sehingga dalam meramu
suatu rumah hunian biasanya terlihat sangat monumental dan dilapisi kayu, karena dapat
terhindar dari serangan musuh yang tiba – tiba di luar kemampuan dan kesiapsiagaan mereka.
d. Fungsi Ruang dalam Interior
Interior (samu mato) merupakan pusat keberlangsungan segala aktifitas, oleh karena itu
interior mempunyai peranan dan fungsi yang sangat luas dalam mendirikan suatu bangunan.
Orang Maybrat Imian dan Sawiat pada hakekatnya membutuhkan suatu ruang untuk
kelangsungan akan aktifitas mereka, hunian dan kenyamanan keberlangsungan hidup dan
kehidupan mereka.
3. Makna Bangunan
Bangunan atau rumah di maknai sebagai jantung kehidupan yang mampu memberi
kehidupan yang layak kepada penghuninya. Rumah juga di isyaratkan dengan filosofi manusia,
yang terdiri dari kepala (atap), badan (dinding dan interior) dan kaki (koloum).
Ada ungkapan dimasyarakat yang berbunyi “rumah mu, wajahmu, dan jiwamu”. Dari
ungkapan itu tampak bahwa perumahan dalam kehidupan manusia Maybrat Imian Sawiat
mempunyai arti dan makna yang dalam yaitu : kesejahteraan, kepribadian, dan keberadaban
manusia penghuninya (suatu masyarakat atau suatu bangsa). Perumahan tidak sekedar dilihat
sebagai suatu benda mati atau sarana kehidupan semata – mata, tetapi lebih dari itu, perumahan
merupakan suatu proses bermukim. Kehadiran manusia dalam menciptakan ruang hidup di
lingkungan masyarakat dan alam sekitarnya. Bermukim pada hakekatnya adalah hidup bersama,
dan untuk itu fungsi rumah tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat adalah sebagai tempat tinggal
dalam suatu lingkungan yang mempunyai prasarana dan sarana yang diperlukan oleh mereka
untuk memasyarakatkan dirinya. Rumah juga merupakan sarana pengaman bagi diri manusia,

Hamah Sagrim 11
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pemberi ketenteraman hidup, dan sebagai pusat kehidupan berbudaya. Didalam rumah dan
lingkungannya itu, dibentuk dan berkembang menjadi manusia yang berkepribadian.
Dilihat dari fungsinya rumah Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat juga memiliki
fungsi lain yaitu; fungsi sosoial, fungsi ekonomi, fungsi politik. Sebagai fungsi sosial,
masyarakat Maybrat Imian Sawiat memandang rumah sebagai pemenuhan kehidupan sosial
budaya dalam masyarakat. Dalam fungsi ekonomi, rumah merupakan investasi jangka panjang
yang akan memperkokoh jaminan penghidupan di massa depan. Dan sebagai fungsi politik,
rumah berfungsi sebagai indikator kedudukan/birokrat di masyarakat sekitarnya.
Perwujudan Arsitektur adalah BENTUK, yang mana lahir dari kebutuhan manusia akan
wadah untuk melakukan kegiatan. Karya Arsitektur biasanya merupakan suatu ungkapan bentuk,
yang mewadahi hal – hal sebagai berikut :
1. Guna dan Citra
Guna yang dimaksud adalah pengertian bahwa rumah memiliki pemanfaatan,
keuntungan. Rumah memiliki kemampuan/daya/manfaat agar hidup menjadi lebih mengikat.
Sedangkan Citra, menunjukkan suatu gambaran, kesan penghayatan bagi seseorang
mengenai rumah tersebut. Citra memiliki arti yang mendekat spiritual menyangkut derajat
dan martabat manusia yang menghuni rumah tersebut. Misalnya istana megah, reyot, dan
sebagainya jadi Citra menunjukkan tingkatan kemampuan manusia itu.
2. Simbol Kosmologis
Arsitektur dimaksudkan sebagai simbol pandangan manusia terhadap dunianya.
Pandangan ini berubah sesuai dengan kemajuan zaman. Pada tahap awal manusia merasakan
terkungkung oleh alam, sehingga bentukan arsitektur tampil sebagai suatu pelindung
terhadap alam. Kemudian hal ini berkembang dengan pandangan bahwa manusia adalah
bagian dari alam. Bentuk menjadi personifikasi dari alam. Dengan mulai dikenalnya agama
pada tahap berikutnya, bentuk tanpa menjadi simbol pemujaan terhadap Yang Maha Kuasa
(Bait Suci). Namun hal ini masih belum terlepas dari budaya. Suatu masyarakat yang
mempunyai agama sama tetapi budaya mereka pasti berbeda yang mana bisa menghasilkan
bentuk yang berbeda.
3. Orientasi Diri
Orient = umur, bisa diartikan sebagai permulaan matahari terbit hingga terbenam. Hal ini
membawa pengertian adanya sumbu arah lainnya, yaitu utara selatan. Sehingga dengan dua

Hamah Sagrim 12
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

persilangan menimbulkan rasa satu pusat. Pusat ini dapat dianggap sebagai pusat kehidupan,
tempat berpegang. Sehingga kalau ada suatu pusat, tentunya akan menimbulkan nilai yang
berbeda. Perbedaan nilai – nilai bisa berdasarkan suatu prioritas dan tidak hanya berupa suatu
bidang yang berdua dimensi, tetapi juga kearah vertikal (tiga dimensi).
4. Cermin Sikap Hidup
Rumah sebagai cermin sikap hidup, berarti mampu menunjukkan cara pandang dalam
kehidupan. Sikap hidup tersebut bisa berarti relegius, praktis dan sebagainya. Sikap yang
terbuka, mau bersahabat dan ramah terhadap sesame maupun alam akan tampil berbeda
dengan rumah penghuninya yang mana bersikap menguasai alam (tertutup)
Bangunan tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat memuat kaedah – kaedah sebagai
berikut :
a. Wujud
Arsitektur Tradisional Maybrat Imian Sawiat merupakan perwujudan suatu
kebutuhan, yang mana mewadahi aktivitas – aktivitas penghuni yang akan terjadi
didalam.
b. Anatomi
Arsitektur Tradisional Maybrat Imian Sawiat Sebagai salah satu
kreativitas. Bentuk rumah tradisional Masyarakat Maybrat Imian Sawiat yang
terpakai, dimana terdapat aturan/susunan yang harus dipenuhi agar bisa berfungsi.
c. Identitas
Mewakili si pemilik, fungsi, lokasi. Bangunan memberi gambaran akan
apa yang terwadahi.

4. Bentuk – Bentuk Rumah Tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat.


Rumah tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, dibedakan atas 2 (dua) jenis aliran
bangunan rumah yaitu rumah hunian dengan 8 (delapan) jenis bangunan dan 1 (satu) rumah
Suci/sekolah, sebagaimana diuraikan antara lain adalah :
Bhs. Maybrat ----------- Bhs. Imian Sawiat -------- Bhs. Indonesia
1. Halit myi ----------- mbol chalit -------- Rumah gantung
2. Halit Wyan ----------- mbol chalit tein -------- Rumah kebun
3. Samu Kre ----------- mbol chonon -------- Rumah bersalin

Hamah Sagrim 13
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4. Samu ----------- mbol -------- Rumah tinggal utama


5. Samu snek ----------- mbol -------- Benteng pertahanan
6. Smu mambo ----------- mbol se -------- Rumah nelayan
7. Samu ku sme ----------- mbol nandla -------- Rumah bujang (laki - laki)
8. Samu ku ano ----------- mbol nangli -------- Rumah bujang (perempuan)
8. Samu k’wiyon ___ mbol wofle _____ Rumah suci / rumah sekolah

Dengan data – data ini, maka tak bisa dipungkiri bahwa rumah tradisional suku Maybrat,
Imian, Sawiat, tidak hanya berhenti sampai disitu saja. Sebab rumah juga merupakan suatu
kebutuhan hidup umat manusia umumnya dan manusia Maybrat, Imian, Sawiat, khususnya yang
mana sangat penting untuk dijadikan sebagai tempat berlindung, baik dari kehujanan, dan
kepanasan, setelah mereka mencukupi diri dengan kebutuhan makan (pangan) dan pakaian
(sandang). Mengapa bentuk rumah tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak berkembang?
Ini disebabkan karena keinginan berkembangnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang cenderung
untuk menyamai gaya hidup mereka dengan gaya hidup asing, maka mereka mengalami
hubungan dengan gaya hidup orang asing sehingga disitulah terjadi saling tukar menukar
informasi yang besar pengaruhnya tentang bangunan rumah sehingga corak rumah tradisional
Maybrat, Imian, Sawiat, mengalami kemunduran atau cenderung tersembunyi, dimana
kebanyakan hanya dipertahankan diperkampungan. Selain itu, mungkin Ekonomi juga menjadi
ukuran dalam Bentuk bangunan rumah dan bahan bangunan. Perkembangan rumah tradisional
suku Maybrat Imian Sawiat sangat lamban dibanding perkembangan rumah tradisional di daerah
lain. Pengaruh alam dan lingkungan – lingkungan yang berbeda dimana tumbuh hutan – hutan
yang lebat, sungai-sungai yang mengalir cuaca yang dingin, kondisi geografi yang sukar dan
kecenderungan cepat terpengaruhnya orang Maybrat Imian Sawiat terhadap perkembangan
moderen dan gaya hidup orang asing sehingga terjadilah perubahan pola hidup mereka sehingga
terjadi akumulasi hingga Arsitektural ikut kena.

D. Spesifikasi Jenis – Jenis Bangunan Rumah Tinggal


a. Halit Myi – Mbol Chalit → Rumah Gantung
Halit myi – mbol chalit adalah rumah gantung, atau sejenis rumah hunian suku Maybrat,
Imian dan Sawiat mula – mula. Jenis rumah tersebut merupakan jenis bangunan yang

Hamah Sagrim 14
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

monumental, karena ukuran bangunannya tinggi di banding bangunan lainnya. Jenis rumah
gantung di kategorikan atas dua jenis yaitu :
1. bentuk bangunan yang dibangun dari tanah (tanah sebagai tumpuan utama) yang mana
keseluruhan struktur koloum yang berukuran panjang ditancapkan pada tanah. Ukuran
struktur koloum (sur) yang digunakan dalam mendirikan bangunan (halit myio – mbol halit)
adalah ± 500cm – 700cm.
Suku Maybrat Imian dan Sawiat pada mula – mula tidak mengenal adanya jenis pondasi
plat menerus, karena kebanyakan rumah yang dibangun adalah rumah – rumah tergantung
yang mana secara otomatis pasti memakai ompak (termasuk pondasi setempat), seperti pada
contoh uraian bentuk-bentuk Rumah diatas. Suku ini mengenal adanya jenis pondasi plat
menerus pada zaman penjajahan Kolonial Belanda. Lihat beberapa lampiran gambar dibawah
ini:

Tungku api (ohat)

Koloum tungku api (aser)

Koloum induk (hafot)


Gambar:
Gambar: halit myi-mbol chalit – rumah gantung
Denah (bentuk yang bertumpu diatas tanah )

Hamah Sagrim 15
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Jenis-jenis rumah ini biasanya


dibangun oleh orang Maybrat,
Imian, Sawiat, di ladang atau
perkebunan mereka yang terletak
di hutan dan sangat jauh dengan
areal hunian penduduk
(perkampungan). Selain jenis
rumah ini dibangun di tengah-
tengah hutan, jenis bangunan
rumah ini merupakan aliran
rumah tertua yang pernah
dibangun sebagai tempat hunian.
Gambar: Gambar:
Rumah gantung pertama orang Maybrat, Imian, Rumah gantung (halit myi-mbol halit)
(halit myi-mbol halit)
Sawiat, zaman lampau. Jenis
bangunan rumah ini dengan menggunakan bahan konstruksi utama adalah kayu dan tali rotan.
Kayu merupakan bahan struktur rangka, sedangkan tali rotan digunakan sebagai bahan pengikat.
Sebagaimana filosofi Maybrat mengatakan bahwa “nbo ara msya too su oh mi kbe nsgi samu to”
bila diterjemahkan demikian “kalo ada kayu dan tali baru bisa mendirikan sebuah rumah”.
Pemahaman orang Maybrat, sedemikian mungkin merujuk pada pembentukan aliran bentuk
rumah dan struktur yang kaku, karena memang demikian bahwa suatu bentuk bangunan dibentuk
oleh struktur rangka yang kaku sehingga ruang-ruang dalam itu terlihat ada, ketika ditutup
dengan dinding-dinding bangunan. Berikut lihat gambar struktur rangka sebagai pola utama:

Hamah Sagrim 16
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Bubungan (ti manaf)

Gording (sof)

Teras (isit)
balok pemikul (katar)

A-A Tangga (Barit)


tungku api (ohat)

balok sokong/pengikat
angin (swir) B-B

koloum tungku (aser)

koloum utama (sur)

Gambar:
Struktur rangka sebagai konstruksi utama

Jenis ikatan kupu – kupu adalah jenis ikatan yang baik dan daya
tahannya lebih kuat. Orang yang bisa mengikatnya
sedemikian adalah orang yang rajin serta termasuk
dalam katergori orang berpengalaman dalam meramu
rumah menurut kepercayaan mereka. Jenis ikatan
silang ‘x’, adalah salah satu jenis ikatan yang baik,
daya tahannya juga kuat dan jenis ikatan ini kebanyakan
diikat pada bagian-bagian rumah yang miring seperti reng
dan gording (soof), dan tangga (barit).
Gambar:
Detail A-A Model Ikatan kupu-kupu zooming

Hamah Sagrim 17
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Bentuk ikatan lantai


gagar, dalam bentuk
ikatan lantai gagar, ada
tiga jenis yang di pakai
yaitu model silang “\\\”. Gambar: Detail C-C jenis ikatan lantai “\\\”

Bentuk berikut di samping ini adalah bangunan


yang dibangun diatas pohon-pohon besar yang mana
struktur koloumnya ditancapkan pada dahan – dahan
pohon yang ada dengan pilar-pilar yang terstrukturkan.
Jenis bangunan rumah gantung seperti ini merupakan
bangunan rumah mula – mula yang mana dibangun
sedemikian rupa sehingga memberi kenyamanan bagi
penghuninya adapun tujuan mengapa rumah ini
dibangun dengan struktur yang tinggi dan bukan
hanya strukturnya yang tinggi namun lebih dari
Gambar : tinggi yang mana rumahnya dibangun diatas pohon-
halit myi – bol halit → rumah gantung
pohon besar yang ukurannya sangat tinggi, agar
terhindar dari musuh.
Musuh dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah persoalan utama yang
sering dihadapi oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada waktu itu. Karena pada zaman mula-
mula, kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu berperang.
peperangan yang terjadi disana bukanlah hanya peperangan antara
suku namu peran antar setiap orang (person) dan peran antara
marga/family juga, yang mana sejak itu hidupnya saling
membunuh antara satu sama lain (massive man). Jenis banguan
rumah ini tidak memiliki ruangan sebagaimana rumah-rumah
tinggal manusia moderen sekarang ini, akan tetapi jenis bangunan Gambar:
Detai interior rumah gantung
halit atau rumah gantung ini hanya terdiri atas satu buah ruangan (halit-bol halit)
yang multi fungsi. Lihat gambar detail interior disamping:
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu mendirikan bangunan rumah halit atau rumah gantung
selalu hanya memiliki satu ruang kamar yang multi fungsi. Dikatakan multifungsi karena segala

Hamah Sagrim 18
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

aktifitas dilakukan didalam satu ruang tersebut. Selain multi fungsi, juga familiar atau memiliki
kesan keakraban dan kesamaan, karena setiap kegiatan yang dilakukan dalam ruang tersebut
tidak disembunyikan (tanpa ada halangan) bebas, serta transparan. Sebagaimana dengan
filosofi mereka yang kental bahwa “ohat sou su, samu sou su”artinya satu tungku api dan satu
rumah sebagai tempat tinggal bersama. Filosofi ini merujuk pada kesan kebersamaan dan
keakraban.
Jenis halit myi-mbol chalit – rumah gantung banyak dijumpai di hutan – hutan pada
zaman orang Maybrat, Imian, Sawiat masih hidup dalam zaman dahulu, namun setelah mereka
sudah moderen, jenis rumah ini jarang ditemukan karena kehidupan mereka sudah berkelompok
membentuk perkampungan masyarakat. Orang Maybrat, Imian dan Sawiat tidak secara gampang
melupakan jenis – jenis bangunan rumah tradisional mereka, akan tetapi masih sering juga
dibangun diperkampungan mereka. Pada tahun 2005, di Kota Sorong, Walikota
menginstruksikan bahwa untuk menyonsong hari natal 25, Desember, warga di Kota Sorong
dilombakan bangunan rumah tradisional yaitu rumah gantung halit – mbol chalit, yang mana
diberikan hadiah kepada masing-masing pemenang yang mempunyai bangunannya estetis dan
layak. Ya begitulah sampai kini Orang Maybrat, Imian, Sawiat, terus membangunnya dan hal ini
patut di angkat jempol karena memberi inspirasi dan pengalaman tersendiri kepada kaum muda
yang ada di sana.
Dari bentuk bangunan yang ada, dapat dilihat bahwa rumah tradisional orang Maybrat,
Imian, Sawiat, mula – mula tidak mengenal adanya pembagian ruang, tetapi yang ada hanya satu
ruang yang multifungsi.
Dari kejelasan ruang tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kehidupan dalam keluarga
memberi suatu kesan keakraban, demikianlah sebagaimana yang jumpai. Dikatakan bahwa
rumah orang Maybrat, Imian Sawiat memberi kesan keakraban, karena di dalam ruang tersebut
setiap anggota keluarga bilamana melaksanakan segala sesuatu tidak tersembunyi untuk dilihat
oleh sesama anggota keluarga lainnya. Apapun yang dilakukan oleh seseorang anggota keluarga
merupakan suatu kebersamaan, disinilah keluhuran keakraban yang sebenarnya.

b. Halit Wyan – Mbol Halit →Rumah Kebun

Hamah Sagrim 19
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Halit wyan-mbol chalit tein merupakan rumah kebun, juga termasuk jenis rumah gantung
yang prototypenya tidak berbeda dengan bangunan rumah gantung lain. Rumah ini bertumpu
pada tanah dan pohon sebagai landasan terakhir yang mana berdirinya koloum – koloum sebagai
pilar utama.
Rumah kebun merupakan tempat hunian para petani yang mana difungsikan sebagai
rumah menjaga kebun, seperti kebun kacang tanah, kebun keladi-tala, ubi, dan lain sebagainya.
Karena jika tidak dijaga atau dirawat dengan baik maka pastisaja kebun – kebun tersebut dirusaki
atau dimakan oleh hewan-hewan liar seperti rusa, babi maupun tikus.
Tipologi rumah di kebun memiliki
beberapa prototype, yaitu tipe bangunan
monumental yang mana dibedakan atas
dua tipe yaitu tipe satu bangunannya
monumental dengan kedudukan diatas
pohon yang mana struktur
konstruksinya dibangun diatas pohon

Gambar: besar, dan yang kedua dengan tumpuan Gambar:


Rumah kebun Maket rumah kebun
(halit wyan)
diatas tanah, yang mana struktur
(halit wyan)
konstruksinya dibangun dari tanah
sebagai tumpuannya. Ada pula yang bentuknya tidak tinggi. Lihat pada gambar maket disamping
kanan.

c. Samu Kre -- Mbol Chonon → Rumah Bersalin Samu


kre – mbol chonon adalah merupakan rumah bersalin yang
mana bukan merupakan rumah hunian sebagaimana lainnya,
namun jenis rumah tersebut akan dibangun ketika seorang ibu
hamil yang sedang melahirkan dan hanya di huni oleh ibu
yang telah bersalin itu. Jenis rumah bersalin ini sangat
sederhana baik dari ukurannya maupun panjang lebarnya.
Gambar: Bentuk ukurannya sengaja dibangun demikian karena yang
Rumah bersalin (samu kre - mbol
chonon akan menghuninnya terdiri dari seorang ibu yang baru
melahirkan dengan seorang bayi yang dilahirkannya.

Hamah Sagrim 20
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Adapun beberapa aturan yang dipakai dalam fungsi rumah tersebut, misalnya untuk anak-anak
kecil dilarang untuk masuk kedalam rumah tersebut karena dianggap sangat menggangu (risk)
baik gangguan yang akan dialami oleh seorang ibu maupun anak kecil tersebut. Lihat gambar
jenis rumah bersalin.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu mendirikan rumah bersalin bagi istri mereka yang
sedang melahirkan. Jenis rumah bersalin ini biasanya tidak bersifat permanen (sebut saja
tergolong sebagai rumah musiman), yaitu rumah bersalin didirikan jikalau pada saat itu ada
seorang ibu hamil yang akan sedang melahirkan. Rumah bersalin biasanya berukuran kurang
lebih 3 x 3 m, dengan perhitungan hanya dihuni oleh ibu yang melahirkan dengan bayinya. Lama
waktu hunian, biasanya berkisar antara dua minggu dan sampai dengan tiga minggu, dan
sampai dengan tiga minggu, adapun larangan kepada anak kecil untuk masuk rumah tersebut
karena mengakibatkan sesuatu yang fatal (mungkin berkaitan dengan mistis dalam mitologi
mereka).
d. Samu - Amah – Mbol → Rumah Tinggal Utama
Samu/amah – mbol adalah rumah hunian atau rumah tinggal utama yang hingga sekarang
tetap di kembang moderenkan. Jenis rumah tersebut bisa dikategorikan termasuk jenis rumah
semi moderen, karena bangunannya lebih besar, kuat, dan ruang – ruangnya sudah dipetakkan
sebagaimana rumah moderen lainnya. Jenis rumah ini tidak hanya berbentuk rumah panggung
tetapi sudah dibangun dengan tembok yang mana
rumah-rumah tembok yg dibangun selalu merupakan
hasil kolaborasi antara bangunan moderen dan
bangunan tradisional. Pada mulanya rumah
tinggal semi moderen suku Maybrat, Imian dan sawiat
merupakan turunan dari rumah gantung (halit
myio/mbol halit) yang mana mula-mula memiliki
ukuran struktur yang sangat tinggi namun ketika
mengalami perubahan, jenis rumah gantung yang juga Gambar:
dianggap bangunan yang monumental dirubah menjadi Bentuk rumah tinggal utama semi moderen
dengan ukuran lebih besar dan memiliki
rumah yang tampak semi moderen. Diantara itu adapun kamar

beberapa hal sebagai dasar dalam perbedaan antara


rumah gantung dengan rumah tinggal utama yang semi moderen adalah: sebagai berikut:

Hamah Sagrim 21
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

 Ukuran.
Antara rumah gantung dan rumah tinggal semi moderen, yaitu rumah gantung berukuran
kecil sedangkan rumah hunian semi moderen ukurannya besar.
 Fungsi
Diliat dari fungsinya, rumah gantung hanya mempunyai satu ruangan saja yang
multifungsi, sedangkan rumah semi moderen memiliki tiga sampai empat ruang yang
mana memperkaya fungsi ruangnya sebagaimana kebutuhan pemilik.
 Struktur
Struktur bangunan rumah gantung sangat tinggi ukurannya, dengan ukuran pilar atau
struktur koloum yang sangat panjang mulai dari ± 500 cm – 700cm, ketimbang ukuran
rumah semi moderen yang mana ukurannya ± 300cm –500cm, terhitung dari tumpuan
koloum pada tanah hingga bubungan, dan ukuran 500cm kebanyakan pada rumah
panggung sedangkan untuk bangunan dinding tembok berukuran paling tinggi 400cm.
rumah gantung mudah tergerak oleh tiupan angin ketimbang rumah semi moderen.
 Masa/Waktu
Masa/waktu bangunan untuk rumah gantung mampu bertahan selama ± 3-4 tahun,
dibanding rumah semi moderen yang mana mampu bertahan hingga ± 4 – 8 tahun.
 Tata
Dilihat dari struktur penataannya, rumah gantung tidak memiliki tata, seperti pekarangan
bunga, halaman rumah, tata ruang, dan tata wajah bangunan maupun penataan
kelengkapan dan finising bangunannya yang mana terlihat pada eksterior dan interior
bangunan.
 Estetika
Pada uraian – uraian diatas maka otomatis disimpulkan bahwa bangunan yang
berestetika adalah rumah semi moderen, yang mana dikembang moderenkan. Bentuk rumah
semi moderen ini dibangun dengan memiliki ruang atau kamar yang terdiri dari kamar tidur,
ruang tamu, ruang makan, dapur dan balkon atau teras. Berikut lihat denah:

Keterangan:
1. Tungku api
2. Dapur
3. K. Tidur
4. K. Tidur
Hamah Sagrim
5. R. Tamu
22
6. Koloum (hafot)
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Turunan bentuk

Gambar:
Gambar:
Denah pondasi
Tampak depan rumah hunian
T ompak
semi moderen
u
r Berikut adalah jenis rumah moderen dengan
u dinding beton dan menggunakan pondasi tipe plat
n
menerus. Aliran ini merupakan bentuk rutunan dari
a
n aliran arsitektur semi moderen. Dikatakan demikian
karena gaya bangunannya diturunkan secara utuh
dengan sedikit perubahannya adalah menggunakan
bahan bangunan beton dan senk atau genteng. lihat
denah berikut disamping ini.

Gambar:
Denah pondasi menerus

e. Samu Snek – Mbol Snek → Benteng Pertahanan / Rumah Persembunyian


Jenis rumah persembunyian atau benteng
Gambar:
pertahanan biasanya dibangun dengan menggunakan Rumah
persembunyia
penutup dinding kulit kayu dan dilapisi oleh kayu- n atau
benteng
kayu buah yang disusun sedemikian rapat dengan pertahanan
orang
tujuan sebagai penangkal tembusnya benda-benda Maybrat,
Imian, Sawiat,
tajam yang digunakan oleh musuh dalam menyerang. yang disebut
samu snek
Selain itu rumah pertahanan kebanyakan dibangun di
puncak-puncak gunung besar yang sisi-sisi gunungnya dikelilingi oleh tebing-tebing terjal yang
sulit dijangkaui oleh para musuh, selain menghindar dari musuh juga supaya bisa dengan
gampang melihat situasi sekitar dengan mudah karena posisi mereka diatas ketinggian gunung.

Hamah Sagrim 23
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gua-gua atau lubang batu yang disebut (bomit) juga sebagai tempat persembunyian. Berikut lihat
gambar. Samu snek/mbol, adalah benteng pertahanan atau juga disebut-sebut sebagai rumah
persembunyian. Disebut benteng pertahanan atau rumah persembunyian karena rumah tersebut
biasanya tersembunyi dan sulit untuk dijangkaui orang lain dan juga biasanya banyak dipasang
jebakan ranjau untuk menghalangi para musuh, bahkan juga karena lokasi yang dibangun rumah
ini adalah lokasi yang sulit dan sangat sukar dijangkaui dan hanya bisa dijangkaui oleh orang –
orang tertentu saja seperti seorang Ayah, Ibu, Anak dan family terdekat karena suatu alasan,
bahwa jangan orang luar yang mengetahui dimana jalan yang di laluinya sebab bilamana
diketahui orang lain atau musuh, maka mereka akan dibunuh. Karena begitu ketatnya kehidupan
pada zaman prasejarah itu, yang mana terikat dengan kehidupan balas - membalas atau saling
membunuh antar keluarga yang satu dengan yang lainnya (familiy war).
f. Samu Mambo –Mbol Se → Rumah Nelayan
Samu mambo - mbol se adalah merupakan rumah nelayan yang dibangun ditengah-
tengah danau, dan rumah tersebut kebanyakan dibangun oleh Suku Maybrat yang tinggalnya
disekitar danau Ayamaru yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain suku maybrat yang
membangun rumah nelayan mereka, suku Imian dan sawiat pun memiliki jenis rumah nelayan
yang tidak kalah menarik dengan rumah nelayan suku Maybrat, yaitu rumah kajang.
Rumah kajang adalah suatu jenis rumah nelayan orang Imian dan Sawiat yang hidupnya
di pesisir pantai dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Perbedaan antara rumah nelayan suku
Maybrat dan suku Imian, Sawiat adalah, rumah nelayan suku Maybrat dibangun sebagaimana
rumah inap biasanya yaitu dengan struktur bangunan yang berdiri tegak vertikal dan kokoh,
namun untuk rumah nelayan suku Imian dan Sawiat berbeda, yaitu rumah kajang adalah rumah
yang dibangun diatas sebuah perahu, dan rumah kajang tidak berdiri kokoh pada suatu tempat
tertentu namun ia selalu dibawa kemana-mana dengan perahu, baik diwaktu mengail maupu
beristirahat.
Kelebihan rumah nelayan orang Maybrat adalah bentuknya yang besar, kuat dan nyaman,
sedangkan rumah nelayan orang Imian dan Sawiat adalah ukurannya kecil, tidak begitu kuat, dan
tidak begitu nyaman. Berikut lihat gambar.
Bentuk bangunan rumah nelayan di danau Ayamaru wilayah
Maybrat, kini menjadi kabupaten Maybrat. Bentuknya seperti
rumah-rumah mereka yang lainnya di daratan, namun

Hamah Sagrim 24
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

bangunannya terletak ditengah-tengah air Danau. Fungsi rumah ini sebagai tempat hunian para
nelayan ketika mencari ikan bahkan ada pula yang didirikan untuk tempat hunian untuk mereka
yang berkebun di sekitar pulau-pulau seperti sato musyoh, sato amin dan yang lain sebagainya.
Bentuk rumah nelayan dipesisir pantai wilayah Tehit, Sawiat, memiliki sedikit perbedaan yang
tidak begitu rumit. Perbedaan
yang menonjol adalah bentuk
rumah kajang yang mana di
bangun diatas perahu (kole-kole)
lihat gambar samping kanan,
sedangkan yang satunya
Gambar: Gambar:
Rumah nelayan orang Rumah kajang orang Tehit Sawiat di pesisir mempunyai kesamaan aliran
Tehit Sawiat laut.
bentuk dan struktur yang sesuai
dengan rumah nelayan orang Maybrat di areal Danau Ayamaru.
g. Samu Kusme - Mbol Nandla → Rumah Bujang Laki – Laki (asrama Putra)
Samu kusme – mbol nandla adalah
rumah bujangan bagi laki – laki yang mana
dibangun dengan tujuan menampung segala
kegiatan anak – anak bujang, baik
menyangkut hasil buruan, tidur maupun
masak-memasak. Kebanyakan kegiatan –
kegiatan kepemudaan bermula dari rumah
ini yang mana sebagai wadah berkumpulnya
para pemuda, sehingga muncullah ide – ide Gambar:
Rumah bujangan laki-laki (samu ku sme-bol nadla)
tertentu yang menyangkut kegiatan
kepemudaan.
Rumah bujangan laki – laki kebanyakan berbentuk rumah gantung, namun setelah terus
menerus mengikuti perubahan, ada juga yang dibangun semi moderen yang mana bangunannya
dibangun oleh sekelompok pemuda yang bisa dibilang geng pemuda. Dikatakan geng, karena
bukan hanya satu kelompok tertentu yang ada namun terlihat adanya persaingan misalnya antara
RT satu dengan RT yang berikutnya.

Hamah Sagrim 25
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Rumah bujangan sering dibangun dengan beberapa tipe bangunan, dan khusus untuk rumah
bujang laki-laki, bentuknya seperti pada gambar disamping. Bentuk-bentuk ini disesuaikan
dengan keinginan para pemuda yang tergolong masih bujang.
Bentuk rumah bujang yang dibangun ini tidak juga memiliki kesamaan antara perkumpulan dari
satu RT atau kot, tetapi semuanya mengikuti perkembangan yang ada.
h. Samu Kuano – Mbol Nangli → Rumah Bujangan Perempuan (asrama putri)

Samu kuano – bol nangli merupakan rumah bujangan kaum perempuan yang masih

bujang (belum menikah). Rumah bujangan perempuan berukuran tidak terlalu tinggi dibanding

rumah bujangan laki – laki, hal itu sudah merupakan tradisi orang Maybrat, Imian dan Sawiat

hingga sekarang. Rumah perempuan biasanya dibangun

oleh orang laki – laki yang terdiri dari bapa-bapa,

maupun laki - laki bujang. Untuk perempuan,

khususnya memasak makanan sebagai imbalan kepada

mereka yang membangun rumah mereka. Berikut lihat

gambar:

Bentuk aliran rumah bujangan perempuan ini tidak


Gambar:
begitu berbeda dengan aliran-aliran bangunan rumah
Rumah bujangan perempuan atau asrama
perempuan (samu ku ano-mbol nangli) yang lain pada umumnya. Perbedaan bentuk rumah
hunian rumah bujangan perempuan dengan rumah
yang lain adalah ukuran. Ukuran rumah bujangan perempuan tidak begitu monumental,
mengingat wanita atau perempuan tidak diperbolehkan untuk menaiki rumah yang tinggi, karena
‘akan terlihat aibnya’. Demikian sehingga bentuk rumah bujangan perempuan Maybrat, Imian,
Sawiat selalu berukuran pendek.
i. Samu K’win – Mbol Wofle → Rumah Suci / Rumah Sekolah
Samu k’wiyon – mbol wofle adalah merupakan bangunan rumah suci, yang mana
mempunyai fungsi ganda, yaitu digunakan sebagai rumah maha suci atau difungsikan sebagai
tempat pendidikan theology natural yang disebut wiyon-wofle. Theology ini bagi orang Maybrat,
Imian, Sawiat, sangat sakral dan magis.

Hamah Sagrim 26
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Jenis bangunan rumah suci berbentuk segi empat dan memanjang serta memiliki tiga
fungsi ruang yang selalu dibagi dan juga memiliki aturan – aturan penggunaan ruangannya.
Rumah suci tidak dibangun oleh sembarang orang, tetapi harus dibangun oleh mereka atau orang
– orang tertentu yang sudah terdidik dalam ajaran theology natural tersebut (raa win - na wofle),
dan yang berhak membangunnya terdiri dari dua orang.
Menurut cerita petuah – petuah yang kami Tanya, asal usul rumah suci tidak dibangun
oleh manusia siapa – siapa namun rumah tersebut dengan sendirinya keluar dari dalam sungai /
air. Bentuknya sangat unik / estetis dan sempurna serta menyimpan magis yang luarbiasa
sehingga untuk membangunnya membutuhkan waktu yang lama, yaitu dibangun selama
sembilan bulan agar bisa sempurna. Selanjutnya aliran rumah suci ini kemudian diperintahkan
kepada Mbouk untuk didirikan sebagai bait suci/kemah/tabernakel.

K’wiyon – Mbol Wofle


merupakan tabernakel atau
kemah Wiyon-Wofle yang
diperintahkan kepada Mbouk
ketika menerima taurat dari
Wiyon-Wofle. Mbouk
diperintahkan oleh Wiyon-
Gambar:
Gambar: Wofle (Allah) bahwa dia harus Bentuk rumah suci – sekolah – tabernakel
Denab sekolah-kemah Atau kemah suci (k’wiyon-bol wofle)
suci (k’wiyon-bol wofle) mendirikan sebuah kemah
(k’wiyon – mbol wofle)
sebagai tempat meletakkan tabut
perjanjian. Dalam mendirikan k’wiyon-mbol wofle, ada beberapa aturan seperti perintah dan
larangan. Perintah dan larangan itu tampak pada aturan penggunaan ruang k’wiyon-mbol wofle
sebagaimana pada bilik-bilik bangunan pada gambar denah diatas.

Keterangan Gambar:  

1. Bohra Mne/Safom – Ruang luar, areal bebas, hutan belantara.

Hamah Sagrim 27
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dalam aturan Ruang bilik tabernakel Wiyon-Wofle (k’wiyon-mbol wofle), bagian luar yang
berhubungan langsung dengan alam bebas atau hutan belantara biasanya tidak sacral atau
tertutup. Dibagian areal ini hanya diberi tanda atau kode (morse) sebagai
Gambar: Ruang luar
pemberitahuan kepada orang luar yang tergolong awam atau disebut (finya) atau
wanita, (raa in) orang awam yang melintas disekitar areal kemah k’wiyon – mbol wofle.

Kode atau tanda pada areal ini tidak ada kekuatan ghaib apa-apa, hanya sebagai rambu
bahwa di areal tersebut ada kemah suci (k’wiyon-mbol wofle). Warna hijau menunjukkan hutan
belantara atau areal bebas. 
2. Kre finya & Raâ iin – Ruang Biasa.
Bilik atau Ruang ini bisa dilewati oleh wanita (finya) biasa yang mempunyai anak sedang di
didik didalam Kemah. Wanita yang masuk dalam bilik tersebut
mengantarkan makanan dan tebu sebagai pengganti air minum dan
mereka yang boleh masuk adalah wanita yang tidak sedang
mengalami haid atau semalam melakukan hubungan intim. Ruang
ini juga dilewati oleh laki-laki biasa yang bukan Raâ Wiyon-Na
Wofle. Ruang ini juga bagi Raâ Wiyon-Na Wofle yang ketika
malam sedang intim atau tidur dengan isterinya (berintim) atau
Gambar:
dengan wanita lain melakukan hal perzinahan, ia diharuskan Ruang biasa kre finya – Raa in

hanya bisa sampai diruang biasa dan tidak boleh memasuki ruang
suci, ini merupakan suatu larangan keras. Kre Finya & Raâ iin tidak memiliki suatu kekuatan
atau kedahsyatan ghaib apa-apa sehingga bebas bagi Wanita dan Orang biasa, namun tidak
diperbolehkan bagi anak kecil untuk memasukinya. Warna hitam merupakan ketidak kudusan,
ketidak muliaan, ketidak kuatan, ketidak ilahian, menggambarkan keduniawian namun sebagai
rambu atau ukuran utama fungsi ruang bilik sebelum memasuki ruang suci.

“kre finya, kbe raâ iin msya finya twok, soh kukek ginyah to mtwok fe, tna raâ wiyon-
na wofle ro mti mjien suu msya finya wana tna mno bo ro sre to kbe m’twok mama
mhre sai mam kree ro finya to sei”.

“Ruang biasa boleh dimasuki oleh wanita dan orang biasa, tetapi kalau seorang Raâ
Wiyon-Na wofle (rasul) yang pada hari kemarin atau semalam telah berintim dengan

Hamah Sagrim 28
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

istrinya atau melakukan sesuatu yang zinah dan hina, ia juga hanya bisa masuk di
ruang biasa (kre finya) tersebut”.

3. Kre Raâ Sme – Ruang Suci.

Bilik ruang ini tidak boleh dilewati oleh wanita (Finya), orang Biasa
(Raâ iin-Na iin) dan rasul (Raâ Wiyon-Na Wofle) yang melakukan
zinah atau yang mana sebelumnya sudah tidur dengan istrinya
(intim). Ruang/bilik suci ini hanya boleh dimasuki oleh Raâ Wiyon-
Na Wofle (Rasul) yang suci, Raâ Bam-Na Tmah (Imam) dan murid-
murid (Wiyon Tna). Warna abu-abu merupakan kemuliaan yang telah

Gambar:
dipancarkan kepada raâ wiyon-na wofle, kekuatan Wiyon-Wofle
Ruang Suci <kre raä sme>
yang memberi kekuatan kepada Raâ Wiyon-Na Wofle, Kedahsyatan
Wiyon-Wofle yang diberikan kepada Raä wiyon-Na wofle, kesucian
Raâ Wiyon-Na Wofle, Kekuatan Raâ Wiyon-Na Wofle, yang diterima dari Wiyon-Wofle (Allah)
yang me-Wiyonkan (Meng-Allah-kan) mereka dengan kekuasaannya. Ketika dalam perjalanan
melalui ruang biasa terasa biasa-biasa sebagaimana dalam situasi biasa, namun ketika memasuki
zona Ruang suci (Kre Raâ Sme) ada suatu perbedaan. Menurut ungkapan Raâ Wiyon-Na Wofle
mengatakan bahwa :

“soh nyio n’truk mam kre raâ sme, n’yio nfibo nhau mam oo roto, masuf reto
mti/mamur mase tna nyio nfibo njien smi feto, kbe nawe nros si to nmat komeyan teit
ysia raâ wait makah wyak-aken mama meti mam aya maam tna anu ro wiyon tna to
nsok aken ro anu nut, aken ro anu nuủt to kbe oron yabi teit Y’hre mam aken mana
tna komeyan teit yabo min aken. Kbe Raâ Wiyon-Na Wofle ysia wiyon tna rait to aro
yaut aken rait hahayah, ana mberur maut aken sou suu fe, reto mbou toni ”.

“ketika melangkah melewati zona batas ruang suci, kita seperti berada dalam alam
lain, sona atau ruang atau bilik tersebut gelap gulita dan ketika itu kita akan melihat
terang sinar kemuliaan yang membias menerangi ruang suci itu, kita akan merasa
seperti kita dalam keadaan mimpi, dan ketika itu akan bermunculan bahtera (perahu)
Tuhan yang menghampiri setiap kita yang masuk kedalam ruang tersebut untuk

Hamah Sagrim 29
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

membawa kita ke suatu tempat yang suci, setiap kita yang telah masuk akan
dipersiapkan bahtera (perahu) yang sama jumlahnya dengan kita yang ada, dan setiap
orang menaiki satu bahtera (Perahu) dan didalam bahtera itu kita hanya duduk dan
didampingi oleh Raâ Wiyon-Na Wofle dan yang mendayung bahtera (Perahu) adalah
komeyan (Tuhan), dibagian kepala perahu (bahtera) duduklah seorang tua yang putih
kemilau rambutnya dan telinganya panjang dengan jubah yang bersinar, ia adalah
Allah (Oron Yabi)”.

Ungkapan tersebut diatas tentang rahasia bilik atau ruang, bila kita kaji dengan ukuran
keseluruhan bangunan atau bait tersebut, merupakan sebuah bangunan yang dibangun  langsung
diatas tanah kering, akan tetapi bagi Raâ Wiyon-Na Wofle mereka harus berangkat atau
bepergian dengan menggunakan perahu, karena perjalanan mereka begitu jauh dan melalui
lautan samudera raya. Disini terdapat suatu keajaiban dan pengalaman yang begitu
mengherangkan ketika kita mengkaji dari penjelasan tentang perjalanan yang jauh dengan luasan
bangunan yang mana tidak begitu jauh antara ruang/bilik yang satu dengan ruang atau bilik yang
lainnya, akan tetapi karena kita sebagai manusia yang pada saat itu berada dalam hadirat Tuhan,
maka waktu itu akan menyeleksi kita. Menurut mereka Raâ Wiyon-Na Wofle dan Wiyon tna,
mengatakan bahwa perjalanan mereka begitu  lama dan harus menempuh suatu samudera raya,
dan menurut mereka, lamanya mereka berpendidikan selama 3 bulan, akan tetapi bagi orang
biasa (Raa iin) yang berada diluar kemah mengatakan bahwa lama pendidikan yang ditempuh
dalam kemah k’wiyon-bol wofle adalah Enam bulan. Peristiwa-peristiwa ini yang terjadi dalam
perjalanan, ada yang boleh dibicarakan namun ada yang tidak boleh untuk diungkapkan (sakral).

4. Mato Ro Mbou Toni (Ruang Maha Suci) – Mato Ro Oron yabi Yhou  (Takhta Allah).

Ruang Maha Suci tidak boleh dimasuki oleh Raâ Wiyon – Na Wofle 
(Rasul), ruang ini sangat sakral dan hanya bisa dimasuki atau yang
berhak masuk kedalam ruang maha suci adalah Raâ Bam – Na Tmah
(Imam). Isi dalam Ruang Maha suci sangat rahasia, dan yang berhak

Hamah Sagrim 30
Gambar:
Ruang maha suci
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mengetahuinya hanya  Raâ Bam – Na Tmah (imam), tidak mungkin bagi Raâ Wiyon-Na
Wofle untuk mengetahuinya.

Berikut adalah ungkapan Raâ Wiyon-Na Wofle dalam bahasa Maybrat:

“mato ro mbou toni reto kbe Raâ Bam-Na Tmah meseit truk, amu refo (Raâ Wiyon-Na
Wofle) truk fe, kta ro mhou kre mato reto mamo bo snyuk ka Raâ Bam-Na Tmah, soh fibo
bo snyuk reto Raâ Bam-Na tmah yawe ka’amu fo tabam refo masu marak, Raâ tabam
refo mhai beta, aro mhou fe, bo snyuk reto safo meto, tnafo komeyan makan meto”

“Ruang maha suci hanya boleh dimasuki oleh Imam (Raâ Bam-Na Tmah), bagi para
Rasul (Raâ Wiyon-Na Wofle) tidak diperkenankan untuk masuk ruang maha suci, sangat
sakral, rahasia, segala sesuatu yang ada didalam ruang itu merupakan rahasia khusus
bagi para Imam (Raâ Bam-Na Tmah), kalau rahasia ruang maha suci itu diberitahukan
kepada Rasul (Raâ Wiyon-Na Wofle), maka dunia ini akan hancur, semua manusia akan
mati, tak ada yang bisa hidup. Hal ini merupakan sesuatu yang sakral dan merupakan
inti dari Tuhan”.

Dari ungkapan tersebut, dianalisis bahwa dalam ruang maha suci merupakan tempat
takhta Allah dan tempat meletakan tabut perjanjian yang merupakan rahasia kerohanian “inti
daripada kerohanian” dalam teologi wiyon-wofle.

            Dalam perjalanan pendidikan tersebut dan setelah selesai (tamat), setiap Wiyon Tna
(Murid) dan Raâ Wiyon-Na Wofle (Rasul-Guru pembimping) serta Raâ Bam-Na Tmah (Imam-
Guru Besar atau Kepala sekolah), tidak diperbolehkan keluar melalui pintu utama, mereka harus
keluar dengan cara membocorkan atap lalu keluar, setelah semuanya telah keluar dari dalam
kemah tersebut selanjutnya berbaris mengelilingi kemah itu dan Raâ Bam-Na Tmah (Imam-Guru
besar atau Kepala Sekolah) beserta Raâ Wiyon-Na Wofle (Rasul-Guru pembimbing) membakar
Kemah (K’wiyon-Mbol Wofle) dan disaksikan oleh Raâ Bam-Na Tmah, Raâ Wiyon-Na Wofle,
Wiyon Tna. Setelah Kemah terbakar, Raâ Bam-Na Tmah, Raâ Wiyon-Na Wofle, Wiyon Tna,
menyelidiki lagi dengan seksama isi abu tersebut dengan tujuan bahwa jangan ada sisa-sisa
perkakas yang belum terbakar, semuanya harus dibakar tanpa sisa.

Hamah Sagrim 31
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

            Dalam proses membakar K’wiyon-Mbol wofle (Kemah - Sekolah), tidak dibiarkan
segelintir perkakas atau sepotong kayu dari kemah yang tersisa, semuanya harus dipastikan
terbakar lebur menjadi abu. Setelah semuanya itu selesai barulah Raâ Bam-Na Tmah, Raâ
Wiyon-Na Wofle, Wiyon Tna, boleh meninggalkan lokasi kemah untuk proses Ujian kepada
Murid (Wiyon Tna), setelah diuji (sana Wiyon) baru Murid-murid diteguhkan menjadi Raâ
Wiyon-Na Wofle. Dalam peneguhan wiyon tna (Murid), biasanya dilakukan dengan cara
menguji setiap Murid dengan menyuruhnya menyembuhkan orang sakit (tgif kiyam),
menyembuhkan orang yang kena pagut dari ular (tgif aban), melancarkan persalinan wanita
hamil yang terhambat (tgif finya mabe), dan lain sebagainya. Ujian ini merupakan suatu aktivitas
terakhir bagi wiyon tna (Murid) barulah diteguhkan sebagai Raâ Wiyon-Na Wofle. Ujian akhir
( sana Wiyon) yang dilakukan oleh Raâ Wiyon-Na Wofle (Rasul-Guru) dan Raâ Bam-Na Tmah
(Imam-Profesor) dan di ikuti oleh Wiyon tna (Murid) guna mencapai gelar sebagai seorang Raâ
Wiyon-Na Wofle. Setiap Murid yang tamat dalam pendidikan Wiyon-Wofle, memiliki dua
nama, yaitu nama duniawi dan nama yang diberikan dari sekolah atau kemah (sum kafir) (nama
suci).

Rincian keterangan warna:


1. Warna merah, menunjukkan kekuatan ghaib, sakral.
2. Warna hijau, menunjukkan areal bebas.
3. Warna hitam, menunjukkan kefanaan, keduniawian, ketidak sempurnaan.
4. Warna putih, menunjukkan kesucian, kemurnian, keAllahan, kesempurnaan.
Atas dasar pengakuan Wiyon tna itu sendiri, maka Raâ Wiyon-Na Wofle dan Raâ Bam-Na
Tmah akan meneguhkan mereka dan mereka akan diterima sebagai anggota yang diperbaharui di
dalam persekutuan wiyon-wofle (sebagai Raâ Wiyon-Na Wofle) yang sungguh-sungguh percaya
kepada Wiyon-Wofle (Allah) mereka. Dengan demikian Wiyon Tna yang telah diteguhkan
sebagai Raâ Wiyon-Na Wofle pun boleh duduk bersama-sama dengan Raâ Wiyon-Na Wofle
yang lain bersama-sama dimeja perjamuan kudus, turut bertanggung jawab dalam tugas Wiyon-
Wofle, memberitakan Allah yang dipercaya (Wiyon-Wofle) kepada dunia ini, dan turut
bertanggung jawab pula dalam pembangunan Wiyon-Wofle. Raâ Wiyon-Na Wofle dan Raâ
Bam-Na Tmah, percaya dan mengaku bahwa dalam dalam Tuhan mereka (Wiyon-Wofle),
mereka dikumpulkan sebagai anak-anaknya dari segala bangsa dan mempersatukan mereka

Hamah Sagrim 32
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menjadi satu tubuh yang Wiyon-Wofle adalah kepalanya dan Raâ Wiyon-Na Wofle adalah
anggotanya. Dalam perjamuan suci didalam k’wiyon-bol wofle, Raâ Wiyon-Na Wofle memberi
“Bofit” dan “Waif” sebagai tanda dan meterai dari tubuh dan darah, Wiyon-Wofle senangtiasa
menghubungkan Raâ Wiyon-Na Wofle kepada persekutuan dengan dia sendiri dan persekutuan
antara sesama Raâ Wiyon-Na Wofle sebagai anak-anaknya.
Dalam persekutuan dengan Wiyon-Wofle, Raâ Wiyon-Na Wofle dipanggil untuk
mengaku dia sebagai Tuhan dan Juru selamat mereka melalui kata-kata dan perbuatan mereka
setiap hari dan memberitahukan tentang dia keseluruh dunia. Jikalau dalam setiap ucapan dan
perbuatan mereka tidak sesuai dengan perintah yang telah mereka terima dari Wiyon-Wofle,
maka mereka akan menerima sangsi yang berat, yaitu mereka akan meninggal secara tiba-tiba
(komeyan biji), ditimpa kelaparan (haisre mama), ditimpa kesakitan yang parah (kiyam mama),
banyak persoalan yang menimpa (safo mai). Jenis bangunan rumah suci atau sekolah tradisional
semenjak masuknya injil kristiani di dataran papua, semua jenis pengajaran maupun kepercayaan
tradisional dilepaskan. Oleh karenanya kami sangat sulit untuk mendapatkan bangunannya
karena saat ini tidak dibangun bisa dibilang akan punah, dan hanya saja kami dijelaskan
bagaimana denah bangunannya saja sebagaimana pada gambar.

Aktivitas Wiyon-Wofle bisa dipersepsikan sebagai pendidikan tradisional orang Maybrat, Imian Sawiat, dan
bisa dipersepsikan sebagai teologi tradisional. Alasannya adalah karena aktivitas Wiyon-Wofle memiliki dua
karakter dalam satu aktivitas, yaitu dari segi pendidikan, Raâ Wiyon-Na Wofle disebut  sebagai Guru, Guru
Pembimbing, Dosen, Raâ Bam-Na Tmah disebut sebagai Guru  Besar , Guru kepala, Kepala sekolah, Profesor,
Senator. Wiyon Tna disebut sebagai Murid . K’wiyon-Bol Wofle disebut sebagai Sekolah, dan Asrama, aktivitas
utama adalah Mber Wiyon atau Mendidik (belajar mengajar), dalam proses ini mereka juga mengenal tulisan
dan huruf.  Dari segi Teologi, Raâ Wiyon-Na Wofle disebut  sebagai Rasul,  Raâ Bam-Na Tmah disebut sebagai
Imam, Rumah disebut sebagai Kemah-Tabernakel dengan ruang-ruang atau bilik yang sakral,  Wiyon Tna
disebut sebagai Murid, aktivitas utama dalam K’wiyon-Bol Wofle adalah Mber Wiyon (Pendidikan Dogmatik)
Pemuridan.

2. Spesifikasi Bangunan
a. Spesifikasi Denah
Bangunan rumah tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, dibangun dengan denah segi
empat yang dilengkapi dengan banyak koloum sebagai pilar utama, yaitu mulai dari 4 koloum,
5,6,7,8 dan seterusnya bergantung ukuran besar kecilnya bangunan. Bila ditelaah secara jelas

Hamah Sagrim 33
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dalam bentuk pondasi maka bangunan arsitektur tradisional Maybrat Imian Sawiat termasuk
dalam pondasi setempat. Karena pondasi setempat memiliki banyak koloum, sehingga arsitektur
Maybrat, Imian, Sawiat, bisa disebut dengan nama “bangunan seribu kaki”. Untuk rumah yang
dibangun diatas tanah tanpa koloum biasanya menggunakan batang pohon besar sebagai koloum
utama bagi bangunan yang dibangun di atas pohon (rumah gantung atau halit myio-mbol halit).

Gambar: Gambar: Gambar: Gambar:


Bentuk Denah rumah Bentuk denah semi moderen Bentuk denah moderen Denah Tabernakel
gantung (k’wiyon-bol wofle)

b. Spesifikasi Koloum (Hafot)

Ada beberapa jenis koloum


yang digunakan dalam
mendirikan suatu bangunan
sebagaimana berikut dibawah ini.
Lihat gambar:

Gambar: Gambar: Gambar:


Koloum cabang Koloum cincang Koloum cincang bentuk V
bentuk Y kayu (hafot bentuk U (hafot ra mate)
Ada tiga jenis koloum ara so) (hafot ra mate)

utama yang digunakan 1. hafot ara soo, hafot ara soo merupakan koloum
dalam membuat rumah bagi suku Maybrat Imian
yangsawiat antara dari
terbentuk lain adalah
pohonsebagai
secaraberikut:
alami yang
menyerupai huruf ‘Y’ sehingga dijadikan sebagai
koloum utama. Jenis koloum ini bisa disebut dengan
Gambar: koloum cabang kayu. Jenis koloum ini tidak diambil
Koloum dari
cabang kayu dari jenis kayu biasa, akan tetapi diambil dari jenis
Hamah Sagrim 34
yang diramu
menjadi
kayu yang dianggap sangat kuat dan tahan terhadap
koloum rayap serta cocok untuk wilayah tropis.
rumah
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2. Hafot raa mate, jenis koloum ini berbentuk huruf ‘Y’


tidak terbentuk secara alami seperti pada hafot ara soo,
namun dibentuk oleh manusia (dicincang). Koloum ini
juga terbuat dari jenis kayu yang dianggap mutunya kuat
dan mampu bertahan terhadap rayap di wilayah
setempat. Jenis-jenis kayu yang dipakai sebagai koloum
ompak ini sudah terus menerus dan secara temurun
dikenal oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat.
Gambar: koloum cincangan

Ukuruan jenis koloum biasanya mempunyai ukuran yang sama namun bisa di potong
menjadi pendek, tergantung pada lokasi bangunan. Misal pada lokasi yang akan didirikan rumah
tidak berbatu maka ukuran koloum (hafot) yang sudah di buat tidak perlu untuk di rubah – rubah
atau di potong, namun bila pada lokasi persiapan memiliki bebatuan yang kuat dan susah digali,
maka koloum (hafot) yang ukurannya panjang akan di potong menjadi pendek sesuai dengan
kondisi tanah, kemiringan tanah juga mempengaruhi. Koloum – koloum yang digunakan
biasanya berbentuk huruf ‘Y’. dalam pemikiran masyarakat Maybrat Imian Sawiat dalam
memilih koloum raja atau koloum induk adalah koloum harus berbentuk huruf ‘Y’ dan ‘U’,
karena memiliki penyangga pada bagian luar, sehingga untuk meletakan pemikul yang mana
susah tergeser. Hal ini dapat diterima dengan tujuan menghindari efek – efek horizontal yang
juga bisa mengakibatkan kayu pemikul beban menjadi lepas dari tumpuannya.
Fungsi koloum utama (hafot) adalah sebagai penyalur beban bangunan ke tanah, yang
mana juga berfungsi sebagai koloum pemikul beban keseluruhan bangunan dan isi bangunan
yang ada secara kokoh. Dalam pengertian masyarakat maybrat, imian dan sawiat bahwa “koloum
utama harus ditanam dan dipastikan sudah berdiri dengan kokoh karena bangunan tersebut bisa
berdiri tegak bertahun-tahun karena koloumnya kokoh.

Hamah Sagrim 35
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Spesifikasi dinding
Orang maybrat imian sawiat membangun rumahnya dengan menggunakan bahan-bahan
alami seperti pohon, rotan dan dedaunan, demikian bahan penutup dinding pada bangunan rumah
juga menggunakan bahan-bahan alami seperti dinding kulit kayu, dinding gaba-gaba, dinding
bambu dan dinding papan.

Gambar: dinding kulit kayu – Hri – Ara Malak

Gambar : dinding gaba-gaba - Turaf Gambar: dinding bambu - Bron

Gambar:
Dinding
Kayu

d. Spesifikasi atap
Bahan-bahan atap juga dari alam yang mana didarmu secara baik dan sempurna sehingga dapat
dijadikan sebagai penutup atap. Ada beberapa bahan atap yang dikenal serta difungsikan oleh orang
maybrat imian sawait dalam mendirikan rumah mereka adalah; atap sagu (afi) atap daun pandanus (kain)
atap kulit kayu (hri ara) dan atap sengk.

Hamah Sagrim 36
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: atap sengk


Gambar: Spesifikasi Atap sagu (afi)

e. Spesifikasi ruang dalam-interior.

Ruang dalam – interior pada bangunan


arsitektur tradisional suku maybrat imian
sawiat kebanyakan menggunakan bahan
alami seperti gagar, palem hutan dan
kulit pohon sagu.

Gambar: Spesifikasi Interior/ruang dalam

f. Spesifik Rangka
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya
bahwa rumah tradisional suku Maybrat,
Imian, Sawiat, menggunakan bahan utama
adalah kayu sebagai struktur rangkan dan tali
rotan sebagai bahan pengikatnya. Disamping
itu, rumah tradisional (halit-bol halit) juga
memiliki balok sokong dan balok pengikat
angin serta beberapa elemen pendukung

Gambar: Spesifik rangka


bangunan lainnya. Lihat gambar disamping

Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat,


sepertinya mulai bersentuhan dengan rumah-rumah dengan bahan moderen pada pertengahan
abad ke-18. sebagaimana perkembangan teknologi yang begitu cepat dan merasuk ke-perbagian
penduduk manusia dibelahan dunia, termasuk wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yang dahulunya
sangat kental dengan budaya tradisional mereka yang dipengaruhin oleh kehidupan sehari-hari

Hamah Sagrim 37
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

(appabolang). Demikian hingga saat ini, di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, jika ditelusuri
hingga ke daerah-daerah desa terpencil, kita akan temukan jenis-jenis bangunan yang sangat
tradisional, adajuga disisipi oleh bangunan semi moderen dan juga bangunan moderen.

3. Skematik Membangun Rumah


a. Memasang Koloum (Mati Hafot)
Setiap bangunan rumah biasanya dilandasi dengan pondasi, yang berfungsi sebagai
pemikul dan penyalur terakhir bangunan ke permukaan tanah. Pada arsitektur mula-mula belum
dikenal dengan adanya pondasi, namun pada zaman dimana manusia mulai mengenal adanya
rumah, setelah berpindah-pindah dari tempat yang satu ketempat yang lain yang mana lubang-
lubang batu dan gua sebagai tempat perteduhan utama pada zaman sebelum mengenal bangunan.
Populernya dahulu tak ada pondasi namun dikenal dengan koloum yang mana terbuat dari kayu.
Menurut pandangan masyarakat Maybrat Imian dan Sawiat, koloum merupakan pemikul beban
bangunan dengan isinya, hal ini dapat dibenarkan karena koloum merupakan pondasi setempat
yang fungsinya memikul beban bangunan secara keseluruhan. Dalam urutan bangunan
dimulai dari pondasi, demikian bagi masyarakat Maybrat Imian dan Sawiat. Adapun tahapan –
tahapan dalam memasang koloum (mati hafot) adalah :

Gambar: Gambar:
Galian lubang koloum Gambar: Pasang koloum
(kayah hafot) Potongan pasang koloum (hafot ra mati)

b. Memasang Dinding (Mafir Hri)


Dalam proses pembuatan rumah bahwasanya dimulai dari pondasi, tiang atau koloum,
dinding, rangka atap dan penutup atap. Demikianpula masyarakat suku Maybrat Imian Sawiat
yang juga mengalami proses yang serupa, sehingga dapat dikatakan bahwa manusia Maybrat

Hamah Sagrim 38
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Imian Sawiat sudah memiliki pola pikir dalam membangun rumah yang terstrukturalnya sudah
tertanam atau diturun temurunkan semenjak permulaan membangun rumah oleh Too dan Sur.
Dalam tahapan pemasangan dinding adalah dimulai dengan proses pemasangan rangka
dinding, tahap penyiapan bahan penutup dinding, tahap penyiapan bahan pengikat (rotan) dan
waktu kerja. Mengapa dikatakan waktu kerja? Karena dalam proses mendirikan sebuah rumah,
orang Maybrat, Imian, Sawiat, selalu merencanakannya sehingga menjadi matang, dan
berikutnya dilakukan pekerjaan tersebut. Dalam mendirikan rumah, yang paling menghabiskan
waktu adalah ketika mengumpulkan bahan-bahan bangunan seperti kayu, atap, dan rotan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi alam dengan persediaannya dan proses mencari jenis bahan yang
digunakan sehingga memerlukan ketabahan dan kejelian dalam memilih bahan bangunan,
terutama bahan rangka atau kayu.
c. Memasang Atap (Mkes Afi)
Atap sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah rumah,
karena merupakan pelindung atau penghalang pada bagian
atas bangunan baik dari terik matahari, hujan dan angin.
Masyarakat Maybrat Imian dan Sawiat dalam meramu
sebuah bangunan biasanya yang terutama terpikirkan adalah
atap. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat
Gambar : Maybrat, Imian dan Sawiat memiliki kemampuan
cara memasang atap
(mkes afi) membangun rumah yang lengkap. Di sini kami katakan
lengkap karena sebuah bangunan rumah dikatakan
bilamana terdapat lantai, dinding, dan atap. Manusia Maybrat Imian Sawiat dengan sadar bahwa
nyaman
mereka dapat membuat suatu tempat perteduhan yang mampu memberi kenyamanan dalam
hidup dan kehidupan mereka.
Berikut tahapan – tahapan dalam membangun rumah yaitu: persiapan bahan, pemasangan
koloum, pemasangan struktur dinding, pemasangan struktur atap, persiapan waktu kerja,
persiapan tenaga kerja. Lihat skematika kerja.

Skematika tahapan kerja.

Hamah Sagrim 39
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Persiapan bahan

persiapan waktu & tenaga kerja


Pemasangan koloum

Mendirikan Rumah

Pemasangan struktur atap Pemasangan struktur dinding

Gambar:
Skematika kerja persiapan bahan bangunan rumah dan pemasangannya.

Keterangan:
Arah panah searah jarum jam menunjukkan alur kerja yang selalu dilalui dalam
mendirikan bangunan rumah.
Arah panah tidak searah jarum jam menunjukkan waktu kerja yang mana tidak
hanya dibutuhkan seketika atau searah melainkan waktu dibutuhkan selalu dalam
membangun sebuah rumah sehingga tidak berjalan satu arah

d. Membuat Tungku Api (Mwohat Ohat)


Setelah memasang atap berikutnya membuat
tungku api, dalam pembuatan tungku api, adapun
tahapan – tahapan dalam pembuatannya adalah:
Gambar:
tahap pembuatan rangka tungku, tahapan Tungku
api (ohat)
persiapan bahan (kayu, batu, rumput, tanah),
Hamah Sagrim 40
persiapan bahan pengikat (rotan) dan persiapan
waktu pelaksanaan.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

e. Membuat Lantai (Msien Rmah)

Biasanya masyarakat Maybrat Imian Sawiat


memasang lantai setelah seluruh struktur
bangunan sudah dilengkapi. Adapun tahapan –
tahapan dalam pemasangan lantai adalah :
pemasangan rangka lantai, penyiapan bahan
lantai, penyiapan bahan pengikat (rotan) dan
Gambar: penyiapan waktu pelaksanaan.
Pemasangan lantai (rmah)

4. Teknologi dan Teknik Membangun


a. Teknologi
Betapapun sederhananya sebuah bangunan, apalagi bangunan itu berupa rumah, teknologi
pasti dibutuhkan. Tidak ada satu sistem bangunanpun yang tidak memerlukan teknologi. Bahkan
kaum cerdik pandai mengatakan bahwa teknologi sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri.
Sejak permulaan manusia ada, sejak masyarakat yang paling primitifpun, teknologi sudah
merupakan bagian mutlak dari kehidupan manusia itu sendiri. Benyamin Franklin, salah seorang
pemikir masyur pernah mengatakan bahwa manusia adalah “binatang pembuat alat”. Untuk
keperluan hidupnya, manusia memang memerlukan alat. Untuk berburu diperlukan pana atau
jubi, tombak, untuk mancing diperlukan pancing untuk mencari ikan di laut, juga diperlukan
jaring, jala, sampan, dan seterusnya. Kecakapan untuk membuat peralatan itu juga penggunaanya
merupakan syarat bagi kehidupan manusia yaitu bagi kelanjutan eksistensi hidupnya. Kecakapan
untuk membuat dan menggunakan alat itulah yang disebut teknologi. Secara kasar teknologi
adalah “perpanjangan tangan manusia”.
Teknologi pembuatan rumah (tempat tinggal) tidaklah rendah, hal ini dapat dilihat pada
karya arsitektur tradisional di tanah air. Baik arsitektur tradisional Jawa, Bali, Batak,

Hamah Sagrim 41
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Minangkabau, Toraja ataupun Wamena Papua, sudah tampak tingkatan mutu nilainya yang
cukup tinggi. Begitupula rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat, walaupun berbentuk sangat
sederhana namun tidak lahir secara mendadak. Rumah tinggal tradisional Suku Maybrat Imian
Sawiat telah berabad – abad teruji kekuatannya, ia setua masyarakat Suku Maybrat Imian Sawiat
itu sendiri.
Kekuatan dan ketangguhan kehadapan zaman telah terbukti dari waktu ke waktu. Teknologi
pembuatannya menunjukkan keseimbangan antara kekuatan daya topang tiang – tiang gapik
dengan besarnya bangunan, sehingga nampak seimbang (harmoni) dengan alam dan kehidupan
sekitar.
b. Teknik Membangun
Membangun rumah bagi warga suku Maybrta Imian Sawiat tidak terlalu rumit seperti
terdahulu karena dilakukan secara gotong royong, walupun tukang yang khusus tidak ada.
Membangun atau mendirikan rumah banyak yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
karena erat hubungannya dengan kesibukan dan tenaga.
c. Utilitas dan Perlengkapan
Untuk keperluan air bersih atau air tawar, tidak begitu sulit bagi suku Maybrat Imian
Sawiat, karena Banyaknya persedian air tawar disepanjang wilayah Hunian. Untuk pembuangan
limbah manusia, biasanya para warga ditanah daratan memanfaatkan WC umum dan bagi warga
yang mampu sudah memilikinya sendiri. Namun bagi warga yang tinggal di perairan laut
biasanya pembuangan limbah langsung ke laut.
Untuk keperluan penerangan, Di Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat sudah
menggunakan listrik yang disediakan oleh PLN setempat, namun Distrik Sawiat menggunakan
listrik tenaga suria (solar sel). Dilingkungan permukiman ini juga sudah disediakan jaringan
telepon (Wartel) di distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat sedangkan Distrik Teminabuan, Sawiat,
menggunakan telepon dari PT. Telkom dan untuk Teminabuan sudah menggunakan HP.
Sehingga warga yang berperokonomian mampu sudah dapat menikmatinya.

E. Mengenal Bahan – Bahan Bangunan


Berbicara mengenai rumah tradisional suku maybrat imian sawiat, ada 5 jenis bahan
bangunan utama yang perlu diketahui yaitu: bahan rangka, bahan atap, bahan dinding, bahan
lantai dan bahan pengikat.

Hamah Sagrim 42
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pada tahun 1981 kebawah, jenis – jenis kayu kuat sangat banyak di wilayah Maybrat
Imian Sawiat, namun pada tahun 1982 terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan hingga
mengakibatkan kebakaran hutan yang hampir keseluruhan hutan belantara di wilayah Maybrat
habis terbakar diantaranya dari kampung Soroan, Sauf, Ayamaru, Kambuaya, Jidmau, Susumuk
Aifat, Kambufatem hinngga Yaksoro Aitinyo, daerah ini mudah terbakar karena daerah kering
dibanding daerah Imian dan Sawiat.
Terjadinya kebakaran pada waktu itu mengakibatkan homogenitas hutan belantara
menjadi hutan terbuka, yang mana segala persediaan bahan – bahan bangunan yang tadinya
mudah ditemukan menjadi sulit ditemukan, seperti kayu, rotan dan kebutuhan bangunan lainnya.
Pada saat – saat sekarang, jenis – jenis kayu yang sangat kuat untuk di gunakan dalam
membuat rumah sudah langkah. Tadinya orang-orang membuat rumah tidak terlalu lama atau
tidak membutuhkan waktu yang lama, namun saat ini kebanyakan kalau membuat rumah, sangat
membutuhkan waktu yang relative lama karena orang Maybrat, Imian, Sawiat ketika berencana
untuk membangun sebuah rumah, yang pertama di persiapkan adalah kayu – kayu sebagai bahan
yang dianggap agak berat pekerjaannya dan cukup membutuhkan waktu untuk mengumpulkan
kayu-kayu bermutu dari satu tempat ke tempat yang lain. Tentu saja kesulitan mencari bahan
bangunan tersebut yang membuat orang Maybrat, Imian, Sawiat sebaiknya mempersiapkan
waktu yang banyak dalam membangun sebuah rumah, perhitungan yang cemerlang dengan
kerajinan dalam melakukannya biasa dilakukan dengan cermat sehingga waktu lainnya dapat di
gunakan untuk pekerjaan-pekerjaan lain, terutama bertani karena orang-orang Maybrat, Imian,
Sawiat adalah mayoritas latarbelakangnya petani sehingga tiada hari tanpa bercocok tanam.
Meskipun banyak pepohonan kayu-kayu yang bertumbuh pada hamparan belantara
wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, seperti “sitam, rmo, ramboh dan lain sebagainya, namun Orang
Maybrat, Imian, Sawiat, secara turun - temurun telah di perkenalkan dengan jelas tentang jenis –
jenis kayu yang sudah dianggap terbaik, agak baik, yang mana dapat digunakan dan yang tidak
baik yang mana tidak bisa dipergunakan sebagai bahan bangunan.
Oleh pihak orang Maybrat, Imian, Sawiat jenis – jenis kayu yang dianggap mampu
bertahan selama puluhan tahun jika dipakai untuk mendirikan bangunan adalah sebagaimana
yang di bedakan atas nama dan Jenis – jenis warnanya, kayu tersebut disini kami hanya dapat
menyebutkannya dengan sebutan bahasa ilmiahnya adalah sebagai berikut:

Hamah Sagrim 43
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1. Bahan Rangka
a) kayu ijie, kayunya keras dan lurus, jenis kayu ini biasanya digunakan sebagai struktur rangka
utama, baik rangka atap, lantai, tiang pancang (sur), koloum (hafot). Warnanya putih
kekuningan.
b) kayu mbala, kayu ini sangat keras, lurus tidak halus, isinya berserabut, berwarna merah
kecoklatan. Jenis kayu ini biasanya digunakan untuk koloum utama (hafot), selain batangnya
digunakan sebagai koloum utama, kulitnya juga berfungsi sebagai penutup dinding utama.
c) kayu hlangguf, warnanya putih membungkusi warna kemerahan, lurus dan tidak halus,
isinya berserabut, kulitnya agak bergetah, jenis kayu ini biasanya digunakan untuk rangka
lantai (biat) untuk ukuran kecil, tiang pancang (sur) untuk ukuran sedang dan koloum (hafot)
untuk ukuran besar. Jenis kayu ini sangat kuat apabila diawetkan pada tempat yang kering
dan mutunya baik.
d) kayu siah, jenis kayu ini tidak sekeras kayu yang lain namun bila dikeringkan pada tempat
kering maka akan keras, kayu ini kebanyakan di gunakan sebagai bahan struktur rangka atap
atau reng (ara soom) dan struktur lantai (biat). Warnanya putih dan banyak cabang.
e) kayu srah (gagar), kayu ini tidak digunakan untuk apa – apa tetapi hanya biasanya
digunakan sebagai bahan utama penyusunan lantai (msyien rmah) dan pengait jahitan atap,
jenis kayu ini sangat keras tidak mudah dipatahkan apalagi yang jenisnya lebih tua, yang
mana warnanya menjadi hitam, jenis kayu ini tidak utuh tetapi sumbunya sangat besar dan
yang biasanya di pergunakan adalah bagian pembungkusnya.
f) kayu bta-bta (palem hutan) warnanya merah dan mirib dengan gagar (srah) namun
bentuknya lebih besar. Pohon ini biasanya digunakan hanya untuk bahan lantai (msyien
rmah) dan pengait jahitan atap.

2. Bahan Atap.
1. Atap rumbino (kain) – pandanus family yaitu keluarga

pandanus atap rumbino adalah dedaunan yang di ambil dari

jenis tumbuhan pandanus yang daunnya lebar panjang dan

tebal. Atap rumbino kebanyakan di gunakan oleh masyarakat


Hamah Sagrim 44
suku Maybrat, karena untuk memperoleh atap sagu begitu

sangat sulit untuk diperoleh.


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Bangunan rumah bahan atap
rumbino

5. Atap sagu (afi), atap sagu

diambil dari daun sagu yang

diraut menjadi penutup atap

rumah Jenis atap ini sangat kuat

dan kebanyakan digunakan Gambar: Rumah dengan bahan atap sagu (afi)

oleh suku Imian

dan Sawiat karena sangat gampang ditemukan di wilayah Imian Sawiat yang merupakan

pusat tumbuhan pohon sagu.

6. Atap kulit kayu (hri ara), atap kulit kayu sering digunakan bila mana atap rumbino dan atap
sagu sudah sangat sulit untuk diperoleh sehingga kebanyakan digunakan kulit kayu sebagai
atap. Kulit kayu yang sering digunakan adalah : seme, mbala, fait (cofasus familly), tiga jenis
kayu yang mutu kulitnya sangat baik untuk dijadikan sebagai penutup atap, baik sebagai
penutup atap maupun penutup dinding.

4. Atap sengk, orang Maybrat, Imian dan


sawiat ketika membangun rumah dengan
bahan tradisional yang telah dikenal secara
alam (teknologi alamiah), mereka juga
menggunakan atap sengk sebagaimana
mengikuti
Hamah Sagrim perkembangan yang telah
45
merubahnya.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Rumah dengan atap senk

Gambar:
Rumah dengan bahan Dinding
3. Bahan Dinding. kulit kayu

1. Dinding kulit kayu (hry) dinding kulit kayu


pada umumnya digunakan oleh masyarakat
suku maybrat sebagai bahan utama penutup
dinding.

2. Dinding Gaba (Turaf), dinding


Gaba - gaba pada umunya di
gunakan oleh masyarakat Imian,
Sawiat, Tehit, dan kadang juga di
gunakan oleh orang Maybrat. Bah
Gambar: an gaba - gaba diambil dari pelepah
Rumah dinding gaba-
gaba (turaf) atau tangkai sago yang dipotong dengan
ukuran yang sama dan diraut dengan baik
serta digunakan sebagai bahan utama penutup dinding rumah. Bahan gaba-gaba ini sempat
popular di kalangan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, semasa pemerintahan Kolonial Belanda
yang mana perkantorannya menggunakan dinding gaba-gaba sebagai penutup utama dinding
rumah
4. yang diraut
Dinding dan diawetkan
papan, dengan pengawet
setelah mengalami prosesgaba-gaba (turaf).
3. perkembangan
Dinding kayu (ara kras), pada
moderen, mulanya
rumah dinding bangunan rumah tradisional suku maybrat
tradisional
imian sawiat
Maybrat, bukan
Imian, hanya
Sawiat ditutup
dapat juga dengan kulit kayu atau gaba – gaba namun dilapisi dengan
menggunakan
kayu, yang
dinding manayang
papan disusun sedemiakian
mana tergolongrapat dengan tujuan sebagai penangkal senjata musuh
sebagai
rumah – rumah semi moderen. Papan yang
diperoleh pada waktu itu dibelah dengan
Hamah Sagrim 46
menggunakan gergaji baja, yang mana biasanya
dipegang oleh dua orang penggergaji.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pada jaman perang keluarga, namun pada akhirnya hanya digunakan dinding satu lapis
seperti kulit kayu, gaba – gaba maupun dedaunan.

Gambar:
Rumah dinding papan

5. dinding daun, dinding daun biasanya jarang digunakan, mengingat untuk menghindari

kebakaran dan cepat keropos serta tidak tahan lama. Namun dedaunan dapat juga digunakan

apabila tak ada lagi bahan penutup dinding utama (kulit kayu), dan untuk bahan penutup

dinding dari dedaunan biasanya tidak digunakan sembarangan daun melainkan biasanya

menggunakan daun rumbino (kain) – pandanus family yaitu sejenis keluarga pandanus dan

daun sagu (afi).

4. Bahan Lantai

1. lantai gagar (srah), gagar


merupakan bahan utama lantai
bagi masyarakat suku Maybrat
dan Sawiat, selain bahannya
yang kuat, lurus mudah di raut
juga mudah diperoleh di hutan Gambar:
Lantai dengan bahan gagar (srah)
pada wilayah Maybrat.
1. Lantai palem (bta - bta), palem kebanyakan digunakan sebagai bahan lantai bagi suku Imian,
selain karena mudah untuk diperoleh, juga kuat dan gampang di raut.
2. Lantai rotan (ses), lantai rotan tidak banyak digunakan oleh masyarakat luas, lantai rotan
hanya dijumpai di kampung - kampung tertentu yaitu kampung yang hutannya penuh atau

Hamah Sagrim 47
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

banyak rotan. Jenis lantai ini sangat baik selain mudah untuk di bawa juga nyaman
digunakan.
3. Lantai bambu (bron), lantai bambu jarang ditemukan, hanya digunakan oleh masyarakat di
wilayak Teminabuan (suku Sawiat dan Tehit)

5. Bahan Pengikat
1. Tali rotan (too atu), rotan ikat atau sebutan ilmiahnya adalah too atu adalah tali rotan yang
jenisnya kecil dan biasanya banyak dijumpai di gunung sehingga tali rotan tersebut dikenal
dengan sebutan too yang artinya tali dan atu artinya gunung atau “tali gunung” bila
diterjemahkan sesuai bahasanya. Selain yang tidak termasuk dari tali tersebut tidak digunakan
sebagai bahan pengikat utama.

F. Kelengkapan alat – alat kerja


Kelengkapan alat – alat kerja yang digunakan oleh orang – orang Maybrat, Imian dan Sawiat
dalam membangun rumah adalah sebagai berikut :
 Kampak (bam - tmah), merupakan salah satu alat
kerja yang difungsikan untuk memotong pohon
dan menebang pohon yang jenisnya berukuran
Gambar:
besar, dan tidak bisa ditebang atau dipotong Kapak (bam-tmah)

dengan menggunakan parang maupun pisau.


 Parang (sogi – minyan), adalah suatu jenis
perlengkapan alat kerja dalam membangun
rumah. Paran biasanya mempunyai fungsi yang
banyak. Kapak sering digunakan sebagai alat
menebang pohon, terutama pohon-pohonyang
Gambar: ukurann besar.
Parang (sogi-minyan)

Parang juga digunakan sebagai alat memotong kayu guna membangun rumah, dan jenis kayu
yang bisa dipotong dengan parang adalah kayu – kayu yang berukuran kecil, selain memotong
kayu untuk bangunan rumah, parang juga difungsikan dalam membakar kebun dan meramu
ladang, memotong tali rotan, bahkan berburu.

Hamah Sagrim 48
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

 Pisau (tfo - sah), merupakan salah


satu Kelengkapan alat kerja
yang fungsinya tidak hanya
Gambar:
digunakan oleh seorang ibu Pisau
(tfo-sah)
dalam meracik sayur, member
sihkan keladi atau ketala, namun
dapat difungsikan oleh orang laki –
laki dalam meramu tali rotan sebagai bahan pengikat rumah.

BAB III
METODE PENELITIAN

Berdasarkan objek yang ditinjau yaitu suatu etnik (suku Maybrat, Imian, Sawiat) yang
mempunyai latar belakang budaya tersendiri, maka pada penelitian ini dipilih pendekatan
Hamah Sagrim 49
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

fenomenologik dengan metode diskriptif etnografik. Metode etnografik adalah suatu metode
yang mempelajari deskripsi kehidupan masyarakat dalam beragam situasinya. Metode untuk
memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan, dan menggambarkan tata hidup
mereka sendiri. Sehingga dengan metode ini bentuk arsitektur rumah tinggal Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, yang berdasarkan budaya appabolang dapat diuraikan.
Berdasarkan pada rumusan hipotesis yang akan dibuktikan, maka jenis penelitian ini
adalah merupakan penelitian kausal-komparatif (Causal-Comparative research) yang langkah-
langkahnya akan dibahas sebagai beriktu:

A. RENCANA PENELITIAN
1. Tahap Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dari survei dilapangan meliputi: Data fisik (temperatur udara
pada ruang dalam dan ruang luar, kelembaban udara pada ruang dalam dan ruang luar, kecepatan
angin pada ruang dalam dan ruang luar, dimensi ruang, dimensi bukaan, atap dan dinding,
overstek, material dan warna, orientasi/perletakan bangunan, tatanan lingkungan bangunan).
Data nirfisik (Sejarah, Budaya Appabolang yang mencakup Agama dan Kepercayaan, Hubungan
Sosial, Mata Pencaharian, Pengetahuan, Pola Hidup, dan Lingkungan Alam).
Teknik pengumpulan data dilapangan dilakukan melalui teknik Pengukuran, Perekam dan
Wawancara. Teknik pengukuran menggunakan alat ukur berupa Thermo Meter, Lux Meter dan
Meteran. Teknik perekaman dilakukan dengan teknik Pemotretan, Pencatatan dan Pengamatan,
untuk mendapatkan data fisik bangunan. Sedangkan data Sejarah dan data bentuk dari bentuk
pengaruh budaya Appabolang, diperoleh dengan teknik Wawancara langsung dengan Kepala
Kampung, Tokoh Adat dan Warga Setempat.
2. Tahap Kompilasi dan Interpretasi Data
Data yang telah diperoleh telah disusun serta dikelompokkan agar mudah untuk
dipelajari. Dari pengukuran yang berupa data, baik kenyamanan dikomparasikan dengan teori
standart kenyamanan thermal, baik berdasarkan diagram olgyay mapun berdasarkan standart
kenyamanan dari penelitian santoso (1984), Mom dan Wiesebrom (1940), untuk mendapatkan
suatu temuan indeks kenyamanan rumah Halit-mbol chalit. Data kualitatif dari hasil perekaman
dikuantitatifkan untuk memperoleh data pembayangan, perolehan panas (beatgain), dan
pergantian distabulasi kemudian diinterpretasikan hubungannya secara deskriptif.

Hamah Sagrim 50
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

3. Analisis
Data bentukan yang tercipta dari hasil Budaya Appabolang, dianalisis secara kualitatif
mengetahui pengaruhnya terhadap kenyamanan thermal dalam ruang. Hasil tersebut ditunjang
dengan hasil perhitungan formulasi hasil pengukuran yang dianalisa secara kuantitatif. Hasil
perhitungan formulasi untuk mengetahui pemanfaatan cahaya matahari, pemanfaatan angin, dan
pengurangan panas, untuk mencapai suatu nilai kenyamanan thermal yang distandartkan. Hasil
pengukuran dari kombinasi temperatur, kelembaban dan pengaruh angin, diperoleh suatu temuan
indeks kenyamanan thermal dari hasil penelitian Mom dan Weisenborm (1940), hasil penelitian
santoso (1989) dan diagram kenyamanan dari Olgyay.

B. PENENTUAN SAMPEL
1. Populasi
Yang menjadi populasi adalah seluruh jenis rumah tradisional suku Maybrat, Imian,
Sawiat yang diambil beberapa sebagai sampel. Berdasarkan data penelitian kami, total jenis
rumah tradisional ada delapan jenis yang diklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Selain itu,
menurut data penelitian, peletakan rumah tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, dibagi dalam
tiga kelompok, yaitu:
a. Kelompok Hunian di daratan tinggi/pegunungan
b. Kelompok hunian di peralihan darat dan perairan laut
c. Kelompok hunian di perairan air laut

2. Sampel
Untuk penentuan sampel, digunakan metode stratified sampling, dengan pengelompokan
berdasarkan pola peletakan hunian. Orientasi bangunan digunakan sebagai dasar pertimbangan
untuk mendapatkan sampel yang lebih representatif. Berdasarkan waktu, lokasi, tenaga dan
biaya, maka dari pengelompokan berdasarkan pada orientasi bangunan diambil masing-masing 1
jenis sampel untuk setiap arah orientasi (utara – selatan dan timur-barat) untuk masing-masing
kelompok perletakan. Jadi jumlah sampel penelitian terdiri dari 8 jenis tipe perletakan rumah
tradisional.

Hamah Sagrim 51
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

C. VARIABEL YANG AKAN DIPELAJARI


Variabel merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Variabel yang akan dipelajari dan data yang digunakan sebagai tolok ukur dalam
penelitian ini meliputi variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut:
1. Variabel bebas (variabel pengaruh) yaitu:
- Pengaruh bentuk arsitektur
Data yang termasuk dalam data variabel ini meliputi: lokasi, orientasi, bentuk dan denah,
bukaan-bukaan atap dan dinding, overstek/pelindung, material dan warna, serta pola
penataan hunian.
- Data yang termasuk dalam variabel adalah: Radiasi Matahari, temperatur udara,
kelembaban dan curah hujan, serta pergerakan udara.
2. Variabel terikat (Variabel terpengaruh) adalah variabel yang diamati atau variabel yang
terjadi karena pengaruh variabel bebas. Variabel terpengaruh ini adalah kenyamanan thermal
dalam bangunan.

D. JALANNYA PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kausal-komparatif (casual comparative) yang
mempunyai tujuan untuk menyelidiki kemungkinan adanya hubungan sebab akibat. Berdasarkan
pengamatan terhadap akibat yang ada, faktor yang mungkin menjadi penyebab dicari kembali
melalui data tertentu.
Metode deskriptif etnografik digunakan untuk meninjau bentuk arsitektur tradisional
suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang tercipta dari hasil budaya Appabolang.
Metode Observasi dilakukan dengan pengamatan, pencatatan dan pengukuran secara
sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diteliti. Metode observasi yang digunakan dalam
pengumpulan data ini menggunakan teknik: Pengukuran, Pengamatan dan pencatatan, serta cara
perhitungan. Alat bantu yang digunakan berupa Tustel, Meteran, Thermometer, Hygrometer dan
Lux Meter. Metode observasi ini dilakukan tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan, sehingga
metode ini bisa lebih objektif.

Hamah Sagrim 52
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Metode interview (wawancara) digunakan untuk penyadapan sejarah dan data budaya
appabolang yang merupakan bentuk arsitektur tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai
objek penelitian. Wawancara merupakan salah satu bagian yang penting dari survei. Tanpa
wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh melalui proses
interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor-
faktor tersebut meliputi: Wawancara, Responden, Topik Penelitian yang tertuang dalam
pertanyaan, serta situasi kondisi pada waktu wawancara berlangsung. Yang menjadi responden
pada penelitian ini adalah: Kepala Kampung, Petuah (Kepala Suku) dan Tokoh-tokoh Adat,
Pelaku Arsitek Maybrat, Imian, Sawiat, dan Masyarakat setempat.

2. Alat dan Materi Penelitian


a. Penelitian Daerah Pengukuran
Penentuan daerah pengukuran pada rumah halit dibagi atas dua titik ukur, yaitu; ruang
luar dan ruang dalam. Ruang luar yang dimaksud adalah ruang ruang terlindung dari sinar
matahari langsung, namun masih berhubungan dengan ruang luar, dalam hal ini teras (isit).
Ruang dalam pengukuran dilakukan pada ruang berkumpul keluarga yang juga merupakan ruang
serba guna dan ruang utama. Untuk mempermudah dan mempercepat proses pengukuran
dilapangan, maka perlu adanya penentuan titik ukur pada daerah pengukuran pada rumah halit
dan tabel pengukuran yang memuat daerah titik ukur, waktu pengukuran, temperatur udara,
temperatur keccepatan angin, dan intensitas cahaya yang terjadi.
b. Perekam dan Pemotretan
Pemotretan dilakukan pada elemen-elemen bangunan seperti dinding, tangga, penyangga,
tiang, lantai, dan jendela, atap, jaringan pergerakan dan kondisi lingkungan.
Perekam dilakukan untuk mendapatkan data tentang: Dimensi Ruang, Dimensi Bukaan.
Pencatatan juga dilakukan untuk mengidentifikasikan warna, bahan dan dimensi dari elemen-
elemen tersebut. Disamping itu dibutuhkan juga data eksternal seperti: Data Klimatologi Daerah
Setempat, dan Pada Lokasi.
Untuk mempermudah survey dan akurasi data yang diperoleh dilapangan, maka dibuat
dalam bentuk tabel pengamatan berupa: Kolom-kolom berupa: jenis-jenis elemen bangunan,
bahan, ukuran dan warna.

Hamah Sagrim 53
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Interview (Wawancara)
Interview atau wawancara yang digunakan untuk penyadapan Sejarah serta data budaya
appabolang yang menjadi faktor terbentuknya arsitektur tradisional objek penelitian. Responden
dalam penelitian ini adalah: Kepala Kampung, Kepala Suku atau Petuah, Pelaku Arsitektur halit,
Masyarakat, Tokoh-tokoh Adat dan Warga Setempat.
Pedoman wawancara yang digunakan adalah pedoman wawancara tidak struktur. Suatu
pedoman yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan. Tentu saja kreatifitas
pewawancara sangat diperlukan, bahkan hasil wawancara dengan jenis pedoman ini lebih banyak
bergantung pada pewawancara. Pewawancaralah sebagai pengemudi jawaban responden.

d. Alat Perekam dan Pengukur


Alat yang digunakan untuk mengukur dalam penelitian ini adalah untuk mengukur
temperatur udara dan kelembaban udara, digunakan alat thermometer buatan Perancis. Untuk
mengukur intensitas cahaya yang terjadi, digunakan alat lux meter AVO LM.4.2000 Lux buatan
Perancis. Kecepatan angin, diukur dengan Anemometer, disamping itu diadakan peninjauan
dengan menggunakan tanda-tanda klasifikasi angin skala beaufort. Sedangkan untuk mengetahui
ukuran-ukuran setiap elemen-elemen bangunan digunakan meteran berupa Rol meter. Alat
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Alat ukur kelembaban Alat ukur intensitas cahaya matahari Alat Ukur Kecepatan Angin
(thermometer) (lux meter AVO LM.4.2000) (Anemometer)

Hamah Sagrim 54
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Alat-alat Pengukuran


(sumber, Dokumentasi peneliti berdasar survey, 2007)

Diagram:
Alur Pikir Survey Menggunakan Teknik Perekaman

KONDISI FISIK
T P - Penyangga
E E - Tiang
K R - Tangga
N E  Pemotretan Bentuk Arsitektur
- Lantai
I K  Pencatatan Tradisional Suku
- Dinding dan bukaan
K A  pengamatan Maybrat, Imian,
- Atap Sawiat, Papua .
M - Bahan/material
A - Orientasi bangunan
N - penghijauan

Diagram:
Alur Pikir Survey Menggunakan Teknik Wawancara

- Agama
Daftar garis - Pola hidup Variabel yang
besar - Hubungan sosial mempengaruhi bentuk
pertanyaan - Mata Pencaharian arsitektur tradisional
- Pengetahuan suku Maybrat, Imian,
- Lingkungan Alam Sawiat, Papua

3. Tahap Kerja Lapangan


Tahap kerja lapangan merupakan tahap pokok dalam penelitian ini. Pekerjaan yang
dilakukan tahap ini meliputi pengukuran kondisi lokasi penelitian, pengamatan, pencatatan,
wawancara. Penelitian melakukan pengukuran sebanyak 13 kali untuk masing-masing daerah
ukur, yaitu untuk ruang luar jam 1.00, 2.00, 4.00, 6.00, 8.00, 10.00, 12.00, 14.00, 16.00, 18.00,
20.00 dan 24.00. ruang dalam jam 1.10, 2.10, 4.10, 6.10, 8.10, 12.00, 14.10, 16.10, 18.10, 20.10,
22.10, dan 24.10.
4. Kompilasi Data dan Interpretasi Data

Hamah Sagrim 55
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Observasi yang dilakukan menghasilkan data primer yang terdiri dari data hasil
pengukuran, pengamatan dan pencatatan. Semua data dikumpulkan dan disusun sesuai dengan
urutannya. Data tersebut kemudian dipelajari, termasuk mengkoreksi ketepatan dan kebenaran
pengukuran dan pencatatan.
5. Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk meninjau bentuk arsitektur tradisional suku Maybrat,
Imian, Sawiat, yang tercipta dari hasil budaya Appabolang.
a. Untuk Membuktikan Hipotesis
Untuk membuktikan hipotesis, dilakukan sebagai berikut:
1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis bentuk rumah tradisional suku Maybrat,
Imian, Sawiat, beserta elemen-elemen pembentukannya untuk mengetahui pengaruh terhadap
kenyamanan thermal dalam ruang. Bentuk dan denah, bukaan-bukaan, atap dan dinding,
overstek, material dan warna, serta tatanan lingkungan bangunan.
2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis hasil observasi dilapangan, yaitu untuk
mendapatkan indeks kenyamanan didalam bangunan. Data hasil pengukuran yang berupa
data kuantitatif, baik pengukuran diluar maupun di dalam bangunan diperbandingkan dengan
standart kenyamanan thermal kemudian dilakukan analisis kuantitatif. Diagram yang
digunakan untuk menganalisis adalah sebagai berikut:
a) Untuk mendapatkan pembayangan digunakan diagram matahari
b) Untuk menentukan WET Bulb Temperatur (WBT) digunakan diagram psikometerik
c) Untuk menentukan temperatur Efektif, digunakan diagram temperatur efektif
d) Untuk mengetahui batas kenyamanan thermal, digunakan diagram kenyamanan Olgyay
e) Untuk mengetahui kenyamanan thermal juga digunakan standart kenyamanan dari hasil
penelitian Santoso, 1984, dan penelitian Mom dan Wiesebrom (1940) yang pernah
dilakukan di Indonesia. Standart kenyamanan hasil penelitian Santoso (1984), yaitu:
- Temperatur udara 23-34,3°C
- Kelembaban relatif 45-95%
- Radiasi Matahari 1020 W/m²

Hamah Sagrim 56
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

- Kecepatan Angin 0-4,3 m/d


- Kenyamanan thermal 25,4-28,9°C
Standart kenyamanan hasil penelitian Mom dan Wiesebrom (1940) dengan kecepatan udara
sekitar 0,1 m/s – 0,2 m/s yaitu:
- Ambang bawah untuk kondisi sejuk adalah pada temperatur 23°CRH = 50% atau
temperatur efektif 20,5°C.
- Ambang bawah untuk kondisi nyaman optimal adalah 24°C, RH = 80% atau temperatur
efektif 22,8°C yang juga merupakan ambang bawah untuk kondisi hangat.
- Ambang batas untuk kondisi hangat adalah pada 31°C,HR = 60% atau temperatur efektif
27,1°C.
3. Analisis terhadap aplikasi persamaan/formulasi
Untuk mengetahui tingkat perolehan panas didalam bangunan dilakukan analisis formulasi dari
SV Szokolay sebagai berikut:
Q =Qi + Qc + Qv............................................................................(1)
Qs =AxGxq
Qc = A x U x (t0 + t1)
Qv = (Qsv + Q1v) x kebutuhan pergantian udara/jam
Keterangan :
Q : Jumlah radiasi panas yang masuk ke dalam ruangan
Qi : Panas yang disebabkan karena orang dan peralatan yang tergantung dari aktifitas
yang dilakukan penghuni.
Qs : Radiasi panas yang masuk melalui kulit bangunan dan atap, nilainya tergantung
dari sudut datangnya sinar matahari langsung dan material yang digunakan.
Qc : Kondisi panas akibat perbedaan temperatur luar dan dalam, nilainya tergantung
dari materi yang digunakan dan perbedaan temperatur udara luar dan dalam yang
terjadi.
Qv : Panas yang ikut masuk kedalam ruang bersama aliran udara.
A : Luas lubang cahaya
G : Radiasi matahari
q : Solar gain kaca
U : Elemen transmisi (w/m²°C)

Hamah Sagrim 57
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

t0 : Temperatur udara dalam


t1 : Temperatur udara luar
Untuk mengetahui pembayangan yang terjadi akibat orientasi bangunan, digunakan solar
chart dengan formula:
d = X (tang a/cos b).......................................................................................(2)
keterangan :
X : Lebar atap Bangunan
a : Sudut ketinggian/altitude
b : Sudut Azimuth
d : Kedalaman bayangan
Untuk mengetahui jumlah pergantian udara di dalam bangunan dengan menghitung luas lubang
bukaan dan sistem ventilasi, digunakan formula Terry S Bouttet, 1987, yaitu:
Q = A x V x Cf x CV....................................................................................................(3)
Keterangan :
Q : Pengertian udara yang dibutuhkan (m²/sk)
A : Luas Lubang inlet (m/sekon)
Cf : Faktor koefisien (besarnya 60)
Cv : Evektifitas bukaan (besarnya 0,5 – 0,6 untuk angin yang tegak lurus lubang, atau
0,25 – 0,35 untuk angin dengan konstanta efektifitas bukan dari perbandingan
inlet dan outlet) sbb:

Tabel : Perbandingan inlet dan outlet dan nilai konstanta efektifitas bukaan
Inlet : Outlet Konst. Ef. bukaan Inlet : outlet Konst. Ef. bukaan
1:1 1.00 1:5 1.4
1:2 1.27 2:1 0.63
1:3 1.35 4:1 0.25
1: 4 1.38 4:3 0.63
Sumber, S. Bouttet, 1987
Untuk mengetahui pengurangan panas didalam bangunan, dapat digunakan dari Terry S. Bouttet,
1987, yaitu:
Q = D x Cp Qa x (To-Ti).......................................................................................(4)

Hamah Sagrim 58
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Keterangan :
Q : Laju pengurangan Panas (w)
D : Masa Jenis udara kg/m³ 90,0013 kg/m³
Cp : Panas Jenis Udara, konstanta (1004,65J/kg°k)
Qa : Jumlah aliran udara m²/detik
To : Temperatur udara luar (°C)
Ti : Temperatur udara dalam (°C)
Untuk memudahkan analisis, maka pembayangan tiap fasade bangunan disusun ringkas dengan
keterangan sebagai berikut:
SV : Sudut vertikal
SH : Sudut Horizontal
Az : Sudut Azimuth
TM : Tinggi Matahari/altitude
P : Pembayangan

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Hasil Penelitian Daerah Permukiman

Hamah Sagrim 59
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Penelitian daerah permukiman dengan menentukan dua titik pengukuran, yaitu; ruang luar,
dan ruang dalam. Ruang luar yang dimaksud adalah ruang yang terlindung dari sinar
matahari langsung, namun masih berhubungan dengan ruang luar.
2. Hasil Perekaman dan Pemotretan
Pemotretan wajah bangunan, elemen-elemen bangunan seperti; dinding, tangga,
penyangga, tiang, lantai, kisi-kisi, atap, jaringan pergerakan, dan kondisi lingkungan.
Perekaman dilakukan untuk mendapatkan data tentang; Dimensi Ruang, dimensi
bukaan/kisi-kisi. Pencatatan juga dilakukan untuk mengidentifikasikan warna, bahan, dan
dimensi dari elemen-elemen tersebut. Disamping juga data klimatologi daerah setempat dan
lokasi yang dibuat dalam tabel pengamatan berupa koloum, jenis-jenis elemen bangunan,
bahan, ukuran, dan warna.
3. Hasil Wawancara (interview)
Dalam kesempatan wawancara (interview) ini, yang diwawancarai adalah Kepala suku,
Petuah, Kepala kampung, Tokoh Masyarakat, dengan menyajikan 3 topik
a. Sejarah perkembangan rumah tinggal halit-mbol chalit
b. Proses mendirikan bangunan ruamah halit-mbol chalit
c. Waktu dan persiapan tahapan kerja dalam mendirikan bangunan.
4. Hasil Pengukuran dan Analisis Kenyamanan Thermal
Dalam kesempatan Pengukuran dan Analisis Kenyamanan Thermal ini didapati beberapa
faktor yang mempengaruhi kenyamanan thermal dalam ruang, yaitu:
a. Faktor Iklim (eksternal)
b. Faktor Ruang dalam (Interior)
c. Faktor Bahan
d. Faktor Warna
B. PEMBAHASAN
B.1. Pembahasan Umum Tentang Suku
Bangsa di Papua - Studi Etnografis
Papua terdiri dari kurang lebih 251
suku bagsa atau etnis (termasuk
didalamnya suku Maybrat, Imian, Sawiat)
yang memiliki keanekaragaman

Hamah Sagrim 60
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kebudayaan, dimana setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri. Ciri khas tersebut dapat
membedakan kebudayaan satu kelompok etnis yang satu dengan etnis yang lain. Untuk
membedakan ciri khas budaya pada setiap etnis yang ada, maka perlu kita mengetahui dan
memahami apa yang dimaksud dengan kebudayaan.

• Kebudayaan menurut seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor mengatakan


kebudayaan adalah suatu keseluruhan komleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan,
seni, kesusasteraan, hukum,adapt istiadat serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang
dipeljari oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat.
• Selanjutnya juga menurut Ralp Linton bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari
pengetahuan, sikap, dan pola prilaku yang merupakan kebiasaan yang di miliki dan
diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.

Pada umumnya semua kebudayaan dari setiap suku bangsa diatas muka bumi ini terdapat 7
(tujuh) unsur universal yaitu :

1. Bahasa
2. Sistim pengetahuan
3. Organisasi sosial dan kekerabatan
4. Sistim Teknologi
5. Sistim mata pencaharian hidup
6. Sistim Religi
7. Kesenian.

A. Pengertian Etnografi Papua

Etnografi papua yaitu suatu studi deskriptif mengenai masyarakat-masyarakat sederhana.


Atau suatu gambaran tentang kebudayaan-kebudayaan suku bangsa yang hidup serta Etnografi
adalah ilmu yang melukiskan tentang suku-suku bagsa yang tersebar di muka bumi ini dan secara
khusus di Papua.

B. Tujuan

Hamah Sagrim 61
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tujuan daripada Judul ini adalah Agar supaya pembaca dapat mendeskripsikan, melukiskan atau
mengambarkan kondisi sosial budaya dan juga kondisi alam di Papua.

C. Kondisi Lingkungan Alam


1. Letak, Luas dan Batas Wilayah.
2. Pulau Papua yang tampak berbentuk seekor burung raksasa yang mirip seekor dinosaurus
yaitu binatang dari kala mezoikum yang kini telah punah.
3. Sekitar 47 % bagian dari wilayah pulau ini yang berada di sebelah barat dan merupakan
bagian kepala, tengkuk, punggung,leher, dada dan perut dinosaurus tadi adalah wilayah
4. Papua dan 53 % sisanya adalah wilayah Negara tetangga kita, Papua new Guinea.

- Pulau Papua memiliki luas wilayah sebesar kurang lebih 416.800 Km2 yang batas
wilayahnya sebagai berikut :
a. Sebelah utara berbatasan dengan lautan teduh dan laut Halmahera
b. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Negara tetangga Papua New Guinea
c. Sebelah selatan berbatasan dengan laut Arafura dan benua Australia
d. Sebelah Barat berbatasan dengan laut Seram, laut Banda atau propinsi Maluku.
e. Bagian utara pulau Papua terdapat banyak pulau yaitu antara lain ; pulau Yapen, Pulau
Numfor,Supiori, Padaido, dan pulau Roon yang berada di teluk Cenderawasih.Selain itu
dibagian utara kepala burung terdapat pulau Batanta, Salawati, Doom Wigeo, dan pulau
Misol. Sedangkan dibagian Selatan terdapat pulau-pulau, seperti; pulau Adi, pulau
Aiduma, Naurio, Yosudarso(Kimam) dan pulau Komoran.
f. Selain Pulau-pulau di Papua juga terdapat beberapa teluk dan sungai yang cukup besar
dan mempunyai potensi sumber daya alam (SDA). Teluk-teluk tersebut terdapat di bagian
utara, diantaranya ; Teluk Yosudarso,teluk Cenderawasih,reluk Wandamen, teluk
Berau/Bintuni, dan di bagian selatan terdapat diantaranya teluk Arguni, teluk Triton dll.
Sedangkan sungai-sungai yang terdapat di Papua antara lain; Sungai Membramo,sungai
grime,sungai Tami, dan sungai-sungai di pantai selatan pulau papua antara lain; sungai
Kais, sungai Kamundan, sungai Balim, sungai Digul dan lain-lainnya yang bermuara ke
laut Arafura.
g. Sedangkan daerah pegunungan di Papua antara lain; pegunungan
Tamrau,Arfak,Sudirman,Nasauw, Jayawijaya dengan puncak-puncaknya yang tertinggi

Hamah Sagrim 62
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yaitu; Puncak Jaya (5.030 m), puncak Trikora( 4.750 m), puncak Yamin. Puncak Jaya
memiliki keajaiban sendiri di dunia karena walaupun terletak di daerah tropis namun,
puncak tersebut diselimuti salju abadi sepanjang tahun.
h. Pulau Papua berada di dekat khatulistiwa dan beriklim tropic. Suhu udara pada
ketinggian permukaan air laut hamper seragam bagi seluruh propinsi yaitu rata-rata 26
derajat Celsius. Variasi suhu terjadi karena ketinggian daerah yang berbeda-beda. Setiap
ketinggian 100 meter terjadi penurunan suhu sebanyak kurang lebih 0.6 derajat Celsius.
Karena itu tanah pegunungan yang mencapai ketinggian lebih dari 4,400 meter senantiasa
tertutup salju abadi. Kecuali oleh ketinggian suatu daerah, suhu juga ditentukan oleh
factor-faktor lain, seperti banyak angina naik menyebabkan penurunan suhu dan banyak
angina turun menyebabkan kenaikan suhu.
i. Curah hujan bagi sebagian besar pulau Papua cukup tinggi rata-rata 2,000-3000 milimeter
tiap tahun, dibeberapa tempat di pegunungan tengah curah hujan kadang-kadang melebihi
4000 milimeter setahun.
j. Adapun perbedaan antara musim-musim pada umumnya tidak terlalu besar kecuali di
daerah dataran rendah utara, tempat hujan selama bulan juli hingga September mencapai
200 milimeter tiap bulan. Pada umumnya tidak terdapat musim-musim yang terlampau
kering.

- Ada 4 (empat) zone ekologis utama, yaitu :

1. Zone rawa, pantai dan sepanjang aliran sungai, meliputi daerah Asmat, Jagai, Awyu,
Yagai Citak, Marind Anim,Mimika/Kamoro dan Waropen
2. Zone dataran tinggi, meliputi orang Dani, Yali, Ngalum, Amungme, Nduga, Damal,Moni
dan orang Ekari/ Mee
3. Zone Kaki gunung dan lembah-lembah kecil, meliputi daerah Sentani, Nimboran,
Ayamaru dan orang Muyu
4. Zone dataran rendah dan pesisir, meliputi Sorong samapai Nabire, Biak dan Yapen.

D. Menelusuri Asal Usul Nama Papua.

Hamah Sagrim 63
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

a. Orang Belanda meyebut pulau Irian atau Papua sekarang yaiti Niew Guinea oleh seorang
pelaut Spanyol yakni Ynigo Ortez de Retes (1545) yang menyebut “Neuva Guinea” ( Guinea
Baru).
b. Sebutan lain juga adalah “Papua” yang mula-mula dipakai oleh pelaut Portugis Antonio d’
Arbreu yang mengunjungi pantai Papua pada tahun 1551. Nama itu sebelumnya dipakai oleh
Antonio Pigafetta pada waktu berada dilaut Maluku pada tahun 1521. kata Papua berasal dari
kata “ Pua-pua” yang berarti keriting.( Stirling, 1943;4, dalam Koentjaraningrat, 1993).
c. Dalam konferensi Malino 1964 nama “Iryan” diusulkan oleh F. Kaisepo, Kata itu berasal dari
bahasa Biak yang artinya “ Sinar matahari yang menghalau kabut dilaut, sehingga ada
harapan bagi para nelayan biak untuk mencapai tanah daratan Irian”. Pengertian lain dari kata
ini juga pada orang Biak, bahwa Irian itu berasal dari dua kata yaitu “iri” dan Ryan” Iri
berarti “dia” ( dia yang dimaksud disini adalah Tanah) dan Ryan berarti “panas”.
d. Jadi arti dari kata Irian ini adalah Tanah yang Panas. Lain juga masyarakat Marind-anim di
pantai selatan mengatakan kata Irian berarti Iri berarti Tanah dan An berarti air jadi Irian
artinya “tanah air”.
e. Akhirnya Presiden Soekarno mempopulerkan kata Irian sebagai kata yang pertama dari
singkatan Ikut Republik Indonesia Anti Nederland.(Koentjaraningrat, 1993).

E. Pemetaan Suku-Suku Bangsa Di Papua


1. Dalam uraian ini akan membahas kategori-kategori kebudayaan papua yang pernah
dibuat oleh ahli-ahli Antropologi dan Linguistik. Manurut SIL ( Sumer Institute of
language) bahwa kebudayaan Papua, jika dikategori berdasarkan bahasa maka di Papua
terdapat 251 bahasa (Peter J.Zilzer & H.H Clouse, 1991).
2. Menurut Koentjaraningrat (1994) kebudayaan di Papua menunjukkan corak yang
beraneka ragam yang disebut sebagai kebhinekaan masyarakat tradisional Papua.
3. Menurut Tim peneliti Uncen (1991) telah diidentifikasi adanya 44 suku bangsa yang
masing-masing merupakan satuan masyarakat, kebudayaan dan bahasa yang berdiri
sendiri. Sebagian besar dari 44 suku bangsa itu terpecah lagi menjadi 177 suku.
4. Menurut Held (1951,1953) dan Van Bal (1954), cirri-ciri yang mencolok dari Papua
adalah keanekaragaman kebudayaannya, namun dibalik keanekaragamn tersebut terdapat
kesamaan cirri-ciri kebudayaan mereka.

Hamah Sagrim 64
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

F. Ciri dan Identitas Orang Papua

Orang Papua tidak pernah diteliti oleh para ahli mengenai cri-ciri ras. Hanya beberapa orang
dokter dan ahli antropologi ragawi saja yang telah melakukan pengukuran tinggi badan dan
indeks ukuran tengkorak pada beberapa individu dibeberapa tempat yang terpencar. Bahan-
bahan itu belum cukup untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang ciri-ciri fisik
masyarakat di Papua. Menurut H.J.T. Bijlmer (1923: 335-488; 1926:2390-2396, dalam
Koentjaraningrat, 1993).

1. Ada kecenderungan bahwa orang Papua makin jauh dari pantai makin pendek tubuhnya,
demikian pula bentuk tengkorak penduduk pantai umumnya lonjong dan makin kearah
pedalaman bentuknya menjadi sedang. Indeks ukuran bagian-bagian muka pada beberapa
penduduk pantai ada yang lebar, namun tidak jarang pula ada orang pantai yang panjang
bentuk mukanya, dan didaerah pedalaman keadaannyapun sama (Bijlmer, 1956, lihat
Koentjaraningrat, 1993).
2. Kebinekaan ciri-ciri ras pada berbagai penduduk asli Papua lebih jelas terlihat melalui ciri-
ciri ras fenotip mereka, yaitu warna dan bentuk rambut, walaupun dalam hal ini tidak ada
keseragaman. Warna rambut orang papua hampir semuanya hitam tetapi tidak semuanya
keriting. Penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Mamberamo, rambutnya banyak yang
berombak dan bahkan ada pula yang lurus (Moszkowski, 1911: 317-318), sedang ada pula
yang lurus dan kejur (Neuhauss, 1911:280,dalam Koentjaraningrat, 1993).

G. Persebaran Orang Papua

Uraian yang menggambarkanbagaimana sebaran dan komposisi penduduk Papua secara


umum, dimana termasuk didalamnya penduduk dari luar yang berada di Papua berdasarkan
sebaran suku bangsa melalui sensus belum dapat dilakukan secara terperinci, sehingga jumlah
yang pasti tentang berapa banyaknya orang Papua (penduduk asli) tidak dapat disajikan secara
lengkap.

Namun untuk dapat mengetahui sebaran orang Papua berdasarkan suku bangsa, di Papua
khususnya orang asli dapatlah disajikan berdasarkan Kabupaten dan sebaran kelompok suku
bangsanya. Untuk itu data sementara yang masih perlu dilengkapi lagi melalui suatu kajian

Hamah Sagrim 65
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

lapangan (penelitian) antropologi, sehingga dapat dijabarkan secara lengkap sebaran suku
bangsa- suku bangsa berdasarkan daerah kebudayaannya.

NO KABUPATEN/ KEC. SUKU BANGSA SUB SUKU BANGSA

01 - Jayapura Teluk Humboldt/Teluk Imbi Enjros, Tobati, Injerau, Metu, Debi

-J - Jayapura Selatan (Yos Sudarso) Meterau, Kayu Injau, Kayu Batu

-Jayapura Utara Teluk Imbi Nafri, Skou (Jambe, Sai, Mabo)

-Abepura Teluk Imbi Abrab, Manem, Merep, Awi(Beibwo)

-Arso Taiget/Kerom Ormu, Tabla/Tepra, Munggei

-Depapre Tanah Merah Bonggo,, Yarsum, Betaf, Bgu


(Bgufinti, Kaptiau, Tarfia), pulau-
-Bonggo Pantai Timur
pulau (Wakde, Masi-masi, Jamna,
Podena, Anus, Jarsum)
-Nimboran Nimboran/Nambling

Namblong, Kwanzu
-Kemtuk Gresi Kemtuk Gresi

Kemtuk, Gresi
-Demta Demta

Sifari (Tarfia, Sou, Ambora, Muris


-Kaureh Lereh
Kecil, Muris Besar, Yauhapsa);
-Tor Atas Tor Yakari (Bukisi, Meukisi,
Kamtumilena, Soroyena, Demoi)
-Sarmi Sarmi
Kaure, Sause, Kasu, Takana
-Senggi Senggi
Foya, Mandes, Subar, Bonerif, Biyu,
Daranto, Segar, Bora-bora, Waf,
Berik, Kwersupen

Hamah Sagrim 66
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Airoran, Samarokena, Kwerba,


Sabori, Sobei

Find, Warlef, Waina, Molof


-Waris Walsa Walsa, Mii (Fermanggam)

-Web Ubrub Dra, Dubu, Emum, Nemnenda,


Jibela-Yafanda
-Unurum Unurum Guay
Unurum, Guay
-Mamberamo Hilir Bauzi
Warembori, Pauwe, Warewek
-Mamberamo Tengah Bauzi
Bauzi, Nopuk
-Mamberamo Hulu Dabra
Nisa, Karama
-Pantai Barat Pantai Barat
Kwesten (Keder, Dabe, Mengke,
-Sentani Sentani
Takar); Mawes (Maweswares,
Mawesdai)

Sentani (Timur, Barat, Tengah),


Dosai, Maribu
Foya Foya

uta uta
02 - Yapen Selatan/ Barat/ Yapen Woriasi, Ambai, Serui laut, Busamui,
Timur Waropen Ansus, Pom, Woi, Munggui, Marau,
- Waropen atas/ Bawah Kurudu Pupui, Tamakuri, Kerema, Sarobi,
Siromi, Baudi, Kai, Taru, Demisa, Serui,
Kurudu.
03 - Biak Numfor Biak - Numfor Biak Numfor
04 Paniai Ekari (Mee) Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar,
Dou, Eguay, Mogopia, Iyatuma,

Hamah Sagrim 67
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Wodatuma, Makituma, Moi, Kiri-kiri,


- Nabire, Napan, Yaur, Timorini
Turu, Taori-key, Fayu
- Aradide, Homeyo,
Kamu,Mapia,Paniai
Barat/Timur, Tigu,
Uwapa, Sugapa, Beoga

05 Manokwari Arfak, Mantion, Hatam, Meyah, Sough,


Amberbaken, Saukorem, Karon Pantai,
- Warmare, Anggi, Orans Amberbaken/Mansubaber,
Tanah Merah, Babo, Arandai,
bari, Ransiki, Merdey, Wandamen, Bintuni/Wamesan
Kemberano, Meninggo, Kaburi, Roon,
- Manokwari, Kebar,
Mioswar, Rumberpon, Wandamen, Kuri
Amberbaken
- Babo, Windesi, Bintuni,
Wasior

06 Sorong Moi Arfak, Moi-Dial (seget), Moi-Klasen,


Moi-kalabra, Moi, Morait, As maya,
- Sausapor Raja Ampat (Biak)
Amber, Kawe, Batol, Fiawat, Mocu,
- Beraur,Seget, Makbon,
Suruan, Sautrop, Biser, Matbat, Gebe,
Raja Ampat
Morait, Salawati,
Sopen
- Waigeo Utara/selatan,
- Misol

07 Sorong Selatan - Teminabuan Tehit, Matbat, Gemna, Ogit, Syaifi,


- Inanwatan Sawiat, Bira, Metemani, Kokoda,
Ogit/Yahadian

08 Maybrat - Meybrat/Ayamaru, Karon, Ayamaru (ra Maru), Aifat (rae brat),


Yeden, Aitinyo (ra te) Mare (Ra mare), Sawiat
- Aifat, Aitinyo, Ayamaru,
(ra sawiat), Sufari (Tarfia, Sou,
Ayamaru Utara
Amboras, Muris). Karon Pantai,
Karondori, Marei, Madik, Meyah,

Hamah Sagrim 68
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Hatam, Arfak

09 Fakfak Fakfak Onon, Iha, Karas, Baham, Buruwai,


Kamberau, Irarutu, Mairasi, Semini,
- Fakfak, Kokas Arguni
Koiwai, Panuku, Guenora
- Teluk Arguni
Kaimana
- Kaimana
- Teluk Etna
Kaimana

10 Mimika Kamoro Kamoro

- Mimika Amungme Amungme


- Agimuga

11 Merauke Asmat Kayagar, Kaugat, Sawi, Airo,


Sumaghage, Bapian, Pisa, Tamnin
- Agats, Sawaermas, Awyu/yagi, Kimaam, Marind-
. Awyu, Yagai, Yah’ray (Kakero,
Pantai Kasuari, Citak Anim,
Wadaghang).
Mitak, Asgon Mandobo/Mandup/Wambon,
Riantama, Koneraw, Kimaghama,
- Edera, Nambiaomen Muyu
Ndom, Moembun.
Bapai
Yab-anim, Bian-Anim, Jee-Marind,
- Kimaam
Maklew-anim, Kanum-anim, Wambon,
- Merauke, Okaba, Muting
Anyum, Kaitumdik, Genemtak,
- Jair, Mandobo, Kouh
Lagailuk, Mandup (okpari), Kamindip,
- Waroko, Mindiptanah
Kakaip, Janggom, Are, Kataut, Kapom
(Okpari), Kamindip, Kakaip, Jonggom,
Are, Kataut, Kapom, Okpari
12 Jayawijaya Dani/Lani Dani Induk, DaniWodo, Dani Kimim,
Dani Wosi, DaniBele, Dani Aikhe, Dani
- Wamena, Aslogaima, Mek
Jurag
Bokondini, Karubaga,
Ngalum

Hamah Sagrim 69
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Kelila, Kurulu, Makki, Kosarek, Bime, Epomek, Nalcan,


Tiom, Kurima, Endoman, Tanime, Una (Langda,
- Kiwirok, Okbibab Bomela, Sontamon), Ketengban kupla,
- Oksibil Morop, Kusumkim, Walapkubun,
Oktawat, Oksibil, Dabolding,
(Mabilabon), Yapimakot, Bulangkop.

Sumber : Walker Malcon dkk 1987. Region development planing for irian jaya Anthropology sector report

H. Bahasa Dan Sistem Pengetahuan

Kebinekaan sukubangsa tercermin dalam berbagai unsur budaya seperti bahasa, struktur
organisasi sosial, sistem kepemimpinan, agama, dan sistem mata pencaharian hidup
berdasarakan ekologi daerah tersebut. Masyarakat yang bersifat plural societies yang multi etnik,
multi kultural, multi kedaerahan, dan multi keagamaan itu membawa implikasi beragam dan
spesifiknya institusi menyebabkan hubungan dan jaringan sosial kelompok-kelompok
masyarakat lebih banyak bersifat homophily dibanding heterophily. Penduduknya diklasifikasi
sesuai spesifikasi geografis, ekologi, kewilayahan, sosial, budaya, dan ekonomi.

Apakah bahasa itu ? Bahasa adalah suatu sistem bunyi, yang kalau digabungkan menurut
aturan tertentu menimbulkan arti, yang dapat ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam
bahasa itu. Meskipun manusia pertama-tama bersandar pada bahasa untuk saling berkomunikasi
satu sama lain, tetapi bahasa bukanlah satu-satunya sarana komunikasi. Sarana-sarana lain itu
adalah para bahasa (para language) yaitu suatu sistem bunyi yang menyertai bahasa, dan kinesika
(kinesics) yaitu sistem gerakan tubuh yang digunakan untuk menyampaikan pesan (Haviland,
1988: 359). Kalau dilihat dari konsep tersebut di atas, maka orang Papua juga mempunyai suatu
sistem bunyi yang dapat menimbulkan arti berdasarakan kebudayaan mereka masing-masing.

Orang Papua secara umum dibagi kedalam dua kelompok besar menurut pembagian bahasa
yang digunakan. Kedua bahasa tersebut adalah bahasa Austronesia dan bahasa Non
Austronesia. Adapun bahasa-bahasa yang masuk dalam kelompok Austronesia disebut dengan
nama bahasa-bahasa Papua. Dua bahasa ini merupakan bahasa induk yang kedalamnya
tergolong bahasa-bahasa lokal yang kurang lebih 250 buah bahasa (Silzer, 1986; Penelitian
Hamah Sagrim 70
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Program Bahasa, Uncen, 2001) Bahasa sebagai wahana berkomunikasi antara warga, maka tiap
kelompok etnik mengujar bahasa tertentu selalu membedakan diri mereka dari kelompok
pengujar bahasa lain. Ini berarti dari segi kebahasaan terdapat kurang lebih 250 kelompok etnik
yang masing-masing merasa dirinya berbeda dari kelompok-kelompok lainnya.

I. Sistem Pengetahuan

Nilai budaya yang bermanifestasi dalam bentuk etika, norma, peraturan, hukum dan aturan-
aturan khusus yang menjadi pedoman bagi manusia itu berbeda dari satu masyarakat
kebudayaan dengan masyarakat kebudayaan lainnya. Apa yang dianggap bernilai tinggi oleh
masyarakat kebudayaan A belum tentu dianggap baik oleh masyarakat kebudayaan B. Apa yang
dianggap patut dipatuhi oleh masyarakat kebudayaan C belum tentu dianggap penting untuk
dipatuhi oleh masyarakat kebudayaan D. Demikian seterusnya.

a. Kluckhohn dan Stodbeck (1961), secara universal bersumber dari konsepsi yang berbeda
teradap lima hal atau prinsip dasar. Kelima prinsip dasar itu adalah:
- Konsepsi terhadap hakekat hidup (MH). Semua kebudayaan di dunia ini, niscaya memiliki
konsep tentang apa yang disebut hidup. Apa arti hidup ini, apa tujuannya dan bagaimana
menjalankannya. Biasanya agama-agama memberikan tuntunan terhadap seseorang sehingga
terbentuk persepsinya terhadap hakekat hidup itu. Terhadap hakekat hidup terdapat
bermacam-macam tanggapan, ada yang memandang dan menanggapi hidup itu sebagai
kesengsaraan yang harus diterima sebagai ketentuan yang tak dapat dihindari: sebagai hidup
untuk menebus suatu dosa; sebagai kesempatan untuk menggembirakan diri; menerima
sebagaimana adanya; dan berbagai tanggapan lainnya.
- Konsepsi terhadap karya manusia (MK). Tanggapan tentang arti karya terdapat banyak
variasi yang ditampilkan oleh berbagai kebudayaan. Ada yang memandang karya atau
bekerja itu sebagai sesuatu yang memberikan suatu kedudukan yang terhormat dalam
masyarakat atau mempunyai arti bagi kehidupan; bekerja itu adalah pernyataan tentang
kehidupan; bekerja adalah intensifikasi dari kehidupan untuk menghasilkan lebih banyak
kerja lagi; dan berbagai macam konsepsi lainnya yang menunjukkan bagaimana manusia
hidup dalam kebudayaan tertentu memandang dan menghargai karya itu.

Hamah Sagrim 71
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

- Konsepsi terhadap alam (MA). Bagaimana manusia harus menghadapi alam, juga terdapat
persepsi yang berbeda-beda menurut tiap-tiap kebudayaan. Ada yang memandang alam ini
sebagai sesuatu yang potensial dapat memberikan kehidupan yang bahagia bagi manusia
dengan mengolahnya; ada yang memandang alam ini sebagai suatu yang harus dipelihara
keseimbangannya sehingga harus diikuti saja hukum-hukumnya; ada yang memandang alam
ini sebagai sesuatu yang sakral dan maha dahsyat sehingga manusia itu pada hakekatnya
hanya bisa bersifat menyerah saja dan orang harus menerima sebagaimana adanya tanpa
berbuat banyak untuk mengolah alam; dan berbagai tanggapan lainnya.
- Tanggapan terhadap waktu (MW). Ada berbagai tanggapan tentang soal waktu menurut
masing-masing kebudayaan. Ada tanggapan bahwa yang sebaik-baiknya adalah masa lalu
yang memberikan pedoman kebijaksanaan dalam hidupnya; ada yang beranggapan bahwa
orientasi ke masa depan itulah yang terbaik untuk kehidupan ini. Dalam kebudayaan serupa
itu perencanaan hidup menjadi suatu hal yang amat penting. Sebaliknya ada pula
kebudayaan-kebudayaan yang hanya mempunyai suatu pandangan waktu yang sempit,
mereka memandang waktu sekarang adalah waktu yang terpenting. Warga dari kebudayaan
serupa itu tidak akan memusingkan diri dengan memikirkan zaman yang lampau maupun
masa akan datang. Mereka hidup menurut keadaan yang ada pada masa sekarang ini.
- Tanggapan terhadap sesama manusia (MM). Ada kebudayaan-kebudayaan yang
menanamkan pada warga masyarakatnya pandangan-pandangan terhadap sesama manusia
bahwa hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya adalah amat penting. Dalam
pola kelakuannya, manusia yang hidup dalam kebudayaan serupa itu akan berpedoman
kepada tokoh-tokoh pemimpin dan orang-orang senior, sehingga orang atasan selalu
dijadikan panutan bagi warganya. Ada yang menanamkan pandangan bahwa hubungan
horizontal antara manusia dengan sesamanya sebagai yang terbaik. Orang dalam suatu
kebudayaan serupa itu akan merasa amat tergantung kepada sesamanya, dan usaha untuk
memelihara hubungan baik dengan tetangganya dan sesama kaum kerabat dianggap amat
penting dalam hidup. Sebaliknya ada kebudayaan yang berorientasi bahwa menggantungkan
diri pada orang lain adalah bukan hal yang baik. Dalam kebudayaan serupa itu
individualisme amat dipentingkan dan sangat menghargai orang yang mencapai banyak
tujuan dalam hidupnya dengan hanya sedikit bantuan dari orang lain.

Hamah Sagrim 72
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Koentjaraningrat mencatat bahwa nilai budaya yang dianggap penting karena merupakan
asset baudaya yang dapat dipakai untuk menunjang pembangunan adalah: (1) nilai budaya yang
berorientasi ke masa depan; (2) nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan
alam; (3) nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari karya manusia; (4) nilai budaya tentang
pandangan terhadap sesama manusia (Koentjaraningrat, 1974:38-42).

J. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem Kepemimpinan Tradisional Papua


1. Sistem Mata Pencaharian Hidup

Pulau Papua yang luasnya kurang lebih 3,5 kali pulau Jawa secara ekologis itu terdiri atas
empat zona yang masing-masing menunjukkan diversifikasi terhadap system mata
pencaharian mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran suku bangsa-suku bangsanya.
Menurut Malcoln dan Mansoben(1987; 1990), kelompok etnik yang beraneka ragam di
Papua tersebar pada empat zona ekologi yaitu: (1) Zona Ekologi Rawa atau Swampy Areas,
Daerah Pantai dan Muara Sungai atau Coastal & Riverine, (2) Zona Ekologi Daerah Pantai
atau Coastal Lowland Areas, (3) Zona Ekologi Kaki-Kaki Gunung serta Lembah-Lembah
Kecil atau Foothills and Small Valleys, dan (4) Zona Ekologi Pegunungan Tinggi atau
Highlands. Orang-orang Papua yang hidup pada mitakat atau zona ekologi yang berbeda-
beda ini mewujudkan pola-pola kehidupan yang bervariasi sampai kepada berbeda satu sama
lainnya.

Penduduk yang hidup di wilayah zona ekologi rawa, daerah pantai dan muara sungai
sebagaimana terdapat di:

1. Jayapura ( teluk Humboldt: Skou, Yotefa, Imbi; Tanah Merah: Ormu, Tabla, Demta;
Pantai Utara: Bonggo, Podena, Yarsum, Betaf; Tor: Mander, Berik, Kwersupen;
Sarmi:Kwerba, Isirawa, Sobei, Samarokena, Masep; Mamberamo:Warembori, Pauwe,
Warewek, Bauzi, Nopuk; Sentani: Sentani, Dosai, Maribu), Kelompok suku bangsa-suku
bangsa ini semuanya mempunyai mata pencaharian utama sebagai peramu sagu dan
sebagai pendamping kebun kecil, menangkap ikan (sungai dan laut).
2. Yapen Waropen (Mamberamo Barat: Karema, Nita; Waropen: Sauri, Waropen, Kofei,
Tefaro, Siromi, Baropasi, Bonefa; kelompok suku bangsa ini semua mempunyai mata

Hamah Sagrim 73
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pencaharian sebagai peramu sagu, kebun kecil, menangkap ikan di sungai dan laut.
Krudu: Krudu; Yapen: Woriasi, Ambai, Serui Laut, Yawe, Busami, Ansus, Pom, Woi,
Munggui, Marau, Pupui; kelompok suku bangsa-suku bangsa ini mempunyai mata
pencaharian utama sebagai peramu sagu, ditambah dengan kebun kecil, menangkap ikan
di sungai dan laut sebagai pendamping.

3. Biak Numfor; dengan mata pencaharian sebagai peramu sagu, ladang berpindah dan
menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.

4. Paniai; Nabire: Windesi, Mor, Yaur, Mer, Yeretuar, kelompok ini bermata pencaharian
utama ladang berpindah dengan pendamping meramu sagu, menangkap ikan di sungai
dan laut.
5. Manokwari; Wandamen: Roon, Mioswar, Rumberpon, Wandamen; Arfak: Mantion,
Hatam, Borai; Amberbaken, kelompok ini bermata pencaharian utama ladang berpindah-
pindah, dan pendamping menangkap ikan di sungai dan laut. Sedangkan Bintuni: Tanah
Merah, Babo, Arandai, Kemberano, Meninggo, Kaburi, kelompok ini bermata
pencaharian utama meramu sagu, ladang berpindah, menangkap ikan di laut dan sungai
sebagai pendamping.
6. Sorong: Karon bermata pencaharian utama ladang berpindah, menangkap ikan di sungai
dan laut sebagai pendamping; Moi: bermata pencaharian utama ladang berpindah-
pindah, meramu sagu dan menangkap ikan di sungai sebagai pendamping. Raja Ampat:
Kawe, bermata pencaharian utama meramu sagu dan menangkap ikan di laut dan sungai
serta kebun kecil sebagai pendamping. Sedangkan orang Maya, Beser/Biak, Matbat
bermata pencaharian utama meramu sagu, ladang berpindah-pindah serta menangkap
ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Seget; Teminabuan: Kalabra, Tehit, Kon,
Yahadian, Kais; Inanwatan: Suabau, Puragi, Kokoda, kelompok ini bermata pencaharian
utama meramu sagu, kebun kecil serta menangkap ikan di sungai dan laut sebagai
pendamping.
7. Fakfak: Onin, Iha, Karas, Baham, Buruwai; Kaimana: Mairasi, Semini, Koiwai bermata
pencaharian utama ladang berpindah-pindah, meramu sagu, menangkap ikan di sungai
dan laut sebagai pendamping; Arguni: Kamberau, Irarutu, Mairasi bermata pencaharian
utama meramu sagu, berkebun kecil serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai

Hamah Sagrim 74
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pendamping. Mimika: Kamoro bermata pencaharian utama, meramu sagu, berkebun


kecil, menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping.
8. Merauke; Asmat, Awyu, Yagai Citak bermata pencaharian utama meramu sagu dan
berkebun kecil serta menangkap ikan di laut dan sungai sebagai pendamping. Kimaam:
Riantana, Kimaghama, Koneraw; Marind-anim: Yab-anim, Maklew-anim, Kanum-anim,
Bian-anim bermata pencaharian utama meramu sagu dan kebun kecil, serta menangkap
ikan di sungai dan laut sebagai pendamping.
9. Adapun wilayah yang masuk dalam zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil di (1)
Jayapura, Nimboran: Genyem, Nimboran, Kemtuk Gresi; Arso; Waris,; Foya dan Uta
bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di sungai
dan berburu sebagai pendamping. (2) Paniai dengan suku bangsa Timorini: Dou, Kiri-
kiri, Turu, Taori-Kei Fayu bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah serta
menangkap ikan di sungai dan berburu sebagai pendamping. (3) Manokwari dengan suku
bangsanya Arfak: Hatam, Meyah, Mantion/Sough; Amberbaken bermata pencaharian
utama ladang berpindah-pindah serta menangkap ikan di sungai dan berburu serta
beternak babi sebagai pendamping. (4) Sorong dengan suku bangsa Karon, Madik,
Maibrat, Moraid bermata pencaharian utama ladang berpindah-pindah serta ternak babi,
menangkap ikan di sungai dan berburu sebagai pendamping. (5) Fakfak dengan suku
bangsa Fakfak: Baham, Irarutu, Amungme, bermata pencaharian utama berladang
berpindah, beternak babi dan menangkap ikan di sungai serta berburu sebagai
pendamping. (6) Merauke dengan suku bangsa Muyu, Mandobo bermata pencaharian
utama berladang berpindah, beternak babi dan berburu serta menangkap ikan di sungai
sebagai pendamping. Adapun wilayah yang penduduknya berada pada zona daerah
pantai umumnya bermata pencaharian utama meramu sagu dan menangkap ikan di laut
serta berkebun kecil dan berburu sebagai pendamping. Disamping itu pula ada upaya lain
berupa berdagang.

2. Sistem Politik Tradisional

Dalam setiap komunitas selalu dijumpai dengan berbagai proses “politik”, di mana ada
orang yang memimpin, menyusun organisasi, memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Dalam
masyarakat sebagai suatu sistem kita melihat adanya berbagai permasalahan tertentu yang harus

Hamah Sagrim 75
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dipecahkan melalui organisasi politik formal tertentu, misalnya memelihara ketertiban intern,
mengalokasikan kekuasaan dalam membuat keputusan tentang kegiatan kelompok. Jadi dapatlah
dikatakan bahwa organisasi politik suatu masyarakat adalah peraturan-peraturan dan tugas-tugas
apa saja yang digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, tanpa memperhatikan
apakah ada organisasi pemerintahan yang formal atau tidak (Keesing, 1992:38-39).

Orang Papua mengenal sistem yang mengatur hubungan atau relasi antar warga dalam
berbagai aktivitas hidupnya sehari-hari berdasarkan kebudayaan mereka masing-masing. Orang
Papua mengenal sistem politik atau sistem kepemimpinan politik tradisional,

Menurut Sahlins(1963) dan Mansoben(1995) terdapat empat sistem atau tipe politik di Papua
yaitu:

1. Sistem Big man atau pria wibawa: diperoleh melalui pencapaian. Sumber kekuasaan
terletak pada kemampuan individual, kekayaan material, kepandaian berdiplomasi/pidato,
keberanian memimpin perang, fisik tubuh yang besar, sifat bermurah hati (Sahlins, 1963;
Koentjaraningrat, 1970; Mansoben, 1995). Pelaksanaan kekuasaan biasanya dijalankan oleh
satu orang. Adapun etnik yang menganut sistem ini adalah orang Dani, Asmat, Mee,
Meibrat, Muyu. (Mansoben, 1995).
2. Sistem Politik Kerajaan: sistem ini adalah pewarisan berdasarkan senioritas kelahiran dan
klen. Weber (1972:126) mengatakan sebagai birokrasi patrimonial atau birokrasi tradisional
. Birokrasi tradisional terdapat pada cara merekrut orang untuk duduk dalam birokrasi.
Biasanya mereka yang direkrut mempunyai hubungan tertentu dengan penguasa, misalnya
hubungan keluarga atau hubungan pertemanan. Di sini terdapat pembagian kewenangan
tugas yang jelas, pusat orientasi adalah perdagangan. Tipe ini terdapat di Raja Ampat,
Semenanjung Onin, Teluk MacCluer (teluk Beraur) dan Kaimana. (Mansoben, 1995: 48).
3. Sistem Politik Ondoafi: sistem ini merupakan pewarisan kedudukan dan birokrasi tradisional.
Wilayah/teritorial kekuasaan seseorang pemimpin hanya terbatas pada satu kampung dan
kesatuan sosialnya terdiri dari golongan atau sub golongan etnik saja dan pusat orientasi
adalah religi. Terdapat di bagian timur Papua; Nimboran, Teluk Humboldt, Tabla, Yaona,
Skou, Arso, Waris (Mansoben, 1995: 201-220).

Hamah Sagrim 76
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4. Sistem Kepemimpinan Campuran. Menurut Mansoben (1985) terdapat juga sistem lain yang
menampakkan ciri pencapaian dan pewarisan yang disebut sistem campuran. Sedangkan
menurut Sahlins, sistem kepemimpinan yang berciri pewarisan (chief) dibedakan atas dua
tipe yaitu sistem kerajaan dan sistem ondoafi. Perbedaan pokok kedua sistem politik tersebut
terletak pada unsur luas jangkauan kekuasaan dan orientasi politiknya. Sistem
Kepemimpinan Campuran, kedudukan pemimpin diperoleh melalui pewarisan dan
pencapaian atau berdasarkan kemampuan individualnya (prestasi dan keturunan). Tipe ini
terdapat pada penduduk teluk Cenderawasih, Biak, Wandamen, Waropen, Yawa, dan Maya
(Mansoben, 1995:263-307).

3. Organisasi Sosial dan Sistem Kekerabatan di Papua

Bila berbicara tentang “struktur sosial” atau “organisasi sosial” suatu masyarakat ini berarti
bahwa kita menganggap suatu sistem sosial terdiri dari berbagai kelompok, memandang
hubungan sosial berdasarkan posisi dan peranan yang saling berkaitan.

Untuk memudahkan pemahaman struktur sosial, kita harus mulai dengan hubungan sosial,
yaitu cara mereka berinteraksi, hal-hal yang mereka katakan dan lakukan dalam hubungan
mereka satu sama lain. Tetapi terdapat juga gagasan mereka tentang hubungan mereka, konsepsi
masing-masing tentang pihak yang lain, pemahaman dan strategi serta pengharapan yang
menuntun perilaku mereka. Baik pola perilaku maupun sistem konseptual mempunyai struktur,
dalam arti tidak kacau balau atau sembarangan, tetapi kedua hal tersebut merupakan struktur
yang berbeda jenis (Keesing, 1989:208-209).

Pouwer (1966) berdasarkan studi antropologinya, menunjukkan bahwa dalam


pengelompokan orang Papua paling sedikit dapat dibagi kedalam empat golongan berdasarkan
sistem kekerabatan:

a. Kelompok kekerabatan menurut tipe Iroquois. Sistem ini mengklasifikasikan anggota kerabat
saudara sepupu paralel dengan istilah yang sama dengan saudara kandung. Juga untuk
menyebut istilah yang sama untuk ayah maupun sesama saudara laki ayah dan saudara laki
ibu. Adapun kelompok etnik papua yang tergolong dalam tipe ini adalah: orang Biak, Iha,
Waropen, Senggi, Marind-anim, Teluk Humboldt, dan orang Mee.

Hamah Sagrim 77
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

b. Kelompok kekerabatan menurut tipe Hawaian. Sistem pengelompokkan yang menggunakan


istilah yang sama untuk menyebut saudara-saudara sekandung dan semua saudara-saudara
sepupu silang dan paralel. Adapun kelompok etnik yang tergolong tipe ini adalah: orang
Hatam-Manikion, Mairsai, Mimika, Asmat, dan Pantai Timur Sarmi.
c. Kelompok kekerabatan menurut tipe Omaha. Sistem ini mengklasifikasikan saudara-
saudara sepupu silang matrilateral dan patrilateral dengan istilah yang berbeda dan untuk
saudara sepupu silang dipengaruhi oleh tingkat generasi dan bersifat tidak simetris. Sebutan
untuk anak laki-laki saudara laki ibu (MBS) adalah sama dengan saudara laki-laki ibu (MB).
Istilah untuk anak laki-laki saudara perempuan ayah (FZS) adalah sama untuk anak laki-laki
saudara perempuan (ZS). Adapun etnik yang tergolong dalam kelompok ini adalah orang
Awyu, Dani, Meibrat, Mek dipegunungan Bintang, dan Muyu.
d. Kelompok kekerabatan menurut tipe Iroquois-Hawaian. Tipe ini adalah tipe campuran.
Kelompok yang tergolong dalam tipe ini adalah orang Bintuni, Tor, dan Pantai Barat Sarmi.
Kecuali penggolongan berdasarkan istilah kekerabatan, orang Papua juga dibedakan
berdasarkan prisip pewarisan. Ada dua prinsip pewarisan keturunan yaitu: (a) melalui garis
keturunan ayah atau patrilineal, dan terdapat pada orang Meibrat, Mee, Dani, Biak,
Waropen, Wandamen, Sentani, Marind-anim dan Nimboran). (b) melalui prinsip bilateral
yaitu melalui garis keturunan ayah dan ibu, terdapat pada orang dipedalaman Sarmi. (c)
masyarakat berdasarkan struktur ambilateral atau ambilineal, dimana kadang-kadang diatur
menurut garis keturunan pihak ibu atau ayah. Terdapat pada orang Yagai, Manikion, Mimika
(De Brijn, 1959:11 of van der Leeden, 1954, Pouwer, 1966). Orang Papua juga mengenal
pembagian masyarakat kedalam phratry atau moiety yang terbagi atas dua paroh masyarakat.
Terdapat pada orang Asmat (aipmu-aipem), Dani (Waita-Waya), Waropen (buriworai-
buriferai) dalam (Mansoben, 1974, 1995; Held, 1947; Kamma, 1972; Schoorl, 1957; Heider,
1979-1980).

e. Sistem Kekerabatan
Diagram Kekerabatan Tanda-Tanda yang digunakan untuk diagram kekerabatan:

Untuk Laki-laki

Hamah Sagrim 78
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Untuk Perempuan

Untuk Individu yang jenis kelaminnya tidak ditentukan

/ Untuk Perkawinan

Untuk Perceraian

Untuk Meninggal

Untuk keturunan

Untuk Saudara Kembar

Untuk Garis Bersilangan

Untuk Garis Bersilangan

Untuk perkawinan diluar nikah

Contoh Menggunakan Tanda-tanda Dalam Diagram Kekerabatan :

Contoh 1

Dalam diagram 1, laki-laki A mengawini perempuan B yang tidak ada hubungan


kekerabatan denganya, sebagai istri ke2 ia mengawini perempuan C, yaitu janda saudara laki-laki
ibunya, sebagai istri ke3 ia kawin dengan perempuan D, yaitu anak saudara laki-laki isteri

Hamah Sagrim 79
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pertamanya. Keturunan dari ketiga perkawinan ini yaitu saudara kandung tiri diletakkan pada
level yang sama. Hubungan saudara kandung dapat ditelusuri dengan mengikuti garis-garis
keturunan vertikal ke pasangan perkawinan dari orang tua mereka.

Akronim Kekerabatan

Dalam bahasa Inggris : Dalam bahasa Indonesia :

E = Ego E Ego

F = Father Ay Ayah

M = Mother Ib Ibu

Z = Zister Sdr.Pr. Saudara Perempuan

B = Brother Sdr.Lk. Saudara Laki-laki

S = Son An.Lk Anak Laki-laki

D = Daughter An.Pr. Anak Perempuan

H = Husband Su. Suami

W = Wife Is. Isteri

P = Parent Or.Tu. Orang Tua

SI = Sibling Sdr.Kn. Saudara Kandung

C = Child An. Anak

Sp = Spouse Ps.Su.Is Pasangan Suami Isteri

La = In Laws Sn.Sdr.Is atau Su Sanak Saudara Isteri atau Suami

sF = step Father Ay.Tr Ayah Tiri

Hamah Sagrim 80
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sM = step Mother Ib.Tr Ibu Tiri

eB = elder Brother Kk.Lk. Kakak Laki-laki

eZ = elder Sister Kk.Pr. Kakak Perampuan

yB = younger Brother Ad.Lk Adik Laki-laki

yZ = younger Sister Ad.Pr. Adik Perempuan

CC = Cross Cousin Sdr.Spp.Sil Saudara Sepupu Silang

PC = Parallel Cousin Sdr.Spp.Sej Saudara Sepupu Sejajar

Ne = Nephew Ke.Lk Kemenakan Laki-laki

Ni = Niece Ke.Pr Kemenakan Perempuan

GP = Grand Parent Kek.Nek Kakek Nenek

GF = Grand Father Kek Kakek

GM = Grand Mother Nek Nenek

GS = Grand Son Cu.Lk. Cucu Laki-laki

GD = Grand Daughter Cu.Pr. Cucu Perempuan

PPC = Patrilateral Sdr.Spp.Sej.Ay Saudara Sepupu Parallel Cousin Sejajar dari


. pihak Ayah

PCC = Patrilateral Cross Sdr.Spp.Sej.Ib. Saudara Sepupu Cousin sejajar dari Pihak
Ibu

MPC = Matrilateral Sdr.Spp.Sil.Ay Saudara Sepupu Parallel Cousin Silang dari


. Pihak Ayah

Hamah Sagrim 81
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

MCC = Matrilateral Sdr.Spp.Sil.Ib Saudara Sepupu Cross Cousin Silang dari


. Pihak ibu

U = Unknown;individu T .D. Individu Tidak Diketahui Namanya


. yang tidak diketahui

Contoh Penggunaan Akronim Kekerabatan Dalam Diagram.

1. Keluarga inti. Keluarga inti adalah kelompok kekerabatan yang terkecil yang terdiri dari
orang tua (suami istri) dan anak-anak mereka yang belum kawin. Keluarga inti ada dua
macam, yaitu keluarga inti prokreasi dan orientasi. Dalam keluarga prokreasi, ego sebagai
orang tua yang menghasilkan anak, sedangkan dalam keluarga orientasi, Ego sebagai anak
yang beroreintasi kepada orang tua.
2. Keluarga Luas. Keluarga luas adalah kelompok kekerabatan yang terdiri dari lebih dari satu
keluarga inti, yang merupakan suatu kesatuan sosial yang amat erat biasanya hidup disuatu
tempat.
3. Ada tiga macam keluarga luas, yaitu : Keluarga luas utrolokal terdiri dari keluarga inti
senior dan keluarga inti dari anak laki-laki dan anak perempuan, Keluarga luas virilokal,
terdiri dari keluarga senior dan keluarga inti dari anak-anak, Keluarga uxorilokal , terdiri
dari keluarga inti senior dan keluarga inti dari anak perempuan.

Pedoman untuk pembuatan diagram kekerabatan.

Diagram kekerabatan dibuat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Generasi.

– Individu-individu yang segenerasi harus dicantumkan sejajar.


– Generasi ego adalah generasi nol, ditulis denganakronim G 0.
– Generasi F dan M adalah generasi plus 1, ditulis dengan akronim G+1.
– Generasi FF dan MM adalah generasi plus 2, ditulis dengan akronim G+2 dan seterusnya.
– Generasi S dan D adalah generasi minus 1, ditulis dengan akronim G-1.

Hamah Sagrim 82
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

– Generasi SS dan DD adalah generasi minus 2, ditulis dengan akronim G-2 dan
seterusnya.

2. Penomoran.

• Setiap individu dalam diagram harus di nomori. Penomoran dimaksudkan untuk


membedakan individu yang satu dengan individu yang lainnya. Penomoran dimulai dari
generasi tertua dan diakhiri pada generasi termuda. Dengan demikian penomoran dimulai
pada genrasi tertua pada individu yang terletak paling kiri dan diakhiri pada generasi termuda
yang terletak paling kanan.

3. Kerabat ayah dan kerabat ibu.

• Semua kerabat ayah diletakkan disebelah kiri ayah. Semua kerabat ibu diletakkan disebelah
kanan ibu. Dalam diagram ayah diletakkan disebelah kiri Ego dan ibu diletakkan disebelah
kanan ego.

4. Umur

Individu-individu yang bersaudara di deretkan dari individu tertua ke individu termuda.


Individu yang lebih tua diletakkan disebelah kiri dari individu yang lebih muda.

5. Ego

Huruf kapital E dicantumkan untuk menandai individu Ego Individu-individu dalam diagram
FZ-27 :

6. G+2 G+1 G0 G-1 G-2


7. 1. FF 3. FZ 7. FZS 12. FZSS 20. FZSSS
8. 2. FM 4. FZH 8. FZSW 13. FZSSW 21. FZSSD
• 5. F 9. FZD 14. FZSD 22. FZSDS
• 6. M 10 .FZDH 15. FZSDH 23. FZSDD
• 11. E 16. FZDS 24. FZDSS
• 17. FZDSW 25. FZDSD

Hamah Sagrim 83
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

• 18. FZDD 26. FZDDS


• 19. FZDDH 27. FZDDD

f. Sistem Religi Dan kesenian

1. Sistem Religi

Kita harus memperhatikan sistem kepercayaan dari sudut pandang, mengapa manusia
mendiami alam semesta dengan keberadaan dan kekuatan yang terlihat, mendongeng tentang
kejadian-kejadian dahulu kala dan kejadian-kejadian menakjubkan, menciptakan ritus yang rinci
dan harus benar, agar kehidupan manusia itu berhasil baik.

Taylor, satu abad yang lalu telah mendefenisikan agama sebagai satu kepercayaan dalam
bentuk spiritual. Sejumlah ahli antropologi sosial moderen sudah kembali ke suatu perluasan
defenisi agama dalam pengembangan kehidupan sosial masyarakat terhadap manusia biasa atau
kekuatannya. Ahli lainnya mengakui Durkheim, telah berusaha menemukan beberapa nilai
khusus tentang kesucian yang membatasi agama dan kepercayaan duniawi.

Agama sangat bervariasi dalam peranannya di alam semesta ini dan cara-cara manusia
berhubungan dengan agama tersebut. Dalam hal ini bisa terjadi kelompok-kelompok dewa-dewi,
satu dewa atau sama sekali tidak ada, roh atau bahkan mahluk dan kekuatan yang berlebihan.
Kelompok ini secara konstan dapat menghalangi kegiatan manusia atau tanpa terlihat dan jauh.
Kelompok ini bersifat hukum atau bersifat positif. Berhubungan dengan ini maka manusia dapat
merasa kagum/hormat atau dapat merasa takut; tetapi juga mereka dapat membangkitkan
kekuatan gaib atau berusaha memperdayakannya. Agama kepercayaan juga dapat mengatur
moral manusia melakukan atau melanggar moral, jadi agama memberikan keterangan;
memberikan pengesahan; menambah kemampuan manusia untuk mengahadapi kelemahan
kehidupannya-kematian, penyakit kelaparan, banjir, dan kegagalan. (Keesing,1992:92-94)

Bagaimana sistem kepercayaan dan agama pada suku bangsa Papua? Sebelum agama-agama
besar Kristen, Islam masuk di Papua, tiap suku bangsa mempunyai sistem kepercayaan tradisi.
Masing-masing suku bangsa mempunyai kepercayaan tradisi yang percaya akan adanya satu
dewa atau tuhan yang berkuasa diatas dewa-dewa. Misalnya pada orang Biak Numfor, dewa

Hamah Sagrim 84
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

tertingginya “Manseren Nanggi”; orang Moi menyebut “Fun Nah”; orang Seget menyebut
“Naninggi”; orang Wandamen menyebut “Syen Allah”. Orang Marind-anim menyebut “Dema”;
orang Asmat menyebut “Mbiwiripitsy” dan orang Mee menyebutnya “Ugatame”. Semua dewa
atau Tuhan diakui dan dihormati karena dianggap dewa pencipta yang mempunyai kekuasaan
mutlak atas nasib kehidupan manusia, mahluk yang tidak nampak, juga dalam unsur alam
tertentu (angin, hujan, petir, pohon besar, sungai, pusaran air, dasar laut, tanjung tertentu).

2. Kesenian

Kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan. Setiap suku bangsa yang
mendiami muka bumi ini memiliki unsur tersebut, namun unsur kesenian bagi setiap suku bangsa
tidak ( satu suku berbeda dengan lainnya). Haviland mengemukakan Seni adalah penggunaan
kreatif imajinasi manusia manusia untuk menerangkan, memahami, dan menikmati kehidupan.
Dalam beberapa kebudayaan suku bangsa Seni di gunakan untuk keperluan yang dianggap
penting dan praktis.

Kesenian itu sendiri terdiri dari beberapa sub, yaitu antara lain : seni rupa (seni lukis, seni
pahat, seni bangunan (artistektur), seni suara/seni musik, seni tari, seni sastra dan
darmatik. Semuanya ini selalu menonjolkan sifat dan ciri khas kebudayaan suatu etnik /suku
bangsa atau suatu negara.

Kesenian di Papua dapat itu dibedakan berdasarkan fungsi dan coraknya. Yang dimaksud
adala dipendensi (ketergantungan) dari fakta bahwa perwatakan atau karakter menampakkan
sebuah lingkungan (Guepin, 1973)

Fungsi kesenian bagi kelompok etnik ini adala sebagai media komunikasi dan media ekspresi
kehidupan yang dihayati dengan kolektif (sosialisasi) seperti nampak diwujudkan dalam upacara-
upacara magis, pemujaan, penciptaan, bahkan nampak pada kehidupan keseharian seperti makan,
minum, tidur, bernapas, bersin, terantuk dan sebagainya. Dalam melahirkan produk estetis
melalui media dan dimensi sperti menggubah lagu, merancang tari, melukis, mengukir, membuat
serta memainkan alat musik, dan tindak artistik lainya, sekali lagi bukanlah intherentitas
(seniman) dalam kerja serta produk material yang dihasilkan melainkan kompleksitas
kesepakatan (konvensi) itulah.

Hamah Sagrim 85
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

B.2. Tinjauan Historis


Dari asal – usulnya? Para tetuah suku Maybrat, Imian, Sawiat, turun temurun mempunyai
ceritera tentang rumah tradisional halit-mblo chalit. Riwayat menceriterakan bahwa arsitektur
halit-mbol halit, pertama kali dibangun oleh dua orang moyang pada beberapa abad tahun silam
yang tidak diketahui. Kedua orang tersebut adalah too dan sur. Too dikenal dengan sebutan
untuk tali dan sur dikenal dengan sebutan untuk kayu. Dari ceriteranya halit-bol chalit dibangun
dengan mengikuti cara burung membuat sarangnya (chlen-ru habe) yaitu ketika itu ‘sur’ duduk
mengamati burung tersebut dengan cekatan membawa dahan – dahan kayu untuk membuat
sarangnya diatas pohon yang rindang, lalu muncullah sebuah frasa bahwa ‘masa, burung saja

Hamah Sagrim 86
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

bisa membuat rumah untuk dia lalu kenapa saya tidak’? pertanyaan ini muncul karena kehidupan
awalnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, mereka menggunakan gua-gua sebagai tempat tinggal
utama. Ketika lama memperhatikan burung tersebut maka ia (sur) bertekad ingin membuat
rumah, lalu ia mulai menebang kayu untuk digunakan dalam membuat rumah, setelah menebang
kayu ia mencoba untuk membuatnya setelah ia (sur) meletakannya pada pohon yang digunakan
sebagai koloum dengan pemikiran bahwa akan kuat sehingga ia melepaskannya untuk
mengangkat sebelahnya lagi namun ketika dilepas ternyata jatuh, tetapi ia mencobanya berulang
kali sampai-sampai ia (sur) berusaha untuk memanjat pohon dengan tujuan untuk melihat secara
dekat dengan teliti bagaimana cara burung meletakan ranting kayu hingga menjadi kuat. Ketika
ia (sur) memanjati pohon itu dan mencobanya berulang kali namun hasilnya tidak sempurna
maka datanglah saudaranya yang bernama “too” dan memberi masukan bahwa anda tidak bisa
meletakkannya dengan begitu saja melainkan harus menggunakan tali yang saya bawa agar bisa
kuat, namun usulannya tidak diterima atau di abaikan oleh sur dengan keyakinan bahwa ia bisa
membangunnya tanpa tali (pengikat). Namun dengan segala macam cara yang digunakannya tak
ada satupun yang berhasil lalu ia memutuskan untuk menerima usulan saudaranya tadi, dan
ketika ia menggunakan talinya sebagai pengikat ternyata berhasil, lalu ia mengajak saudaranya
(too) bahwa saudara mari kita berdua harus buat suatu rumah bagi kita seperti burung itu, sur
menawarkan kepada too sambil menunjukkan sarang burung yang berada diatas dahan pohon,
dan too pun menerimanya lalu mereka berdua mulai membuat rumah bagi mereka untuk pertama
kalinya. Disinilah sejarah asal usul rumah tradisional suku Maybrat Imian Sawiat dibangun.
Tidak ada orang yang mengetahui dengan pasti tempat sebenarnya dimana pertamakali
kejadian itu (pertamakali membuat rumah), namun secara menyeluruh diungkapkan adalah
diantara wilayah Maybrat atau Imian atau Sawiat, namun disini kita bisa menebak wilayahnya
adalah diwilayah Maybrat, alasannya karena nama kedua orang pencetus atau pembuat rumah ini
menggunakan bahasa maybrat sehingga dapat disimpulkan bahwa kejadiannya terjadi di wilayah
Maybrat. Menurut ungkapan para tetua bahwa rumah tradisional orang Maybrat Imian Sawiat
sudah ada berabad tahun yang lalu. Sebagaimana ceritera tentang rumah halit-mbol chalit bahwa
rumah tersebut yang biasa dibangun dengan bahan kayu dan rota dan telah dibangun pada
beberapa abad yang lalu sebelum masukknya injil Kristiani di Mansinam untuk mempersatukan
orang-orang yang hidupnya menyendiri dan bermusuhan. Sekitar beberapa abad sebelum
masuknya injil Kristiani di Mansinam, suku Maybrat Imian Sawiat belum mengenal adanya

Hamah Sagrim 87
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

suku, atau kampung namun dikenal dengan Margais-klen-keret yang masing-masing mendiami
wilayah atau tanah adatnya sendiri-sendiri. Kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada
waktu itu adalah kehidupan pribadi yang tak kenal kompromi, mereka hidup didasari ego, alam
pikiran mereka yang cenderung untuk berpikir bagaimana memiliki kekuasaan atas klen atau
keret lain di suatu wilayah, dengan berperang untuk memperolehnya, dan bagaimana sebagai
orang yang mampu menaklukan suatu marga atau keret-klen ke marga atau keret-klen yang
lainnya. Setelah masuknya injil Kristiani di pulau mansinam pada 1855 dengan penyebaran
agama yang semakin cepat hingga ke wilayah Maybrat Imian Sawiat yang dibawa oleh para
penginjil Tuhan, sebetulnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, sudah mengenal kehidupan
bersahabat. Kehidupan bersahabat ini dikatakan bahwa bermula dari perang itu sendiri, yang
mana ketika satu marga mampu mengalahkan marga yang satu maka istiri dari orang-orang yang
dibunuhnya menjadi istri baginya, begitupula untuk anak yang ditinggal terlantar oleh orang-
orang tua yang terbunuh di angkat sebagai anak asuh. Anak – anak yang di angkat sebagai anak
asuh dari marga/keret yang dibunuh tidak bisa di ubah marga/keretnya sehingga anak-anak atau
istri dari para korban peperangan sebagai orang yang bisa mampu dengan bahasa mereka untuk
memanggil marga-marga/keret-keret mereka yang ditinggal untuk kumpul menjadi satu
kelompok yang terdiri dari dua marga, tiga marga dan seterusnya demikian banyak. Persatuan
dan kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi lebih akrab ketika mereka mulai
mengenal Pendidikan Inisiasi atau teologi wiyon-wofle.
Pemikiran orang Maybrat Imian Sawiat menjadi lebih dewasa dengan sentuhan wawasan
literal moderen dengan masuknya Injil kristiani yang mengajarkan kasih sebagaimana
mengharuskan setiap manusia agar mau tidak mau harus mengasihi musuh-musuhnya,
sebagaimana yang telah mereka terima dari pendidikan wiyon-wofle, maka pada waktu itulah
terbentuklah suatu perkumpulan yang mana dikenal dengan nama dusun dimana dusun itu di
kepalai oleh seorang kepala dusun. Yang dipercayakan sebagai kepala dusun adalah seseorang
yang stratanya adalah orang terhormat atau yang disebut ‘bobot’, seseorang dikatakan bobot
karena memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut; Ia adalah keturunan bangsawan, memiliki hak
wilayah tanah yang luas, berkepribadian, memiliki kemampuan dalam dunia perang, berburu,
memiliki kekuatan alamiah, memiliki hubungan relasi dengan kepala dusun yang lain, berjiwa
besar, mampu melakukan pesta-pesta besar seperti inisiasi wiyon-wofle dan siap menanggung
segala persoalan yang dibuat rakyatnya.

Hamah Sagrim 88
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1. Bagaimana Tempat Tinggal Nenek Moyang Suku Maybrat Imian Sawiat Papua.
Diatas telah disebutkan bahwa rumah leluhur Suku Maybrat Imian Sawiat dibuat dari bahan
kayu dan rotan. Hal itu memang dibenarkan dengan suatu pembuktian adanya bukti – bukti
otentik serta dengan sebutan nama too (rotan) dan sur (kayu), dan bila dikaji secara jauh
kebelakang pada zaman sebelumnya orang-orang Maybrat Imian Sawiat membutuhkan tempat
tinggal untuk menanggulangi diri dan keluarga, baik dari hujan, binantan buas, maupun dari para
musuh. Mau tidak mau mereka harus berpikir secara praktis dengan berbagai cara telah dilalui
guna bertahan hidup, maka pada zaman kuno/prasejarah orang – orang maybrat imian sawiat
memanfaatkan gua – gua (isra) sebagai tempat tinggal dimana gua – gua itu membentuk ceruk –
ceruk didalam batu karang yang dapat dipakai untuk berteduh. Hingga saat ini belum adanya
penelitian tentang gua – gua yang dahulu digunakan sebagai tempat melindungi diri tersebut.
Disamping gua – gua, ada pula benda-benda pusaka lainnya yang diwariskan nenekmoyang
mereka yang hingga kini masih disimpan.
Barang – barang
warisan tersebut adalah :
parang ‘hlambra’, parang ini
menurut ceritera tetuah
Gambar:
Gambar:
Ceritera tetuah bahwa Hlambra (Parang)
Wai (Taring Naga)
merupakan pemberian dari
alam ‘tagi’ dan hingga kini tidak diketahui siapa pembuat parang tersebut. Berikut taring naga
‘safah’, taring naga yang di jumpai membentuk lingkaran cyrus, dan taring babi ‘way’, taring
babi membentuk huruf C. Peninggalan – peninggalan tersebut dipercaya mempunyai nilai-nilai
yang sangat tinggi menurut pandangan tradisi.

Hamah Sagrim 89
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Farokh, merupakan sejenis selokhy yang


fungsinya sebagai tempayang atau cangkir
minuman saguer Selokhy ini terbuat dari
bahan kayu serta diwarnai dengan tanah,
Gambar: Farok/Hawereh (seloki)

arang dan air yang mana setelah di warnai, seloki yang sudah diwarnai lalu dikeringkan pada api
yang biasanya diletakan diatas bubungan yangberhubungan langsung dengan udara dan
panas dari tungku api melalui asap. Setelah di keringkan selama dua sampai tiga bulan,
selokhy tersebut bisa diambil selanjutnya dicuci dengan air yang bersih untuk dipakai sebagai
alat penuangan minuman. Berikut beberapa peninggalan yang dianggap sebagai harta karun yang
begitu berharga oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua adalah: Bagi suku Maybrat, Imian dan
Sawiat, peninggalan – peninggalan ini merupakan harta karun turun – temurun yang dipercaya
memiliki nilai – nilai tersendiri. Dianggap sebagai barang – barang antik dan merupakan harta
karun karena barang – barang tersebut tidak pernah dijual dan hanya diperoleh dari hasil
peninggalan.

Gambar: Gambar: Gambar: Gambar:


Tin (Antin) Haban (Manik) Haban (Manik) Heger dan Timponan

Peninggalan – peninggalan tersebut merupakan bahan


Gambar:
Beberapa – bahan kelengkapan busana dalam menghiasi tubuh
peninggalan
lainnya ketika menghadiri upacara – upacara terhormat. Pada
waktu – waktu terdahulu, bagi Suku Maybrat, Imian
dan Sawiat, orang – orang yang berhak masuk dalam
Rumah suci atau sekolah tradisional wiyon-wofle pada zaman itu, baik seorang Guru besar
(kepala sekolah -pendeta) “raa bam – na tmah”, guru bantu “Raa Wyion - Na wofle” maupun
seorang murid yang baru menamatkan belajarnya “wyion tna - na wofle”, diharuskan untuk

Hamah Sagrim 90
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mengenakan pusaka – pusaka tersebut sebagai busana atau pakaian. Untuk seorang murid yang
telah berhasil dari pendidikan tradisional tersebut, sebelum meninggalkan ruang sekolah, ia
dipakaikan pakaian – pakaian khusus yang menandakan bahwa ia telah lulus atau dalam
kepercayaan orang Maybrat, Imian dan Sawiat ia adalah orang suci (Raa Wiyon-Na wofle),
karena ketika seorang anak yang disekolahkan disana, ia diharuskan untuk berpuasa dan
makanannya hanyalah sebongkahan keladi (ketala) dan minumannya adalah pucuk tebu yang
paling muda. Aturan makannya adalah sehari sekali dan itupun bilamana diperbolehkan oleh
seorang guru besar. Selain murid berpuasa, dari seorang keluarganya harus berpuasa juga,
misalnya seorang ayah, ibu, atau keluarga dekat yang diutus untuk berpuasa selama demu
keselamatan anak mereka selama mengikuti pendidikan. Kadang dibagi untuk seorang laki-laki
atau perempuan berpuasa makan dan seorang laki-laki atau perempuan lagi berpuasa air minum.
Kepercayaan akan pendidikan tradisional itu tidak lain adalah didikan tentang theology natural
yang disebut wiyon-wofle, yang mana didalamnya diajarkan suatu kepercayaan tradisional yang
penuh dengan kekuatan ghaib, dan untuk memperoleh kekuatan – kekuatan tersebut, seorang
murid diharuskan untuk meninggalkan dan melepaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan
pemikiran – pemikiran yang jahat, pemikiran akan hal – hal lampau yang pernah ia laluinya,
melepaskan diri dari kedagingan (keduniawian) fana dan sepenuhnya bersedia untuk
menyerahkan dirinya secar bersih untuk dididik. Dengan demikian, maka murid tersebut
menjadi murid yang suci dan yang paling termulia kelak. Begitulah perkenalan singkat tentang
sejarah perkembangan arsitektur tradisional Maybrat Imian Sawiat yang disebut ‘Halit-mbol’.
2. Perkembangan Rumah Tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat
Perubahan dalam bentuk arsitektur rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, terjadi
karena perkembangan, bentuk arsitektur ini tidak ditemukan seketika, namun terbentuk melalui
suatu proses. Yaitu ; proses mencoba (trial and error) yang mana merupakan bentuk intervensi
manusia dalam suatu waktu yang cukup panjang. Oleh karena kompleksitas linear dengan waktu,
maka dalam perkembangannya terjadi interaksi yang berkelanjutan antara rancangan yang
tumbuh (growing design) dan lingkungan. Adapun analisa perkembangan rumah tinggal suku
Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai berikut :

1. Tempat pertama orang Maybrat Imian Sawiat dan manusia umumnya berlindung dari kondisi
iklim dan gangguan binatang buas yaitu pohon.

Hamah Sagrim 91
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2. Sama dengan diatas, Gua digunakan sebagai tempat untuk berlindung dari gangguan alam
luar.

3. Perkembangan selanjutnya adalah mulai dikenalnya suatu konstruksi kaku dari ranting –
ranting kayu yang membentuk suatu rumah atau shelter/tenda.

4. Perkembangan berikutnya dengan meninggalkan bangunan rumah panggung untuk keamanan


diri dari binatan dan juga dari musuh serta kenyamanan kelembaban.

5. Bentuk berikutnya masih menyerupai bentuk sebelumnya, namun ditambah dengan


peningkatan kualitas dan variasi elemen bangunan.

6. Bentuk yang mengikuti perkembangan dan kecanggihan.

Skematik Perkembangan Bentuk Rumah

Gambar: Gambar: Gambar:


Manusia dan Pohon Manusia dan Gua Manusia dan shelter
Radiasi matahari+hujan dengan alang-alang/dedaunan

Gambar: Gambar:
Hunian panggung dengan Gambar:
Penghambatan panas dengan ruang
pembayangan tanpa dinding Penghambatan panas tanpa
udara dan pembayangan
bayangan

Faktor – faktor yang mempengaruhi rumah tinggal Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat
(halit-mbol khalit) yaitu :

1. Pengaruh iklim terhadap ciptaan bangunan.

2. Pengruh situasi lingkungan berkaitan dengan ancaman baik hewan dan manusia.

3. Larangan religi yang ditemukan pada elemen – elemen dan ruang-ruang tertentu.

Hamah Sagrim 92
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4. Simbolisasi kegunaannya, bahan : konstruksi dan teknologi sebagai faktor pengubah, tidak
menentukan bentuk arsitektur tradisional mula-mula.

5. Perekonomian tidak mempunyai dampak yang menentukan bentuk rumah

6. Pengaruh agama terhadap bentuk, rancangan, tujuan dan orientasi, khususnya rumah suci
atau rumah sekolah tradisional k’wiyon-mbol wofle - tabernakel.

Wujud dan struktur rumah Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat merupakan bangunan
tradisional yang mana dapat dipakai sebagai cermin akan tingkat teknologi, cermin akan gaya
hidup (wav of life) serta nilai – nilai Masyarakat Maybrat Imian Sawiat.
Rumah tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat baik struktur maupun bahan lainya
menunjukkan kondisi lingkungan serta bahan seperti bangunan rumah dari kayu, bambu, dan
gaba – gaba. Bahan – bahan ini membatasi fariasi bentuk atau struktur bangunan, terutama bila
dikerjakan dengan teknologi sederhana. Orang – orang di wilayah Maybrat Imian Sawiat
Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat yang juga termasuk dalam hutan tropis,
hanya berpikir membuat atap rumah agar memperlancar jatuhnya air hujan dan sebagai
penghambat sinar matahari. Demikian juga ditemukan di daerah rawa – rawa atau perairan
(pesisir) yang juga mendirikan rumah dengan kecenderungan menggunakan tiang pancang yang
tinggi agar menghindar dari pasang surutnya air payau (air laut).

b. Arsitektur Rumah Tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat


Rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat merupakan salah satu Rumah Tinggal tradisional
yang ada di Indonesia. Rumah Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat adalah sebuah bangunan
rumah panggung dari tiang – tiang kayu yang ukurannya panjang. Tiang yang dipergunakan
adalah kayu yang dikategorikan sebagai jenis kayu yang kuat pada daerah tropis, yang mana
disambung dari satu struktur ke struktur yang lain dengan saling berkaitan serta berpegangan
kuat sehingga membentuk rumah.
Dari segi organisasi ruang, rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat dibagi dalam dua
bagian utama yaitu : Isit (teras) dan Samu Mato (ruang dalam/interior). Sedangkan untuk
K’wiyon-bol wofle (Rumah Suci/Sekolah/kemah) memiliki : Bohra mne atau disebut kre finya
(Halaman Luar), kre ra sme (Ruang Suci), dan samu mato ro mbaouw toni (Ruang Maha Suci).

Hamah Sagrim 93
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Bentuk asli rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat Terdiri dari tiga bagian struktur yaitu :
bagian kaki, bagian badan dan bagian kepala. Bagian kaki adalah Hafot – Sur (Koloum - Tiang)
dan Barit (tangga). Bagian badan adalah samu mato (ruang dalam/interior) sebagai ruang
aktifitas, kriras (dinding). Bagian kepala adalah afi (Atap). Koloum berbentuk segi empat dan
ada pula yang berbentuk bulat. Tiang berbentuk bulat. Koloum dan tiang bertumpu langsung
pada tanah untuk rumah gantung yang dibangun pada permukaan tanah, sedangkan tiang
bertumpu pada badan pohon, bagi rumah gantung atau rumah pohon yang di bangun diatas
pohon rindang. Bagian kepala atau atap umumnya berbentuk pelana, dengan kemiringan 45°
dengan sudut jatuh atap menutup dinding bangunan. Pada ujung atapnya dibiarkan ukuran kayu
yang kelebihan sebagai penggantungan rahang Babi atau rusa, yang mana rahang-rahang ini
sebagai sebuah simbol yang menunjukkan kemampuan berburu seorang laki – laki. Dalam aliran
membangun rumah, bentuk bangunan dalam strata/kasta tidak ditonjolkan. Rumah tradisional
Maybrat Imian Sawiat tidak memiliki jendela, namun untuk penghawaan dalam ruang, Orang –
Orang Maybrat Imian Sawiat cenderung membuat ukuran ventilase/kisi – kisi sangat besar tanpa
ditutup sehingga udara yang masuk mampu memberi hawa kenyamanan udara yang baik.
Masyarakat Maybrat Imian Sawiat mendirikan rumah dengan tidak adanya ukuran namun
dengan metode memperkirakan yang mana disesuaikan dengan ukuran bahan – bahan bangunan
seperti kayu. Baik dinding, tangga, bahkan ukuran tinggi bangunan sedangkan atap diukur
dengan bentuk pola Daun dan Swastika. Ukuran daun dan swastika ini dikenal oleh penduduk di
tionghoa yang dalam bahasa Tionghoa dikenal dengan Banji. Pada jaman perunggu Eropa Barat
juga dikenal Swastika sebagai lambang peredaran bintang utamanya matahari dan digambarkan
sebagai lambang pembawa tuan. Perkembangan bentuk rumah tinggal Suku Maybrat Imian
Sawiat mengalami empat tingkatan / fase yaitu :

Hamah Sagrim 94
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1. Fase Pertama, mereka hanya


bertempat tinggal di Bandar pohon (ara mair)
dan gua – gua (isra). Adakalanya gua – gua
tersebut sebagai tempat tinggal dalam waktu
yang begitu lama dan adakalanya hanya
sebagai tempat persinggahan dalam
perjalanan jauh maupun dalam Gambar:
Gambar:
Gua sebagai tempat
menyelesaikan pekerjaan seperti berkebun, Bandar pohon sebagai
hunian mula-mula orang tempat hunian mula-mula
dan berburu. Hingga abad ke-19 tempat- maybrat, imian, sawiat,
Papua
tempat ini sangat berguna, kadang sampai pada waktu saat ini
gua - gua dan bandar - bandar kayu atau pohon - pohon masih sering digunakan sebagai
tempat persinggahan sementara orang Maybrat, Imian, Sawiat, dalam perjalanan jauh mereka.
Misalnya dalam perjalanan jarak tempuh dengan waktu 2 hari berjalan, maka mereka harus
bermalam di perjalanan.
2. Fase Kedua, mereka
mulai mendirikan
rumah tempat tinggal
yang berukuran tinggi
maupun diatas pohon
– pohon besar guna
menghindari bahaya
dari binatang buas,
dan musuh. Pada fase
ini mereka sudah
memikirkan tentang Gambar: Gambar:
Rumah pertama orang Maybrat, Bentuk rumah pertama orang Maybrat,
keselamatan dan imian, sawiat yang dibangun Imian, Sawiat, Papua yang dibangun dengan
dengan tumpuan diatas pohon tumpuan diatas permukaan tana
kenyamanan diri. (halit myi-mbol ara) (halit myi-mbol halit)

Hamah Sagrim 95
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

3. 3 . Fase Ketiga, pada fase ini mereka sudah mengalami


kemajuan, dan dapat dikatakan sebagai fase pendekatan
kearah semi moderen. Bentuk rumahnya ada yang menyamai
rumah moderen yang ada, bila dilihat dari segi modelnya,
namun masih dengan bahan – bahan alami.
4. 4. Fase Keempat, pada fase ini merupakan fase yang
Gambar:
Rumah tinggal semi moderen
sudah dipengaruhi oleh moderenisasi dan teknologi . Perabot sudah
serba moderen, dan perdagangan sudah sangat meluas menelusuri dan
menyusup masuk ke seluruh perkampungan Maybrat Imian Sawiat di wilayah Kabupaten
Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat Province Papua, dan manusianya sudah
menjadi orang-orang yang berhasil. Bagi masyarakat Maybrat Imian Sawiat, pendidikan sangat
penting bagi mereka, karena pendidikan menandakan bahwa masa depan itu ada. Pembangunan
rumah tinggal suku Maybrat Imian Sawiat ini tidak lepas dari budaya yang berkembang di
Masyarakatnya. Sebagai Masyarakat yang asal usulnya dikenal dengan manusia Nelayan, Petani
dan Pemburu, maka tak herang kalau mereka mengenal budaya Appabolang. Appabolang itu
sendiri adalah faktor – faktor yang menjadi pertimbangan Masyarakat Suku Maybrat, Imian,
Sawiat, untuk mendirikan rumah. Faktor – faktor tersebut adalah Pola hidup, mata pencaharian,
pengetahuan akan lingkungan alam, Agama dan kepercayaan. Sampai sekarang pola rumah ini
cenderung tetap bertahan, namun adanya keraguan akan keeksistensiannya hingga tahun 2025,
karena suku Maybrat, Imian, Sawiat, cenderung mengembangkan arsitektur barat ketimbang
arsitektur tradisional mereka, walau sebagai masyarakat petani dan pemburu yang masih lekat
dengan kebudayaan mereka yang pasti dalam mempertahankan nilai – nilai dan bentuk – bentuk
tradisionalnya, karena secara keseluruhan masyarakat, alam dan bangunan telah menyatu dalam
nilai budaya yang utuh namun hanya sebatas mengetahui, karena hingga kini kecenderungan
orang Maybrat Imian Sawiat dalam mengembang moderenkan arsitektur tradisional mereka tidak
terlihat (kurang adanya pengeksplorasian). Perlu diketahui bahwa perumahan suku Maybrat
Imian Sawit ini berada di wilayah alam hutan dengan kondisi alam yang sangat keras. Dalam hal
ini dapat digambarkan bahwa alam Papua umumnya dan alam sekitar perumahan suku Maybrat
Imian Sawiat dikenal dengan alam yang penuh dengan gunung - gunung, lembah, tebing terjal,
hutan, semak belukar dan lereng perbukitan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi rumah yang
berhubungan langsung dengan alam homogen untuk tetap bertahan, karena disamping

Hamah Sagrim 96
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menyesuaikan diri dengan pengaruh alam sekitar, juga masalah kelembaban yang ditimbulkan
dari alam. Kencangnya angin yang bertiup dari daratan pada malam hari dapat merubah suhu
udara menjadi sangat dingin dan curah hujan didaerah ini terjadi sepanjang tahun. Hal ini
tentunya mendatangkan masalah tersendiri yang sangat penting untuk diperhatikan bagi para
petani yang berkebun dan pemburu. Keberhasilan atau kelanggengan perumahan ini untuk tetap
bertahan hingga kini, berarti membuktikan bahwa keterujiannya untuk mengantisipasi kondisi
iklim lingkungannya. Ketangguhan rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat beserta nilai –
nilai budaya masyarakatnya terhadap pengaruh iklim lingkungannya hingga kenyamanan thermal
dalam ruang dan keselamatan dari serangan – serangan dapat tercapai, hingga terasa perlu untuk
dipertahankan dan menarik untuk ditulis.
B.3. Pola Hunian
Ada tiga macam pola hunian yang popular di gunakan dalam penataan suatu hunian kota
(urban space) yaitu; pola linear, grid dan polar. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, cenderung
mengembangkan pola hunian memanjang (polar) yang mana cenderung mengikuti jalan, aliran
sungai, pesisir pantai dan lereng perbukitan.
1. Pola Hunian Wilayah Pesisir
Pola hunian di lingkungan pesisir ini berada pada pantai yang cukup terlindungi dari
gelombang, Karena daerah hunian terlindungi dari teluk – teluk dan kepulauan sebagai penahan
gelombang laut. Tata letak bangunan di daerah pesisir ini, umumnya memanjang sejajar dengan
garis pantai, dan terdiri atas beberapa lapisan, baik ke arah darat maupun kearah perairan sesuai
dengan jumlah penduduk dan ruang yang tersedia. Pola jejer berlapis disertai jejeran jaringan
jalan darat untuk tiap rumah yang berada di jalan itu. Tipologi hunian seperti begini termasuk
kategori tipe : the line village.

Gambar: Lay Out zonasi dan Visualisasi hunian penduduk daerah pesisir pantai. (Rivers Line Village Communiti).
Sumber Hasil Survey Peneliti

Hamah Sagrim 97
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Over Vew Zonasi dan Vissualisasi Pertapakan hunian wilayah pesisir
pantai (Rivers Line Village community ). Sumber hasil survey Peneliti.

Pertapakan bangunan hunian rumah pesisir di kelompokkan dalam dua tapakan, yaitu :
a. Peralihan tanah darat dan perairan, yaitu:
Bangunan rumahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut (payau) dan situasi
lingkungan sekitarnya. “sea Set and withdraw line”.
b. Di hamparan tepi pantai, yaitu:
Bangunan rumahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan bentuk bangunannya
disesuaikan dengan pengalaman warga setempat agar luapan pasang air laut tidak masuk
ke dalam rumah.
2. Pengamatan Pengembangan Ruang Publik Ditepi Danau Ayamaru Dari Beberapa
Kampung disekitar Danau Melalui Aspek “Tropis Lembab”.

Kata Kunci: Tropis Lembab, Kota Pantai, Kearifan Lokal.

Sebagai danau yang di sepanjang sisinya terdapat beberapa perkampungan bahkan 3


distrik yang juga terletak sepanjang terpi danau Ayamaru, yaitu Distrik, Ayamaru, Distrik
Aitinyo, dan distrik Ayamaru utara . dengan keberadaan kampung dan distrik-distrik sekitarnya,
diharapkan agar mencoba secara kreatif mengekplorasi dan mengekspresikan, potensi, keunikan
kawasan danau dalam perencanaan dan perancangan ruang terbuka publik yang sesuai dengan
karakteristik iklim tropis lembab.

Usaha tersebut, bisa ditiru/dilihat beberapa kawasan pinggiran danau sebagai contoh
seperti antara lain di kawasan pesisir Kamali kota Bau Bau Sulawesi Tenggara, pesisir Losari
Makassar, pessir di kota Palu dsb. Sehingga kawasan tersebut merupakan magnet yang dapat
menarik perhatian masyarakat untuk datang dan melaksanakan berbagai aktivitas rekreasi.

Kawasan pesisir Danau Ayamaru tersebut bisa di ciplak sekaligus menjadi Landmark
kota. karena pada Dana Ayamaru, potensi kawasan pesisir belum di ekplorasi dengan maksimal.

Hamah Sagrim 98
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Sehingga perlu adanya pengungkapan strategi khusus untuk mengembangkan kawasan pesisir
Danau Ayamaru, sebagai ruang terbuka publik sesuai dengan potensi fisik, sosial, ekonomi serta
kondisi iklim tropis lembab.

Usaha yang dapat dilakukan antara lain melaksanakan analisis sekitar kawasan Danau
Ayamaru secara komprehensif, mengembangkan infrastructur yang memadai, mensinergikan
elemen landskap baik soft maupun hard material, mengangkat nilai nilai kearifan lokal yang ada.

Nilai nilai kearifan lokal dapat berupa karakteristik arsitektur setempat, tradisi masyarakat
dalam mengantisipasi permasalahan dan memanfaatkan potensi iklim tropis lembab. yang dapat
di ekspresikan sebagai citra kawasan.

Realisasi perencanaan dan perancangan ruang publik secara ekspresif dan kreatif di sekitar
pesisir Danau Ayamaru, dapat memberikan kontribusi yang sangat positif bagi perwujudan
Distrik Ayamaru yang tergolongkan sebagai kota tropis yang asri.

Pada dasarnya semua kota, Distrik, atau Kampung, yang bagian tepinya berbatasan
langsung dengan perairan seperti; sungai danau dan laut memiliki potensi menjadi waterfront
city. Namun predikat ini secara faktual tidak begitu saja dapat diberikan. Beberapa kota di
Indonesia saat ini belum maksimal mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensinya sebagai
waterfront city.

Bahkan ada lahan pada kawasan tepian yang berbatasan dengan wilayah air diberikan hak
pengelolaannya pada hotel atau perorangan sehingga wilayah antara daratan dan perairan
tersebut tidak bersifat publik melainkan eksklusif untuk masyarakat tertentu.

Sebagai negara bahari beberapa kota pantai di Indonesia menyadari pentingnya untuk
memperhatikan perencanaan sebagai waterfront city. Apalagi mengingat wajah Distrik Ayamaru
acapkali justru terlihat dari wilayah Danau saat pengunjung datang melalui Darat dan Udara.

Elemen untuk kesuksesan “project waterfront city “menurut Torre.1989. adalah: Thema,
image, Authenticity, Function, Publicperception of need, Financial feasibility, environmental
approvals, construction technology, Effective management. Disamping elemen tersebut dalam
pembahasan ini pengamatan diutamakan pada penyesuaian dengan iklim Lokasi (iklim di
Wilayah Distik Ayamaru) yang merupakan iklim tropis lembab.
a) Karakteristik Kota Pesisir Ditinjau Dari Aspek Iklim Tropis Lembab.

Hamah Sagrim 99
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Daerah dengan iklim tropis dibentuk oleh garis isotherm berdasarkan kondisi
temperatur udara rata rata tahunan 200 C. Sedangkan wilayah khusus ”tropis lembab” secara
kasar terbentuk antara garis lintang utara 150 dan garis lintang selatan 150.

Kekayaan vegetasi di daerah tropis lembab merupakan fenomena alam yang luar
biasa. didaerah tropis lembab, kondisi vegetasi konstan sepanjang masa dan dapat tumbuh
dimana - mana. Di tepi pantai bahkan di tepi lautpun dapat tumbuh tanaman; antara lain:
Bakau (Rhizopora apiculata; Bruguiera sp). Api-api (Avicennia lanata), atau bermacam-
macam variasi vegetasi pepohonan yang banyak tumbuh di pesisir Danau Ayamaru
merupakan kekayaan alam tersedia.

Fungsi tanaman di daerah pesisir Danau Ayamaru lain untuk perlindungan terhadap
panas terik matahari. Selain itu untuk memproduksi O2, mengurangi debu yang meliputi kota
(urban dust dome), mengurangi panas lingkungan (untuk foto sintesa menyerap panas
matahari 1%, pohon berdaun lebat dapat merefleksikan panas matahari sampai 75%) Dalam
kaitannya dengan ruang publik vegetasi memiliki berbagai fungsi antara lain untuk
keindahan dan kenyamanan.

b) Kearifan Lokal

Karakteristik arsitektur yang berakar dari budaya setempat dapat diangkat


eksistensinya pada perencanaan ruang terbuka publik di pesisir Danau Ayamaru. Terutama
yang berkaitan dengan antisipasi terhadap permasalahan iklim tropis lembab. Misal bentuk
dan bahan bangunan arsitektur tradisional Halit-mbol chalit yang secara evolusi sudah
merespon permasalahan seperti menahan panas terik matahari, perlindungan air hujan,
optimalisasi penghawaan alami, pemanfaatan sumber daya alam dari lingkungan sekitar
obyek. Simbol karakter yang termasuk dalam arsitektur semiotik serta legenda yang ada pada
lingkungan setempat dapat pula diangkat dan divisualisasikan pada ruang terbuka publik.
Kearifan lokal dapat menciptakan citra, ciri khas, keaslian, kesesuaian dengan lingkungan
fisik dan sosial.

Kearifan lokal dapat pula berupa kebiasaan masyarakat Maybrat dalam kehidupan
sehari hari antara lain sebagai masyarakat nelayan dengan sistem penataan lingkungan pantai
yang dilaksanakan berdasarkan kearifan yang diturunkan dari leluhur mereka. Acapkali
perpaduan antara tradisi sebagai kearifan lokal dengan sistem perencanaan lingkungan

Hamah Sagrim 100


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

berdasarkan keperluan masyarakat modern dapat dipadukan dengan harmonis.

c) Ruang Publik Pesisir Danau Ayamaru di Distrik Ayamaru

Kondisi pesisir danau di distirik Ayamaru dengan danau yang jernih dan memiliki
tempat-tempat rekreasi merupakan kondisi geologis daratan pantai yang relatif stabil,
merupakan potensi alam yang sangat menunjang untuk dikembangkan. Demikian pula Pesisir
Danau Ayamaru di sekitar beberapa kampung dan dua distrik lainnya. Saat ini kawasan
pesisir Danau Ayamaru di Distrik Ayamaru merupakan bagian wilayah Ayamaru yang bisa
dijadikan berfungsi sebagai magnet untuk menarik pengunjung dari dalam dan luar kota.
Pesisir Danau di kota kota tersebut bisa berfungsi sebagai ruang terbuka publik. Hanya saja
kondisi dan situasi sarana dan prasarananya dan respon terhadap kondisi tropis lembab sangat
beragam masing masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pengadaan ruang terbuka
publik merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan
pada masyarakat dan untuk meningkatkan kualitas kehidupan perkotaan. Penanganan Pesisir
kota yang berbatasan Danau itu rata - rata belum menonjol dibandingkan dengan kota kota di
pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa.

d) Kesimpulan.

Citra kota Pesisir sangat ditentukan oleh berbagai aspek yang berkaitan dengan daerah
daratan Distrik Ayamaru yang berbatasan dengan Danau Ayamaru. Dipandang dari arah
Danau, Udara dan bagian-bag tertentu daratan Ayamaru, maka bagian kota Ayamaru yang
berbatasan dengan pesisir Danau Ayamaru diibaratkan sebagai wajah kota atau etalase kota.
Perpaduan antara Danau dan daratan merupakan potensi alam yang harus diperhatikan dan
diutamakan dalam penataan dan pengembangannya baik dari segi fisik, sosial dan ekonomi.
Berdasarkan pengamatan dan analisis dari berbagai kota pesisir Danau seperti Tangkubang
Perahu, dan Sungai Musi di pontianak Kalimantan yang di sebut juga dengan nama lain
Seribu Satu Sungai, ditarik kesimpulan bahwa berbagai aktifitas dapat dilaksanakan pada
kawasan pesisir Danau Ayamaru, antara lain: Aktifitas masyarakat Nelayan dalam
bermukim, mencari ikan dan menjual hasil tangkapan ikan, membuat perahu dsb. Dermaga,
penumpang, rekreasi. Kendaraan yang berjalan melalui jalan dipinggir pantai akan
mendapatkan pemandangan yang indah “scenic beauty”. Konservasi tanaman Danau yang
dapat mendukung karakteristik Pesisir Danau antara lain Pepohonan. Berbagai macam

Hamah Sagrim 101


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

macam aktifitas yang berlangsung di pesisir Danau harus dikaitkan dengan kondisi
lingkungan alam di sekitar Danau Ayamaru dan iklim tropis lembab, kebutuhan masyarakat
serta kemampuan pemerintah daerah setempat.

Beberapa pengelola Kabupaten Sorong Selatan masih belum mengutamakan


pembangunan di kawasan Pesisir Danau Ayamaru, sehingga wilayah pesisir danau di distrik
Ayamaru masih dimanfaatkan untuk keperluan permukiman nelayan . Kondisi Pesisir Danau
Ayamaru, masih didominir pohon liar dengan varietas jenis yang bermacam-macam sehingga
sebagian masih nampak alami dan pemanfaatan Pesisir Danau dalam kota untuk permukiman
nelayan, belum ada pengembangan yang memadai untuk rekreasi, namun kondisi tersebut
ternyata masih dapat menarik minat warga untuk datang ke pesisir Danau Ayamaru seperti
Framu, Korom, Ela, Semtu, dll. daya tarik tersebut akan semakin kuat apabila ada
pengembangan dengan perencanaan dan perancangan yang khusus.

Pesisir Danau Di distrik Ayamaru memiliki landskap alam yang sangat mempesona
sehingga kondisi alam tersebut sudah bisa merupakan daya tarik yang luar biasa, apabila
diadakan peningkatan kualitas lingkungan dengan sarana dan prasarana yang memadai maka
kondisi lingkungan akan semakin menarik.

Bila ditata dengan baik, pesisir Danau Ayamaru dimalam hari akan sangat indah
karena bentuk pantai seperti huruf O dengan teluk yang luas terlebih bila dengan adanya
jembatan dari kampung yang satu menuju kampung lain yang berdekatan di sekitar pesisir
Danau. Yang dapat dilihat dari segala penjuru pesisir. Telah terdapat sarana dan prasarana
berupa kios di Setiap Kampung-kampung dan Distrik-distrik.

Kelebihan dan kekurangan dari masing - masing pesisir Danau pada beberapa kota
seperti Tangkubang Perahu, dan Sungai Musi di Kalimantan, dapat menjadi masukan bagi
Distrik Ayamaru. Mengutamakan perencanaan berdasarkan aspek iklim tropis lembab antara
lain memperhatikan vegetasi di daratan maupun ditepi danau pepohonan memperhatikan
fasilitas peneduh dan kearifan lokal yang sesuai untuk mengantisipasi permasalahan iklim
tropis lembab seperti intensitas matahari, curah hujan yang tinggi dsb. Memanfatkan
semaksimal mungkin potensi di daerah tropis lembab antara lain aneka flora dan fauna.
Sehingga perencanaan waterfront city harus memperhatikan pula konsep bio climatic design.
Pertapakan bangunan hunian rumah pesisir di kelompokkan dalam yaitu :

Hamah Sagrim 102


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Peralihan tanah darat dan perairan


Bangunan rumahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan situasi lingkungan
sekitarnya.
d. Di hamparan tepi pantai,
Bangunan rumahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan bentuk bangunannya
disesuaikan dengan pengalaman warga setempat agar luapan pasang air laut tidak masuk
ke dalam rumah.
3. Pola Hunian Wilayah Daratan
Pusat permukiman di daratan wilayah Maybrat Imian Sawiat ini berada pada lereng
perbukitan yang cenderung menjulang dengan hamparan bangunan yang cenderung mengikuti
jalan.
Tata letak perkampungan di wilayah daratan ini, umumnya mengikuti jalanan dan lereng
perbukitan yang mana terlihat layak untuk didirikan bangunan dan perhunian.
Pertapakan bangunan rumah masyarakat Maybrat Imian Sawiat wilayah daratan ini
dikelompokan dalam tiga kategori yaitu :
a. Di tanah darat
Bangunan rumahnya tidak dipengaruhi, atau merupakan pola hunian yang sudah
berkembang moderen.
b. Peralihan tanah darat
Bangunan rumahnya dipengaruhi oleh lereng perbukitan yang menjulang
c. Di hamparan Jalan
Bangunan rumahnya dipengaruhi oleh alur jalan dan bentuk bangunannya disesuaikan
dengan perkembangan tata ruang.

Hamah Sagrim 103


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Gambar:
Lay Out zonasi pertapakan Pola Hunian Over Vew Pertapakan pola hunian penduduk wilayah
wilayah Pegunungan dengan mengikuti pegunungan dengan megikuti lereng gunung (over
lereng gunung (lay out valley line village vew line valley village community). Sumber hasil
community). Sumber hasil analisis Peneliti analisis Peneliti

4. Jaringan Pergerakan
Prasarana perhubungan utama Warga Maybrat Imian Sawiat adalah Jalan setapak,
Kendaraan roda empat (angkutan pedesaan), kendaraan roda dua (ojek), Pesawat, Kapal Laut,
dan perahu sampang. Lihat gambar jenis-jenis perahu yang digunakan sebagai transportasi
diwilayah pesisir adalah sebagai berikut:

Gambar: jenis perahu sampan dengan seman, dan perahu kajang sebagai transportasi daerah pesisir. Sumber
dokumentasi peneliti

Pengetahuan atau konsepsi Suku Maybrat Imian Sawiat yang berkaitan dengan daratan dan
perairan adalah sebagai sarana kehidupan dan perhubungan bahkan sebagai ruang produksi.

B.4. Kondisi Hunian

1. Kondisi Fisik Lahan


Secara umum, struktur tanah di Distrik Ayamaru, Aitinyo, Aifat, Kabupaten Maybrat,
Sawiat dan Teminabuan Kabupaten Sorong Selatan, terdiri dari beberapa jenis antara lain; jenis
alluvial, mediterania, padzoik, latosol, organosol, litosol dan gambut. Sedangkan jenis tanah

Hamah Sagrim 104


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yang ada secara umum antara lain tanah kemerahan, tanah endapan alluvial, dan tanah alluvial
muda.
2. Kondisi Permukiman
Pusat permukiman di wilayah Maybrat Imian Sawiat berada pada lingkungan dataran
rendah (Pesisir pantai), dataran datar (daratan datar), dataran Tinggi (pegunungan) yang disebut
Plato Ayamaru. Tata letak perkampungan di Wilayah, Maybrat, Imian Sawiat, umumnya
memanjang sejajar (polar) ada yang mengikuti Jalan, sungai, dan alur perbukitan dan gunung.
Bentuk permukiman Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dikenal dengan permukiman
Marga atau Keret – klen dan berkembang menjadi komplek. Yang mana bila disatu marga
keluarga yang tinggal di salah satu sudut kampung disana akan berkumpul keluarga dan marga
atau keret yang sama.
Permukaan perkampungan wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, berupa banguan panggung
dengan bahan konstruksi utama kayu sebagai struktur utama dan rotan sebagai pengikat.
Umumnya masyarakat di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal jenis kayu yang daya
tahannya cukup besar baik terhadap pengaruh air laut dan daratan.
Biasanya untuk kayu yang mempunyai kualitas terbaik, digunakan pada bangunan yang
sering terrendam air, khusus untuk bangunan pada areal pesisir dan untuk jenis kayu pada daerah
daratan adalah kayu yang daya tahannya kuat terhadap rayap (fom). Orang Maybrat, Imian,
Sawiat, sangat jeli dalam memilih bahan-bahan karena kekuatan suatu bangunan dipengaruhi
oleh jenis – jenis kayu yang digunakan dalam mendirikan suatu bangunan rumah hunian tersebut.
Untuk matahari, dinding umumnya menggunakan kayu, gaba – gaba, dan kulit kayu. Untuk
lantai umumnya memakai gagar dan palem. Sedangkan untuk material atap rumah, sesuai dengan
sumber daya alam setempat adalah dedaunan yang dianyam/diraut atau diramu menjadi atap,
yaitu seperti daun sagu, daun tikar (pandanus), dan daun nipa. Selain mudah didapat, lebih tahan
terhadap pengaruh iklim sekitar dan dapat meredam panas matahari sehingga ruang dalam rumah
tetap sejuk. Sebaliknya atap seng menurut pengalaman mereka, selain mahal juga mudah
berkarat dan ruang dalam rumah lebih panas pada siang hari. Sungguhpun demikian, cukup
banyak rumah telah beratap seng. Tampaknya penggunaan bahan ini lebih mencerminkan
kemampuan ekonomi pemilik rumah bersangkutan.
Secara sederhana Suku Maybrat, Imian, Sawiat, adalah merupakan masyarakat yang
mendiami daerah pesisir dan pegunungan yang berkumpul sekelompok orang yang kehidupan

Hamah Sagrim 105


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mereka tergantung pada laut bagi kelompok yang mendiami daerah pesisir, dan tergantung pada
pertanian bagi kelompok yang mendiami daerah pegunungan. Yang mana terungkap bahwa Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, berada dalam kehidupan budaya bertani dan nelayan atau kehidupan
yang mendapatkan inspirasi dan kreativitas dari suasana lautan dan daratan.
Pengetahuan atau konsepsi Suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang berkaitan dengan daratan dan
perairan adalah sebagai sarana kehidupan dan perhubungan bahkan sebagai ruang produksi, yang
keduanya akan diuraikan sebagai berikut :
a. Peranan Laut sebagai Prasarana Perhubungan Pesisir
Hubungan antar tempat dipantai lebih lancar daripada hubungan antar pantai dengan
pedalaman darat di zaman kuno, bahkan bagi Suku Maybrat, Imian, Sawiat, masih nampak
yang mana permukiman penduduk mereka pada mulanya berada di pantai, dan perairan laut
yang telah memperoleh peran sebagai prasarana perhubungan, sebagai gerak - gerik laut telah
menjadi pengetahuan warga yang menggunakannya. Pengetahuan diturunkan dari generasi ke
generasi baik melalui ajaran maupun melalui semacam permagangan. Contoh pemagangan
adalah orang tua mengajak anaknya untuk melaut atau orang tua mengajak anaknya untuk
berkebun dan berburu.
Pengetahuan Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tersebut diatas ada yang langsung dan ada
yang tidak langsung mengenai perairan laut. Pengetahuan langsung, antara lain berkenaan
dengan pasang surut, arus, gelombang, dan kedalaman. Pengetahuan tidak langsung adalah
gejala diluar perairan laut, tetapi diketahui dan disadari dapat mempengaruhi gerak - gerik
laut, seperti per-awanan, angin, kedudukan bulan dan bintang.
Pengetahuan itu mereka gunakan benar – benar dengan maksud menyelesaikan pelayaran
dengan selamat dan cepat. Mereka mampu antara lain mengubah arah dalam penggalan –
penggalan pelayaran mereka sesuai dengan jenis alat angkut yang mereka gunakan dengan
kondisi perairan.
b. Peranan Daratan Sebagai Areal Kehidupan
Walau diketahui peran laut sebagai prasarana daerah pesisir yang lebih lancar, namun
orang – orang Maybrat, Imian, Sawiat, juga membutuhkan daratan sebagai areal kehidupan.
Daratan sebagai areal kehidupan yang mana menyediakan bahan hasil perkebunan. Karena
walaupun mereka yang hidupnya di daerah pesisir yang mata pencahariannya adalah nelayan
namun membutuhkan makanan berat seperti keladi, petatas, sagu dll.

Hamah Sagrim 106


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Daratan merupakan tempat bercocok tanam bagi Suku Maybrat, Imian, Sawiat, walau ia
seorang nelayan sekalipun.
c. Daratan dan Laut Sebagai Ruang Produksi
Penggunaan daratan dan laut sebagai ruang produksi sudah sejak zaman kuno dikenal
oleh Suku Maybrat, Imian, Sawiat, baik yang sebagai petani bahkan nelayan. Bagi para
nelayan sering mengembara jauh dari permukimannya. Jangkauan jauh seperti ini antara lain
dituntun oleh pengalaman para pelaut berpengalaman tentang musim – musim penangkapan
ikan tertentu dikawasan tertentu.
Bagi para petani, untuk mencapai suatu lahan terluas dalam berkebun, membutuhkan
tenaga dan energi yang semangat, petani sering bekerja dengan kerajinan dan tenaga yang ia
miliki. Bagi seorang calon petani hendaknya diajari tentang bagaimana memegang alat – alat
kerja, karena jika sudah berpengalaman, maka ia akan sebagai orang yang berhasil dalam
memprodusksikan hasil pertanian yang berlimpah.
Kehidupan Suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang berprofesi sebagai nelayan umumnya
terisolasi dari kehidupan masyarakat didaratan. Namun demikian masyarakat Maybrat,
Imian, Sawiat, pada umumnya antara nelayan dan non nelayan hidup dalam satu wilayah
kampung, namun ada kecenderungan pengelompokan permukiman menurut marga atau
keret-klen (familly) dan jenis pekerjaan mereka. Pergaulan para nelayan penangkap ikan
cenderung terbatas dengan persediaan logistik. Pola makan para nelayan biasanya sangat
sederhana, karena mereka terbiasa dengan persediaan logistik terbatas ketika mereka berlayar
bila dibanding dengan pola makan para petani yang biasanya sangat banyak akan
makanannya.
d. Mata Pencaharian
Salah satu sistem budaya appabolang yang mempengaruhi bentuk rumah tinggal Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, adalah mata pencaharian dan situasi lingkungan.
Umumnya mata pencaharian yang mendominasi penduduk Maybrat, Imian, Sawiat,
adalah Bertani dan Memburu, sedangkan berikutnya adalah nelayan, yang setiap hari
waktunya di kebun, hutan dan laut. Untuk petani berkebun, untuk pemburu di hutan untuk
memburu Babi, Rusa, Kanguru dan Tikus sedangkan untuk nelayan berada di laut untuk
mencari ikan dan hasil perikanan lainnya. Sebagai petani, pemburu dan nelayan, hidup
merekapun tidak jauh dari hutan dan laut bahkan huniannya berhubungan langsung dengan

Hamah Sagrim 107


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

hutan bagi mereka yang matapencahariannya pemburu dan petani, dan bagi para nelayan
huniannya berhubungan dengan laut. Hal ini tercermin pada bentuk tatanan huniannya ke
arah laut bagi para nelayan yang berbaris disepanjang garis pantai, begitupun mereka yang
di daratan yang mana bangunannya berorientasi pada arah jalan dan berhubungan langsung
dengan alam bebas.
Bentuk tampilan seperti rumah gantung atau rumah panggung, juga mempunyai
hubungan erat dengan mata pencaharian mereka sebagai petani, pemburu dan nelayan. Dapat
dilihat pada kolong rumah yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat – alat
perburuan bagi para petani dan pemburu sedangkan bagi para nelayan dapat dilihat bahwa
kolong rumahnya difungsikan sebagai tempat penyimpanan alat – alat perikanan seperti
pukat, jaring dan lain – lain. Sedangkan bagian hunian yang berada di hamparan air, kolong
rumahnya difungsikan sebagai sandaran atau parkiran perahu yang mereka gunakan sebagai
alat transportasi.
e. Pola Hidup
Salah satu sistem budaya appabolang yang mempengaruhi bentuk rumah tinggal Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, adalah pola hidup. Pola hidup di ekspresikan melalui tingkah laku
manusia. Bahwa membangun sebuah rumah merupakan gejala budaya, maka bentuk
pengaturan ini dipengaruhi oleh budaya lingkungan pergaulan dimana bangunan itu berada
dan bentuk rumah bukan merupakan hasil kekuatan faktor atau faktor tunggal lainnya, tetapi
merupakan konsekwensi dan cakupan faktor – faktor budaya dalam pengertian yang luas.
Budaya yang menyangkut perilaku manusia dalam kehidupan keseharian yang mewarnai
kehidupan masyarakat Suku Maybrat, Imian, Sawiat, adalah kebiasan masyarakat dalam
menampung kayu bakar untuk keperluan masak dan penghangat tubuh. Keperluan akan suhu
penghangat tubuh mempengaruhi bentuk dan kemiringan atap rumah tinggal yang cenderung
sangat miring hingga bisa menutup dinding.
Kebiasaan masyarakat untuk mencuci, mandi, dan buang air didaratan hutan sehingga
pada huniannya tidak tersedia KM/WC. Sertamerta perilaku anak- anak dalam bermain
seperti kebiasaan bermain di hutan (memburu burung, tikus, babi, rusa dan telor maleo) yang
mana dijumpai pada anak – anak yang hidup di daerah pegunungan sedangkan bagi anak –
anak di daerah pesisir pantai dalam bermain kebiasaannya bermain di laut (berenang,
menyelam, memancing, mencari kerang dan lain - lain), sehingga mengakibatkan tidak

Hamah Sagrim 108


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

tersediannya open space di darat. Kebiasaan dan perilaku masyarakat tersebut secara tidak
langsung akan mempengaruhi bentuk arsitektur di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat.
f. Lingkungan Alam
Kerasnya lingkungan alam dan situasi kehidupan yang serba saling membunuh (perang-
perangan), dapat menjadi tantangan utama yang menantang suku Maybra,t Imian, Sawiat,
untuk bertahan hidup. Sebagai masyarakat petani di daerah pegunungan yang seluruh
hidupnya dihabiskan di kebun dan hutan, dan untuk masyarakt pantai yang menghabiskan
hidupnya di laut, suku Maybrat, Imian, Sawiat, mampu mengatasi dan beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya.
Untuk merespon keadaan alam dan situasi lingkungannya seperti terpaan gelombang,
angin kencang, kelembaban yang tinggi, dan tekanan musuh, masyarakat suku Maybrat,
Imian, Sawiat, mengatasi dengan cara dan pengetahuan yang dimiliki oleh mereka.
Untuk mengatasi terpaan angin kencang sudah menjadi gejala alam di wilayah Maybrat,
Imian, Sawiat. Untuk mengatasi hal tersebut, suku Maybrat, Imian, Sawiat, membangun
rumah dengan konstruksi dari kayu dan antara elemen satu dengan lainnya dikaitkan
membentuk suatu struktur yang kaku, namun cukup elastis dan fleksibel, Sehingga apabila
terjadi terpaan angin kencang, rumah dengan konstruksi kayu ini tidak akan roboh tapi hanya
melenggang saja.
Angin kencang yang bertiup dari arah laut pada dini hari dan pagi hari, memaksa warga
suku Maybrat, Imian, Sawiat, khusunya dalam peralihan bentuk dan tampilan bangunan
yang relatif tertutup. Bukaan – bukaan dibuat relatif kecil, dan jendela (bukaan) diganti
dengan kisi – kisi untuk penghawaan dalam ruang.
Untuk mengatasi kelembaban yang cukup tinggi, berdasarkan pengalaman para warga,
membuat tungku api dalam ruang tidur, karena dengan membuat tungku api didalam
ruangan tidur maka adanya transformasi panas perapian yang dapat menghangatkan.

B.5. Geofisik Wilayah


a) Aspek geofisik wilayah.

Hamah Sagrim 109


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1. Geofisik wilayah pesisir


Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut, dengan batas kearah darat
meliputi bagian daratan baik yang kering bahkan yang terendam air, yang masih mendapat
pengaruh sifat – sifat laut dan pegunungan seperti angin, pasang surut laut, perembesan air laut,
kekeringan, dan hutan belantara yang mana ciri – ciri heterogenitas alam masih dipengaruhi oleh
alam seperti sedimentasi dan aliran air tawar maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Dinamika wilayah pesisir secara
fisik depengaruhi oleh parameter lingkungan – lingkungan fisik yang menyebabkan wilayah
pesisir terutama berbentuk pantai yang selalu berubah – ubah sepanjang waktu. Karakteristik
wilayah pesisir ini dibentuk oleh parameter lingkungan fisik seperti pasang surut, arus laut,
gelombang, angin,salinitasi, suhu dan perubahan muka air. Fenomena ini memberi kekhasan
karakteristik pada kawasan pesisir dan laut sehingga menyebabkan terjadinya kondisi fisik
perairan yang berbeda – beda sebagaimana berikut :
a. Pasang Surut air laut
pasang surut adalah proses naik turunnya muka air laut secara hampir periodik karena
gaya tarik benda – benda angkasa terutama bulan dan matahari. Naik turunya air laut dapat
terjadi sekali sehari (pasang – surut tunggal), atau dua kali sehari (pasang surut ganda),
sedangkan pasang surut yang berperilaku diantara keduanya disebut sebagai pasang surut
campuran. Para nelayan Suku Maybrat Imian Sawiat Pada wilayah pesisir Teminabuan
mengenal adanya pasang surut campuran, condong ke harian ganda (mixed diuarnal tide)
terjadi duakali pasang dan duakali surut dalam sehari.
Catatan arus pasang surut terkuat pada daerah air laut Kabupaten Sorong Selatan dapat
mencapai 1,5 - 2,5 m/detik, pada saat pasang purnama dan dilaut terbuka kekuatan pasang
surut kurang dari 1,5 m/detik.
b. Gelombang Laut
Gelombang ditemukan dipermukaan laut pada umumnya terbentuk karena adanya proses
alih energi dari angin ke permukaan laut, atau pada saat – saat tertentu disebabkan oleh
gempa dasar laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi tersebut yang
kemudian dilepaskannya ke pantai dalam bentuk hempasan ombak. Rambatan gelombang ini
dapat menempuh jarak ribuan kilometer sebelum mencapai satu pantai akan mengalami satu
pembiasan (refraction), dan akan memusat (comvergence) jika mendekati semenanjung,

Hamah Sagrim 110


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

akan menyebar (divergence) jika menemui cekungan. Disamping itu gelombang yang
menuju ke perairan dangkal akan mengalami spilling, plunging, collapsing atau surging.
Semua fenomena yang dialami gelombang tersebut pada hakekatnya desebabkan oleh
keadaan topografi dasar lautannya (see bottom topography).
c. Suhu Air
Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh radiasi matahari, posisi matahari, letak geografis,
musim, kondisi awan, serta proses interaksi antara air dan udara, seperti alih panas (hot),
penguapan dan hembusan angin. Suhu air laut di Indonesia secara umum berkisar antara 26 -
19°c karena perairan Indonesia dipengaruhi angina musim, maka sebaran permukaan lautnya
pun mengikuti perubahan musim. Di kawasan pesisir Kabupaten Sorong Selatan, suhu
berkisar 28 - 29°c, musim timur berkisar antara 26 - 28°c.
d. Angin
Angin merupakan parameter lingkungan terpenting sebagai gaya penggerak dari aliran
skala besar yang terdapat baik di atmosfer maupun lautan. Gelombang merupakan produk
penting yang dihasilkan oleh angin. Demikian juga deretan bukit pasir (sand dones) yang
ditemui dipantai – pantai yang penting bagi perlindungan pantai.
Angin merupakan gerakan udara dari tempat bertekanan udara tinggi ketempat yang
bertekanan udara rendah. Di wilayah pesisir pantai, angin lokal yang dikenal dengan angin
darat dan angin laut kadang dimanfaatkan oleh para nelayan untuk melaut untuk menangkap
ikan dan ke darat. Berhembusan angin darat, (dari darat ke laut) pada malam hari dan angin
laut (dari laut ke darat) pada siang hari disebabkan oleh perbedaan panas antara daratan dan
laut. Pada siang hari permukaan daratan lebih cepat panas akibat udara diatas permukaan
daratan menjadi panas dan memuai serta mudah naik keatas. Kekosongan udara didekat
daratan akan diisi oleh udara dari laut yang suhunya lebih rendah. Angin laut pada jam 9.00 –
1.1 pagi, sedangkan angin barat terjadi sekitar jam 17.00 – 19.00 sore, dengan
kekuatan rata – rata 2,5 – 3,5 m/detik. Lihat gambar tiupan angin berikut ini:
Pergerakan angin pada
malam hari bertiup dari
daratan ke laut, atau juga
disebut angin gunung
yang bertiup pada malam
hari, liaht pada gambar
Hamah Sagrim
disamping kanan 111
sedangkan angin laut
bertiup pada siang hari
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Gambar:
Angin laut terjadi pada malam Angin darat terjadi pada siang hari
hari
dari laut ke daratan atau disebut angin laut yang bertiup lihat gambar di sebelah kiri.

2. Geofisik wilayah pegunungan


Wilayah daratan adalah daerah yang meliputi daratan kering bahkan yang terrendam air
sungai, yang mana mendapat pengaruh sifat – sifat dataran tinggi seperti angin, curah hujan,
panas matahari dan kemiringan lereng perbukitan.
Dinamika wilayah pegunungan Maybrat Imian Sawiat dipengaruhi oleh parameter manusia
yang menyebabkan wilayah pegunungan yang dengan heterogenitas hutannya yang utuh
menjadi rusak (gundul) dan tercemar karena ulah manusia. Karakteristik wilayah pegunungan ini
dibentuk oleh parameter lingkungan fisik dan makhluk yang ada, seperti burung dan hewan
lainnya yang setelah memakan buah pohon setelah melewati daerah pegunungan yang begitu
terbakar dan gundul tanpa pohon, ia meninggalkan kortoran biji pohon yang mana bertumbuh
kembali, angin, tanah yang menyimpang akar sehingga bertumbuh kembali suatu saat.

3. Geografi Dan Fisik Wilayah


3.a. Letak geografi
Suku Maybrat Imian Sawiat adalah suku yang berada di wilayah Kabupaten Sorong Selatan
Papua. Kabupaten Sorong Selatan terletak dibagian barat pulau papua. Secara geografis,
Kabupaten Sorong Selatan terletak pada posisi 131° 42¹ 0”BT - 132° 58¹ 12”BT dan 0° 55¹ 22”
LS - 2° 17¹ 24” LS. Kabupaten Sorong Selatan yang luasnya sekitar 1.321.189,39 ha
(berdasarkan peta), berbatasan dengan wilayah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Distrik Moraid dan Distrik Fef (Kabupaten Sorong)
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Kebar (Kabupaten Manokwari), Distrik Moskona
Utara, Distrik Moskona Selatan dan Distrik Aranday (Kabupaten Teluk Bintuni)

Hamah Sagrim 112


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Sebelah Selatan Berbatasan Dengan Teluk Bintuni dan Laut Sram


d. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Seram, Distrik Beraur dan Diastrik Makbon
Kabupaten Sorong.
3.b. Administrasi Wilayah
Luas kabupaten Sorong Selatan tercatat 29.810 km², saat ini terbagi menjadi 14 distrik yang
sebelumnya 10 distrik. Wilayah distrik terluas adalah distrik Inanwatan, yaitu seluas 4.234 km²
(14,2%), sedangkan wilayah terkecil adalah distrik Ayamaru utara, yaitu seluas 1.071 km² atau
3,59% dari luas kabupaten Sorong Selatan. Luas masing – masing distrik di Kabupaten Sorong
Selatan termuat dalam table berikut:

Tabel
Luas Wilayah Kabupaten Sorong Selatan Per Distrik tahun 2004

N Distrik Luas Area (km²) Persentase


o (%)
1 Inanwatan 82.986,56 6,28
2 Kokoda 115.534,54 8,74
3 Aifat Timur 193.930,38 14,60
4 Aifat 262.499,01 19,87
5 Aitinyo 71.768,71 5,43
6 Moswaren 88.438,76 6,69
7 Teminabuan 90.604,40 6,86
8 Ayamaru 58.549,30 4,43
9 Sawiat 102.688,53 7,77
10 Mare 51.133,00 3,87
11 Matemani Kais 94.889,92 7,18
12 Wayer 29.121,30 2,20
13 Seremuk 48.737,14 3,69
14 Ayamaru Utara 31.307,85 2,37
Kabupaten Sorong Selatan 1.321189,39 100,00

Sumber data :
Laporan Fakta Tata ruang Kabupaten Sorong Selatan 2008 – 2007

Kabupaten sorong selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat dengan
ibukota Teminabuan. Kabupaten ini bersama Kabupaten Raja Ampat merupakan hasil
pemekaran kabupaten Sorong berdasarkan UU No 26 tahun 2002. secara administrative,
pemerintahan Kabupaten Sorong Selatan terbagi dalam 14 Distrik, 3 Kelurahan dan 210
kampung atau desa.

Hamah Sagrim 113


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Distrik Aitinyo mempunyai jumlah Desa atau Kampung yang paling banyak, yaitu 26 desa
atau kampong. Sedangkan distrik Moswaren merupakan distrik yang mempunyai jumlah
kampung paling sedikit, yaitu sebanyak 6 Kampung. Berikut lihat tabel pembagian administrasi
dan ibukota serta banyaknya kampong dalam distrik masing – masing :

Tabel pembagian wilayah administrasi


kabuaten Sorong Selatan tahun 2006

Hamah Sagrim 114


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Banyaknya
N Distrik Ibukota Desa/Kelurahan Ju Nama kampung
o Desa kelurahan mla
h
Mate, Saga, Mugim, Nogibi,
1 Wadoi, Solta baru, Isogo,
3 Sibae, Serkos, Nusa, Puragi,
1 Inanwatan Inanwatan - 13 Tawanggire, Bedare
Migori, Siwatori, Tarof,
Tambani, NegeriBesar,
Kasuweri, Udagaga, Benawa II,
Atori/Kambur, Korewatara,
Daubak, Topdan, Arbasina,
Kayubiro, Adona, Migirito,
Totona, Birawaku, Nayakore,
2 Kokoda Kokoda - 20
Tapas
20
Aisa, Ayata, Kamat, Aikrer,
Aitrem, Sawin, Ainesra,
Sabah, Warmu, Fuog,
3 Aifat Aisa - 13 Womba, Aifam, Tahsimara
timur 13
Kumurkek, Kisor, Susmuk,
Kokas, Ayawasi, Konja, Sori,
Kocuwer, Bori, Mosum,
Yarat, Ayawasi Selatan, Wer
jaya, Aisyo, Fonatu, Maan,
Waine, Tahahite, Ayawasi
timur, Imsun, Fatmayap,
4 Aifat Kumurkek - 23
Faton, Susai
23
Aitinyo, Korom, Soraya,
Tehak kecil, Sris, Karsu,
Irohe, Sumanis, Kamro,
Asmuruf, Yaksoro, Sira,
Awit, Kambufatem,
Kambufatem utara, Fetase,
Jitmau, Ikuf, Isir, Fategomi,
Faan, Tehak besar,
5 Aitinyo Aitinyo 26 26 Gohsames, Mirafan, Ewai,
- Jitmau timur
Moswaren, Johsiro, Hararo,
6 Moswaren Moswaren 6 - 6 Bumiajo, Hasik Jaya,
Kamisabe
Sumber data:
Laporan Fakta tata ruang Sorong Selatan 2008 - 2007
Lanjutan Tabel pembagian wilayah administrasi
kabuaten Sorong Selatan tahun 2006

Hamah Sagrim 115


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

N Distrik Ibukota Banyaknya


o Desa/Kelurahan Jumlah Nama kampung
Desa kelurahan
Konda, Wersar, Wehali,
Aibobor, Wamargege,
Bariat, Manelek, Magis,
Seribau, Tegirolo,
18 Seyolo, Nakna, Gorolo,
Namro, Tapiri, Keyen,
7 Teminabuan Teminabuan 20
Wermith, Wernas,
2
Kohoin, Kaibus
Sauf, Kanisabar, Koma-
koma, Soroan, Sembaro,
Kartapura, Arus,
Kambuaya,
Kambuskato, Fiane,
Men, Kofait, Huberita,
Kambuwifa, Faitmajin,
Framu, Mefkajim II,
8 Ayamaru Ayamaru 24 25 Sosian, Temel, Adoh,
Isnum, Chaliat, Fanse,
1 Fraharoh
Klamit, Tapuri, Safkyo,
Eles, Sodrofoyo, Sasnek,
Wendi, Sawiat, Wen,
Wenslolo, Kafalit,
9 Sawiat Wenslolo 16 Wensoug, Pasir putih,
16
Wandum, Welek,
-
Bemus
Suswa, Seya, Seni, Sire,
10 Mare Suswa 7 - 7 Wabam, Kombif, Renis
Kais, Tapuri, Yahadian,
Benawa I, Sumamo,
Matemani Makaroro, Siranggo,
11 Kais Kais Haimaran, Mukamat,
1 Ikana, Onimsefa,
2 Mogotemin
- 12
Sungguer, Boldon,
12 Wayer Sungguer 8 - 8 Sesor, Waigo, Bagoraga,
Wardik, Unggi, Wayer
Sumber data:
Laporan Fakta tata ruang Sorong Selatan 2008 - 2007

Lanjutan Tabel
pembagian wilayah administrasi kabuaten Sorong Selatan tahun 2006

Hamah Sagrim 116


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

N Distrik Ibukota Banyaknya


o Desa/Kelurahan Jumlah Nama kampung
Desa Kelurahan
Klaogin, Knaya,
Komonggaret, Sisir, Kayabo,
Seremuk, Sayal, Sira,
Mlaswat, Srer, Sbir, Tofot,
Haha, Manggroholo, Woloin,
13 Seremuk Haha 1 - 16
Kamaro
6
Ayamaru Karetubun, Yubiah, Mapura,
14 Utara Yukase - 8 Suwiam, Setta, Hohoyar,

8 Segiyor
Kab.
Sorong 210 213
Selatan
Sumber data:
Laporan Fakta tata ruang Sorong Selatan 2008 – 2007

3.c. Potensi dan Daya Dukung Lingkungan


a. Topografi
Topografi Kabupaten Sorong Selatan cukup bervariasi, terdiri dari dataran tinggi yang
merupakan daerah pegunungan dan lereng – lereng (pedalaman ± 65%), dataran rendah, air
payau dan pantai (35%). Secara garis besar, penyebaran wilayah tersebut adalah sebagai berikut :
1. dataran tinggi (Plato) meliputi Distrik Ayamaru, Ayamaru Utara, Mare, Aifat Timmur,
Sawiat dan sebagian Aitinyo
2. dataran rendah (rendah) meliputi Distrik Teminabuan, Seremuk, Wayer, Moswaren dan
sebagian Aitinyo
3. Dataran payau meliputi Distrik Inanwatan, Kais, Kokoda, dan sebagian seremuk.
Sebagian besar daerah Kabupaten Sorong Selatan merupakan daerah dataran rendah dengan
kemiringan lereng berkisar dari 0 – 8%. Daerah dataran rendah ini membujur dari arah barat laut
ke selatan yang berbatasan langsung dengan laut banda. Daerah dataran rendah tersebut meliputi
Distrik Seremuk, Distrik Teminabuan, Distrik Kais, Distrik Inanwatan dan Distrik Kokoda.

Hamah Sagrim 117


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Keunggulan dari factor fisik ini menyebabkan sebagian besar kegiatan penduduk berkembang di
dataran rendah ini.
Luas wilayah Kabupaten Sorong Selatan yang merupakan daerah dengan topografi
pegunungan (kemiringan lereng >40%) adalah seluas 84.624,72 ha. Sedangkan luas wilayah
kabupaten tersebut yang merupakan daerah perbukitan adalah seluas 19.916,05 ha.
Sebelah utara kabupaten Sorong Selatan merupakan daerah pegunungan karst yang dikenal
dengan nama pegunungan Bukamadah. Distrik di Kabupaten sorong selatan yang mempunyai
topografi dominan pegunungan adalah Distrik Sawiat, Distrik Mare, Distrik Wayer, Distrik
Ayamaru, dan Distrik Moswaren.
Karakteristik topografi kabupaten Sorong selatan yang sebaian besar merupakandaerah
dataran rendah menyebabkan sebagian besar kegiatan ekonomi maupun perkotaan berkembang
di dataran rendah tersebut. Hal tersebut akan sedikit banyak mempengaruhi tingkat
perkembangan distrik – distrik yang ada di kabupaten Sorong Selatan. Topografi wilayah sorong
selatan berkisar antara 0 – 1668 m dpal (di atas permukaan air laut). Puncak tertinggi yaitu
daerah faumai, dengan ketinggian 1668 m dpal, terletak di bagian barat laut teminabuan. Untuk
lebih jelasnya, topografis seluruh Kabupaten Sorong Selatan dan perdistrik di Kabupaten Sorong
Selatan dapat di lihat pada tabel berikut :

Kemiringan Lereng Kabupaten Sorong Selatan Per Distrik

N Distrik 0–3% 3 – 8% 8 – 15 % 15 – 25 25 – 40 40 – 60 > 60 %


o % % %
1 Inanwatan 79.623,88 2.779,08 - - - - -

Hamah Sagrim 118


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2 Kokoda 105.746,6 9.196,48 8,49 - - - -


2
3 Aifat timur 57.024,09 51.653,98 21.190,03 20.241,4 26.366,9 15.318,4 855,87
7 4 7
4 Aifat 69.456,16 109.399,9 25.055,58 21.354,4 25.691,7 11.144,8 246,98
2 5 8 0
5 Aitimyo 36.631,88 28.841,25 5.399,23 860,30 36,32 - -
6 Moswaren 55.387,09 27.593,18 4.696,48 705,00 57,16 - -
7 Teminabua 69.374,75 17.381,04 2.687,43 323,76 15,33 - -
n
8 Ayamaru 9418,73 - - 2.642,13 - - -
9 Sawiat 12.963,43 49.423,28 29.012,31 8.615,28 2.082,88 216,96 -
10 Mare 8.211,35 49.423,28 29.012,31 8.615,28 2.082,88 216,96 -
11 Matemani 83.958,23 9.808,71 5,95 - - - -
kais
12 Wayer - 16.345,22 3.664,84 - - - -
13 Seremuk 36.313,91 10.407,52 908,33 420,54 221,38 - -
14 Ayamaru 4.777,58 17.963,27 7.343,26 1.153,60 65,76 4,25 -
utara
jumlah 628.887,7 400.216,2 128.984,2 64.931,8 56.620,4 26.901,4 1.102,8
0 1 4 1 3 4 5
Sumber data:
Laporan Fakta tata ruang Sorong Selatan 2008 – 2007

b. Morfologi
Berdasarkan data kemiringan lereng diatas, Kabupten Sorong Selatan terbagi menjadi 3 jenis
satuan morfologi yaitu dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan. Berdasarkan buku
geologi Lembar Teminabuan, Irian Jaya, dataran rendah tersebut terdiri dari estuari, dataran
alluvium, sisa dataran alluvium, undakan alluvium, pegunungan pantai dan swell. Estuari atau
muara yang lebar selama proses pembentukan, telah menyatu dan membentuk hampir seluruh
pantai di barat daya Teminabuan. Sedangkan pegunungan pantai dan sawel hanya ada di dua
daerah yaitu di tanjung Semeboy (distrik Seremuk) dan tanjung Saibabu (distrik Teminabuan).
Distrik di Kabupaten Sorong Selatan yang berada di dataran rendah adalah Distrik Seremuk,
Teminabuan, Kais, Inanwatan dan Kokoda.
Dataran tinggi di Kabupaten Sorong Selatan terdiri dari Plato Ayamaru, sisa kipas alluvium
dan sisa dataran alluvium. Distrik yang berada di dataran tinggi adalah Distrik Wayer, Distrik
Moswaren, Distrik Aifat, dan Distrik Aifat timur. Distrik Mare, Distrik Sawiat, Distrik Ayamaru,
Distrik Ayamaru Utara, Distrik Aifat dan Distrik Aifat timur berada disatuan morfologi
pegunungan. Pegunungan tersebut ada dua jenis yaitu pegunungan dan lembah berbentuk ‘V’

Hamah Sagrim 119


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yang mempunyai ciri bertonjolan tinggi, mempunyai pematang sempit, lembah berbentuk ‘V’,
lereng yang tajam (20 - 30°) dan timbulan melebihi 300 m. di pegunungan dengan ciri tersebut
banyak ditemukan anak sungai yang mengalir berbelok – belok tajam. Sedangkan pegunungan
homoklin yang ada di Kabupaten Sorong Selatan ada pada formasi batuan endapan Paleozoikum
atas sampai Eosen.
Beberapa relief tinggi yang terkenal di Kabupaten Sorong Selatan diantaranya adalah
Gunung Bormalit, Gunung Athabu, Gunung Fomaya, Tanjakan Fansaraf, Tanjakan Dkun Taftik,
Gunung kemar, dan tanjakan Aduh Mama. Berdasarkan buku geologi lembar Teminabuan, Irian
Jaya (1989 : 5), sebagian besar wilayah Distrik Sawiat, Distrik Ayamaru, Distrik Wayer, Distrik
Mare dan Distrik Aifat berada pada Plato Ayamaru. Sedangkan distrik – distrik lainnya berada
didaerah pegunungan, kars dan dataran.
Berdasarkan analisis Bakosurtanal, 2007, bentuk lahan kabupaten Sorong Selatan terdiri dari
blok pegunungan, dataran alluvial, dataran alluvial karst, dataran banjir, dataran alluvial antar
perbukitan, endapan kolluvium, jalur kelokan sungai, kipas alluvial, lembah kering karst,
pegunungan karst, pegunungan karst dengan puncak pipih memanjang, perbukitan karst dengan
puncak pipih membulat, perbukitan denudasional rendah miring, perbukitan denudasional lereng
miring terkikis ringan, perbukitan denudasional lereng miring terkikis berat, perbukitan karst
dengan puncak pipih dan runcing. Untuk lebih jelasnya morfologi berdasarkan analisis dari
Bakosurtanal, 2007 terdapat dalam peta berikut.

Hamah Sagrim 120


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Peta morfologi

c. Hidrologi dan Sumberdaya Air


1. Curah hujan
Berdasarkan tabel di bawah ini, rata – rata curah hujan tahunan tertinggi adalah 236,37 mm
per bulan pada tahun 2003. sedangkan rata – rata hari hujan tertinggi dalam setahun adalah
19 hari pada tahun 2005. menurut klasifikasi iklim Schimidt dan Fergusson, tipe iklim di
wilayah Kabupaten Sorong Selatan termasuk tipe iklim A yaitu daerah beriklim tropis basah.
Untuk lebih jelasnya data curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Sorong Selatan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :

Hujan, Kelembaban udara, dan Penyinaran matahari Kabupaten


Sorong Selaran Curah hujan, Rata – rata hari

Hamah Sagrim 121


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Curah hujan (mm) Hari hujan


Bulan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 200 200 200 200 200 2006
1 2 3 4 5
Januari 305 248,2 77,2 201 55 213,91 21 15 7 24 17 14,91
Februari 216 70,6 107,4 157 75 287,18 15 6 14 18 15 15,36
Maret 157 156,8 294,3 149 132 283,27 17 18 24 14 15 18,36
April 111 220,3 29,9 272 266 268,65 15 17 17 20 23 15,82
Mei 325 336,4 163,6 142 239 197,73 16 10 12 16 21 13
Juni 418 304,4 431,3 93 395 157,27 22 18 18 19 25 12,45
Juli 343 14,4 510,8 189 228 122,18 14 4 27 29 20 11,18
Agustus 26 29 313,6 24 136 153,09 9 6 16 8 14 10,82
September 476 18 182,9 339 113 127,36 27 3 18 24 15 10,09
Oktober 134 44,7 236,6 64 370 122,7 13 3 16 9 22 11,8
Nopember 289 126,2 74,9 161 186 182,3 16 12 9 15 20 13,3
Desember 111 186,2 223,9 257 342 330,5 16 12 14 24 23 19,1
Jumlah 2.911 1.755,2 2.836, 2.04 2.53 2.446,1 201 124 192 220 230 166,2
4 8 7 4
Rata – rata 243 146 236 171 211 204 17 10 16 18 19 14

Sumber data: Laporan Fakta tata ruang Sorong Selatan 2008 – 2007

2. Air permukaan
Potensi hidrologi di kabupaten Sorong Selatan terdiri dari potensi air permukaan tanah (fresh
water) dan air tanah (ground water). Potensi aliran air permukaan terdiri dari air rawa, air danau
dan air sungai yang mengalir.
 Sungai
Terdapat 3 Daerah Aliran Sungai (DAS) utama di wilayah Sorong Selatan yaitu DAS
Seremuk, DAS Kaibus dan DAS Waromge. Masing – masing DAS mempunyai banyak
anak sungai. Semua anak sungai umumnya mengalir kearah Barat daya hingga Barat Laut
dan bermuara di sungai utama yaitu sungai Kaibus, Sungai Seremuk dan Sungai
Waromge.
Berdasarkan peta Rupa Bumi Digitasi Bakosurtanal terdapat 14 DAS yang
teridengtifikasi yaitu DAS Aninmaru, Kaibus, Kais, Kamundan, Karabra, Matemani,
Sajem, Sebar, Sekak, Seremuk, Sigeroi, Tarof, Wariagrar dan Waromage. Untuk lebih
jelasnya lokasi dan cakupan DAS masing – masing terlihat dalam peta berikut.
DAS kaibus terdiri dari sungai Kohoin, Sungai Wermit, dan Sungai Sayal. Sungai
sayal memiliki anak sungai yang relative sedikit, umumnya merupakan sungai – sungai
kecil di daerah hulu. Terdapat 6 anak sungai yang cukup besar alirannya yang mengalir

Hamah Sagrim 122


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

ke Sungai Kaibus. DAS Waromge terdiri dari sungai Keyen, Sungai Sungguer, sungai
Waigo dan sungai Waren. Cukup banyak anak sungai yang mengalir di DAS Waromge,
misalnya sungai keyen yang terdiri dari 12 anak sungai. Sungai – sungai utama dan anak
– anak sungai yang cukup besar sebagian aliran dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Sungai – sungai yang berada di kabupaten Sorong Selatan berfungsi sebagai sumber
air sehari – hari bagi penduduk setempat, tempat wisata dan juga sebagai prasarana
transportasi. Contoh sungai di Kabupaten Sorong Selatan yang berfungsi sebagai tempat
wisata adalah sungai Sembra, sungai Kohoin, kali Korom, sungai Wermit, dan kali
Framu. Selain itu sungai yang ada di Kabupaten Sorong Selatan juga merupakan sumber
air PAM. Sebagai contoh air PAM di distrik Ayamaru bersumber dari sungai Mos dan
distrik Ayamaru utara menggunakan sungai Imsun sebagai sumber air PAM. Kerusakan
lingkungan telah terjadi di beberapa sungai di Kabupaten Sorong Selatan. Salah satunya
adalah sedimentasi yang terjadi di sungai Hilang di distrik Sawiat. Pendangkalan sungai
tersebut menyebabkan air menggerus badan jalan di sisi sungai dan juga menyebabkan
banjir yang dapat memutus jalur transportasi.
 Danau
Danau merupakan salah satu potensi air permukaan yang banyak terdapat di
kabupaten Sorong Selatan. Setidaknya ada 5 danau terdapat di Kabupaten Sorong Selatan
yaitu : Danau Uter di Distrik Aitinyo, Danau Ayamaru di Distrik Ayamaru, Danau
Sembra di Distrik Teminabuan, Danau Tanimut (makiri) dan Nawewafom di
Distrik Aifat timur.
Danau – danau tersebut merupakan sumber air sehari – hari bagi penduduk yang
bertempat tinggal di sekitar danau tersebut. Selain itu danau – danau tersebut menyimpan
potensi sebagai obyek wisata di kabupaten sorong selatan seperti Danau Ayamaru di
Distrik Ayamaru, dan danau Uter di Distrik Aitinyo.
Danau Aayamaru merupakan salah satu danau yang ada di Kabupaten Sorong Selatan
yang terletak di distrik Ayamaru. Luas danau Ayamaru sekitar 2500 ha, termasuk tipe
seri oligotropik-eutropik yang produktifitasnya tergantung nutrisi yang diterimanya dan
pengairan regional pada usia geologis dan kedalaman kelimpahan plankton kurang karena
laju sedimentasi yang tinggi mengakibatkan tipisnya penetrasi cahaya. Danau Ayamaru
juga merupakan salah satu danau yang dijadikan sebagai obyek wisata, oleh sebab itu, di

Hamah Sagrim 123


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sekitar danau tersebut telah dikembangkan fasilitas – fasilitas pendukung tempat wisata
seperti tempat istirahat dan dermaga. Selain digunakan sebagai obyek wisata, danau
Ayamaru juga digunakan sebagai tempat pemancingan dan tempat pemijahan ikan
sehingga danau tersebut banyak ditemukan keramba ikan milik penduduk. Hanya saat ini,
danau tersebut telah mengalami pendangkalan karena penebangan diperbukitan sekitar
danau.
Danau Uter di distrik Aitinyo juga merupakan salah satu danau di Kabupaten Sorong
Selatan yang dikembangkan menjadi obyek wisata dan juga sebagai sumber air sehari –
hari bagi penduduk setempat.

d. Klimatologi
Letak Kabupaten Sorong Selatan pada posisi normal (khatulistiwa) sehingga tidak
langsung mendapat pengaruh udara kering dari Australia ataupun sebaliknya mendapat
pengaruh udara basah dari daratan Benua Asia.
Iklim wilayah Kabupaten Sorong Selatan tergolong iklim tropis monsoon. Musim hujan
terjadi saat berlaku monsoon tenggara, yaitu pada bulan mei – oktober. Daerah dataran
rendah di Kabupaten Sorong Selatan mempunyai intensitas hujan yang lebih banyak karena
adanya proses hujan orografis dimana angin yang membawa uap air laut terhambat
pegunungan yang berada diebelah utara Kabupaten Sorong Selatan sehingga terjadilah hujan
lokal di daerah yang terletak dibawah pegunungan tersebut (dataran rendah).
Suhu udara rata – rata berkisar antara 20°C – 38°C dengan fluktuasi suhu rata – rata pertahun
tidak lebih dari 2°C. kecepatan angin berkisar dari lambat hingga sedang mencapai (8 m/dt),
dengan frekuensi kejadian kurang dari 2%. Kecepatan angin umumnya bertiup dari arah barat
daya (>15 m/dt). Tekanan udara barometric berkisar dari 998,6 mb – 1113 mb dengan
tekanan udara rata – rata 1006,1 mb. Kelembaban udara rata – rata 84,7% dan intensitas
penyinaran matahari sekitar 54,3%.

e. Kendala Fisik dan Potensi Bencana


1. Kendala Fisik
a. Topografi

Hamah Sagrim 124


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Wilayah Kabupaten Sorong Selatan adalah Wilayah dengan topografi yang cukup
berfariasi. Wilayah sebelah utara merupakan daerah pegunungan, sedangkan sebelah selatan
merupakan daerah datar dan bagian - bagian di bagian tengah merupakan dataran luas yang
berada diketinggian yang biasa disebut dengan Plato Ayamaru. Berdasarkan hasil
perhitungan kemiringan lereng, lebih dari 30% dari luas wilayah Kabupaten Sorong Selatan
merupakan pegunungan. Kondisi alami tersebut merupakan salah satu kendala fisik yang
menghambat perkembangan Kabupaten Sorong Selatan khususnya menghambat
perkembangan fisik perkotaan maupun aksesibilitas antar Kabupaten dan distrik, bahkan
sampai ke perkampungan.
Ibukota Kabupaten Sorong Selatan yaitu Kota Teminabuan, berada di bagian selatan
Kabupaten tersebut atau tepatnya di tepi sungai Seremuk. Secara fisik, letak kota teminabuan
mudah untuk diakses bagi distrik – distrik disekitarnya yang relatif mempunyai topografi
datar. Sedangkan untuk distrik yang berada di bagian utara yang merupakan daerah
pegunungan aksesibiliti untuk menuju ibukota kabupaten sangat sulit karena adanya
pegunungan sehingga untuk menuju ibukota kabupaten harus memakai jalan laut yang
kadang memakan waktu sangat lama. Saat ini arah perkembangan permukiman maupun
sarana – prasarananya lebih dominan berkembang di bagian selatan Kabupaten Sorong
Selatan yang merupakan daerah dataran rendah dan di bagian tengah Kabupaten Sorong
Selatan yang merupakan Plato.
b. Cuaca
Cuaca merupakan salah satu kendala fisik yang dihadapi Kabupaten Sorong Selatan.
Kabupaten Sorong Selatan terletak di pesisir pantai sehingga kemungkinan terjadinya hujan
orografis lebih sering dibandigkan wilayah lainnya. Hujan tersebut di satu pihak membawa
keuntungan tapi di pihak lain membawa kerugian. Apabila terjadi hujan maka akan terjadi
banjir di jalan yang menghubungkan antar kota Sorong dengan Kabupten Sorong Selatan.
Peristiwa tersebut akan menghambat aksesibilitas antara kedua Kabupaten tersebut.
Selain itu kondisi cuaca yang tidak menentu juga dapat menghambat aksesibilitas laut.
Apabila kondisi cuaca tidak memungkinkan seperti ombak besar, angin besar, hujan deras,
maka perjalanan kapal dari kota Teminabuan ke Kota Sorong atau wilayah lain yang hanya
dapat ditempuh degan perjalanan laut akan mengalami kendala.
c. Potensi Bencana

Hamah Sagrim 125


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Berdasarkan peta geologi Kabupaten Sorong Selatan, peta seisomotektonik Indonesia dan
peta wilayah bencana gempa bumi Indonesia, maka di Kabupaten Sorong Selatan tepat
potensi bencana alam yang berupa gempa tektonik, gerakan tanah/batu – tanah longsor, dan
amblesan.

B.6. Kependudukan Dan Sosial Budaya Masyarakat Maybrat Imian Sawiat Zaman
Prasejarah – Zaman Sejarah
a. Kependudukan
1. Jumlah dan Sebaran Penduduk
Penduduk sebagai salah satu komponen dalam suatu sistem wilayah memiliki peranan yang
penting sebagai subyek pelaku perubahan pemanfaatan ruang melalui berbagai kegiatan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Selain sebagai pelaku perubahan ruang, penduduk juga
merupakan pihak yang akan memperoleh manfaat dari upaya – upaya penataan ruang. Dengan
demikian dinamika kependudukan memiliki peranan yang penting sebagai obyek maupun dalam
dinamika perkembangan suatu wilayah.
Sebagai subyek pembangunan, potensi sumberdaya manusia di Suku Maybrat Imian Sawiat
digunakan sebagai ujung tombak untuk mempercepat peningkatan ke arah kehidupan yang lebih
baik. Semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia yang ada di wilayah Maybrat Imian Sawiat,
yang mana sebagai motor penggerak yang mampu dengan cepat dalam proses peningkatan
pengembangan pembangunan. Penduduk asli Kabupaten Sorong Selatan terdiri dari 3 (tiga) suku
besar dengan beberapa anak Suku, yaitu Suku Maybrat, beranak suku; May brat, May Ithe,
meyah, dan May Maka. Suku Tehit, dengan anak suku; Imian, Sawiat, Saifi, Gemna, Nakna,
Afsya dan Ogin. Suku Imeko, dengan anak suku; Inanwatan, Matemani, Kokoda.
Sampai dengan tahun 2006, penduduk Kabupaten Sorong Selatan berjumlah 51.514 jiwa
yang tersebar di 14 distrik. Sebanyak 90% dari total jumlah penduduk Kabupaten Sorong Selatan
adalah penduduk asli orang Papua, sedangakan sisanya 10% adalah penduduk non papua, antara
lain etnis yang berasal dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
Distrik – distrik yang memiliki penduduk paling banyak adalah distrik Kokoda yang merupakan
daerah pantai dengan jumlah penduduk 8.158 jiwa yang merupakan 15,84%, dari total penduduk
Kabupaten Sorong Selatan, kemudian distrik Teminabuan yang merupakan dataran rendah
dengan jumlah penduduk 7.660 jiwa yang merupakan 14,87% dan distrik Ayamaru yang

Hamah Sagrim 126


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merupakan daerah dataran tinggi dengan jumlah penduduk 6.356 jiwa yang merupakan 12,34%.
Sedangkan distrik yang memiliki penduduk paling sedikit adalah distrik Wayer dengan jumlah
penduduk sebanyak 1.237 jiwa yang merupakan 2,40% dari total jumlah penduduk Kabupatn
Sorong Selatan. Distrik Wayer merupakan pemekaran wilayah dari Distrik Teminabuan.

Jumlah Penduduk Kabupaten Sorong Selatan tahun 2004 – 2006

2004 2005 2006


No Distrik Jiwa % Jiwa % Jiwa %
1 Inanwatan 3.858 7,86 3.970 7,85 4.030 7,82
2 Kokoda 7.036 14,3 7.242 24,3 8.158 15,84
3 3
3 Aifat Timur 1.896 3,86 1.952 3,86 1.562 3,03
3 Aifat 2.808 5,72 2.890 5,72 4.392 8,53
4 Aitinyo 3.976 8,10 4.092 8,10 3.404 6,61
5 Moswaren 1.703 3,47 1.752 3,47 1.683 3,27
6 Teminabuan 7.742 15,7 7.969 15,7 7.660 14,87
6 7
7 Ayamaru 6.214 12,6 6.394 12,6 6.356 12,34
5 5
8 Sawiat 2.962 6,03 3.048 6,032.593 5,03
10 Mare 1.712 3,49 1.761 3,481.859 3,61
11 Matemani Kais 1.845 3,76 1.899 3,762.523 4,90
12 Wayer 1.582 3,22 1.629 3,221.237 2,40
13 Seremuk 2.718 5,53 2.798 5,543.048 5,92
14 Ayamaru Utara 3.059 6,23 3.148 6,233.009 5,84
Kabupaten Sorong Selatan 100
Sumber data: Laporan Fakta tata ruang Sorong Selatan 2008 – 2007

2. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk merupakan perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah
Kabupaten Sorong Selatan yang meliputi area daratan seluas 29.910 km², sampai dengan tahun
2006, memiliki kepadatan penduduk rata – rata sebesar 1,73 jiwa/km² yang artinya setiap
kilometer persegi rata – rata dihuni 1,73 atau 2 jiwa. Kepadatan tertinggi dimiliki oleh Distrik
Teminabuan sebesar 4,18 jiwa/km², sedangakan kepadatan terendah dimiliki oleh Distrik Wayer
sebesar 0,88 jiwa/km². Dengan demikian secara keseluruhan kepadatan penduduk diwilayah ini
dapat dikatakan masih sangat rendah. Untuk lebih jelas mengenai sebaran penduduk dapat dilihat
pada peta berikut.

Hamah Sagrim 127


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Peta sebaran penduduk kabupaten Sorong Selatan

Gambar : Peta Kepadatan Penduduk


(Sumber: Laporan Fakta Tata Ruang Kab. Sorong Selatan 2008 - 2007)

b. Sistem Sosial Zaman Prasejarah – Zaman Sejarah.


1. Karakteristik Sosial Budaya
Awal perkembangan wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dimulai dari Teminabuan, yaitu Kota
yang terletak di tepi sungai Kaibus, yang mana sudah berkembang sebagai salah satu pusat
perdagangan sejak zaman kesultanan Ternate – Tidore yang mana menelusuri daerah tersebut
melalui wilayah Fak-Fak dengan mencari barang-barang komoditi. Komoditi yang
diperdagangkan adalah hasil alam dari Papua seperti hasil hutan, sagu dan bulu burung. Sebelum
kedatangan Belanda, perdagangan dengan sistem barter telah terjadi antara pedagang dari
kerajaan ternate – Tidore tersebut menukarkan kain dan porselen untuk mendapatkan kayu, bulu
burung dan sagu. Kerajaan Ternate dan Tidore selain berdagang juga mendapatkan hasil hutan

Hamah Sagrim 128


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dan budak dari daerah muara sungai Kaibus dan Waromge. Kerajaan Ternate dan Tidore
menyisiri Wilayah Sorong Selatan dengan orang – orang VOC yang berpusat di Fak – fak, dan
selanjutnya ke Teminabuan-Tehit dengan menggunakan jalur tradisional yang awalnya
digunakan oleh orang Teminabuan dan Fak – fak dalam perdagangan anak. Ketika tiba di
Teminabuan, mereka selanjutnya ke Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat, disitulah awal orang
Maybrat Imian Sawiat mengenal barang – barang pecah – belah (barang industri). Pada saat
pencarian kayu, bulu burung dan sagu, VOC mempercayakan dua orang utusan yang
pertamakali ke Teminabuan-Tehit, mereka adalah : Taman Kiri dan Waranewi, mereka disebut
sebagai orang Patipi. Catatan ini membuktikan bahwa Orang Patipi yang pertamakali membawa
team ekspedisi ke Teminabuan, Ayamaru, Aitinyo dan Aifat.
Penyisiran dari daerah Teminabuan ke Ayamaru, Aitinyo dan Aifat menggunakan dua jalan
yang berbeda yang mana Taman Kiri menyisiri lewat Sungai Kaibus Teminabuan-Tehit dan
Waranewi menyisiri lewat Sungai Waranggei (sekarang disebut Sungai Waigo).
Setelah tiba di Teminabuan-Tehit, Taman Kiri mengangkat Frans Bessy sebagai Raja
Teminabuan, Taman Kiri selanjutnya dari Teminabuan ke Ayamaru melalui jalan Mbolmalit dan
tiba di kampung wehali bertemu dengan Srarar sesa, yang mana di beri pangkat Kapitan Wehali
(Kaptein Wehali), dan selanjutnya ke Kampung Sere bertemu dengan Hayafi Sagrim, yang
mana diberi pangkat Kapitan Hamah (Kaptain Hamah), selanjutnya ke kampung Semogum
bertemu dengan Bleskadit, yang diberi pangkat Kapitan simnyah (kaptain Siminyah) yang
selanjutnya diserahkan kepada Lama Safkaur sebagai Kapitan Sauf (Kaptain Sauf), selanjutnya
ke kampung Semasim bertemu dengan Wohreh Lemauk, yang diberi pangkat Kapitan Koma -
Koma (Kaptain Koma - koma). Selanjutnya ke kampung Ayamaru bertemu dengan marga
solossa yang diberi pangkat Raja Framu.
Sedangkan satu jalur dilalui oleh Waranewi, yang mana Warenewi ke Ayamaru melalui jalan
Waigo dan ia pertamakali bertemu dengan marga Smur yang mana orang dari marga itu yang
pertamakali diberi pangkat raja, yaitu kepada Usiah Tuan, karena ia sebagai orang pertama yang
berjasa bertemu dan mampu berkomunikasi dengan Warenewi serta menuntun Waranewi dalam
perjalanannya. Selanjutnya kepada Nati siri diberi pangkat raja waigo, selanjutnya ke kampung
Arus bertemu dengan marga Kambu yang diberi pangkat Myor Arus (Mayor Arus), selanjutnya
ke kampung kambuskato bertemu dengan marga Kambu yang diberi pangkat Myor Kambu
(Mayor Kambu) selanjutnya ke kampung Kambuaya bertemu dengan marga Kambuaya yang

Hamah Sagrim 129


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

diberi pangkat Raja Kambuaya dan selanjutnya ke Ayamaru bertemu dengan temannya Taman
Kiri.
Masyarakat asli Papua pada waktu itu menganggap kerajaan Ternate – Tidore sebagai pusat
kekayaan, sehingga kain dan porselen yang mereka peroleh dianggap sebagai lambang kekayaan,
sebagai tanda status sosial yang tinggi bagi suku Maybrat Imian Sawiat yang di sebut (bobot).
Bahkan sampai saat ini masih dapat ditemui dibebrapa wilayah.
Pemerintah Hindia belanda masuk ke Teminabuan pada tahun 1917, hingga 1920. pada
tanggal; 27 Januari 1927, Agama Kristen Masuk ke Teminabuan-Tehit, yang mana Kristen
dibawa oleh dua orang penginjil dari Kepulauan Maluku yaitu : Matatula dan Yotlely,
didampingi oleh pendeta J. Wetstein. Pemerintah Hindia Belanda membangun lembaga
pendidikan tingkat SD pada tahun 1930. Pada tahun inilah berakhirnya zaman prasejarah orang
Maybrat, Imian, Sawiat, dengan memasuki babak baru zaman sejarah, dimana mereka mulai
mengenal baca dan tulis. pada massa Kependudukkan Jepang, Jepang mengambil alih sekolah –
sekolah tersebut. Ketika Pemerintah Belanda merebutnya kembali pada tahun; 1950, berturut –
turut didirikan sekolah YVVS pada tahun 1950, dan sekolah gadis MVVS pada tahun 1956 –
1957. sekitar tahun 1954 – 1955, Belanda Memindahkan pusat pemerintahan untuk wilayah
kepala burung bagian selatan dari Ayamaru ke Teminabuan yang mana hingga saat ini masih
dapt ditemui sisa – sisa bangunan Arsitektur Kolonial yang digunakan oleh pemerintahan
Belanda di wilayah Ayamaru dan Teminabuan.
2. Etnis
Suku asli yang mendiami Kabupaten Sorong Selatan termasuk rumpun atau ras melanesoit
yang sub bangsanya adalah Bonberai yang terbagi menjadi 3 (tiga) suku yang juga terdiri dari
beberapa anak suku. Pertama, suku Maybrat, dengan anak suku May Yah, May Ithe, dan May
Maka, yang mendiami daerah bagian tengah, utara, timur yaitu Mare, Ayamaru Utara, Ayamaru,
Aifat, Aifat Timur, Moswaren dan Aitinyo.
Kedua, Suku Tehit, dengan anak suku Sawiat, Imian, Saifi, Gemna, Nagna, Afsya dan Ogin,
yang mendiami daerah tengah dan barat yaitu; Sawiat, Seremuk, Teminabuan, dan Wayer.
Ketiga, suku Imekko, dengan anak suku Inanwatan, Matemani, Kokoda dan Ras yang
mendiami daerah selatan yaitu; Kais, Inanwatan dan Kokoda. Dari ketiga suku berikut, suku
Maybrat adalah Suku terbesar dengan Sebaran paling luas di Kabupaten Sorong Selatan.
Keragaman suku di Kabupaten Sorong Selatan mengakibatkan banyak ragam budaya dan

Hamah Sagrim 130


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kesenian seperti seni dan bahasa, yang dalam langgam, sebutan, dan arti yang berbeda – beda
menjadi khasanah citra masing-masing.
Masyarakat suku Maybrat Imian Sawiat mengenai stratifikasi strukturnya dapat diidentifikasi
dengan stratifikasi sosial secara tradisional semenjak zaman prasejarah hingga zaman sejarah
masih tetap digunakan, yaitu :
 Bobot adalah orang terhormat ditengah masyarakat, sekaligus merupakan strata sosial
teratas. Mereka inilah bangsawan – bangsawan Suku Maybrat Imian Sawiat.
 Raja adalah pimpinan tertinggi masyarakat sekaligus merupakan strata sosial teratas,
bersamaan dengan Bobot. Mereka ini diangkat dari keturunan Bobot dan mereka ini juga
adalah bangsawan – bangsawan Suku Maybrat Imian Sawiat.
 Raa win - Na wofle, adalah Guru – Guru atau Penginjil Theolog tradisional. Mereka
yang dianggap sebagai penyelamat atau tabib, mereka dianggap sebagai orang terhormat
dan suci yang termasuk dalam stratifikasi dibawah Bobot dan Raja.
 Raa kinyah, adalah golongan rayat biasa.
Dewasa ini suku Maybrat, Imian, Sawiat, banyak berasimilasi melalui perkawinan antara
suku Maybrat dengan Suku Imian dan Suku Sawiat bahkan Sebaliknya dan juga dengan Suku
dan Bangsa lain di luar Suku mereka seperti : Manado, Jawa, Jayapura, Merauke, Serui, Batak,
Kupang, Flores, Manokwari, Biak dll.
Kebudayaan lahir dan berkembang sebagai hasil proses adaptasi manusia terhadap linkungan,
baik sekitarnya, baik dalam arti biologi maupun bentang alam dan kondisi sosial tertentu. Ini
berarti kebudayaan manusia dapat berbeda – beda sesuai dengan perbedaan lingkungan sekitar
dimana manusia itu sendiri turut berperan.
Dalam ratusan tahun, Suku Maybrat Imian Sawiat mendiami daerah pegunungan dan pesisir
pantai Kabupaten Sorong Selatan. Kemudia berkembang serta menyebar hampir keseluruhan
Papua dan Nusantara bahkan keluar negeri.
Dalam hubungan dengan kapitan – kapitan atau raja dan bobot serta kepala suku pada masa
lampau, mereka sangat mengagumi, patuh dan taat kepada pemimpin mereka. Oleh karena itulah
Suku Maybrat Imian Sawiat memiliki Sosial Budaya Masyarakat yang kelihatan semakin ramah,
aman dan serasi dengan persebaran mereka ketimbang kehidupan mula – mula mereka. Untuk
lebih jelasnya mengenai persebaran etnis, berikut dapat lihat pada peta sebaran etnis berikut :

Hamah Sagrim 131


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Peta sebaran etnis kabupaten Sorong Selatan
Laporan fakta: tataruang Kab. Sorong Selatan 2008 - 2007

c. Sistem Religi/Kepercayaan.
Bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan suatu Etnik (ras) yang penduduknya
mayoritas beragama Kristen Protestan yang berkisar antara 81,95%, kemudian agama Muslim
berkisar antara 12,04% sedangkan agama Kristen Katolik berkisar 5,97%. Proporsi tersebut
terkait dengan penyediaan fasilitas peribadatan yang ada. Berikut lihat tabel persentase penduduk
menurut agama tahun 2006.

Porsentase Penduduk Menurut Agama tahun 2006


No Agama Jumlah
1 Islam 12,04
2 Kristen Protestan 81,95
3 Kristen Katolik 5,97
4 Hindu 0,02
5 Budha 0,01
6 Konghucu 0,01

Hamah Sagrim 132


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

7 Lainnya 0

Bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, umumnya memiliki kepercayaan akan Allah Injili
Moderen, namun dalam pra-kehidupan moderen pada zaman prasejrah mereka masih
menyimpan adanya kepercayaan akan Allah ilmiah, dimana proses pendidikannya diterapkan
dalam sekolah theologia natural yang disebut Wyion – Wofle . Suku Bangsa Maybrat, Imian,
Sawiat, umumnya percaya bahwa Wyion – Wofle adalah Allah mereka, yang mempunyai
kemampuan supranatural atas alam semesta. Mereka percaya bahwa Allah ilmiah mereka
memiliki rahasia – rahasia dan dalam berhubungan ataupun mengetahui serta memanfaatkan
rahasia – rahasia atau lebih tepat dikatakan seperti syariat. Masyarakat Maybrat Imian Sawiat
harus menyerahkan dirinya untuk dididik dalam ajaran theology natural mereka yang disebut
wiyon-wofle, sehingga mereka mampu mengetahui bahasa – bahasa atau etik – etik tertentu
dalam berhubungan langsung dengan Allah ilmiah mereka. Bagi mereka yang telah menyerahkan
diri untuk diajar akan dipanggil dengan nama Raa wyion – Na Wofle yang berarti Guru theology
Natural, sedangkan seorang guru besar atau guru kepala adalah Raa bam – na tmah.
Pada zaman prasejarah, kehidupan suku Maybrat, Imian, dan Sawiat masih cenderung
dengan kepercayaan tradisional dan pendidikan tradisional. Dalam agama tradisional (Natural
theology) atau sekolah tradisional (traditional study). Apabila seorang murid yang dibawa ke
rumah sekolah (k’wiyon-mbol wofla), maka sebagaimana telah menjadi tradisi bagi keluarganya
bahwa mereka harus membawa persembahan berupa : makanan Keladi, pisang, tebu dan harta
benda yang lain sebagainya untuk dipersembahkan kepada guru didiknya sebagai imbalan dan
makanan selama proses pendidikan berjalan.
Dalam proses pendidikan, para guru dan seorang murid dilarang untuk melakukan hal – hal
najis seperti membicarakan hal – hal kotor, mengomel, ribut serta tidak taat terhadap aturan –
aturan yang ada. Dalam proses berpendidikan, semuanya berpuasa dalam suasana belajar hingga
waktu yang sudah ditentukan. Setelah selesai menjalani pendidikan selama 3 bulan, murid –
murid tersebut akan di bawa ke lingkungan mereka untuk di uji (sana win) oleh guru mereka,
jika murid yang mampu menyelesaikan ujian-ujian yang diberikan dengan baik, maka mereka
sah sebagai murid yang lulus ( disebut “wyion tna”). Jika semua aturan yang diterapkan tidak di
jalankan maka murid tersebut tidak lulus bahkan dianggap tidak berguna lagi (ytah kỏn). Setelah

Hamah Sagrim 133


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

itu murid – murid tersebut akan dijemput oleh keluarga mereka masing – masing dengan upacara
dan arak – arakan dalam merayakan kesuksesan anak mereka.

1. Teologi Tradisional suku Maybrat Imian Sawiat Wiyon-Wofle antara fakta dan mitos
yang dilupakan.

Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, cukup kental dengan nuansa spiritualitas yang
berhubungan dengan leluhur. Tidak salah memang, walaupun di dalam masyarakat Maybrat,
Imian, Sawiat, sendiri sudah banyak menganut agama-agama yang diakui oleh pemerintah.
Melihat kembali beberapa ratus tahun yang lalu, bahwa kehidupan masyarakat tidak lepas dari
kepercayaan kepada leluhur. Dari kepercayaan leluhur ini, masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat,
khususnya secara gamblang membangun kehidupan keagamaan mereka. Leluhur, bagi
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dianggap sebagai yang bercikal bakal. Artinya leluhur
dipercayai sebagai wujud dari sebuah komunitas masyarakat yang sedang berkembang sampai
terbentuknya sistem di dalamnya. Proses berkembangnya komunitas sampai pada kehidupan
masyarakat yang paling mendasar, yaitu kepercayaan. Masyarakat membutuhkan sarana untuk
sampai pada yang memberikan hidup dan segala alamnya (sumber realitas tertinggi).
Terbangunnya kepercayaan ini, tidak lepas dari peran leluhur yang dipercayai memberikan
kenyamanan dan kehidupan yang lebih baik. Agama apapun yang dianut, termasuk yang dianut
oleh masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua sekarang ini, tidak akan pernah lepas dari unsur
kepercayaan terhadap leluhur. Kemudian apa hubungannya dengan judul di atas? Di kawasan
Maybrat, Imian, Sawiat, kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat, ada sebuah
kepercayaan yang berkembang di masyarakat sekitar. Di wilayah ini, ada kepercayaan yang di
anut oleh penduduk setempat sebagai Religi, dan juga terdapat lokasi-lokasi tertentu dimana
Wiyon-Wofle berdiam diri. Di tempat ini pula para Theolog tradisional suku Maybrat, Imian,
Sawiat, menjadikannya sebagai sarana pemusatan pemujaan atau disebut maut hdan, mber
wiyon, maut shafla. Aktifitas ini berkembang selama bertahun-tahun tanpa terganggu. Setelah
memasuki abad ke-18 dan ke-19 yang mana bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, dianggap
sebagai abad transisi iman dan kepercayaan.

Dari ceritera atau mitologi ini tentunya bisa ditarik kesimpulan bahwa, sejarah theologi
tradisional wiyon-wofle (agama suku) di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, bisa dipercaya, dan

Hamah Sagrim 134


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merupakan suatu kepercayaan tradisional. Berkembang pula sebuah keyakinan mengenai cikal
bakal dari masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua. Memang untuk membuktikan mitos atau
ceritera yang berkembang di masyarakat ini tidak begitu sulit karena masih bisa dilakukan suatu
saat bila diminta (dilakukan secara tersembunyi di perkampungan terpencil), dan masyarakat
setempat sangat percaya dengan teologi Wiyon-Wofle secara turun temurun. Mereka mendengar
dari para leluhur dahulu. Sebuah ceritera yang berkembang di masyarakat bisa dipercaya sebagai
fakta ataupun hanya mitos, tergantung dari sudut pandang kita menganalisa. Sebagai contoh ,
faktanya bahwa ceritera ini berkembang dengan sangat kuat dan terpendam cukup lama di tengah
masyarakat. Terlepas dari ditambah ataupun dikuranginya ceritera mengenai kehadiran agama
suku di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Wiyon-Wofle. Kedua ceritera ini bisa saling dikaitkan
dari latar belakang Agama Kristen moderen dan Tuhan sebagai realitas tertinggi. Pertama, bisa
saja sebagai sebuah ceritera bahwa masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, adalah Umat Tuhan
yang mana Tuhan datang kepada mereka sebagai Wiyon-Wofle. Kedua, cukup banyak
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang beragama Wiyon-Wofle. Masyarakat Wiyon-Wofle ini
disebut Raa wiyon-Na wofle, kebanyakan mereka ditemukan di daerah perkampungan-
perkampungan terpencil Maybrat, Imian, Sawiat, Papua (kebanyakan terdapat di pedalaman
Desa/Kampung). Dengan bukti kongkret, masyarakat secara luas kiranya bisa memberi persepsi
yang berbeda. Dengan adanya bangunan keagamaan seperti k'wiyon-mbol wofle dan
kepercayaan di Wilayah-Wilayah ini, bolehlah kita memberi penghargaan yang luar biasa. Sebab
ada hal yang bisa dipelajari dari sebuah multikulturalisme. Yaitu keterbukaan akan sebuah
perbedaan serta menghormati. Namun apapun itu, kiranya kita harus menghargai ceritera yang
berkembang sebagai wujud penghormatan akan nilai-nilai religiusitas di tengah suku bangsa
Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat ini.

2. Antara teologi wiyon-wofle dan pendidikan inisiasi orang Maybrat, Imian, Sawiat
Teologi wiyon-wofle ini bisa disebut teologi dan pendidikan inisiasi orang Maybrat,
Imian, Sawiat, sesuai dengan aktifitas, sifat dan tujuannya. Pendidikan inisiasi dalam ilmu
teologi natural suku Maybrat, Imian, Sawiat, dapat disebut sebagai pendidikan inisiasi obyektif
dan subyektif, yaitu:
Ilmu teologi obyektif ____________ Teologi yang historis
Ilmu teologi subyektif ____________ Teologi yang dogmatis dan praktis.

Hamah Sagrim 135


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Teologi wiyon-wofle juga dibagi sebagai berikut :


1. Teologi historis ____ Mengungkapkan sejarah kebesaran wiyon-wofle
2. Teologi sistematis ____ Semua yang dijalankan dalam aktifitas wiyon-wofle bersifat
sistematis, tidak terubahkan.
3. Teologi Praktis ____ Teologi wiyon-wofle dilakukan dengan metode yang praktis.
Dalam pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle, terdapat bagian teologi yang lain yaitu;
sistematika dan praktika yang masing-masing bagian mempunyai butir-butir pokok teologia yang
sesuai dengan pembidangannya yang diajarkan. Adapun pembagian itu dapat dibuat sebagai
berikut:
SISTEMATIKA /DOGMA PRAKTIKA
WIYON-WOFLE WIYON-WOFLE
1. Dogmatic wiyon-wofle – bo snyuk 4. Missiologi wiyon-wofle (pengutusan)
2. Etika wiyon-wofle – safo wiyon-wofle – raa bis
3. Apologi (pengampunan) – maut wlah 5. Kateketik (pelajaran) – watum, vito,
botgif, bo snyuk
6. Homiletik (pengasramaan) –
k’wiyon-bol wofle
7. Pastoral (kependetaan) – raa wiyon-
na wofle
8. Inisiasi Wiyon-Wofle – mber wiyon

Dengan demikian maka pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle termasuk dalam kelompok
teologi praktis.

1) Teologi Wiyon-Wofle dan Inisiasi


Sesuai dengan tugasnya, maka pendidikan inisiasi adalah aliran pendidikan tradisional
orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang disebut wiyon-wofle yang menghantarkan dan
mempersiapkan orang-orang yang bertanggungjawab serta berwawasan inisiasi wiyon-wofle,
dan guna mencapai tujuan itu, maka dilaksanakanlah kegiatan belajar mengajar inisiasi sistem
asrama dan tertutup sebagai bentuk pelayanannya. Kesungguhan dan kerja keras sangat
diperlukan agar tujuan inisiasi wiyon-wofle tercapai dan panggilan suci dapat terpenuhi. Oleh
karena itulah penyelenggaraan dan penataan kemah-gedung sekolah - tabernakel didukung oleh

Hamah Sagrim 136


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

perangkat-perangkat - perkakas-perkakas yang komplit. Tatalaksana pendidikan inisiasi teologi


wiyon-wofle biasanya berjalan dengan waktu maksimal 12 bulan dan minimal 9 bulan.
Perangkat yang mendukung pelaksanaan pendidikan inisiasi wiyon-wofle adalah :
 Metode kuliah/sekolah
 Metode penasehatan
 Metode gabungan kuliah/sekolah dan penasehatan
 Metode pengujian
 Metode Penyempurnaan
 Metode Puasa
 Metode penyendirian sebagai peningkatan spiritualitas.
Materi pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle meliputi pokok-pokok bo tgif-firman, wiyon-
wofle, penjadian, manusia, dan pokok-pokok ajaran agama wiyon-wofle. Lihat skema berikut:

Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle

Bo tgif -Bo
Poko-pokok
snyuk
Wiyon-wofle Penjadian Manusia ajaran
Watum- Allah inisiasi
wiyon-wofle
firman

Pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle diperinci pada bagian dan butir-butirnya sebagai
beriikut:
1. Tentang wiyon-wofle
 Siapa yang dimaksud dengan wiyon-wofle dari segi tata bahasa Maybrat, Imian,
Sawiat.
 Penyataan dan penyataannya seperti kesaksian Raa wiyon-Na wofle
 Pengakuan percaya kepada wiyon-wofle
 Tanggungjawab berdasarkan pengakuan kepada wiyon-wofle
2. Tentang Penjadian

Hamah Sagrim 137


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

 Ungkapan botgif-bo snyuk-watum (firman) tentang penjadian


 Berita inti tentang penjadian
 Arti kekhalikan wiyon-wofle
3. Tentang bo tgif – bo snyuk – watum (firman)
 Etimologi bo tgif – bo snyuk – watum (firman)
 Isi bo tgif – bo snyuk – watum (firman)
 Kononisasi
 Cara yang tepat dalam menggunakan bo tgif – bo snyuk – watum (firman)
 K’wiyon-mbol wofle – Tabernakel – kemah – sekolah – gereja.
4. Tentang manusia
1. Perbedaannya manusia dengan ciptaan lain
2. Manusia sebagai Raa wiyon-Na wofle
3. Amanat dan tugas dari wiyon-wofle kepada Raa wiyon-Na wofle
5. Pokok-pokok ajaran inisiasi wiyon-wofle
1. Hal dosa – iro
- Manusia Berdosa – fana Raa iin – Na iin
- Hukuman atas dosa iro
2. Pengampunan dosa miyon iro – tgif iro – maut wlah
- Pengantara sejati
- Hidup baik
3. Hal tolong – menolong
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai makhluk sosial yang dalam tindakan-tindakannya
melangsungkan pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle merupakan suatu penjurusan pada
kepentingan tentang spiritualitas mereka.
Konsep hubungan sosial dan agama orang Maybrat, Imian, Sawiat

Hamah Sagrim 138


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

C D

E F

G H I J

Keterangan gambar:
A. Wadah seluruh hubungan sosial dan agama masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Seluruh
jaringannya dalam arti umum/luas tanpa memperlihatkan batas-batas hubungan tertentu
antara sosial bebas dan beragama.
B. Suatu jaringan hubungan sosial dan agama yang memperlihatkan corak dan sikap yang
berbeda dari kelompok sosial bebas dan agama.
C. Group; kelompok sosial bebas dan agama yang memiliki hubungan sosial yang nyata dengan
struktur yang begitu menonjol nyata.
D. Quasi group sosial bebas dan agama
E. Kelompok dengan antar hubungan langsung
F. Kelompok dengan antar hubungan tidak langsung luas
G. Kelompok dengan antar hubungan langsung terbatas
H. Kelompok dengan antar hubungan tidak langsung terbatas
I. Kelompok dengan antar hubungan tidak langsung luas.
2) Ciri-ciri Raa Wiyon-Na Wofle
Raa wiyon-na wofle adalah kelompok dan perkumpulan yang menamakan diri mereka
sebagai abdi wiyon-wofle (Allah). Perkumpulan atau group Raa wiyon-Na wofle juga
merupakan masyarakat yang mana mereka juga memiliki ciri-ciri syarat sebagai masyarakat.
Ciri-ciri masyarakat yang tergolong dalam perkumpulan Raa wiyon-Na wofle adalah:
a. Ada interaksi antara Raa wiyon-Na wofle dengan para warga.
b. Memiliki tata, aturan, adat, dan norma yang mengatur interaksi
c. Adanya kontinuitas antara sesama Raa wiyon-Na wofle dan dengan warga
d. Adanya identitas yang mempusatkan Raa wiyon-Na wofle dan warga.

Hamah Sagrim 139


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Selain itu ada dua ciri tambahan yaitu;


4. Memiliki organisasi dan sistem pimpinan
5. Anggota kelompok suatu saat berkumpul kemudian bubar lagi
Di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, kedua ciri ini dimiliki oleh kesatuan warga masyarakat
sebagai ciri kesatuan sosial dan kesatuan jemaat (Raa wiyon – Na wofle) disebutjuga kesatuan
religi. Kedua kelompok kesatuan ini mempunyai unsur lokasi tertentu yang jelas dan walaupun
kelompok Raa wiyon-Na wofle memiliki kelompok yang sakral, namun mereka tidak langsung
melepaskan diri dari kelompok warga, karena Raa wiyon-Na wofle adalah bagian kelompok
kekerabatan yang bertalian klen di tengah warga.
Dari sifat organisasi dan sistem pimpinannya masing-masing dengan perbedaan ikatan,
yaitu berisikan adat istiadat dan sistem norma yang sudah ada sejak dulu dan bisa disebut
kekerabatan untuk sistem kelompok warga.
3) Adakah Masadepan Bagi Wiyon-Wofle?
Menjelang akhir millenium kedua, orang Maybrat, Imian, Sawiat, bahkan kita semua
menlihat dengan jelas bahwa dunia yang kita kenal sedang sekarat. Selama beberapa dekade, kita
hidup dengan pengetahuan bahwa kita telah sukses menciptakan segala sesuatu yang brilian.
Perang dingin dan wabah kelaparan serta penyebaran virus AIDS mengancam menyebabkan
proporsi penyakit yang tidak dapat dikendalikan. Dalam dua atau tiga generasi mendatang,
jumlah penduduk akan menjadi terlalu besar bagi planet bumi. Ribuan orang berada diambang
ajal karena kelaparan dan kekeringan. Generasi-generasi sebelum kita telah merasakan bahwa
akhir dunia sudah dekat, tetapi kita tampaknya sedang menghadapi masa depan yang tak
terbayangkan. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, apakah gagasan tentang wiyon-wofle akan
muncul dalam tahun-tahun mendatang? Selama abad kedelapanbelas hingga ketujuhbelas
kebawah, gagasan – gagasan itu telah mampu menjawab pada tuntutan zaman tersebut, tetapi
pada abad kesembilanbelas hingga abad saat ini, semakin banyak orang Maybrat, Imian, Sawiat
merasakannya tak lagi ada (hilang - lose), dan ketika sebuah gagasan keagamaan kehilangan
fungsi, iapun akan terlupakan, demikian yang terjadi pada wiyon-wofle. Wiyon-wofle memang
merupakan gagasan masa silam orang Maybrat, Imian, Sawiat. Para penulis kitab perjanjian baru
menganggap terjangkiti kesadaran keliru yang berakar pada masa mereka, tetapi para analis
menganggap kesadaran masanya sebagai karunia intelektual yang murni. Orang Maybrat, Imian,

Hamah Sagrim 140


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Sawiat, memandang wiyon-wofle sebagai kondisi ketuhanan yang tidak dapat dihapus begitusaja
pada era apapun.
Sebenarnya setiap suku bangsa mempertahankan agama dan Tuhan mereka tanpa harus
dipengaruhi oleh agama lain, karena ketika ia beribadah menurut agamanya, ia akan merasakan
sesuatu yang luarbiasa tentang Tuhan dan nilai keilahiannya lebih tinggi atau boleh dikatakan
sangat sempurna. Akan tetapi, seseorang melepaskan agamanya yang telah ia sembah dan ia
lebih mengerti, ia telah mencapai nilai tidak sempurna, karena dia tidak begitu mengerti tentang
agama baru dengan Tuhan yang disembahnya itu. Karena dalam kitab perjanjian baru telah
mengatakan demikian; ambillah bagianmu dan jangan mengambil bagian orang, karena bagimu
akan dikurangi. Allah sudah memberi kepada setiap suku bangsa bagian-bagiannya, baik itu
budaya, bahasa, laut, tanah, agama dan sebagainya bagi mereka masing-masing dan Ia berdiam
didalamnya secara rahasia melalui perbagian keilahianNya yang berbeda itu.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah kehilangan bagian mereka, karena mereka
memaksakan untuk mengambil bagian daripada milik Israel dengan berkeinginan sebagai umat
Kristus, padahal telah jelas-jelas dalam kitab injil menyebutkan bahwa kaum Yahudi adalah
zaitun asli sedangkan yang lainnya adalah zaitun liar. Pengajaran Kristen mengharuskan setiap
umat yang bukan orang Israel bertekuk lutut dan mendoakan orang Israel agar mereka juga
diberkati dan Allah Abraham, Ihak, dan Yakub mau menerima orang bukan keturunan Israel
sebagai anakNya. Bagian milik orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah terbuang jauh, ibarat
seseorang yang menjual seluruh pakaiannya yang telah dipakainya dan ia berjalan dengan
telanjang untuk meminta pakaian milik saudaranya yang lain dengan memohon; padahal
keduanya mempunyai bagian yang sama. Sebenarnya yang dipersoalkan disini adalah
keberadaan Tuhan itu, dan sebenarnya gagasan tentang Tuhan wiyon-wofle mempunyai makna
yang koheren. Pernyataan tentang Tuhan wiyon-wofle begitu bermakna karena penyataan
tentang Allah yang bisa diferifikasi atau dibuktikan kekeliruan tentangNya dalam k’wiyon-bol
wofle. Raa wiyon-Na wofle berkata bahwa ALLAH bapa, atau ORON yabi bertahta didalam
k’wiyon-bol wofle, merupakan pernyataan bermakna karena suatu interaksi yang transendensial
antara manusia awam dan Raa wiyon-Na wofle dan ORON YABI atau ALLAH. Demikianpula
pernyataan lain yang dikatakan oleh Raa wiyon-Na wofle dalam keimanan mereka membuat
pernyataan yang bermakna taatkala berkata : aku percaya kepada wiyon-wofle (Tuhan), sebab
setelah mati, kita tentu bisa melihat kebenaran tersebut. Bagi Raa wiyon-Na wofle berpengertian

Hamah Sagrim 141


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yang lebih luas lagi bahwa, wiyon-wofle (TUHAN) selalu berada dalam pengertian apapun yang
bisa kita pahami (Ait yhar bonout wanu beta). Pernyataan ini begitu fantasi; karena teologi
wiyon-wofle sangat sakral dan kata-kata firman (bo tgif) yang diterima oleh Raa wiyon-Na wofle
mengandung isi yang bermakna kesucian, dan kalimat-kalimat yang mengandung Tuhan wiyon-
wofle begitu sangat koheren, dan memiliki ferifikasi – pembuktian kekeliruan sehingga berbicara
tentang wiyon-wofle mempunyai makna yang logis, karena bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat,
tak ada sesuatupun didalam konsep tentang wiyon-wofle yang ditolak atau diragukan. Akantetapi
dapat kita saksikan pula bahwa tidak semua orang beragama berpaling kepada Tuhan, untuk
memperoleh penjelasan tentang alam. Banyak yang memandang dalil-dalil itu sebagai pengalih
perhatian. Kini orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah menciptakan kebiasaan baru dengan
membaca kitab suci secara harafiah dan menafsirkannya secara spesifik tentang doktrin yang
seakan-akan doktrin itu merupakan fakta objektif. Kebanyakan orang Maybrat, Imian, Sawiat,
menganggapnya sebagai sebuah fakta objektif karena doktrin dalam kitab suci selalu
diparalelkan atau diaplikasikan dengan doktrin dalam wiyon-wofle. Bagi orang Maybrat, Imian,
Sawiat, Tuhan yang subyektif tidak mungkin dibuktikan dan seakan-akan Dia merupakan fakta
obyektif sebagaimana yang mereka temui didalam k’wiyon-bol wofle. Raa wiyon-Na wofle telah
meninggalkan kesendirian mereka dan berangkat menuju dunia. Dengan cara yang sama, Raa
wiyon-Na wofle dan Kristen adalah manusia secular yang teguh. Mereka telah meninggalkan
tempat suci “k’wiyon-mbol wofle” yang biasa ditempati wiyon-wofle “Tuhan” untuk bertemu
dengan Raa wiyon-Na wofle dilingkungan sekitar k’wiyon-bol wofle dalam dunia baru atau alam
Tuhan. Saya setuju dengan kata-kata seorang teolog kulit hitam semacam James H. Cone, yang
bertanya “bagaimana mungkin orang kulit putih merasa berhak untuk menegakkan kebebasan
manusia melalui kematian Tuhan? Sementara mereka memperbudak manusia atas nama Tuhan”.
Para teolog tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, merasa mustahil jika seorang manusia hidup
tanpa wiyon-wofle (Tuhan). Mereka sendiri juga telah menyadari bahwa wiyon-wofle (Tuhan)
telah dimatikan oleh Kristen. Teologi wiyon-wofle mampu membuat orang Maybrat, Imian,
Sawiat, menemukan ketenteraman baru didalam k’wiyon-mbol wofle. Semua orang Maybrat,
Imian, Sawiat, memandang wiyon-wofle (Tuhan) sebagai yang besar, yang darinya manusia
berasal dan kepadanya manusia akan kembali, dan wiyon-wofle (Tuhan) dianggap lebih agung
bagi manusia, ia lebih suci dari manusia, Ia maha tau daripada manusia, Ia maha ada (omni
present) daripada manusia, Ia tidak terbatasi oleh apapun. Sebagai gantinya, kita mesti

Hamah Sagrim 142


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menemukan “Tuhan” diatas Tuhan personal ini. Tak ada yang baru dalam hal ini, semenjak abad
kesembilanbelas orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai beradabtasi dengan kitab suci. Zaman ini
boleh dikatakan sebagai zaman new biblikal bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Raa Wiyon-Na
wofle telah menyadari watak paradoks Tuhan yang mereka sembah, menyadari bahwa Tuhan
dipersonalisasikan dalam wiyon-wofle, ini diseimbangkan oleh keilahian yang transpersonali.
Bagi kaum Kristen, setiap pendoa merupakan kontradiksi, karena Allah berbicara dengan
seseorang yang sedang berbincang denganNya justru mustahil bertatap langsung secara nyata
dan mustahil suaraNya mustahil frontal terdengar. Selama berabad-abad, symbol-simbol wiyon-
wofle pelindung dan keabadian telah membuat orang Maybrat, Imian, Sawiat, bersabar
menanggung nestapa kehidupan dan horror kematian, namun ketika muncul ketakutan dan
keraguan, simbol-sibol ini kehilangan. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mengalami
ketakutan dan kecemasan in, biasanya mereka harus mencari Raa wiyon-Na wofle untuk terapi
dengan pergi kepada wiyon-wofle (Tuhan). Pengalaman orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raa
wiyon-Na wofle mempercayai Tuhan yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle diatas Tuhan, ini
bukanlah keadaan yang ganjil yang dapat dibedakan dari pengalaman emosional atau intelektual
lain. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, boleh berkata bahwa “mereka memiliki pengalaman khusus
dalam teologi wiyon-wofle, sebab wiyon-wofle (Tuhan) dalam k’wiyon-mbol wofle yang
berwujud itu mendahului dan fundamental bagi semua emosi, semangat, harapan dan
keputusasaan manusia”. Bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, ini merupakan pengalaman
tersendiri mereka, akan tetapi pengalaman-pengalaman semacam ini sering dialami oleh setiap
penganut agama yang mempercayai Tuhan diatas Tuhan. Oleh karena itu, keadaan semacam ini
bukanlah suatu keadaan yang dinamakan tersendiri, namun meliputi setiap pengalaman
kemanusiaan yang normal. Tuhan yang diimani telah beringkarnasi didunia yang telah menjadi
sakramen kehadiranNya, baik ia hadir didalam kabbalah, gereja, k’wiyon-bol wolfe dan diri
pribadi setiap orang. Alih-alih berkonsentrasi pada Yesus kristus, orang Kristen mesti
menumbuhkan potret klimaksn proses evaluasi ketika Tuhan menjadi segala didalam segala.
Kitab suci mengatakan kepada kita bahwa Tuhan adalah cinta, dan sains menunjukkan bahwa
dunia alamiah berkembang menjadi kompleksitas yang lebih tinggi dan kesatuan yang lebih
besar dalam keragaman ini. Kesatuan – dalam perbedaan ini merupakan cara Tuhan
mengungkapkan cintaNya yang menggerakkan seluruh ciptaanNya. Tuhan tidakboleh disamakan
dengan dunia ini, karena akan menghilangkan transendensialNya, tetapi teologi wiyon-wofle

Hamah Sagrim 143


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merupakan pemberi perubahan bagus terhadap orang Maybrat, Imian, Sawiat Papua, yang
mencirikan spiritualitas wiyon-wofle. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, melukiskan Tuhan wiyon-
wofle sebagai Allah, Dia tidak digambarkan sebagai sahabat dunia, atau Dia tidak digambarkan
sebagai teman sependerita yang mengerti manusia. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak begitu
keliru dalam menempatkan Tuhan wiyon-wofle sebagai tatanan adialami. Dalam konsepsi orang
Maybrat, Imian, Sawiat, tentang Tuhan wiyon-wofle yang alamiah ini, mereka memasukkan
semua aspirasi, dan potensi yang dipandang mukjizat (bo tohõ). Hal ini mencakup pula
“pengalaman keagamaan” orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang wiyon-wofle. Raa wiyon-Na
wofle bilamana ditanya “apakah anda pikir wiyon-wofle terpisahkan dari alam?” mereka pasti
menjawab bahwa wiyon-wofle itu maha berada (omni present). Dalam teologi wiyon-wofle,
manusia diarahkan oleh dorongan yang sama; menjadi cerdas, bertanggungjawab, bernalar,
mencintai dan harus berubah sebagai anak Tuhan Raa wiyon-Na wofle. Olehkarena itu, watak
dasar manusia menuntut Raa wiyon-Na wofle untuk mentransendensikan dirinya dan persepsi
mereka pada saat berada didalam k’wiyon-bil wofle yang kealahan, dan prinsip ini
mengindikasikan apa yang disebut sebagai wiyon-wofle (Tuhan) didalam hakikat dasar seluruh
persoalan kemanusiaan. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, terutama Raa wiyon-Na wofle telah
“melihat” Tuhan yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle didalam k’wiyon-bol wofle, ia dilihat
dalam bentuk yang penuh bersinar kealahan dan wajahnya begitu sulit untuk terlihat. Penekanan
Raa wiyon-Na wofle terhadap keberadaan wiyon-wofle menunjukkan bahwa wiyon-wofle
ditemukan melalui indera dan tidak hanya melalui nakal dan bagian diri manusia yang lebih
abstraksi. Kesemuanya ini hanya akan berlangsung didalam k’wiyon-mbol wofle. Bagi Raa
wiyon-Na wofle, wiyon-wofle (Tuhan) tidakbisa diperbandingkan dengan hal-hal lain. Mereka
juga menekankan bahwa wiyon-wofle sebagai satu-satunya realitas, aka yang ada hanyalah Dia
dan dunia itu pada dasarnya ilahiah. Hal ini merupakan suatu kebenaran esoterik yang hanya bisa
dipahami dalam konteks disiplin teologi wiyon-wofle. Dalam pengalaman-pengalaman Raa
wiyon-Na wofle yang mengungkapkan tentang wiyon-wofle lebih terjangkau oleh manusia
melalui k’wiyon-bol wofle sebagai tahta. Disimpulkan bahwa agama wiyon-wofle dan k’wiyon-
mbol wofle merupakan tempat perjumpaan dengan wiyon-wofle (Tuhan). Dalam k’wiyon-mbol
wofle, ada tiga wilayah ruang; pertama; wilayah ruang luar, sebagai tempat dimana Raa wiyon-
Na wofle bisa bertemu dengan orang awam (Raa iin-Na iin), kedua; wilayah ruang suci, sebagai
ruang wilayah dengan ruang dan waktu tempat Raa wiyon-Na wofle berhubungan dengan wujud

Hamah Sagrim 144


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

lain sebagai subjek dan objek, sebagai Aku – Dia “manusia Raa wiyon-Na wofle – Tuhan wiyon-
wofle”. Ketiga, wilayah ruang maha suci, dimana Raa wiyon-Na wofle berhubungan dengan
yang lain sebagai sumber realitas tertinggi sebagaimana adanya, memandangnya sebagai tujuan
pokok. Inilah wilayah atau ruang Aku – Engkau, yang mengungkapkan keberadaan wiyon-wofle
(Tuhan) yaitu tahta Allah. Dalam teologi wiyon-wofle “mber wiyon” adalah berdialog dengan
wiyon-wofle yang tidak membinasakan kebebasan atau kreativitas Raa wiyon-Na wofle, karena
bagi Raa wiyon-Na wofle, wiyon-wofle (Tuhan) tidakpernah menyatakan kepada mereka apa
yang ditentukannya atas diri mereka. Mereka mengalaminya hanya sebagai kehadiran dan
dorongan. Raa wiyon-Na wofle selalu mengetahui dan mengerti akan makna-maknanya. Perlu
disadari bahwa bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, k’wiyon-mbol wofle merupakan bait suci
bagi mereka yang mana didalamnya berdiam wiyon-wofle (Tuhan) pada tahtanya. K’wiyon-
mbol wofle melukiskan realitas keberadaan wiyon-wofle, k’wiyon-mbol wofle memikul makna
yang terlalu agung dan kompleks, dan mempunyai asosiasi sakral yang begitu suci. Dalam
pendidikan inisiasi wiyon-wofle, Raa wiyon-Na wofle diharuskan melawan kedagingan dan
dehumanisasi moderenis. Bagi Raa wiyon-Na wofle, menganggap tindakan ini lebih memenuhi
kebutuhan wiyon-wofle daripada kebutuhan mereka sendiri sebagai manusia. Raa wiyon-Na
wofle menganggap bahwa kehidupan moderen ditandai oleh depersonalisasi dan eksploitasi;
bahkan wiyon-wofle akan direduksi menjadi sesuatu untuk dimanipulasi dan melayani tujuan-
tujuan manusia. Akibatnya, agama wiyon-wofle akan menjadi suram dan membosankan; kita
membutuhkan teologi kedalaman tentang wiyon-wofle ini, untuk masuk kebawah struktur-
struktur dan memulihkan kekaguman, misteri, dan ketakjuban semula. Suatu nilai tersendiri
dalam membuktikan keeksistensian wiyon-wofle secara logis dan realistis. Iman orang Maybrat,
Imian, Sawiat, kepada wiyon-wofle memancar dari pemahaman langsung yang tidak ada
kaitannya dengan konsep-konsep kemanusiawian dan rasionalitas. Wiyon-wofle harus
ditafsirkan dengan baik agar melahirkan kepekaan tentang yang maha kuasa. K’wiyon-bol wofle
juga mesti dipandang sebagai gerak simbolik yang melatih Raa wiyon-Na wofle atau manusia
untuk hidup dalam kehadiran wiyon-wofle (Tuhan). Setiap bilik dalam k’wiyon-bol wofle,
memiliki daya keilahian, dan alam dalam ruang bilik k’wiyon-mbol wofle memiliki daya
keilahian kuasa wiyon-wofle yang mana memiliki ritem dan logikanya sendiri. Diatas segalanya,
orang Maybrat, Imian, Sawiat, menyadari bahwa wiyon-wofle membutuhkan manusia. Wiyon-
wofle bukanlah Tuhan yang jauh sebagaimana yang dikonsepsikan oleh para filosof, namun yang

Hamah Sagrim 145


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

peduli terhadap penderitaan manusia sebagaimana digambarkan oleh Raa wiyon-Na wofle.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, memandang wiyon-wofle sebagai cita-cita penting dengan cara
yang mengatakan kepada Raa wiyon-Na wofle. Mereka memandangnya sebagai Tuhan yang ada,
walaupun hanya bisa dilihat dengan mata yang sudah dicelikkan (Raa mber), bagi orang
Maybrat, Imian, Sawiat, itu bukanlah merupakan persoalan. Bila orang Maybrat, Imian, Sawiat,
hidup tanpa ide tentang wiyon-wofle, makan tak ada makna hidup tentang kebenaran, atau
moralitas mutlak; etika, mungkin hanya soal selera, rasa atau perilaku. Kita tarik kesimpulan
persepsi ini pada dunia moderen, bahwa tanpa ide tentang “Tuhan”, politik dan moralitas akan
menjadi pragmatic dan licik, tidak bijak. Jika tidak ada yang mutlak, tak ada alas an untuk tidak
bermusuhan atau bahwa perang lebih buruk daripada damai. Agama pada dasarnya merupakan
perasaan batin bahwa ada Tuhan. Salahsatu impian kita yang palling awal adalah kerinduan akan
keadilan (betapa sering kita mendengar seseorang memprotes; “itu tidak adil!!”). agama
merekam aspirasi dan gugatan manusia dihadapan penderitaan dan kekeliruan. Agama membuat
kita sadar akan keterbatasan kita; kita semua berharap ketidak adilan didunia segera berakhir.
Orang yang tidak memiliki kepercayaan keagamaan, dia akan berjalan menurut egonya sendiri.
Orang Maybrat, Imian, Sawiat, menemukan Tuhan sebagai wiyon-wofle, kedengarannya asing,
tetapi tidaklah seasing yang kita bayangkan, karena semuanya berfokus kepada Tuhan, dan
Tuhan bukanlah sesuatu yang baru. Sebagimana yang telah kita saksikan, kitabsuci Yahudi yang
oleh orang Kristen disebut perjanjian “lama” mereka, memperlihatkan proses yang serupa; al-
Quran sejak awal menyebut Allah dalam istilah yang kurang personal dibandingkan tradisi
Yudeo Kristen. Doktrin semacam trinitas dan mitologi serta simbolisme system istikal semuanya
berupaya menunjukkan bahwa Tuhan melebihi personalitas. Namun ini tidak menjadi jelas
dengan sendirinya bagi kebanyakkan orang beriman.

Ketika orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Raa wiyon-Na wofle dikecewakan awalnya
oleh Kristen, yang tidak memberi ruang untuk wiyon-wofle didalam kosmologinya, mereka
masih berpikir tentang Tuhan dalam terma wiyon-wofle, sebagai wujud yang telah menciptakan
alam sebagaimana layaknya kita, manusia membuatu sesuatu. Namun kisah penciptaan sejak
awal tidak begitu diungkapkan secara rinci oleh Raa wiyon-Na wofle untuk dipahami secara
harafiah. Seperti pengertian tentang Yahweh sebagai pencipta belum masuk kedalam Yudaime
hingga pengusiran kebabilonia. Ini adalah sebuah konsepsi yang asing bagi alam pikiran Yunani:
penciptaan dari ketiadaan (ex nihilo) dianggap bukanlah doktrin resmi Kristen sebelum Konsil
Hamah Sagrim 146
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Nicaea pada tahun 341. penciptaan merupakan ajaran inti Al-Quran, namun sebagaimana seua
ungkapan Al-Quran tentang Tuhan, ini juga merupakan “kiasan” atau “tanda” (ayat - verse) dari
suatu kebenaran yang tak tercampakan. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan kaum rasionalis
uslim dan Yahudi merasakannya sebagai sebuah doktrin sulit dan problematika dan sulit
diungkapkan secara rinci. Pendek kata, kosmologi bukanlah penjelasan ilmiah tentang asal usul
alam, namun pada dasarnya merupakan ungkapan simbolik tentang kebenaran spiritual dan
psikologis. Sebagaimana telah kita saksikan bahwa peristiwa-peristiwa baru yang mensabotase
wilayah agama-agama lain tanpa menyisakan ruang bagi mereka sebagaimana agama wiyon-
wofle diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Peristiwa historis terbaru seperti Kristen diwilayah
Maybrat, Imian, Sawiat, dirasakan sebagai ancaman terhadap konsepsi ketuhanan tradisional
wiyon-wofle disbanding penemuan sains. Akan tetapi di Barat, pemahaman harafiah tentang
kitabsuci telah tertanam sejak lama. Ketika beberapa orang Kristen barat merasa keimanan
mereka kepada Tuhan digoyahkan oleh sains baru, mereka mungkin membayangkan Tuhan
sebagai mekanik agung yang dikonsepsikan Newton, sebuah pandangan ketuhanan personalistik
yang harus di tolak atas dasar alas an-alasan keagamaan maupun ilmiah. Tantangan sains
mungkin akan membawa gereja kepada apresiasi baru terhadap watak simbolik narasi kitab suci.
Wiyon-wofle tampaknya menampilkan sebuah alternatif yang mungkin lebih dapat diterima. Raa
wiyon-Na wofle telah sejak lama menegaskan bahwa wiyon-wofle bukanlah wujud lain; mereka
mengklaim bahwa Dia adalah Tuhan yang sungguh-sungguh bereksistensi dan lebih baik
menyebutnya ada. Tuhan ini cocok dengan selera Raa wiyon-Na wofle yang menolak pemberian
gambaran yang tidak layak tentang yang mutlak terhadap wiyon-wofle (Tuhan). Alih-alih
memandang Tuhan sebagai fakta objektif dalam k’wiyon-mbol wofle yang dapat
didemonstrasikan melalui dalil-dalil teologi wiyon-wofle yang dianggap ilmiah, Raa wiyon-Na
Wofle justru mengklaim bahwa Tuhan wiyon-wofle merupakan pengalaman objektif yang secara
misterius didekati melalui inisiasi (mber wiyon-wofle) dan dapat dilihat sebagai aktivitas
gerejani yang tradisional untuk mengungkapkan realitas Tuhan. Raa wiyon-Na wofle
membutuhkan kecerdasan, disiplin dan swakritik sebagai benteng terhadap emosionalisme dan
proyeksi yang etis. Wiyon-wofle tidak memuaskan kaum feminisme, karena Raa wiyon-Na
wofle semenjaknya tidakpernah memasukkan unsur-unsur kewanitaan kedalam k’wiyon-mbol
wofle yang dianggap sakral dan ilahiah itu. Demikian beberapa sikap Raa wiyon-Na wofle
mungkin dapat diraih. Sekalipun kita takmampu mencapai derajat kesadaran lebih tertinggi yang

Hamah Sagrim 147


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

telah dicapai oleh Raa wiyon-Na wofle, kita bisa belajar bahwa wiyon-wofle tidak mengada
dalam pengertian yang sederhana, misalnya atau bahwa kata “wiyon-wofle” itu sendiri
merupakan symbol suatu realitas yang terucap dengan berbagaimacam nama yang dikonsepsikan
setiap agama suku kepada Tuhan. Teologi wiyon-wofle tidak mengekangkan umatnya untuk
mendesakkan persoalan rumit tentang realitas wiyon-wofle kedalam dogma yang kaku. Namun,
jika pemahaman ini tidak dapat dirasakan denyutnya di nadi dan diartikan secara personal,
semuanya akan tampak sebagai abstraksi takbermakna. Telah kita saksikan bahwa wiyon-wofle
sering dianggap sebagai sebuah disiplin esoteric, bukan karena Raa wiyon-Na wofle ingin
membuang yang fulgar, tetapi karena kebenaran-kebenaran ini hanya bisa dipersepsi oleh akal
intuitif setelah Raa wiyon-Na wofle melakukan latihan keimanan khusus didalam k’wiyon-bol
wofle. Artinya menjadi berbeda setelah didekati melalui jalan ini – mber wiyon-wofle adalah
suatu aktivitas keagamaan yang sangat sacral ketika didekati melalui jalan ini, jalan yang tidak
dapat terjangkau oleh daya nalar kemanusiaan logis.

Semenjak Raa wiyon-Na wofle, mereka mulai menisbahkan perasaan dan pengalaman
ereka sendiri kepada wiyon-wofle. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah mengenal Tuhan yang
mereka kenal sebagai Wiyon-Wofle. Wiyon-wofle dipandang sebagai sebuah fakta nyata yang
bisa dijumpai sebagai eksistensi objektif. Pada masa sekarang, orang Maybrat, Imian, Sawiat,
telah kehilangan wiyon-wofle dan mereka ingin kembali menempuh upaya inisiasi wiyon-wofle
ini. Hal ini tidak perlu menjadi sebuah bencana, tetapi ketika ide-ide agama wiyon-wofle
kehilangan validasinya, ide-ide itu biasanya memudar tanpa terasa. Jika pemikiran orang
Maybrat, Imian, Sawiat, tentang wiyon-wofle begitu sesuai bagi mereka di zaman empiric ini,
maka wiyon-wofle harus dihidupkan kembali sebagai fokus spiritualitas yang mutlak. Orang
Maybrat, Imian, Sawiat, telah menciptakan keyakinan untuk diri mereka, untuk rasa kagum dan
meraih makna kehidupan didalam wiyon-wofle yang terkatakan.

Seratus persen orang di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Barat, mengaku beriman
kepada Tuhan dalam injil bibel, namun didalam hati dan pikiran orang Maybrat, Imian, Sawiat,
tertidur wiyon-wofle (Tuhan) yang selalu terdengar gemanya mendenting dikedalaman hati
nurani. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak bisa menanggung beban penyesalan akan
kehilangan wiyon-wofle yang merupakan beban kehampaan dan kesepian; kini orang Maybrat,
Imian, Sawiat, harus mengisi kekosongan itu dengan menghidupkan kembali wiyon-wofle yang

Hamah Sagrim 148


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebagai fokus untuk meraih hidup yang bermakna. Kristen tang telah gemilang di wilayah
Maybrat, Imian, Sawiat, bukanlah pengganti, akan tetapi yang disembah oleh Kristen adalah
Tuhan – yang dalam konsepsi orang Maybrat, Imian, Sawiat, disebut wiyon-wofle, atau juga
dikatakan dengan pengertian bahwa Tuhan adalah wiyon-wofle dan wiyon-wofle adalah Tuhan.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, harus mengangkat kembali wiyon-wofle dari


keterbuangannya dan menghidupkannya kembali. Karena menyembah wiyon-wofle samasaja
dengan menyembah kepada Tuhan.

Bangkitlah Raa wiyon-Na wofle

Bangkitlah orang Maybrat, Imian, Sawiat

Dirikanlah bait suci – tabernakel (k’wiyon-mbol wofle) bagi wiyon-wofle ALLAH yang
telah engkau kenal itu, karena Dia Allah. Wiyon-wofle yang memerintahkanya
kepadamu melalui MBOUK.

Pergilah kepadanya, segala kekayaan yang berupakan bagianmu ada bersamanya,


bawakanlah sesukahatimu karena itu adalah milikmu.

A. Strategi dan Metode Pembinaan Kepada Raa Wiyon –Na Wofle Dalam K’wiyon –
Mbol Wofle.
1. Pengertian Kata Wiyon-Wofle
Istilah kata yang dipergunakan dalam teologi wiyon-wofle, menjelaskan bahwa kata “wiyon-
wofle” adalah “suatu perjanjian abadi dan kekal antara Raa wiyon-Na wofle dengan Wiyon-
Wofle (Tuhan) yang mana terjalin dalam k’wiyon-mbol wofle”.
Kata “wiyon” berasal dari bahasa Maybrat yang berarti “Allah” dan “Wofle” berasal dari
bahasa Imian dan Sawiat, yang juga berarti “Allah”. Dari kata “wiyon” dapat dirincikan

Hamah Sagrim 149


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

maknanya menjadi tiga makna kata dengan makna yang berbeda tetapi memiliki satu inti
pengertian yang suci, sebagai berikut:

WIYON
ALLAH

WI, WAIN, RIWAIN YON – ON


Tadi, beberapa menit atau
Janjian, jadwal pertemuan
beberapa jam yang lalu yang berdasarkan janji suci
antara yang kekal dan
(berkaitan dengan penjadian)
manusia
(kultus rohania)

WI = WIYO YRON
Sebagai Kata Panggilan
Kekal, abadi, selamanya, aam,
Bahwa segera datang karena keilahian, keabadian,
kesucian, kebesaran,
ada sesuatu yang sangat
kekuasaan, kekudusan.
penting (keAllahan)
(Penyataan Allah)

Dari uraian makna kata diatas, maka ditemukan bahwa makna kata wiyon-wofle atau mber
wiyon-wofle adalah “suatu perjanjian abadi antara Raa wiyon-Na wofle dengan wiyon-wofle
yang terjalin dalam k’wiyon-bol wofle untuk melakukan sesuatu yang kultus”.
Aktivitas teologi wiyon-wofle yang mana menghimpun orang Maybrat, Imian, Sawiat, dalam
jumlah yang lebih dari tiga orang dan banyak sehingga disebut “Jemaat – sidang” atau dalam
bahasa Maybrat, “Raa wiyon-Na wofle – mber wiyon”. Istilah Jemaat dan Sidang, diambil dari
bahasa Yunani “Eklesia” yang berarti perkumpulan. Tetapi Eklesia bukan mempunyai arti sakral
seperti dalam istilah wiyon-wofle atau istilah keagamaan (Religi), Eklesia mempunyai arti
Perkumpulan biasa dan bukan perkumpulan kultus. Agaknya istilah Eklesia mempunyai
latarbelakang pengertian yang sama dengan istilah mber wiyon-wofle yang merupakan suatu
aktivitas yang berarti “Pendidikan inisiasi – bersama”, maka istilah ini kemudian kita hubungkan
dengan masalah mber wiyon-wofle dalam lingkungan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat.
Hamah Sagrim 150
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Maksudnya suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, berkumpul untuk mendengar didikan “watum”
atau “Firman-bo tgif” dan berinteraksi dengan wiyon-wofle – Tuhan dalam k’wiyon-bol wofle –
Tabernakel. Oleh karena itu, dalam mber wiyon-wofle atau perkumpulan Raa wiyon-Na wofle,
kita bisa gunakan kata “Eklesia wiyon-wofle”, dan kita bisa menyebutnya “Raa wiyon-Na
wofle” yang berhimpun dan bersatu dalam k’wiyon-bol wofle yang dihimpun oleh wiyon-wofle
serta dipersatukannya pula.

b. Pembentukan Raa wiyon-Na wofle Menjadi Sebuah Jemat


Jemat wiyon-wofle atau Raa wiyon-Na wofle, secara resmi dibentuk pada waktu
pewahyuan wiyon-wofle kepada Mbouk. Pada saat itu, Mbouk dianggap sebagai seorang Nabi,
akan tetapi ia menjalankan tugas sebagai Raa bam-Na tmah (Imam) karena dia secara langsung
melakukan perintah dari wiyon-wofle dan para Rasul – adalah Raa wiyon-Na wofle yang mana
mendapat tugas untuk menyampaikan berita tentang wiyon-wofle “ber wiyon-wofle”, kepada
suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, dan dan keseluruh dunia. Hasilnya, jemaat wiyon-wofle
atau Raa wiyon-Na wofle dibentuk dan dibangun pada pelosok Maybrat, Imian, Sawiat.
Melalui uraian diatas, jelaslah bahwa jemaat itu bukan didirikan atas inisiatif MBOUK
sebagai manusia yang juga dipandang sebagai Nabi Wiyon-Wofle sendiri, tetapi jemaat itu ada
karena dibentuk oleh Tuhan yang disebut sebagai wiyon-wofle oleh orang Maybrat, Imian,
Sawiat, sebagai Allah mereka. Wiyon-wofle adalah sang ilahi yang menjadi dasar serta kepala
dari jemaat Raa wiyon-Na wofle, karena itu setiap jemaatnya disebut Jemaat wiyon-wofle –
Allah atau Raa wiyon-Na wofle yang disucikan oleh waif sebagai cawannya. Diwilayah Maybrat,
Imian, Sawiat, hanya ada satu eklesia wiyoh-wofle saja tetapi memiliki beberapa aliran seperti;
wiyon-wofle U, wiyon-wofle TOHMI, wiyon-wofle SOHORO, wiyon-wofle BRAT. Dikatakan
demikian karena jemaat atau Raa wiyon-Na wofle bersumber dari wiyon-wofle dan kita dapat
mengatakan bahwa Raa wiyon-Na wofle jemaat itu adalah tubuh wiyon-wofle. Ungkapan tubuh
“wiyon-wofle” hendak ditegas bahwa wiyon-wofle sendiri adalah kepalanya. Dengan katalain,
jemaat wiyon-wofle – Raa wiyon-Na wofle tetap ditempatkan dibawah wiyon-wofle sebagai
kepalanya. Karena itu, jemaat-jemaat wiyon-wofle yang berada diwilayah Maybrat, Imian,
Sawiat, yang banyak itu diikat menjadi satu dalam pelayanan “mber wiyon”.

c. Ciri-Ciri Ilmu Didikan Pada Teologia Wiyon-Wofle.

Hamah Sagrim 151


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dalam ilmu didikan pada teologi wiyon-wofle, ilmu didikannya merupakan kumpulan
pengetahuan-pengetahuan tentang wiyon-wofle dengan metode yang begitu ilmiah dan disusun
dalam suatu sistem pendidikan inisiasi wiyon-wofle. Pengetahuan-pengetahuan dari ilmu
teologia wiyon-wofle itu terdiri dari perumusan-perumusan umum dan khusus tentang kausalitas
yang menyatakan atau merujuk pada hubungan-hubungan kausal antara spiritualitas manusia
dengan sang realitas tertinggi yang dikonsepsikan sebagai wiyon-wofle atau Tuhan. Perumusan
ilmu teologi wiyon-wofle itu, menghasilkan generalisasi dalam genggaman teologisnya yang
khusus dan sacral itu. Dalam ilmu teologi wiyon-wofle yang dipelajari dalam inisiasi wiyon-
wofle yang merupakan pusat perhatian penganut wiyon-wofle adalah merupakan kekhususan
atau sebagaimana dikatakan bahwa kekhususan itu disebut dengan bo snyuk, atau hukum kausal
yang memiliki keunikan tersendiri dan kudus. Kultus semacam ini berkaitan dengan focus
pendidikan yang begitu khusus, tertutup dan transenden.
Kekhususan ilmu wiyon-wofle yang diterima secara tertutup itu sebagai bekal utama
yang memberikan kesanggupan kepada penganut Raa wiyon-Na wofle untuk mengendalikan
situasi dan kejadian-kejadian dalam kehidupan bahkan dengan ilmu itu mereka mampu membuat
semacam prakiraan yang tepat mengenai apa yang terjadi. Oleh karena dalam ilmu wiyon-wofle
itu menyelidiki kejadian-kejadian yang terlihat meiliki kaitan-kaitannya atau dengan pengertian
lain tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan hubungan timbalbalik dari ilmu ilmu
wiyon-wofle itu sendiri sebagai rujukan menuju hal-hal dari suatu corak atau kategori tertentu
yang mana Raa wiyon-Na wofle terbawa oleh ilmu-ilmu itu yang mana wawasan dan pikiran
mereka juga terhisap dan tenggelam kedalamnya, sebagaimana ilmu itu mampu melampaui
batas-batas pengalaman pikiran dan ide-ide manusia yang langsung dan abstrak sehingga Raa
wiyon-Na wofle dapat mengetahui hal-hal yang akan terjadi bahkan juga hal-hal yang sedang
berlangsung, bahkan dengan demikian pula Raa wiyon-Na wolfe dapat mengendalikan fenomena
kejadian yang dianggap berhubungan pada kausal, bahkan mungkinjuga mereka dapat
mengawasi hal-hal yang akan terjadi. Ilmu khusus atau hal-hal yang non generalisasi yang mana
telah dilakukan dalam teologi wiyon-wofle itu, memungkinkan Raa wiyon-Na wofle sehingga
dapat membuat prakiraan-prakiraan (prediction), seperti misalnya; akan terjadi banjir, atau akan
terjadi kelaparan dan lain sebagainya. Prakiraan yang diperkirakan ini didasarkan atas gejala-
gejala alam yang selanjutnya diamati dengan predikat tertentu sehingga terjadilah prakiraan-

Hamah Sagrim 152


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

prakiraan itu. Sebenarnya prakiraan-prakiraan itu selalu akan terjadi dan semua itu menyangkut
sesuatu yang faktuil.
Ilmu teilogi wiyon-wofle merupakan ilmu yang objektif, karena kebenarannya telah
mendapat pengakuan secara umum oleh masyarakat setempat. Pembuktian-pembuktian tentang
sesuatu telah diterima secara universal, karena menyatakan bukti-bukti yang factual yang selalu
dibenarkan, walaupun hal ini begitu mistik bagi pandangan orang awam. Ilmu wiyon-wofle
menuntut seorang Raa wiyon-Na wofle dengan prisnsip ketiadaan sifat perseorangan yang
impersonal itu. Subjek pribadinya diubah. Pengetahuan dari syarat-syarat tersebut memampukan
dan mepersatukan Raa wiyon-Na wofle menjadi berkompeten sehingga dapt memperoleh bekal
yang sama dalam transformasi wiyon-wofle itu. Kebenaran-kebenaran yang selalu ditampilkan
itu bersifat kebenaran-kebenaran yang apriori, yang mana keraguan-keraguan manusia dapat
dibuktikan dengan objektifitas yang mana kebenaran-kebenarannya begitu faktuil. Kebenaran
faktuil itu sebagai alat untuki mengukur kebenarannya, sehingga ilmu wiyon-wofle ini tetap
diperlakukan dalam kehidupan.
Ilmu wiyon-wofle berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu Raa wiyon-Na wofle
dalam mencapai tujuan yang berfokus pada spiritualitas manusia dan Tuhan semesta alam, atau
dengan pengertian lain disebut (Roh dan Jiwa). Karakteristik ilmu teologia wiyon-wofle
memiliki sifat-sifat yang suci dan murni.
Penjelasan tentang pengetahuan atau konsep ilmu teologia wiyon-wofle pada umumnya
tentu berkaitan dengan pendekatan atau cara pandang wiyon-wofle yang diterapkan. Sesuai
cakupannya, ilmu teologia wiyon-wofle merupakan sesuatu yang mempelajari dan membimbing
serta menghantarkan jiwa seorang Raa wiyon-Na wofle untuk mengenal dan menyebut
pengetahuan tentang wiyon-wofle atau Tuhan dengan manusia dengan pendekatan positifis yang
dipandang sebagai satu kebulatan unsur rasionalitas.
Ilmu teologia wiyon-wofle juga merujuk pada masing-masing permasalahan tertentu,
yaitu seperti; permasalahan kesehatan, ilmu teologia wiyon-wofle memiliki suatu rujukannya
yang dipelajari. Jadi ilmu wiyon-wofle mencakup didalamnya terdiri dari ilmu kesehatan, ilmu
alamiah atau supranatural dan ilmu nujum, bahkan masih banyak lagi. Dalam ilmu teologia
wiyon-wofle tidak pernah menyebutkan sains science, karena merupakan istilah yang dipakai
dalam arti pengetahuan sistematis tentang dunia fisikal atau material. Sains menunjukkan pada
gugusan ilmu-ilmu kealaman material (natural science of material).

Hamah Sagrim 153


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dari segi maknanya, ilmu teologi wiyon-wofle merujuk pada dua hal, yaitu; Pertama,
dengan proses inisiasi atau aktivitas belajar dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Raa wiyon-Na wofle sebagai penganutnya (science of theology wiyon-wofle is the process which
makes cnowledge), yang kedua adalah; ilmu teologi wiyon-wofle sebagai suatu metode guna
memperoleh pengetahuan objektif dan dapat menyatakan kebenarannya (science of theology
wiyon-wofle is a method of obtaining cnowledge). Ilmu wiyon-wofle dipandang sebagai suatu
sistem dan cara yang teratur (dicipline cnowledge) yang digunakan sebagai suatu perolehan
pengetahuan (an organized way of obtaining cnowledge). Berikut lihat pengertiannya dalam
bagang beriktu dibawah:

AKTIVITAS TEOLOGIA WIYON-WOFLE

ILMU TEOLOGIA
WIYON-WOFLE
PENGETAHUAN
METODE

Gambar:
Interelasi Aktivitas Teologia Wiyon-Wofle dan Pengetahuan wiyon-wofle

Pemahaman yang tertib tentang ilmu teologia wiyon-wofle ini mungkin lebih jelas
dengan pemaparan dua ciri pokok sebagai rangkaian kegiatan inisiasi wiyon-wofle atau proses
belajar mengajar (mber wiyon-wofle) sebagai keharusan dan tata cara pengarahan pikiran, dan
jiwa Raa wiyon-na wofle sebagai suatu kultus yang mengisyaratkan prosedur dalam tindakan
pikiran dan akan menuju pada penciptaan yang baik. Ilmu teologia wiyon-wofle bersifat dinamis
karena dipahami sebagai aktivitas belajar, memiliki metode kerja, dan juga manyatakan hasil
yang faktuil. Jadi ilmu wiyon-wofle mencakup didalamnya aktivitas, metode wiyon-wofle, dan
pengetahuan sistematis wiyon-wofle.
Inherensi pada ilmu wiyon-wofle adalah adanya benda atau kejadian atau perbuatan
tertentu sebagai objek formal dan juga sebagai objek yang materiil inisiasi, ilmu wiyon-wofle

Hamah Sagrim 154


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

memiliki batasannya dalam wilayah aktivitasnya, memiliki metode kerja atau dogmatika dengan
proses pemikiran yang sistematis, kritis, suci, sacral dan kreatif dalam kajian yang bersangkutan
atau disebut dengan (disciplined inquiry of teology wiyon-wofle). Ilmu wiyon-wofle telah
berhasil menciptakan istilah-istilahnya dengan pengertian suci dan khusus yang mana mampu
menemukan bentuk-bentuk konsepsi, dalil, paradigma dan hukum serta dogmatika yang berlaku
secara intersubjektif yang khusus dan akur atau tidak ada kontradiksi.
Gambaran batang tubuh ilmu teologia wiyon-wofle didapati bahwa memiliki adanya
objektivitas dan dengan pembuktian atau dengan falsifikasi yang logis serta konsep ilmu teologi
wiyon-wofle itu mempunyai kekuatan supranatural sebagai dasar dan alat pegangan oleh Raa
wiyon-na wofle dalam pijakkan bernubuat atau bernuju (berfirman) dan mengidentifikasikan
persoalan atau kejadian dengan spesifikasi yang tepat dan nyata. Ilmu pengetahuan teologia
wiyon-wofle yang nongeneralisasi itu telah mempunyai kekuatan sebagai dasar atau alat pijakan
bagi teologi dan pelaksanaan ekaristinya yang mana mampu menjelaskan tentang adanya
hubungan-hubungan kausalitas itu dengan baik dan bermakna serta konsep dalilnya telah
mempunyai kekuatan yang terdoktrin kepada Raa wiyon-na wofle untuk dipakai dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi bahkan diterapkan sebagai pengendali alam semesta
dan sebagai pengelolaan spiritualitas yang efektif.

Gambar
Struktur Batang Tubuh Ilmu Pengetahuan Teologia Wiyon-Wofle
(a Body of Teology Wiyon-Wofle cnowledge )

Secara
Ilmu teologia wiyon-wofle Induktif
A cnowledge of teology wiyon-wofle (khusus
“Watum & Bo tgif” dan
kongkrit)

Non Generalisasi – Kekhususan


Basic Concept
“Bo tgif, Watum, Bo Snyuk”

Konsep
Hamah Sagrim
Concept 155
“Watum, Bo tgif dan Bo snyuk”
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Fakta - faktuil
Fact
“Bo Snyuk, dan Makaän”

Bukti – Apriori
Secara deduktif Appriory
“Tgif bo”
Umum dan Abstrak

d. Menggali Nilai-Nilai Pendidikan Inisiasi Teologia Wiyon-Wofle


Ditengah kondisi dan situasi dunia pendidikan keagamaan yang cenderung liberal dan
terasing dari lingkungan masyarakatnya, nilai-nilai yang bersumber dari kebudayaan lokal bisa
menjadi acuan. Salah satunya adalah inisiasi teologia wiyon-wofle yang berkembang dari
kebudayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua. Nilai-nilai inisiasi teologia wiyon-wofle
sebagai kebudayaan Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, merupakan wujud harmoni kebudayaan
daripada wiyon-wofle yang berorientasi pada spiritualitas dan merupakan kebudayaan orang
Maybrat, Imian, Sawiat, yang hormat kepada teologia dan dogmatika. Kebudayaan wiyon-wofle
adalah kebudayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua berdasarkan roh Maybrat, Imian,
Sawiat, yang diimani sebagai suatu sarana yang menghubungkan mereka dengan Tuhan sebagai
sang realitas tertinggi yang singular.
Kitapun bisa menggali dan mengembangkan nilai-nilai inisiasi teologia wiyon-wofle dari
metode-metode yang dikembangkan dalam pengembangan pendidikan inisiasi teologia wiyon-
wofle. Nilai-nilai wiyon-wofle ini, terdiri dari nilai-nilai yang bersumber pada peradaban “asli”.
Sebagai suatu hasil dari konvergensi peradaban akan keimanan yang telah berlangsung
dikembangkan pada berabad-abad tahun ditengah perjalanan hidup suku Maybra, Imian, Sawiat
Papua, yang mana dipertahankan sebagai suatu aktivitas kerohanian dan spiritualitas bahkan
sebagai suatu aktivitas pendidikan inisiasi tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang
dikembangkan kian lama dan terlihat melembaga pada zamannya.

Hamah Sagrim 156


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle ini, kini disubtitusikan dengan pendidikan


nasional dan teologi Kristen yang mana berhasil menyusup kedalam jantung kehidupan orang
Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai suatu pendidikan moderen yang monopolis bahkan Kristen
juga sebagai teologia yang dianggap monopoli dengan cara pemaksaan sebagaimana mereka
melakukan pembongkaran serta membakar sekolah-sekolah inisiasi wiyon-wofle pada tahun
1982 secara brutal dan adanya ancaman terhadap kaum teolog wiyon-wofle. Pendidikan modern
dan teologia Kristen merupakan sesuatu yang memiliki nilai-nilai kontemporer yang mana
bertumbuh dan bersumber dari peradaban yang kebudayaannya asing bagi kebudayaan maybrat,
imian, sawiat, Papua dan bertumbuh sebagai suatu hasil objektif dalam proses assosiasi, asimilasi
dan akulturasi dalam lokalitas orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, dan nilai-nilai kekristenan
sebagai suatu nilai kontemporer yang telah mampu bertumbuh secara gemilang diwilayah
Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, berkat pergaulan yang intensif dalam mengubah pola hidup
orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua serta menyusup secara global dengan pola ilmu
pengetahuan moderen, teknologi dan seni, juga sebagai bagian perubahan objektif dalam
lokalitas Maybrat, Imian, Sawiat Papua.
Pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle begitu mengalami suatu kemunduran yang
drastis dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pasca penerimaan injil Kristen sebagai
teologia baru dari waktu - kewaktu. Kemunduran pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle ini
diakibatkan oleh dogmatika Kristen, yang mana mendoktrin atau menghipnotiskan para abdi
wiyon-wofle (raa wiyon-na wofle) sehingga pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle dianggap
sebagai sesuatu yang nilai-nilainya tidak sesuai dengan tuntutan kehidupan Kristen dari masa
kemasa yang mana tidak diberikan suatu pilihan yang tepat kepada kaum wiyon-wofle untuk
melestarikan nilai-niali yang baik dan melepaskan yang kurang baik atau memberikan suatu
kesempatan agar supaya nilai-nilainya diperbaiki. Inilah suatu sifat monopoli dan diskriminasi
budaya yang telah diperlihatkan yang mengakibatkan pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle
menjadi stagnan.
1) Kontinuum Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle.

Pendidikan inisiasi teologi tradisional woyon-wofle jika dimapankan dengan baik, maka akan
menentukan warna dan corak peradaban orang maybrat,imian,sawiat. Namun,dengan dogmatika
Kristen yang canggih, pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle dapat disingkirkan sehingga orang
Maybrat, Imian, Sawiat,dapat meninggalkan pendidikan inisiasi teologi wiyon-wofle sarana

Hamah Sagrim 157


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

imanen mereka semenjak Allah menghendakinya untuk Ia melakukan hubungan yang intim
dengan mereka.
Dalam hal ini,pendidikan inisiasi teologi woyon-wofle mampu menjamin keberlanjutan iman
orang maybrat, imian,sawiat,pada zaman wiyon-wofle.sedangkan pendidikan inisiasi teologi
wiyon-wofle pada zamannya terus menjaga agar pengajaran dan dogmanya tidak menghasilkan
para teologi(Raa wiyon- Na wofle) yang tercerabut dari kehidupan sucinya sendiri (ytah kỏn).
Secara objektif, pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle merupakan pendidikan inisiasi
teologi tradisionalnya orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, yang beridentiti. Namun dalam
kondisi yang direncanakan secara artificial, continuum pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle
tidak berlaku pada makna yang terselubung dalam gemanya yang sesungguhnya yang mana tidur
diam didalam perubahan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai penganut dan ahli waris
yang telah dipercayai oleh Tuhan dalam mewariskan wiyon-wofle kepada mereka. Mungkin
karena nilai-nilai kekristenan yang begitu member suatu nuansa yang baru sehingga menjadi
faktor pengubah iman kepercayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai kaum yang beriman
kepada wiyon-wofle yang mereka konsepsikan sebagai Tuhan yang singular.
Hal ini berhubungan erat dari suatu sistem dan ideologi teologia Kristen dan pendidikan
inisiasi teologia wiyon-wofle yang begitu berseberangan. Antara sistem dan ideologi biasanya
sangat erat kaitannya. Ideologi tanpa nilai akan menjadi ideologi yang “liar” dan tidak meiliki
orientasi pada tempat berpijak. Sebaliknya sistem nilai yang steril akan menjadi staknan dan
tidak memiliki perspektif pengembangannya.
Ideologi berbasis sistem nilai yang hidup dimasyarakat, merupakan ideologi yang sangat
dekat dengan peradaban dan kebudayaan para masyarakat itu sendiri. Ideologi pendidikan
inisiasi teologia wiyon-wofle, merupakan ideologi yang digali dari khasanah-khasanah
peradaban dan kebudayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, Papua yang dikembangkan sebagai
ruh dalam kehidupan akan keimanan mereka.
Ideologi pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle dan sistem politik tradisional orang
Maybrat, Imian, Sawiat, yang merupakan dasar dan praktik pendidikan inisiasi teologia wiyon-
wofle dimaybrat, imian, sawiat, yang telah berkembang selaras dengan nafas penghidupan dan
kehidupan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua karena masih melekat dengan pendidikan
inisiasi teologia wiyon-wofle. Penyimpangan yang telah dilakukan oleh orang Maybrat, Imian,
Sawiat, Papua, ini membuat mereka keluar dari kadah pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle

Hamah Sagrim 158


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yang mana menghasilkan mereka sebagai orang yang terasing (tercerabut dari aktor budaya
mereka), dan menjadi aktor perusak budaya mereka sendiri.
Pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle semulanya dijadikan tuntunan bagi berbagai
kebijakan dan praktik ditengah kehidupan faktuil dan alam kausalitas. Tentu didasari atas
ideologi pendidikan inisiasi wiyon-wofle itu sendiri yang mengandung fleksibilitas yang sesuai
dengan pluralitas orang Maybrat, Imian, Sawiat. Semua itu merupakan sumber kekuatan dan
manifestasi dalam pendidikan inisiasi teologia wiyon-wofle.

2) Menggali Nilai-Nilai Wiyon-Wofle yang Koheren Dalam Pendidikan Inisiasi


Koherensi nilai dan sistem nilai wiyon-wofle lahir dari rahim peradaban dan aktivitas
wiyon-wofle sebagai suatu aksiomatika yang tidak mengandung dalih-dalih dalam premis-
premis kemanusiaan yang fana atau transiensi.
Koherensi nilai dan sistem nilai wiyon-wofle, bersumber dari wiyon-wofle dan
dikembangkan dalam pewahyuannya dan berkembang ditengah-tengah kehidupan suku bangsa
Maybrat, Imian, Sawiat, Papua yang telah dipersatukan sebagai para penganutnya “ Raa wiyon-
Na wofle” yang tersebar diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua.
Eksistensi wiyon-wofle telah ada sebelum Kristen yang mana menyusup kewilayah
kehidupan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, pada abad ke-18 dan telah menjadi faktor
penting sebagai subjek agama moderen. Ia adalah pengisi dan pengganti serta pendukung
perubahan akan iman dari tradisi menuju moderen bagi terbentuknya kekristenan di Maybrat,
Imian, Sawiat. Teologia wiyon-wofle adalah aktivitas keagamaan yang memiliki asal- usul
leluhur yang jelas dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat Papua, secara turun temurun
diwilayah geografis mereka, serta memiliki sistem nilai, ideology/dogmatika, ekonomi, politik,
budaya, sosial, dan teritorianya sendiri.
Akibat dari wilayah Maybrat, Imian, Sawiat Papua yang begitu membuka diri secara
terbuka sehingga nilai-nilai kehidupan mereka bertemu dengan proses yang menyatukan diri
mereka (konvergensi) dengan berbagai nilai kontemporer, baik yang datang dari luar, maupun
yang bertumbuh dari dalam diri mereka, karena disebabkan atas inisiatif perorangan dan
kelompok masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat itu sendiri. Tentu ini dengan berbagai cara dan
proses yang berbeda. Nilai-nilai teologia wiyon-wofle yang merupakan suatu sumber peradaban
dan kebudayaan serta agamanya suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, Papua yang telah mantap

Hamah Sagrim 159


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

(estabilished) ini mejadi tergantikan dengan nilai-nilai baru dengan pola pensubstitusian melalui
dogmatika Kristen yang terdengar asing pada telinga orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada zaman
itu.
Nilai-nilai teologia wiyon-wofle yang sama kuatnya dengan nilai-nilai teologia Kristen ini
telah tergantikan dengan Kristen sebagai suatu nilai yang pada akhirnya mempressingdownkan
gema daripada wiyon-wofle yang mana melalui proses mula-mula yang disebut polis assimilasi.
Nilai-nilai teologia wiyon-wofle yang begitu tertutup dan penuh dengan rahasia kausalitasnya,
kini ditinggalkan begitu saja oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat. Kaum wiyon-wofle yang begitu
terbuka, telah menerima nilai-nilai kristiani sebagai suatu nilai yang baru dengan pola assosiasi
yang begitu signifikan tanpa suatu pemberian akan pemahaman yang mempertimbangkan
keberadaan teologia wiyon-wofle sebagai suatu sarana spiritualitas orang Maybrat, Imian,
Sawiat, dalam melakukan hubungan mereka dengan Tuhan sang realitas tertinggi yang aam.
Nilai daripada teologia wiyon-wofle dalam tafsiran para teolog wiyon-wofle dan para penginjil
lokal selalu mengatakan bahwa memiliki nilai-nilai yang sama kuatnya dengan nilai-nilai
kristiani yang mana bila ditelaah kembali pada zaman Kristen mula-mula memiliki kemiriban
yang begitu signifikan dengan Kristen pada mula-mula YHWH dalam sejarah perjalanan bangsa
Yahudi melalui Nabi Musa.
3) Menggali Inkusivitas Nilai-Nilai Pendidikan Inisiasi Wiyon-Wofle
Pada prinsipnya, nilai-nilai kausalitas yang bersumber dari wiyon-wofle, mempunyai
pokok yang merujuk pada Allah sebagai sang realitas tertinggi. Alkisah wiyon-wofle dalam
aktiviats teologianya, dikonsepsikan sebagai sosok Tuhan, Ia seorang pribadi yang singular.
Wiyon-wofle dikonsepsikan sebagai sosok yang esa, ia memiliki sifat-sifat keallahan, yaitu ia
maha berada (omni pressent), maha kuasa (omni potence), maha tahu (omni science), ia kekal
dan abadi (aam dan imortaly). Teologi wiyon-wofle telah melahirkan nilai-nilai yang begitu aam
dan sangat prinsipil dalam keimanan. Paling tidak teologia wiyon-wofle sebagai suatu agama
suku yang mempunyai nilai-nilai lokal dan begitu arif (local indegeneus) untuk melindungi suku
bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, semenjak zaman keberadaan mereka. Dalam aksiomatika teologi
wiyon-wofle ini, mempunyai suatu doktrin bahwa wiyon-wofle telah berada semenjak zaman
keabadiannya dan segala sesuatu itu bersumber darinya.
Proses pensubtitusian wiyon-wofle dengan Kristen pada abad ke-18 ini, menyisakan
sebuah bara panas yang begitu mengekang dalam hati dan pemikiran orang Maybrat, Imian,

Hamah Sagrim 160


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Sawiat, terutama para teolog wiyon-wofle (raa wiyon-na wofle). Dalil-dalil sekitar singularitas
antara Tuhan dalam bibel dan wiyon-wofle, sama-sama memiliki suatu konsepsi dengan
artikulasi yang koheren dan merujuk kepada sang abadi (Tuhan) sebagai sosok yang esa.
Sebagian pada nilai-nilai tersebut terdapat ungkapan-ungkapan yang padat dan sarat makna
kausalitasnya dalam isi firman masing-masing yang begitu terkafer dalam pesan-pesan suci dan
begitu memutih serta tidur dengan penuh kekuatan manivestasinya.
Pernilaian yang telah dilakukan oleh kalangan Kristen terhadap teologia wiyon-wofle
pada abad ke-18 dan 19 in, dianggap sebagai sesuatu pernilaian yang cenderung mengabaikan
nilai-nilai wiyon-wofle. Umumnya terjadi karena tidak cukup pemahaman yang baik tentang sisi
koherensi daripada teologia wiyon-wofle secara tersistem. Sebenarnya dibutuhkan kajian
mendalam untuk menggali dan memanfaatkan nilai-nilai teologia wiyon-wofle sebagai sesuatu
yang bukan sekedar abstraktif, akan tetapi ada. Nilai-nilai teologia wiyon-wofle yang bersumber
dari teologianya yang begitu sacral, lebih banyak mengandung nilai-nilai kausalitas yang mampu
menolong manusia sebagai sesuatu yang diimani. Sebagai nilai-nilai wiyon-wofle ini bisa diurai
menjadi elaborasi yang rasional, yang mudah dimengerti dan dilakukan dalam kehidupan sehari-
hari dalam kehidupan suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, sezaman, sedangkan sebagian
lainnya telah diformulasikan menjadi ajaran atau dogmatika yang mendogmatikan penganutnya
serta dapat dijadikan pesan pengajaran atau (watum, bo tgif, bo snyuk dan vito).
Nilai-nilai teologi wiyon-wofle dikatakan sebagai humaniora kerohanian dan orang
maybrat, imian, sawiat(yang berorientasi pada spiritualitas dan keimanan) dan teologi yang
menyatu dan hormat kepada kehidupan orang maybrat, imian, sawiat. Teologi wiyon-wofle
dianggap sebagai agama dan merupakan agamanya suku bangsa Maybrat, imian, sawiat, papua.
Nilai-nilai yang tergali dari khasanah witon-wofle ini telah menjadi bukti empirik bahwa
sesungguhnya teologi wiyon-wofle bukan suatu ilusi atau imajinasi, tetapi memang sesuatu yang
terdiri atas proposisi dan aksiomatika yang koheren tentang singularity pada citra sang realitas
tertinggi(Tuhan) itu sendiri.
Dengan analogi pemikiran yang sama,perlu dikembangkan penafsiran dan pengkajian
terhadap nilai-nilai wiyon-wofle. Diperkirakan tidak akan jauh dari kenyataan-kenyataan tersebut
diatas, walaupun dalam kadar kenyataan yang berbeda(karena ekaristi yang berbeda).
4) Praktik Pendidikan Berbasis Wiyon-Wofle.

Hamah Sagrim 161


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Keistimewaan-keistimewaan pendidikan berbasis wiyon-wofle di wilayah Maybrat,


Imian, Sawiat Papua, ditopang oleh tiga pilar utama, yaitu meliputi; raa wiyon-nawofle (guru),
bobot (raja), raa kinyah (rayat), dan yang memiliki potensi terbesar dalam melakukan praktik
pendidikan berbasis wiyon-wofle adalah “Raa wiyon-Na wofle” sebagai guru.
Para pendidik “Raa wiyon-Na wofle” secara resmi melakukan aktivitas Pendidikan
berbasis wiyon-wofle sebagai dasar pembentukan dan pemuridan. Dalam praktik pendidian
wiyon-wofle (mber wiyon) dituntut oleh tujuh (7) azaz keberpijakan praktika, yaitu; 1) Tertib
dan Damai, 2) Nasehat, Firman, dan Petunjuk khusus (watum, vito, dan bo’snyuk), 3)
Kemanusiaan dan Kemasyarakatan, 4) Non Diskriminatif, 5) Tidak ada bantuan yang
mengikat, 6) Beriman dan Lembut, 7) berorientasi kepada ajaran dan pemuridan.
Raa wiyon-na wofle atau pendidik dalam sistem pendidikan wiyon-wofle (mber wiyon),
adalah guru yang memberikan bimbingan selalu dalam proses pendidikan berbasis wiyon-wofle
dengan kepemimpinan yang spiritual dan terfokus kepada wiyon-wofle. Dalam pola pengajaran,
adanya pola kerjasama dan garis komando serta batas-batas kerja dan batas-batas pergerakan
akan ekaristi didalam ruang kemah atau sekolah (k’wiyon-bol wofle) antara guru bantu (raa
wiyon-na wofle) dan guru kepala (raa bam-na tmah) yang selaras dan harmonis dalam
penyelenggaraan pendidikan inisiasi. Dalam penyelengaraannya, biasanya dilakukan dengan tiga
(3) elemen utama sebagai pusat pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini, yakni;
1. Lingkungan keluarga (raa mabi); keluarga memiliki peranan utama dalam
pembentukan karakter seorang anak (raa iin-na iin) sebelum akan menjadi murid (wiyon
tna). Keluarga sebagaimana layaknya, bahwa seorang anak sebagai murid, sedangkan
ayah dan ibu adalah guru.
2. Lingkungan Perguruan (k’wiyon-mbol wofle); perguruan memiliki peranan kedua
dalam membentuk seorang anak (wiyon tna) menjadi orang yang arif, penuh tanggung
jawab, beriman, takut akan kefanaan. Dipersiapkan sebagai orang-orang yang akan
bertumbuh sebagai seorang pemimpin besar, penolong dan utusan Tuhan ditengah-
tengah masyarakat.
3. Lingkungan Masyarakat (rayat); lingkungan masyarakat memiliki peranan ketiga
dalam membentuk seorang anak (wiyon tna), lingkungan masyarakat sebagai lingkungan
dimana semua pengajaran yang diterima akan diterapkan atau tersalurkan.

Hamah Sagrim 162


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Ketiga pusat ini dilakukan berdasarkan azaz, ciri, dan dasar pendidikan inisiasi wiyon-wofle
yang begitu prinsipil.
Praktik pendidikan inisiasi berbasis wiyon-wofle ini sebagai suatu praktik pendidikan
yang membentuk karakter dasar serta memerdekakan batin ini lebih banyak dilakukan dalam
keluarga (raa mabi), sedangkan pengajaran yang memerdekakan pikiran, lebih banyak terjadi
dalam perguruan/sekolah (k’wiyon-mbol wofle), dan budi pekerti atau budi pekerja sebagai suatu
target tujuan pendidikan yang dominan dalam inisiasi wiyon-wofle. Untuk lingkungan
masyarakat, sebagai pusat penyaluran semua yang diterimanya.
Penyelenggaraan pendidikan berbasis inisiasi wiyon-wofle ini berpola pengasramaan. Hal
ini dimaksudkan untuk mendekatkan fungsi keluarga dengan perguruan tinggi/sekolah (k’wiyon-
mbol wofle) walau didalamnya terdapat aturan-aturan yang dianggap sakral dan begitu memiliki
sifat-sifat yang sangat inheren dan tidak boleh dilanggar, baik oleh keluarga maupun seorang
murid dari keluarga tersebut. Dengan menempatkan para guru (raa wiyon-na wofle) sebagai guru
bantu dan guru kepala (raa bam-na tmah) sebagai guru kepala bersama siswa didalam asrama
(k’wiyon-mbol wofle).
Tak ada pilar “keistimewaan” pendidikan lain pada saat ini yang berpotensi
menyelenggarakan pendidikan berdasarkan pendidikan pola inisiasi wiyon-wofle pada
perkembangan saat ini. Misalnya seperti pendidikan nasional yang mana menggelar pendidikan
yang cenderung menggunakan ideologe liberalisme, yang menyebabkan diskriminasi terhadap
nilai-nilai pendidikan lokal yang ada.
5) Inisiasi Wiyon-Wofle Sebagai Pendidikan Karakter dan Kepribadian
Seorang Murid (Wiyon Tna).
Inisiasi wiyon-wofle sebagai salah satu aktivitas pendidikan tradisional orang Maybrat,
Imian, Sawiat, Papua, yang berguna untuk membangun sumberdaya manusia diwilayah Maybrat,
Imian, Sawiat, yang mana dalam pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini mampu membentuk
manusia sehingga menjadi orang yang berwawasan luas. Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini
menyangkut seluruh aspek kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, baik dalam pemikiran,
pengalaman, maupun perilaku serta iman percaya.
Pendidikan inisiasi wiyon-wofke ini secara kuantitatif bertujuan mendidik, mencerdaskan
dan mendogmatikkan setiap murid (wiyon tna). Sedangkan secara kualitatif bertujuan
membangun jemaat atau pengikut wiyon-wofle seutuhnya, yaitu membangun keimanan,

Hamah Sagrim 163


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kepribadian, budipekerti, pengetahuan, keterampilan, dan membangun suatu tanggungjawab


yang besar serta kekudusan kaum wiyon-wofle (raa wiyon-na wofle). Tujuan utama pendidikan
inisiasi wiyon-wofle ini adalah untuk pemuridan, demi keberlanjutan akan pekabaran tentang
wiyon-wofle, serta membentuk seorang murid (wiyon tna) sebagai anak didik yang dibentuk
menjadi para abdi atau teolog (raa wiyon-na wofle) yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya,
serta merdeka dalam kesuciannya.
Pendidikan inisiasi wiyon-wofle, merupakan pendidikan yang berhasil member kemajuan
akan bertumbuhnya budipekerti (kekuatan batin, dan karakter), pikiran (intelektualitas) dan iman
serta tubuh, baik secara jasmaniah maupun sekular. Dalam pengertian pendidikan inisiasi
pendidikan wiyon-wofle, aspek-aspek tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagiannya,
agar seorang murid (wiyon tna) dapat memajukan kesemurnaan hidupnya, yakni kehidupan dan
penghidupan mereka yang selaras dengan dogmatika dalam pendidikan inisiasi wiyon-wofle.
Pendidikan inisiasi wiyon-wofle menurut fahamnya adalah pendidikan yang berdasarkan
garis hidup dari teologianya dan ditunjukkan untuk keperluan perikehidupan manusia yang
mana setiap mata akan tertuju kepada wiyon-wofle sebagai Tuhan yang singular, sehingga
dapat menerima berkah dengan kemuliaan. Pendidikan karakter dan kepribadian ini
mempergunakan syarat-syarat yang selaras dengan ekaristi dan dogmatika wiyon-wofle untuk
menuju kepada kesucian, serta ketertiban dan kedamaian secara jasmaniah dan rohaniah.
Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebtu, maka pendidikan karakter dan
kepribadian seorang murid (wiyon tna) dilaksanakan dari lingkungan keluarga (raa mabi),
sebagai intervensi dan pembentukan karakter awal, sekolah/perguruan (k’wiyon-mbol wofle),
sebagai pendidik, dan masyarakat (rayat) sebagai pusat pertunjukkan akhir (sana wiyon).
Pendidikan karakter dan budi pekerti oleh orang melalui pembiasan-pembiasan dalam kehidupan
sehari-hari, sedangkan disekolah (k’wiyon-bol wofle) dilakukan oleh guru (raa wiyon-na wofle)
sebagai pendidik melalui budipekerti (watum), dengan focus utamanya pada metode mendidik
karakteristik.
“Watum” sebagai suatu penasehatan itu sendiri yang bertujuan untuk membentuk
karakteristik seorang murid (wiyon tna) secara terintegrasi dalam setiap pertemuan (maut aken).
Pada saat subu sebelum menerima sarapan, otomatis seorang raa wiyon-na wofle atau guru
terlebih dahulu menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan karakter dan
kepribadian melalui penasehatan dan rahasia (watum dan bo’snyuk). Tujuannya agar supaya

Hamah Sagrim 164


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

seorang murid (wiyon tna) tidak hanya pintar, akan tetapi juga berkarakter dan mempunyai
kepribadian yang baik sehingga ia tidak gagal dalam pendidikannya (ytah kỏn). “watum” ini
bertujuan untuk mengarahkan seorang murid sehingga terbentuk sebagai manusia yang
berpengertian tinggi, pintar, sopan, santun, hormat kepada orang tua, berdisiplin, dan yang
terutama adalah menjaga kesucian dan tidak akan keluar dari jajnji-janji khususnya (bo’snyuk)
dengan Tuhan (wiyon-wofle). Sedangkan ditengah kehidupan bermasyarakat, seorang murid
(wiyon tna) diajarkan untuk dapat memberikan pertolongan, mengusir roh jahat, menyembuhkan
orang sakit, menangkal racun dari pagutan ular dan lain sebagainya.
6) Karakter dan Identitas

Pendidikan inisiasi wiyon-wofle, merupakan manifestasi dari falsafah atau kepercayaan suku
bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, Papua yang mengandung sistem nilai, dan norma-norma atau
dogmatika dalam teologia yang berwujud kepercayaan, imanen, dogmatika dan ekaristi. Tujuan
pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini adalah untuk memberikan nilai-nilai outonomia, equity, dan
survival.
Outonomia; artinya: Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini memberikan suatu kesadaran akan
pengetahuan dan kemampuan kepada para murid (wiyon tna) secara individu untuk dapat
mandiri dan hidup dalam suatu kehidupan yang lebih baik.
Equity; artinya: tujuan Pendidikan inisiasi wiyon-wofle emberikan suatu kesempatan kepada
suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, untuk dapat menjada serta melanjutkan pendidikan inisiasi
wiyon-wofle sebagai sebuah sarana yang memberikan kebahagiaan dan ketenangan.
Survival; artinya: Pendidikan inisiasi wiyon-wofle ini akan menjamin pewarisan wiyon-
wofle dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Berdasarkan ketiga nilai tersebut, pendidikan inisiasi wiyon-wofle mengembangkan tugas
untuk menghasilkan seorang anusia yang lebih baik, yaitu manusia (raa wiyon-na wofle) yang
beriman, hidup dalam kekudusan, berkebudayaan, berperadaban mandiri, bertanggung jawab,
dan mampu memahami serta bertanggung jawab serta memberikan pertolongan kepada orang
lain, memelihara anak-anak terlantar (ytos gu awe) serta yang terutama memberikan noma moral
dalam kehidupan. Wiyon-wofle sebagai pokok teofani Raa wiyon-na wofle, yang mana
merupakan dasar sekaligus jalan menuju keselamatan sebagai tujuan utama dalam perjalanan
pengajaran dan dogmatika wiyon-wofle yang dikerjakan dalam hidup seorang abdi wiyon-wofle
(raa wiyon-na wofle). Merujuk kepada tujuan pendidikan inisiasi wiyon-wofle, aktivitas ini telah

Hamah Sagrim 165


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mampu membentuk seorang manusia fana menjadi manusia sekular, menjadikannya berkarakter
sekular, cinta dan berbakti kepada ekaristi dan dogmatika wiyon-wofle sebagai dasar pijakan
iman mereka. Mempunyai kemampuan, kesucian dan beriman teguh sehingga sanggup bekerja
keras untuk membangun kejayaan wiyon-wofle demi keberlanjutnannya.
Peran pendidikan inisiasi wiyon-wofle, khususnya melalui metode didikan karakter dan
kepribadian ini, sangat diperlukan dalam kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat, saat ini untuk
mengembalikan jatidiri suku bangsa mereka, sehingga rasa percaya diri serta rasa takut terhadap
kejahatan yang dilakukan oleh mereka akan adanya suatu kesadaran tinggi serta mau bekerja
keras dan mengenal akan jatidiri mereka serta mengenali bangsanya demi kejayaan dan masa
depan wiyon-wofle sebagai bentuk warisan dari Tuhan sebagai sarana yang menghubungkan
mereka dengan Tuhan.
7) Implementasi Inisiasi Wiyon-Wofle Sebagai Pendidikan Karakter dan Kepribadian

Dalam pendidikan diruah sebagai intervensi awal pembentukkan karakter yang berlangsung
sehari-hari, orang tua hendaknya selalu menanamkan nilai-nilai kehidupan yang diperlukan
kepada anak-anaknya, terutama kepada seorang anak laki-laki. Pendidikan jenis ini menyangkut
nilai-nilai moral, sosial, budaya, ekonomi dan etika/etiket. Karena criteria seorang anak yang
dapat lolos sebagai murid (wiyon tna) adalah yang telah diseleksi dan memiliki criteria-kriteria
tersebut diatas, dan terutama menyangkut kedewasaan berpikirnya dalam kehidupan
dikeluarganya bahkan dikalangan masyarakat sekitar, sehingga karakter anak sudah terbentuk
sejak awal. Bahkan pendidikan dalam keluarga dapat dimulai semenjak anak ada dalam
kandungan ibu. Melalui pembiasan-pembiasan kehidupan ibu yang teratur dan baik pada saat
mengandung akan mempengaruhi karakter seorang bayi juga, karena demikian akan berpengaruh
pada janin yang sedang dikandung (psikologi pertumbuhan).
Pendidikan disekolah (mber wiyon) dapat dilaksanakan dengan salah satu pola pendidikan
yaitu pendidikan budipekerti (watum) atau nasehat, yang terintegrasi langsung dalam setiap
prosesi pengajarannya (raa mber). Saat guru (raa wiyon-na wofle) mengajarkan materi pelajaran,
otomatis para guru “raa wiyon-na wofle” menamkan nilai-nilai yang terkandung dalam mata
pelajaran (bo tgif, dan vito) tersebut, sehingga murid (wiyon tna) dapat menguasai materi
pelajaran sekaligus menghayati serta menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam
mata pelajaran sebagai sesuatu yang rahasia (bo snyuk) yang mana menjadikan seorang murid
(wiyon tna) mampu mengamalkannya didalam kehidupannya sehari-hari sepanjang alhayatnya.

Hamah Sagrim 166


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

B. Keprcayaan Tradisional Wiyon-Wofle VS Kepercayaan Injili Prologue


Orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada zaman lampau telah menjalankan suatu aktivitas
kepercayaan mereka yang disebut wiyon-wofle. Ketika pada abad pertengahan ke-18, mereka
akan memasuki abad perkenalan yang mana merupakan masa transisi kepercayaan bagi mereka
yang mana Kristen telah merasuki wilayah mereka sehingga kebanyakan pemimpin-pemimpin
agama suku ini menjadi sasaran terror pembawa injil yang cenderung dengan mendeskritkan
mereka dengan kata (kafir), penyembah berhala, penyembah setan. Pertanyaan Raa wiyon-Na
wofle bahwa “dapatkah Tuhan diberikan definisinya?” hendaknya dijawab secara positif bahwa
semua hal didunia ini dapat diberikan suatu definisi. Demikian juga kepada wiyon-wofle
(Tuhan). Bahkan definisi tentang Tuhan, sebagaimana yang diberikan kepada Tuhan injili yang
banyak diberikan oleh para ahli teologia kristiani. Makna dari definisi Tuhan, sebagai
pengungkapan iman percaya setiap umat manusia dalam kepercayaan mereka kepadaNya.
Iman percaya tradisional atau imanen adalah suatu makna yang luas, dan adalah
merupakan suatu penggunaan budipikiran dan keyakinan untuk menghasilkan suatu keteguhan
bagi Roh manusia. Ini meliputi pengungkapan harapan yang jelas mengenai keteguhan iman
percaya manusia mengenai Tuhan, sebagaimana orang Maybrat, Imian, Sawiat, seperti keimanan
mereka kepada wiyon-wofle (Tuhan). Tetapi keteguhan iman percaya orang Maybrat, Imian,
Sawiat, juga menerima Tuhan injil Kristen sebagai sosok yang diimani; daftar iman ini dapat
diperpanjang. Karena keimanan terhadap Tuhan yang abstrak terlihat dalam setiap aktivitas
gerejani, baik gereja-gereja injili Kristen dan gereja-gereja natural. Dalam melaksanakan
peribadatan, teologi Kristen mengharuskan adanya suatu ruang atau gedung gereja sebagai
tempat peribadatan yang formal bagi umat Kristen di seluruh dunia. Dalam teologi wiyon-wofle
juga mengharuskan adanya suatu bait suci (gereja atau k’wiyon-bol wofle) yang berdiri sebagai
tempat atau ruang peribadatan dan pengajaran Raa wiyon-Na wofle (mber wiyon-wofle).
Peribadatan atau kegiatan penyembahan yang dilakukan setiap umat manusia adalah
sebuah kegiatan yang menjelajahi dan menciptakan pertumbuhan rohani yang baru dalam cara
mendengar akan pengajaran tentang firman Tuhan dan merupakan suatu cara pengetahuan baru
yang melebihi akal pikiran yang disajikan secara perlambangan kepada Tuhan yang dipercaya
sebagai suatu kebulatan iman yang mencerminkan keteguhan iman itu. Ketegasan Raa wiyon-Na
wofle dalam teologia wiyon-wofle’ disini disebut kepercayaan tradisional sebagai Tuhan mereka
(wiyon-wofle) yang maha suci dan maha kuasa. Wiyon-wofle sebagaimana yang dikatakan oleh

Hamah Sagrim 167


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

para teolog wiyon-wofle – Raa wiyon-Na wofle – adalah Tuhan yang tidak bisa dibatasi, Ia
memiliki cakupan ruang yang tanpa batasannya dan wiyon-wofle mampu menjelma dan
merasuki alam pikiran manusia sampai pada bagian-bagian tertentu. Ferifikasi dalam keimanan
itu tidak mudah untuk di eareserkan begitu saja oleh kalangan tertentu manapun, karena suatu
alasan bahwa Tuhan tradisional atau Tuhan moderen adalah Tuhan yang benar-benar ada
bersama-sama manusia, dan kedua Tuhan dalam persepsi tradisional dan moderen sama-sama
dipertahankan sebagai sang maha suci oleh masing-masing penganutnya. Ia tumbuh dan
berkembang bersama setiap suku bangsa pada wilayah mereka masing-masing tanpa mengalami
kekurangan apapun Ia sebagai Tuhan yang utuh, dan Ia lebih dahulu mengenal setiap suku
bangsa dibumi dan suku bangsa telah mengenal Dia sebelum Nama Tuhan dari bahasa lain
memasuki wilayah mereka. Suatu Entitas yang tampak bahwa Tuhan tradisional dapat mampu
dipercaya dan selalu dipertahankan oleh setiap suku, walaupun cara yang mereka gunakan dalam
mengetahui Tuhan tidak melalui suatu catatan kitab suci yang dituliskan, namun Tuhan telah
mengunjungi semua suku bangsa di dunia dengan meninggalkan pesan-pesan singkat dan suci
melalui manusia pilihanNya bahkan juga melalui tulisan pada benda yang selanjutnya sebagai
pegangan dan dogmatika teologi. Teologi wiyon-wofle adalah suatu teologia yang penerapannya
menyangkut aktivitas gerejani tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang menjelajahi setiap
penganut dan selanjutnya menciptakan suatu kenyataan iman yang baru dalam keteguhan iman
mereka yang mungkinsaja melebihi akal dan menyajikannya secara perlambangan dalam suatu
kebulatan iman yang mencerminkan keyakinan kepada Tuhan mereka (wiyon-wofle). Teologi
wiyon-wofle merupakan suatu pengajaran yang dikenal oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat,
sebagai suatu manifesto kekuasaan daripada wiyon-wofle (Tuhan) yang mana bukan merupakan
suatu teologi yang dianggap sederhana atau gampang atau tidak rumit, namun teologi wiyon-
wofle adalah suatu aktivitas yang melibatkan manusia dan unsur ilahiah dan kemanusiaan untuk
tenggelam kedalam alur dan pengajaran teologia wiyon-wofle itu. Aktivitas keimanan suku
bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, ini menunjukkan bahwa para teolog wiyon-wofle secara sadar
dengan perantara para imam besar mereka dibimbing dan diajarkan tentang dogmatika-
dogmatika yang dilekatkan dalam teologi wiyon-wofle tentang wiyon-wofle (Tuhan) yang
mereka sembah. Mungkinsaja iman percaya suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, memberikan
suatu harapan yang signifikan tentang jalan keselamatan dalam perjalanan melalui kepercayaan
mereka. Kali ini merupakan suatu pengungkapan alasan iman percaya orang Maybrat, Imian,

Hamah Sagrim 168


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Sawiat, terhadap wiyon-wofle yang mungkin memberikan harapan abadi yang begitu mandiri
dan berdiri sendiri. Gagasan serupa akan di akui oleh umat Kristen tentang kepercayaan mereka
kepada Tuhan injili. Merupakan suatu gagasan iman kristiani yang mengharukan.
Iman percaya merupakan suatu kebulatan hati yang secara relatif terpisah dan saling
berkaitan sendiri, yang dihasilkan oleh keteguhan dan penyerahan diri yang diharuskan
mengikuti firman-firman terhadap Tuhan tunggal. Hal ini merupakan suatu kebulatan iman yang
terkafer dalam kepercayaan itu. Iman itu tersusun dari pengharapan akan Tuhan yang disembah.
Mengenai keimanan bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, hal keimanan telah ada semenjak
kepercayaan mereka akan wiyon-wofle dan mungkinsaja memiliki artikulasi sebutan kata iman
yang berbeda, namun memiliki suatu kesamaan. Secara logis, hal iman mempunyai suatu arti
yang sama dengan kepercayaan dan keimanan seseorang akan semakin sungguh-sungguh karena
benar-benar ia mempercayai akan Tuhan.
Bagi suku bangsa Maybrat, Imian, Sawait, iman percaya mereka kepada Dia yang maha
kuasa, telah ada dan berkembangnya iman percaya mereka berkaitan dengan hubungan antara
wiyon-wofle. Karena segala sesuatu dalam iman, adalah ekspresif dari kepercayaan dan
pengimanan akan Tuhan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa iman adalah suatu jawaban
terakhir dari orang percaya. Demikian sebagaimana orang Maybrat, Imian, Sawiat, dalam
ungkapan mereka bahwa mereka percaya kepada wiyon-wofle, berarti dapat disimpulkan bahwa
orang Maybrat, Imian, Sawiat, adalah orang yang beriman atau orang-orang yang sudah
mempunyai iman.
Menurut kami, bahwa iman setiap orang memiliki kekuatan yang luarbiasa dan hal itu
perlu dihargai. Bentuk ini bukan suatu cirri objektif iman akan tetapi merupakan sesuatu hal
yang melibatkan hari, jiwa, raga dan roh, seseorang, Secara terus menerus dalam
mengekspresikan keimanannya. Suatu contoh, misalnyasaja seorang teisme kuno yang
ditanyakan dengan pertanyaan “apakah anda percaya Tuhan?” bisa saja ia menjawab “Ya!, saya
percaya”, dan jawabannya belum tentu mengarah kepada Tuhan injili atau Tuhan dalam agama
moderen lainnya, akan tetapi mungkin jawaban kepada Tuhan tradisionalnya. Karena sebutan
Tuhan bukan saja digunakan khusus oleh satu agama tertentu, namun ia dikenal dan dipercaya
serta disebut-sebut oleh berbagai agama yang ada, baik agama moderen bahkan agama suku,
karena yang dipercayai itu dianggap sebagai Tuhan mereka.

Hamah Sagrim 169


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

C. Difusi Ajaran dan Pemikiran Kristen dalam Sejarah Kristiani di Maybrat Imian
Sawiat-Tehit Papua.
Bagian ini mendiskusikan sejarah fusi antara ajaran injil kristen dengan nila-inilai
lokal di Maybrat Imian Sawiat-Tehit dan peran agamawan dalam menciptakannya. Melalui
telaah histories, penulis mengungkapkan bahwa di awal sejarah kristen dan kurun moderen
terbagi dalam sikap mereka terhadap tradisi lokal menjadi dua kelompok: konservatif dan
inklusif. Kelompok konservatif berupaya mengkristenkan tradisitradisi lokal, sementara
kelompok inklusif mengharmonikan ajaran Kirsten dengan nilai-nilai lokal. Gagasan seperti ini
sering dibicarakan di ruang publki seperti Gereja. Disamping itu, issu tentang modernisasi sistem
pengajaran Kristen juga menjadi topik bahasan dalam paper ini. Kesemuanya memainkan peran
signifikan dalam penyebaran kristen di wilayah Maybrat Imian Sawiat-Tehit Papua.
Kata Kunci : difusi, ajaran Kristen, nilai-nilai lokal, agamawan, konservatif, inklusif.
Maybrat, Imian, Sawiat merupakan tiga sub suku bangsa dari suku bangsa bonberai, yaitu
suku bangsa yang memiliki sistem kekerabatan patrilineal.1) Suku bangsa ini, mempunyai alur
sejarah penyebaran penduduk yang unik dan “agak” mistik atau penuh dengan cerita dan
mitologi tua. 2) Wilayah Maybrat, Imian, Sawiat-Tehit Papua awalnya merupakan daerah yang
homogen eksklusif, dengan daerah yang sangat kecil, namun karena proses alamiah yang
ditandai dengan sistem kekerabatan dan perkawinan serta sistem bermain kain timur, maka
terbentuklah wilayah yang luas seperti sekarang ini, dengan wilayah kekuasaan atau jajahan yang
dibedakan berdasarkan jejak penggunaan bahasa. Misalnya daerah Maybrat merupakan daerah
jajakan atau jajahan bahasa Maybrat, daerah Imian merupakan daerah jajakan atau jajahan
bahasa Imaian, dan daerah Sawiat-Tehit merupakan daerah jajakan atau jajahan bahsa Sawiat-
Tehit .
Berikut dibawah ini adalah sistemm kekerabatan tradisional yang dianut oleh orang Maybrat,
Imian, Sawiat:
1. Sistem kekerabatan Patrilineal masuk ke dalam kekerabatan Maybrat Imian Sawiat tidak
dapat dilepaskan dari faktor sejarah Patrilineal Portugis yang masuk ke wilayah ini. Sistem
ini dibawa oleh Pencari rempah-rempah pada masa Penjelajahan Bangsa Portugis, kemudian
para pedagang ini menggunakan orang Papua sebagai opas suruhan mereka yaitu orang Fak-
Fak.

Hamah Sagrim 170


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2. Ada bomna adat dan ada bomna sejarah, bomna adat menceritakan seputar masalah adat
Maybrat, Imian, Sawiat-Tehit, sedangkan bomna sejarah menceritakan masalah sejarah yang
berkaitan dengan ke-Maybratan, Ke-Imianan dan Ke-Sawiatan-Tehit. Hunian yang pertama
di huni oleh klen atau keret adalah dusun, dan sampai saat ini diakui sebagai hak ulayat
budaya mereka. Pada awalnya kekerabatan klen menjalankan kehidupan secara alamiah,
kemudian akibat perkembangan jumlah individu dan terbentuknya daerah-daerah kampong
yang baru, maka dideklarasikan kampung sebagai sistem pemerintahan. Menurut penelusuran
sejarah yang telah kami lakukan, pada awalnya kampung terbentuk akibat akumulasi dari
tiga proses pemukiman yang dibentuk dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat-Tehit,
yakni keret, dusun, dan kampong. Dalam pemukiman keret, orang Maybrat, Imian, Sawiat-
Tehit hidup secara sederhana dan belum hidup berkelompok dengan kelen lain sebagai
kerabat klen atau kerabat keret, yang mana baru setelah pada masyarakat dusun terbentuklah
kelompok kecil yang terdiri dari kerabat klen dekat. Masyarakat dusun yang terdiri sekurang-
kurangnya dari tiga kelompok klen dinamakan dengan pemukiman dusun kerabat klen
dengan kepemimpinan dipimpin oleh seorang tuan tanah (ra tabam-bobot) yang adalah
pemilik hak ulayat tersebut yang pemimpinnya adalah bobot-kapitan, dan setelah itu barulah
Kampung. Kampong merupakan kelompok sosial terkecil masyarakat Maybrat, Imian,
Sawiat-Tehit, yang mempunyai sistem dan struktur kepemimpinan tersendiri, yaitu kepala
kampong. Seseorang yang sebagai kepala kampong pada waktu itu adalah orang yang
mengerti akan beberapa bahasa, dan cerdik pandai, di mana kekuasaan yang satu sama lain
terintegrasi dalam musyawarah dan mufakat.
Eksistensi pemerintahan kampung ini tidak berfungsi akibat digantikan oleh sistem
pemerintahan desa melalui UU no 5 tahun 1979. Sistem otonomi daerah di era reformasi
meenghidupkan kembali konsep berkampong melalui Perda No 9 tahun 2000. Akan tetapi,
berbagai hambatan dan masalah muncul ke permukaan disebabkan oleh ketidakjelasan konsep
dalam menghidupkan kampong itu.
Ditinjau dari aspek adat istiadat, orang Maybrat, Imian, Sawiat dipisahkan oleh dua
kubu, yaitu kubu yang satu di bawah kekuasaan bobot (Raja) dan kubu yang satu di bawah
kekuasaan Tuan. Bobot (raja) cenderung menjalankan sistem adat agak konservatif, sementara
itu Tuan lebih demokratis. Kedua adat ini lahir akibat konflik dalam dinamika keadatan,
Pemerintah dan agama dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Walaupun demikian, kedua

Hamah Sagrim 171


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kubu ini tetap dalam satu kesatuan Maybrat, Imian, Sawiat, dan sebagai formulasi Maybrat,
Imian, Sawiat pluralitas dalam praktik sosio kultural.
1. Sejarah Kristen di Maybrat, Imian, Sawiat.
Maybrat, Imian, Sawiat, berdasarkan sosiografis terdiri dari dua wilayah yakni, Tehit dan
Sfa, masing-masing mempunyai tipologi dan struktur bahasa yang berbeda-beda tetapi agama
yang sama. Wilayah Tehit merupakan wilayah geologis yang terletak di pesisir pantai dengan
matapencaharian penduduk adalah nelayan, sedangkan Sfa terletak di pegunungan dan
merupakan wilayah pertanian yang subur dengan penduduk bermata pencahariannya sebagai
petani.
2. Tehit dalam Konstelasi Agama di Maybrat, Imian, Sawiat.
Dalam penyebaran Kristen di Maybrat, Imian, Sawiat, wilayah Pantai mempunyai arti
penting untuk dikaji dan dijadikan pijakan sejarah, karena datangnya Kristen di Maybrat, Imian,
Sawiat, tidak lepas dari proses interaksi ekonomi antara pedagang Portugis yang datang melalui
Fak-Fak dengan mencari rempah-rempah dan burung cenderawasih sehingga memperkenalkan
beberapa bahan pecah belah sebagai peningkatan terhadap ekonom pribumi (Tehit 1958) Selain
itu, wilayah pesisir termasuk daerah metropolis karena menjadi jalur perlintasan transportasi dan
persinggahan para ekonom asing. Kontak budaya dan agama lebih cepat diakses dan diakumulasi
oleh masyarakat Tehit. Dalam penyebaran Kristen di Maybrat, Imian, Sawiat, wilayah pesisir
atau Tehit menjadi wilayah sentral perkembangan Kristen. Informasi sejarah tentang ini dapat
dilacak melalui pembawa agama yang datang melalui sungai kaibus Tehit oleh penginjil yang
bernama Yotley, Matatula dan didampingi oleh Pdt. J. Wetstein, yang mana mereka menyisiri
wilayah Maybrat, Imian, Sawiat-Tehit, melalui sungai kaibus di pesisir pantai Tehit, mereka
menyebarkan Kristen dengan tradisi Maybrat, Imian, Sawiat -Tehit, yakni sebuah tradisi yang
mana membutuhkan waktu untuk mempelajarinya dengan baik. Yang terutama dipelajari adalah
bahasa daerah, yaitu dipelajari dengan cara dua arah yakni pribumi dididik untuki mengerti
bahasa Belanda, dan disamping itu mereka juga mempelajari bahasa asli pribumi setempat.
Penyebaran Kristen dengan metode langsung berhadapan dengan pribumi. Ev. Yotley, Matatula
dan Pdt.Wetstein melakukan pendekatan persuasif dan dengan hati-hati mencoba menerapkan
Kristen dalam kehidupan pribumi di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Misalnya-Tehit,
Ev.Yotley, Matatula dan Pdt.Wetstein pernah mengajar injil kepada Silla Safkaur yang tidak
pernah mendengarkan injil, yang mana didogmatisasi dengan teologi Kristen bahwa manusia

Hamah Sagrim 172


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

berkewajiban mengawali pekerjaan dengan mengucapkan nama Tuhan Yesus Kristus sebagai
penuntun demikian seorang awam dalam kekristenan ini terus menang, kemudian Yesus Kristus
dijelaskan sebagai Sang Penyelamat dan Bapa segala berkat dan rahmat yang dari padanya
segala kegiatan harus memohon tuntunan dan restu dariNya dalam mengerjakan sesuatu.
Pendekatan persuasif ini berkembang dan direspon oleh masyarakat Maybrat, Imian,
Sawiat-Tehit, menjadikan Ev.Yotley, Matatula dan Pdt. Wetstein lebih leluasa menyebarkan
agama Kristen dengan ditandai mendirikan gereja untuk menyebarkan ilmu keagamaannya lebih
lanjut. Inilah pada awalnya agama Kristen mulai mendirikan lebaga pendidikan formal seperti
SD YPK, sebagai media transformasi pendidikan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Di antara
SD YPK, banyak mengubah orang Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi orang yang terpelajar, yang
mana dari berbagai kalangan masyarakat yang menuntut ilmu pendidikan formal. Kristen telah
membuat sebuah perubahan yang mempunyai pengaruh besar di wilayah Maybrat, Imian,
Sawiat Papua, walaupun lembaga pendidikan didirikan oleh Kristen dengan berdiri pada visi
misi Kristen yang mana diikuti oleh masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, terhadap kekristenan di
wilayah mereka.
Jejak dan kiprah Kristen masih dapat dilihat di wilayah setempat seperti SD YPK Bethel
Sauf yang mana sampai sekarang tetap digunakan sebagai lembaga pendidikan formil.
Di daerah Maybrat, Imian, Sawiat, banyak berjejer sekolah-sekolah dasar yang diberi nama YPK
plus nama yang sesuai dengan asal daerah yang membangunnya. Dalam praktek keseharian,
Sekolah-sekolah dan gereja-gereja tesebut diisi dengan kegiatan sembahyang (ibadah ekaristi)
oleh penginil dan guru sekolah minggu. Setiap bulan Desember, perkampungan ini terlihat begitu
ramai dikunjungi oleh penduduk setempat yang merantau jauh untuk melakukan ritual atau
natalan bersama yang mana telah mentradisi.
3. Peran Penginjil Dalam Penyebaran Kristen.
a. Tahap Awal Kristen di Maybrat, Imian, Sawiat, Papua
Kami mengamati bahwa penyebaran Kristen di dalam masyarakat manapun,
termasuk di Maybrat, Imian, Sawiat, melalui tiga tahap penyebaran, yaitu; melalui
perdagangan sebagai tahap pertama, dan sending, (Katolik) sebagai tahapan kedua dan
Penyebaran Murni oleh utusan penginjil (tahapan ketiga).
Tahap pertama adalah, melalui para pedagang. Tahapan ini, injil Kristen tidak
begitu diperkenalkan secara terbuka kepada orang Maybrat, Imian, Sawiat, tentang dasar-

Hamah Sagrim 173


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dasar Kristen sebagai agama yang dianut. Karena pada waktu itu, para pencari rempah-
rempah dan pedagang VOC melakukan doa-doa yang sifatnya tertutup antara pribadi
mereka dan melibatkan tuan rumah yang mempunyai rumah yang telah mereka nginap
sementara. Walaupun tahapan ini sangat tertutup dan pribadi, namun setidaknya telah
melibatkan keluarga dalam rumah sehingga dianggap bahwa Kristen sudah terdengar
diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Pada abad itu.
Tahapan kedua adalah tahap dimana Katolik mulai pengutus misionaris-
misionarisnya untuk menjangkaui wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Tahapan ini telah
berhasil menyusup dengan terbuka bagi masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dengan
ekaristi dan peribadatan yang jelas. Tahapan kedua ini merupakan tahapan pertama
dimana Katolik berhasil menjangkaui wilayah Maybrat, walaupun kini yang menganut
agama Katolik hanyalah beberapa orang saja yaitu yang berasal dari daerah Aifat, Mare,
Karon, Snopi dan sekitarnya. Mereka ini dari suku Meyah dan Meymaka. Suku ini adalah
anak suku dari suku bangsa Maybrat.
Tahap ketiga adalah tahap dimana GKI mulai memetakan wilayah jangkauan
untuk pewartaan injil Kristen. Tahapan ini dilakukan dengan baik dan berhasil hingga
saat ini. GKI begitu mampu menyusup ke-pedalaman wilayah Maybrat, Imian, Sawiat.
Pada tahapan inilah Kristen dikenal secara umum oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat,
yaitu pada abad pertengahan ke-18. penginjil yang telah berhasil menyebarkan ajaran
Kristen ini adalah Ev.Yotlei, Ev. Matatula dan Pdt. J. Wetstein. Pada akhir abad ke-18
orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai rukun dalam iman dan rukun Kristen.Dalam tahap
ini, dominasi perkenalan ajaran Kristen mulai merasuki pikiran orang Maybrat, Imian,
Sawiat, seperti gempuran bombaridir yang menghantam suatu benteng pertahanan yang
rapuh yang mana Kristen dengan tegas mengatakan bahwa perbuatan jahat adalah dosa
hal itu merupakan larangan yang adalah masalah hukuman dan balasan Tuhan terhadap
perbuatan yang dilakukan manusia. Pendeta atau penginjil memperkenalkan hukum
ibadah terhadap pengikutnya. Pada tahap ini, proses ekaristi gereja mulai berkembang
dan menjadi trend eksklusif bagi penganutnya. Sementara itu, kajian terhadap penyebaran
Kristen sebagai ajaran yang holistik dan sudah begitu menjadi perhatian, termasuk dalam
pengembangan pendidikan. sebelum terjadi pembaruan di wilayah Maybrat, Imian,
Sawiat, banyak orang Maybrat, Imian, Sawiat, terfokus pada tradisi teologi tradisional

Hamah Sagrim 174


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mereka yaitu wiyon-wofle yang dianggap oleh Kristen sebagai hal klasik dan berhala,
yang mana fokus pengajarannya seperti menghafal sifat ajaran-ajaran dan berpuasa serta
tertutup dan sacral dalam pendidikannya. praktik Kristen dan adat kebiasaan pada
wiyon-wofle abad itu sangat kuat pengaruh wiyon-wofle yang begitu secara tegas
sehingga masih terjadi sinkretisme dan pengejaran serta Kristen mulai mendogmatik
penganutnya dengan strategi mempengaruhi para bobot yang ada guna melepaskan
wiyon-wofle. Kondisi ini terjadi karena kristen datang dengan lunak. Di samping itu,
literasi Kristen lebih banyak dipergunakan oleh penginjil, sedangkan wiyon-wofle
menggunakan literasinya sebagai magis yang mana juga digunakan oleh pemimpin-
pemimpinnya, (raa wiyon-na wofle). Memang demikian bahwa dalam dokrin wiyon-
wofle ditekankan pentingnya literasi dalam botgif wiyon-wofle dipergunakan untuk
kepentingan-kepentingan magis ketimbang kepentingan ke ilmuan moderen pada waktu
itu. Singkatnya bo tgif wiyon-wofle lebih menekankan magis dari pada Ilmu; ekstasi
daripada pengalaman ketentuan-ketentuan hukum wiyon-wofle. Institusi terpenting
wiyon-wofle adalah perikatan-perikatan longgar, tetapi eksklusif yang berpusat dari
seorang individu yang nyaris dipandang suci, sehingga sering menciptakan kultus
indvidu. Kondisi hukum wiyon-wofle ini menyebabkan Ra wiyon-Na wofle atau Raa
bam-Na tmah sering memainkan multi peran. Disamping sebagai tokoh agama (tradisi),
ra wiyon-na wofle juga diyakini sebagai tabib, peramal dan seterusnya. Para pengikut
meyakini bahwa literasi yang dikuasai oleh Raa wiyon-Na wofle dapat digunakan sebagai
kekuatan magis. Raa wiyon-Na wofle sering didatangi pengikutnya tidak hanya berkaitan
dengan masalah keagamaan saja, melainkan juga menyangkut masalah kemagisan.
Dengan peran tersebut Raa wiyon-Na wofle itu dikultuskan, sebagaimana yang terjadi
pada saat itu dan hingga sekarang hal ini masih tersimpan dan walaupun masih dilakukan
secara tertutup. Seorang Raa wiyon-Na wofle mempunyai otoritas dalam suatu upacara
inisiasi dan biasanya dikultuskan sebagai orang “suci” dalam wiyon-wofle tersebut.
Berhubungan dengan masuknya Krisren. Pada akhir abad ke-18 ini bisa disebut dengan
gerakan penjangkauan jiwa-jiwa Kristen di kalangan Maybrat, Imian, Sawiat. Kelompok
penjangkau jiwa yang disebut penginjil dikenal dengan misionaris, atau lebih baik disebut
sebagai missionaris konservatif. Kelompok konservatif melihat bahwa kristen di kalangan
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, masih bercampur antara adat kebiasaan yang

Hamah Sagrim 175


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sinkretis dengan ajaran Kristen. Untuk itu diperlukan pemurnian ajaran Kristen yang
disebut dengan puritan. Gerakan puritan secara langsung atau tidak langsung menjadi
cikal bakal pergerakan nasionalis Kristen, yang mana hingga abad 19 terjadi aliran-aliran
Kristen pertobatan yang menyebutkan dirinya orang-orang bertobat. Orang- orang
bertobat ini mungkin mereka yang telah melepaskan segala ekaristi tradisional mereka
dan memfokuskan pikiran hati jiwa mereka pada injil Kristen.
b. Puritanisasi
Digerakkan oleh GKI dan Kristen pertobatan ini dalam catatan pengamatan
sejarah kami tentang Kristen di Maybrat, Imian, Sawiat, menjadi embrio gerakan
nasionalisme yang tergabung dalam gerakan Penginjilan. Kelompok puritan GKI pada
abad ke-18 mulai menjadi trend akan ekaristi gerejani sebelum Papua bergabung dengan
NKRI. Peran missionaris mempunyai double legal, yakni sebagai penginjil yang
menyempurnakan pemahaman dan penyebaran ajaran Kristen di tengah umatnya ketika
hendak melakukan puritanisasi di Maybrat, Imian, Sawiat. Gereja juga mempunyai
peranan besar dalam ikut menentukan nasip rakyat Papua dalam PEPERA 1969.

c. Tahap Modernisasi
Modern bukan diartikan sebagai “komponen Barat” tetapi lebih dimaknai sebagai
seting keilmuan dan kemajuan sains yang berakar dari nilai-nilai agama. Max Weber,
Robert N. Bellah dan Clifford Geertz, melihat agama sebagai inspirator dari sebuah
gerakan humanisasi, sain, budaya dan seterusnya. Durkheim juga mengungkapkan agama
itu sui generis, oleh Richardson disebutnya sebagai felt whole “perasaan menyeluruh”
yang dibangun oleh agama, sehingga agama hadir dalam konteks apa pun, dan dijadikan
sebagai inspirator oleh manusia sebagai makhluk Tuhan yang berakal untuk mencerahkan
peradaban. (Richardson 1967) Weber melihat modernisasi ekonomi lahir dari etika
Protestan. Bellah juga menemukan bahwa kemajuan politik dan budaya di Jepang tidak
dapat dilepaskan dari sprit Tokugawa. Di Nusantara, kata Geertz, agama telah
memberikan move perjuangan menuju kemerdekaan.
Proses modernisasi dilakukan melalui dua cara; Pertama, melalui injection
motivation, dan kedua melalui revolusi think tank. Cara pertama lebih dimotivasi oleh
kemajuan dunia luar. Di Maybrat, Imian, Sawiat, modernisasi dalam institusi pendidikan

Hamah Sagrim 176


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan diluar pada abad itu, yaitu terutama sistem
pendidikan Kolonial Belanda. Sistem ini dibawa oleh Pemerintah Belanda dan diterapkan
dalam sistem pendidikan formal orang Maybrat, Imian, Sawiat. Akhirnya, terjadi
pembaruan dalam isntitusi pendidikan Kristen menjadi Yayasan Pendidikan Kristen
(YPK dan YPPK), yang klasikal, namun selalu mengikuti perubahan sistem pendidikan,
walaupun terjadi perombakan-perombakan kurikulum pendidikan dari Kolonial menjadi
keindonesiaan. Cara kedua adalah mengilhami modernisasi melalui revolusi think tank,
yakni gagasan pembaruan Gereja yang datang dari pemikir-pemikir Gereja yang tidak
siap menerima ketertinggalan dalam percaturan dunia. Menurut kelompok ini,
ketertinggalan itu bisa diatasi melalui pengoptimalan pemahaman ajaran Kristen dan
Pengoptimalan Pendidikan Manusia. Dalam pandangan kalangan modernisasi Kristen ini,
ketertinggalan umat Kristen di Papua merupakan kesalahan Kristen juga, itu karena
memahami agama tidak secara rohaniah saja tetapi jasmaniah harus diperhatikan juga.
Disamping itu, keengganan menerima pluralitas sebagai khazanah dan fitrah budaya, dan
menjadikan perbedaan sebagai metode konfrontatif yang melelahkan. Akibatnya adalah
terjadi pembongkaran terhadap bangunan inisiasi tradisional wiyon-wofle. Setting
kelompok modernis ini tidak terjebak dalam pemikiran wiyon-wofle yang sempit,
biasanya lebih mementingkan keseimbangan pemahaman wiyon-wofle dengan bo snyuk.
Wiyon-wofle merupakan pemahan keagaman tradisional yang menuju kekayaan
tradisional, sedangkan Kristen adalah hukum yang didekonstruksi oleh Kristen dalam
kehidupan orang Maybrat, Imian, Sawiat. kedua ini tidak memiliki keseimbangan yang
ditemukan baik secara eksotorik dengan esotorik. Dalam hal ini, yang lebih tegas
dilakukan oleh kelompok modernis Kristen adalah meletakkan Kristen sebagai ideologi
atau paradigma dalam transformasi social ditengah masyarakat. Tugas inilah yang
akhirnya dilakukan oleh agamawan atau penginjil, tetapi tidak semua Penginjil dapat
menjalankan missi tersebut, sehingga tugas tersebut banyak diambil alih oleh kelompok
akademisi yang terdidik dan menaruh perhatian terhadap Kristen. Era ini di Maybrat,
Imian, Sawiat terlihat pada Modernisasi Kristen yang dipahami sebagai perubahan
paradigma pemikiran umat Kristen, bukan membangun definisi Kristen yang baru
melainkan dianggap sebagai suatu penginjilan. Dilihat dari alur pemikiran, lahirnya
paradigma ini disebabkan “ketidakrelaan” kelompok pemikir Kristen terhadap

Hamah Sagrim 177


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

ketertinggalan umat Kristen dalam “merancah” dunia sosialnya, serta pandangan sempit
penginjil tentang Kristen yang hanya ditarik dari satu sisi yaitu iman dan roh sehingga
pemikiran umat Kristen dalam mentransfer literasinya ke dalam dunia nyata cenderung
terhambat. Di Maybrat, Imian, Sawiat, paradigma pemikiran modernisasi Kristen ini
sebenarnya sudah muncul semenjak lahirnya puritanisasi sebagai pendobrak pemurnian
pemahaman Ktisten orang Maybrat, Imian, Sawiat yang masih kental dengan budaya
inisiasi. Namun, modernisasi Kristen lebih berkembang ketika akhir abad ke-18 seiring
dengan bergeraknya kaum agama mendirikan Yayasan Pendidikan Kristen (YPK, YPPK)
membangun sekolah-sekolah agama modern di Maybrat, Imian, Sawiat. Modernisasi
Kristen lebih menekankan pada pembentukan karakteristik umat Kristen untuk
memanifestasikan hidup dalam konteks keberagamaan yang sesungguhnya. Oleh sebab
itu, diperlukan pengajaran dan sisitem pendidikan agama yang signifikan terhadap tujuan
tersebut. Maka dalam modernisasi awal ini, sangat kentara terjadinya pembaharuan-
pembaharuan institusi dan organisasi keKristenan, seperti lahirnya SD YPK, YPPK, SMP
YPK,YPPK, SMA YPK, YPPK, dengan pola moderen dan munculnya organisasi
platform Kristen.
Di Maybrat, Imian, Sawiat, modernisasi dimulai dengan mengubah sistem
Pendidikan yang tradisional dengan sistem pendidikan modern yang klasikal, berijazah
dan memiliki kurikulum. Di Teminabuan misalnya, Sekolah Rakyat dengan tenaga
pengajar yakni Guru-Guru didikan Belanda yang menjadi cikal bakal sekolah dasar (SD).
Sekolah ini sangat berpengaruh di Maybrat, Imian, Sawiat. Pada masa ini, ada dua
pendekatan yang dilakukan Penginjil untuk membangun umat kristen, yakni pendekatan
pendidikan dan pendekatan pergerakan. Pendekatan pendidikan lebih tertuju pada
perubahan ideational dalam generasi muda, sedangkan pendekatan pergerakan mencakup
pembentukan Jemaat dan institusi Kristen yang progresif.
Pendidikan yang dikelola oleh Penginjil atau missionaris konservatif setidaknya
telah melahirkan peta pemikiran ke-Kristenan di Maybrat, Imian, Sawiat sekaligus
terjadinya pergeseran pemikiran Kristen dari wiyon-wofle ke modernisasi Kristen.
Lahirnya sekolah-sekolah moderen ini secara langsung mampu menjadikan Maybrat,
Imian, Sawiat, eksellent, dan tidak mengalami kekosongan sistem pemikiran inisiasi
wiyon-wofle. Sementara itu, Penginjil pada masa modernisasi Kristen ini terbagi menjadi

Hamah Sagrim 178


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dua kutub, yakni Penginjil kaum muda dan kaum tua. Penginjil kaum muda yakni
Penginil-penginjil moderen dan konservatif, biasanya Penginjil-Penginjil punya view
oriented, dan mereka terpengaruh oleh konsep-konsep pembaruan dari luar. Sementara
kaum tua adalah Penginjil-Penginil yang masih bertahan dengan konsep-konsep
Penginjilan masa lalu dan mereka juga masih sering mengkaitkan ideology inisiasi
wiyon-wofle dengan ideology injil, serta masih mempertahankan tradisi ritualisasi-
ritualisasi dan ritus keguruan tradisional wiyon-wofle. Penginjil muda adalah; mereka
yang berbicara dengan runtutan terhadap penggunaan literasi kitab suci pada konteks
kehididupan yang lebih luas, dimana ayat-ayat Alkitab tidak “dikurung dalam
pemahaman” yang picik dan sempit. Bagi kelompok penginjil moderen kristen, agama
diaplikasikan secara realistis.
Agama ditujukan untuk pemberdayaan umat secara keseluruhan. Harus diakui
bahwa dalam tahap awal, konsep modernisasi pendidikan belum sepenuhnya
terkembangkan, karena masih terkendala oleh sistem penjajahan yang hanya memberikan
kesempatan kepada keturunan-keturunan bobot saja yang mengenyamnya. Sekolah-
sekolah pada pemerintahan Kolonial Belanda yang dikembangkan baru bergerak dengan
sistem pendidikan yang teoritik dan belum dilengkapi dengan skill education. Akibatnya,
ketika terjadi perubahan terutama berkembangnya pasar dalam sistem ekonomi,
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, para alumni SR sulit mengikut perkembangan ini.
d. Tahap Perubahan
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh kristen konservatif secara langsung atau tidak
memiliki pengaruh terhadap mentalitas masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Pertama,
pengaruh terhadap pendidikan keagamaan yang melahirkan kaum Penginjil dan Pendeta.
Kedua, pengaruh terhadap mentalitas yang berimplikasi terhadap gaya hidup (life style)
dan cara berfikir. Pengaruh tersebut menjiwai lahirnya sebuah pergerakan yang kemudian
menjadi cikal bakal lahirnya kaum terpelajar. Di Maybrat, Imian, Sawat, banyak kaum
terpelajar yang lahir dari sekolah-sekolah yang ada. Pergerakannya tidak saja beraikatan
dengan keagamaan saja atau disebut dengan ortodoksi skriptual penginjilan. Ortodoksi
skriptual ini, berlangsung sekitar akhir abad ke-18 diwilayah Maybrat, Imian, Sawiat.
Pada masa pergerakan inilah muncul kegamangan dari kaum Terdidik dalam
melilihat perubahan sosial, ekonomi, dan politik, terlebih lagi semakin diterimanya

Hamah Sagrim 179


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sekolah-sekolah modern dengan kurikulum Indonesia oleh masyarakat. Kondisi ini


semakin meminggirkan pendidikan Kristen mula-mula. Kristen turut ambil bagian dalam
kancah sosial dan politik, pada saat sekarang ini. Setelah itu, kaum Kristen banyak
mengenal organsisasi-organisasi sosial nasional lainnya, dan melibatkan diri lebih jauh.
Ada yang tidak puas dengan keilmuannya, maka kaum Pendeta mencari jalan untuk
berorganisasi agar ilmunya dapat dikembangkan lebih luas. Maka terlibatlah kaum
Pendeta dalam organisasi-orgnisasi yang tidak lagi platform-nya Kristen, tetapi sudah
nasionalis. YPK dengan semakin banyaknya menamatkan para murid dengan sistem
sekolah modern mendapatkan kerja yang mapan. Di sisi lain, sistem pendidikan YPK
masih bertahan dengan sistem yang ada, masih terpaut dengan kajian-kajian tekstualitas
(skriptualisme) dan belum menjauh ke arah pengembangan-penjabaran tekstualitas
menuju kontekstual. Sistem pendidikan seperti ini sebenarnya cukup lama berlangsung
dalam peradaban Kristen di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, dan Papua pada umumnya,
bahkan pada masa peradaban konsevatif Papua-pun tidak terjadi perubahan dalam sistem
pendidikan Kristen.Kecenderungan konservatif (ortodoksi spiritual) dalam sistem
pendidikan menekankan pada moralitas dan literasi dan kurang menerima pemikiran yang
radikal. Hal ini terjadi karena pada kurikulum Penjajahan Kolonial Belanda Kebanyak
pendidikan saat itu hanya berupa hafalan, sehingga tidak mendorong orisinalitas. Para
siswa tidak diajarkan untuk memahami gagasan baru secara radikal, karena masyarakat
luas tidak dapat menerimanya. Gagasan baru dianggap mengganggu tatanan sosial dan
membahayakan masyarakat. Pada masyarakat konservatif stabilitas dan keteraturan sosial
dianggap lebih penting dari kebebasan berekspresi.
Pergeseran cara pandang ini terus berlanjut. YPK dengan sistem kurikulum
pendidikan keindonesiaan melakukan terobosan baru yang berbeda dari sistem
pendidikan Kristen Kolonial Belanda. Sekolah-sekolah yang didirikan dengan nama YPK
atau YPPK mampu membaharui pemikiran masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat. Pada
masa ini, kaum Penginjil atau misionaris mendapat tantangan yang signifikan dari
Pendeta-pendeta modern. Pemikiran-pemikiran kekristenan mulai bergeser dari
pemikiran klasik kepada kontemporer, karena perubahan sosial telah melahirkan
fenomena-realita yang baru.

Hamah Sagrim 180


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Untuk menjelaskan fenomena baru tersebut dibutuhkan keterpaduan antara ilmu


reliji dengan Semangat kekristenan yang kuat. Perubahan-perubahan yang begitu cepat
kurang terakses oleh wilayah agama, dan kontrol masyarakat pun tidak banyak
memainkan peranan. Kondisi ini tidak saja dirasakan dalam masyarakat Maybrat, Imian,
Sawiat, tetapi seluruh Papua pun mengalami kondisi yang sama:
Keunggulan Penginjil dan Missionaris adalah kemampuan untuk hadir di tengah-
tengah masyarakat luas, mampu mengkombinasikan pikiran keilmuwannya dalam bahasa
jelata, serta sanggup membangun kekuatan jemaat yang real dan kohesif. Tapi sayang
belum diperlengkapi dengan perangkat teologis yang lebih transformatif. Kondisi tersebut
menyebabkan eksisitensi gerejani kurang diminati masyarakat, karena keilmuwan
kekristenannya belum transformatif. Akibatnya, Sekolah-Sekolah YPK,YPPK lebih
banyak bertahan di kalangan masyarakat pedesaan. Sementara itu di perkotaan, sekolah-
sekolah moderen diakses dengan cepat oleh masyarakat, seiring dengan bergulirnya
sistem ekonomi pasar yang menghendaki manusia sebagai “mesin” pencetak uang, dan
keterampilan untuk mencetak uang itu lebih terkonsentrasi pada sekolah moderen.
Wibawa YPK,YPPK mulai terpinggirkan. Kebanggaan terhadap generasi yang
mempunyai ilmu agama yang tinggi mulai dikalahkan oleh kalangan terdidik dan
mempunyai penghasilan-jabatan yang memadai. Inilah fenomena traumatik sosial yang
terlihat pada masa-masa perubahan di Maybrat, Imian, Sawiat dan Papua umumnya.
Seiring dengan fenomena tersebut, tradisi pemikiran kekristenan terpecah menjadi
dua kubu, yakni tradisi pemahaman keagamaan kaum pertobatan dan GKI – Katolik.
Pertobatan dan GKI – Katolik lebih banyak berkembang di pedesaan Maybrat, Imian,
Sawiat dengan mempertahankan sistem pendidikan kristen, sementara pemahaman
modern kekristenan berkembang di perkotaan, dijabarkan oleh Pendeta yang mampu
mengakses pembaharuan dan perubahan. Dalam perpektif sosiologi, menjelaskan
perubahan itu harus tahu dengan konteks perubahan, sebab perubahan dan kondisi
sebelum terjadinya perubahan. Mau tidak mau, aktor transformatif harus memiliki
pengetahuan yang holistik dalam permasalahan itu. Pada tahap ini, perubahan pemikiran
pun tidak bisa dipisahkan dari proses modernisasi. Pemikiran ke-Kristenan tidak lagi
berada dalam otoritas Penginjil klasik, tetapi mulai berpindah pada intelektual akademisi.
Transformasi pemikiran ini telah membangun dua komunitas pemikiran keagamaan,

Hamah Sagrim 181


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yakni komunitas pemikiran klasik dan modern. Komunitas pemikiran klasik lebih
berkembang dan diterapkan oleh penginjil klasik, di gereja pada pedesaan oleh penginjil
klasik. Semenatara kelompok intelektual, lebih berkembang di perkotaan.
e. Teologi Transformatif
Teologi transformatif menyatakan bahwa realita tidak hanya dibaca dengan kacamata
Kristen, tetapi juga dilihat dari sisi praksisnya. Esensinya, ada hubungan dialektis antara
Kristen ideal dengan realita. Tujuannya untuk merubah fakta sesuai dengan cita-cita
Kristen. Teologi transformatif mencoba memahami ortodoksi secara holistik. Realita,
fenomena dan fakta harus diselesaikan atau dibawa pada kancah ide-ide Kristen. Dalam
konteks yang sama. Namun, ketidakmampuan menjabarkan ortodoksi tersebut telah
membuat Kristen terpetiemaskan dalam hingar bingar realita sosial, sehingga Kristen
hadir ke hadapan kita bagaikan “monumen batu” yang sudah selesai dipahat, hanya
sebagai fakta sejarah yang sangat menumental.
Kecenderungan tersebut hendaknya dipahami dan dihayati oleh umat Kristen,
sehingga umat Kristen tidak terkungkung dalam kepicikan dan kesempitan dalam
memahami Kristen itu sendiri. Literasi Kristen harus dijabarkan ke dalam realita, tidak
disimpan dalam “rumah kaca” pemahaman yang sempit itu. Ketika umat Kristen
mengapung literasi dalam pemahaman yang sempit, Kristen akan terlihat dalam
kepercayaan dan pemahaman yang ekslusif, yang kemudian rentan diterjemahkan oleh
dunia luar sebagai kelompok fundamentalisme.
Dalam teologi transformatif, umat Kristen diharapkan mampu mendialogkan
teologis ke dalam realita. Hal ini sangat membutuhkan rasionalisasi pemahaman terhadap
ajaran Kristen. Menurut kami, rasionalisasi mungkin sangat erat kaitannya dengan
modernisasi, oleh sebab itu modernisasi itu merupakan keharusan bagi umat Kristen,
karena modern sangat erat dengan ilmu pengetahuan. Mugkin Injil sebagai paradigma,
dengan maksud mode of thought, mode of inquiry yang diharapkan bisa menghasilkan
mode of knowing, di mana alkitab sebagai konstruksi dari pengetahuan. Berdasarkan
paradigma tersebut, keterbelakangan dan ketertinggalan umat Kristen dari segi peradaban
disebabkan oleh kesalahan umat Kristen dalam meletakan Injil sebagai sumber paradigma
yang luas. Cara pandang di atas telah melahirkan dua pemikiran keKristenan, yakni;

Hamah Sagrim 182


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Mereka yang berlatar belakang tradisi ilmu keKristenan konvensional dan mereka
yang terlatih dalam tradisi Barat (modernis). Keduanya tidak berbeda dalam mengupas
teologi. Bagi kalangan keKristenan konvensional, teologi sebagai ilmu kalam dengan
artian suatu disiplin ilmu yang mempelajari ilmu ketuhanan, bersifat abstrak, normatif,
dan skolastik. Sedangkan bagi aliran kedua lebih melihat teologi sebagai penafsiran
terhadap realita dalam perspektif ketuhanan, lebih berupa refleksi empiris. Berdasarkan
konstelasi paradigma ini, pemikiran teologi transformatif umat Kristen terpecah menjadi
dua pula, pertama pemikiran yang tidak menerima kenyataan luar, moderenisasi selalu
diidentikan dengan Barat, sehingga menahan diri dari mainstream moderen tersebut.
Kedua, intelektual yang dapat menerima moderenisasi sebagai suatu realita yang harus
dicerahkan dengan teologi transformatif, yang dibangun melalui pengokohan paradigma
Kristen. Untuk memahami injil; pertama, mengkaji dan memahami seting situasi atau
problem historis, baik yang spesifik maunpun yang makro. Kedua, menjeneralisasi
jawaban-jawaban yang ditemukan, sehingga menjadi paradigma yang sering dinyatakan.
Di sinilah letaknya, keterujian intelektualitas Kristen dalam menjabarkan Kristen
sebagai agama peradaban. Sayangnya, keterujian itu belum banyak dibuktikan, sehingga
umat Kristen masih saja berada dalam warna yang redup dari kemajuan.
Perbenturan-perbenturan pun tidak dapat dielakan, karena antara yang satu
dengan yang lainnya saling menganggap pemikirannya yang benar. Aliran - aliran
teologis yang dipahami oleh umat Kristen sangat rentan dengan konflik pembenaran.
Inilah agaknya menjadi penyebab lambannya teologis transformatif untuk diadopsi. Umat
Kristen di Papua masih terseret dalam pertentangan klaim-klaim aliran pembenaran. Hal
ini, sangat “melelahkan” umat Kristen di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua itu
sendiri dalam menatap masa depannya. Perbedaan aliran dan organisasi misalnya,
menyebabkan mereka terpecah dalam membangun peradaban sistemp ekaristi
peribadatan. Sementara perubahan begitu cepat menawarkan beragam realita dan
fenomena.
Di Nusantara, keterlambatan mengartikulasikan teologis transformatif ini
disamping dipengaruhi oleh faktor di atas juga sangat dipengaruhi oleh orientasi dominan
hukum yang dibangun dan saingan akan tetangga agama yang lain. Hukum yang
dibangun kadang belum seimbang antara pemberdayaan akal pikiran dengan batiniah,

Hamah Sagrim 183


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

lebih banyak mengambil kapling dalam rutinitas ibadah mingguan, sementara ibadah
sosial secara luas terkesampingkan, sehingga umat Kristen tertinggal dalam ekonomi,
politik, pendidikan dan budaya. Di saat yang sama, terjadi pemisahan antara ibadah
dengan realita kehidupan. Ibadah dipahami penyembahan, puasa, pujian dan syukur,
sementara menata ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan seterusnya agak dipisahkan
dari arti ibadah yang lebih luas.
f. Revivalisme Pemikiran Kristen di Maybrat, Imian, Sawiat.
1. Tradisi lokal
Tradisi lokal sering dijadikan media dalam peribadatan Kristen, seperti Tifa,
Suling bamboo yang mana sebagai media yang dijadikan alat penyembahan di Papua dan
Maybrat, Imian, Sawiat oleh Penginjil klasik lokal.
2. Bahasa dan Seni
Sejarah perkembangan bahasa Maybrat, bahasa Sawiat, bahasa Imian, tidak begitu
diketahui keberadaannya semenjak kapan, akan tetapi untuk bahasa tubuh, sudah ada atau
telah digunakan oleh manusia Maybrat, Imian, Sawiat, pada Zaman primitif ketika jumlah
keanggotaan mereka lebih dari satu orang. Bahasa tubuh merupakan bahasa komunikasi
pertama yang telah dipakai oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat. Bahasa (lisan) yang
dipergunakan tampaknya mempunyai gaya tersendiri karena tidak memadukan sistem tata
bahasa dari etnis lain. Hal tersebut dapat dimengerti mengingat suku Maybrat Imian
Sawiat merupakan suku bangsa yang bukan pengembara jarak jauh (long leave), namun
pengembaraan mereka hanya merupakan pengembaraan jarak pendek (short leave).
Pengembaraan jarak pendek yang dimaksud adalah pengembaraan dalam mengejar nafkah,
sehingga segala sesuatu yang dimiliki termasuk bahasa mereka tidak berupa bahasa
campuran yang tercipta secara efohesi. Dari segi aksara, tetap mengikuti aksara bahasa
masing – masing, yaitu Bahasa Maybrat, tetap mengikuti aksara Suku Maybrat, Suku
Sawiat, tetap mengikuti aksara Suku Sawiat, Suku Imian, tetap mengikuti aksara Suku
Imian. Namun dalam bahasa Maybrat memiliki tiga langgam bahasa yang masing – masing
memiliki dialek yang berbeda, yaitu untuk sub suku Maybrat seperti May Yah, langgam
bahasanya terdengar halus dan lambat, dan untuk sub suku Maybrat seperti may Ithe,
langgam bahasanya terdengar agak setengah tegas, sedangkan untuk suku May brat (May
uu), langgam bahasanya terdengar sangat tegas. Namun untuk bahasa Imian dan bahasa

Hamah Sagrim 184


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Sawiat, masing – masing dengan langgam bahasa dan sebutan serta arti yang berbeda –
beda baik antara suku Imian dan suku Sawiat bahkan dengan suku Maybrat.
Tidak disangkal bahwa manusia ikut dibentuk oleh situasi sekelilingnya.
Demikian unsur seni Suku Maybrat, Imian, Sawiat, pada umumnya terbentuk seirama
dengan lingkungannya sebagai kelompok yang hidup didaratan dan pesisir. Nada suara
umumnya tegas dan tinggi, mengingat keengganan mereka yang selalu dalam mejelajahi
hutan dan laut yang homogen dan sangat luas sehingga sering memisahkan jarak antara
anggota yang satu dengan anggota lainnya menjadi berjauhan, kadang juga bisa hilang
karena kurang menguasai lokasi perburuan mereka.
Kesenian yang ditonjolkan adalah :

- Seni musik, diantaranya adalah Biola


(krombi), tebuat dari bahan Bambu yang
kulitnya di gunakan sebagai String atau snar
dan sumpit yang dililitkan dengan kain
sebagai alat gesek atau dawai (tref). Alat
musik ini telah dikenal oleh orang Maybrat,
Imian, Sawiat pada abad yang tidak diketahui.
Gambar:
Biola tradisional (krombi) dan alat gesek (tref)

- Suling atau seruling , terbuat dari


bamboo orang Maybrat, Imian, Sawiat
berkenalan dengan suling pada abad ke-
delapanbelas. Tifa, (ain dan toke)
terbuat dari bahan Kayu dan kulit Rusa.
Hamah Sagrim 185
Tifa dikenal pada tahun yang tidak
diketahui.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Gambar:
Tifa besar (ain) dan tifa
Suling atau seruling
kecil (toke)

- Element teater, juga sekaligus dapat menjadi tempat pertunjukkan adalah panggung hiburan
(Taro). Bentuk Panggung hiburan atau Taro yang dimiliki oleh Suku Maybrat Imian Sawiat
biasanya dibangun dengan kemiriban stadion, yang mana pada bagian- bagian sisinya lebih
tinggi sebagai tempat duduk para pengunjung dan penonton daripada areal melakukan
pertunjukkan. Bangunan theater atau arena pertunjukkan ini biasanya tidak dibangun
menetap namun biasanya dibangun bilamana adanya kegiatan – kegiatan tertentu yang
berkaitan dengan seni tari seperti : Berdansa (B’sioh), Serar, yosim dan menari (mwi bowi).
Kesemuanya disertai dengan pertunjukkan gerakan tubuh serta berbusana tarian sesuai
dengan sifat tarian tersebut. Berikut lihat gambar :

Gambar: Gambar:
Tampak atas Teater atau panggung Vew teater atau panggung
hiburan (taro) hiburan (taro)

Hamah Sagrim 186


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

- Seni suara, umumnya disertai dengan suara. Seni suara dikenal secara moderen oleh orang
Maybrat, Imian, Sawiat pada akhir abad ke-delapan belas yang mana diperkenalkan oleh
penginjil Kristen, setelah masukknya injil Kristen di wilayah Maybrat. Imian, Sawiat.
Populernya seni suara pada waktu itu ketika ekaristi dalam peribadatan Kristen yang
menggunakan nyanian dan pujian sehingga orang Maybrat, Imian, Sawiat, terinspirasi dan
membentuk kelompok-kelompok menyanyi atau group seni suara yang terdiri dari satu orang
(solo), dua orang (duet) tiga orang (trio) dan lebih dari tiga orang (group). Pada abad inipula
awal mula Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai bersentuhan dengan alat musik aliran
moderen seperti harmonika, guitar string, seruling dan vokal group yang mana selalu
dilakukan dengan cara berlatih atau olah vokal.
4. Kelengkapan Hidup
Sejarah kehidupan manusia telah mencatat bahwa, manusia pertama, nenek moyang kita;
hidup sebagai pengembara atau manusia yang hanya mencari nafkah secara terus-menerus dan
berpindah-pindah dari satu tempat ketempat yang lain. Pada zaman ini, manusia tidak memiliki
kelengkapan hidupnya seperti; api, kapak, dan busana. Hal ini diakibatkan karena mereka belum
memiliki kemampuan mencipta (non Undagi).
Sejarah orang Maybrat, Imian, Sawiat telah memuat catatan perjalanan hidup mereka
semenjak nenek moyang. Catatan ini juga sama dengan catatan sejarah perjalanan nenekmoyang
manusia dari herbagai belahan dunia lainnya. Manusia Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula juga
tidak memiliki kelengkapan hidup pada zaman ini, dan mereka sebagai manusia pengembara
atau pencari nafkah dengan berpindah-pindah tempat.
Dalam penelusuran sejarah dan penelitian kami dibeberapa kampong pada tahun 2000 –
2001, yaitu dikampong; Udagaga, Makaroro, Mogatemin, Mugim, Keyen, Sengguer, Moswaren,
dan selanjutnya pada tahun 2004 dan 2007 dari wilayah; Ayamaru, Sosian, Temel, Mapura,
Suwiam, Yukase, Segior, Kartapura, Sauf, Sembaro, Soroan, Koma-koma, Kanisabar, Welek,
Pasir putih, Mlabolo, Klamit, Kladut, Kambuaya, Jitmau, Kartapura, Arus, Kambufatem,
Susmuk, Aifat, Mare, Karon, dan menyusuri sungai Kamundan, Mukamat, Ayata, Kamro, Tehit-
Teminabuan, Wehali, Serbau, Serer, Tofot, Haha, Woloin, Imian, dan Wainslolo, ditemukan
beberapa laporan tentang kelengkapan hidup manusia Maybrat Imian Sawiat yaitu;

a. Kapak Batu.

Hamah Sagrim 187


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula atau disebut manusia primitif, dalam
kehidupan mereka, kelengkapan hidup yang pertamakali dikenal oleh orang Maybrat, Imian,
Sawiat adalah kapak batu (stone axe) “fra maãn” dalam sebutan bahasa Maybrat. Data yang
diambil tentang kapak batu (stone axe) sebagai kelengkapan hidup manusia primitif
Maybrat, Imian, Sawiat ini telah dikenal pada zaman batu. Sayangnya kapak batu (stone axe)
ini tidak ditemukan wujudnya, karena telah dibuang dan dimusnahakan oleh pemerintahan
Hindia Belanda pada tahun 1950 yang lalu dan lokasi atau kampong-kampong yang dihuni
juga dibubarkan untuk digabungkan kekampong-kampong sekitarnya guna perluasan
kampong. Mungkin sebaiknya kita kembali untuk membongkar lokasi-lokasi bekas kampong
yang dibubarkan untuk pencarian benda-benda prasejarah yang dibuang.

Manusia primitif Maybrat, Imian, Sawiat, pertama yang membawa kapak batu
(stone axe) adalah Tit Srowy di Tehit-Teminabuan, kemudian diambil oleh seorang manusia
primitif yang bernama Woroh Simian, dan membawanya ke daerah Fayoh. Ketika itu woroh
simian bertemu dengan seorang manusia primitif yang bernama Fhour Dyaman yang mana
selanjutnya menggunakan kapak ini bersama-sama. Disinilah awal mula nenekmoyang orang
maybrat imian sawiat mengenal kapak batu (stone axe). Dari uraian ini, jelaslah bahwa
manusia maybrat imian sawiat pertama yang mengenal dan memperkenalkan kapak batu
(stone axe) adalah Tiĩt Srowy yang adalah manusia primitive/nenekmoyang yang hidup
didaerah tehit (kini Teminabuan).

b. Api – Tafoh – Sala (flame)

Orang maybrat imian sawait primitive kemudian mengenal api ‘tafoh-sala’ (flame), yang
mana diperkirakan pada zaman batu. Api, pertamakali dikenal didaerah maybrat, api yang
mana dikenal melalui fenomena alam, yaitu ketika terjadi gesekan antara pepohonan yang
satu dengan pohon yang lainnya, dan menimbulkan percikan api sehingga menjadi bara api.
Nama api (flame) yang pertama dikenal dalam bahasa primitive orang maybrat adalah; SSS,
dan FUF. Ini adalah nama api yang dikenal pertama kali di zaman itu, karena ketika
penemunya yang bernama tafoh yang kini namanya digunakan dalam sebutan api, (dalam
bhs. maybrat). Ketika itu dia (tafoh) melihat percikan api yang timbul ketika gesekan pohon
lalu menjadi bara api, dia (tafoh) lalu mendekatinya dan menyentuhnya dengan tangan, tetapi

Hamah Sagrim 188


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

karena tangannya terbakar sehingga ia meringis kesakitan dengan mengeluarkan kata SSS,
setelah itu, tafoh mendekatinya untuk keduakalinya dengan keinginan memadamkannya
dengn cara meniupnya. Ketika ia mencoba untuk meniupnya dan bunyi nafas tiupannya yang
terdengar FUF, oleh kerabat-kerabatnya yang bersama dengan dia, sehingga mereka
menyebut api dengan nama FUF dengan menggunakan bahasa tubuh untuk mengatakan
kepada kerabat yang lain tentang api. Dari penemuan ini, dipertahankan dan berkembang
hingga zaman megalitik, yang mana manusia maybrat imian sawiat primitive mulai
mengembangkan teknologi sederhana penghasil api (flame tecnology). Pada zaman ini,
manusia maybrat imian sawiat yang begitu primitive, sedikit demi sedikit mulai mengalami
perubahan. Pada zaman ini pula mereka mulai mencoba untuk meramu bahan-bahan untuk
menciptakan api.

Bahan-bahan yang digunakan pertamakali untuk pembuatan api adalah:

a. Rotan (toŏ atu)

b. Kayu (ara)

c. Ampas dedaunan kering (hita gat)

d. Cara kerjanya adalah; Rotan dililitkan pada batan kayu dan ampas dedaunan kering diletakan
dibawah dan selanjutnya tali rotan ditarik kekiri dan kekanan dengan bergesekan pada
dinding kayu secara bergantian selama beberapa menit dan ketika kayunya panas, maka
menimbulkan percikan api yang jatuh pada ampas dedaunan kering sehingga menjadi bara
api.

Bahan yang digunakan kedua atau model kedua:

a. Bambu (tbil/bron)
Gambar:
b. Pecahan batu (fra habah) Bamboo
sebagai
bahan
c. Ampas dedaunan kering (hita gat) penghasil
api
Cara kerjanya adalah: pecahan batu tradisional

digesekan pada dinding bamboo kering

secara teratur berulang kali pada lokasi

Hamah Sagrim 189


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

gesekan yang sama, sedangkan dibagian bawah disiapkan ampas dedaunan kering, setelah
gesekan tersebut menghasilkan percikan api, yang jatuh pada ampas dedaunan kering itu
sehingga menghasilkan bara api dalam beberapa menit.

Bahan yang digunakan ketiga, atau model ketiga:

a. Pecahan kaca/beling botol (kusia habah)

b. Bamboo (tbil/bron)

c. Ampas kayu/dedaunan kering (ara magi/hita gaat)

Cara kerjanya adalah: pecahan kaca/beling digesekan pada kulit bamboo kering secara teratur
berulang kali kepada tempat gesekan yang sama dan beling dilapisi dengan ampas kayu,
sehingga ketika percikan api keluar langsung pada ampas kayu yang ada dan menghasilkan bara
api. Model teknologi pembuatan api yang ketiga dengan bahan kaca/beling, semenjak abad 16,
ketika VOC masuk ke wilayah Maybrat, Imian, Sawiat. Pada abad ini pula orang Maybrat,
Imian, Sawiat, mengenal barang-barang pecah belah dan korek api.

Skematika perkembangan Manusia Maybrat, Imian, Sawiat, Papua dan Api

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tanpa api

Orang Maybrat, Imian, Sawiat mengenal api dari fenomena alam

Orang Maybrt, Imian, Sawiat, menciptakan bahan api dari bahan kayu dan api

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, menciptakan api dari bamboo dan beling /
pecahan batu dan kaca

Orangg Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal korek api / matches

Hamah Sagrim 190


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

c. Busana

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dalam proses hidupnya, ia baru mengenal busana
kemudian setelah kelengkapan yang lain seperti kapak batu (stone axe), dan api (flame)
dikenal. Sejarah orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengungkapkan bahwa nenekmoyang
mereka pada mulanya hidup dalam ketelanjangan tanpa busana. Akantetapi sedikit demi
sedikit waktu memproses mereka dengan diimbangi otak dan nalar yang kian mulai berpikir
untuk berkembang menjadi manusia moderen, sehingga mereka mencoba untuk meramu
segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan hidup mereka yang mana ikut merubah
hidup mereka dari kehidupan primitive hingga menjadi manusia moderen sekarang ini.

Nenekmoyang orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang pertama memakai busana


cawat/cedaku (gitaut) adalah Hafra Hafuk. Kemudian diperkenalkan kepada anaknya yaitu
Hefy Hafuk, dan selanjutnya Hefy Hafuk, memperkenalkannya kepada anaknya Saf Haafuk,
(kini sesa dumufle). Bahan yang digunakan sebgai busana adalah kulit kayu (fijoh malak),
yang berwarna Putih. Akan tetapi busana dari kulit kayu tersebut kemudian digantikan
dengan bahan kain, pada abad ke-16, dimana orang Maybrat imian sawiat mengenalnya
melalui para pedagang VOC. Sejarah orang maybrat imian sawiat dalam mengenal busana ini
pada zaman dan tahun yang tidak diketahui.

5. Pengaruh Wanita Maybrat Imian Sawiat Terhadap Lingkungannya

a. Wanita Maybrat Imian Sawiat (bakit, ku ano, nangli)


Seperti halnya wanita –wanita lain, wanita Maybrat, Imian, Sawiat juga memiliki sifat-sifat
kejiwaan wanita. Ciri khas kewanitaan yang banyak disoroti orang adalah sifat memelihara. Ini
disebabkan karena kodarat wanita secara fisik bertugas mengandung, memelihara, dan menyusui.
Namun sayangnya, sifat memlihara ini dalam perkembangannya lalu menjadi tuntutan ethis.
Tuntutan ini yang mendorong wanita maybrat imian sawiat untuk memberikan cinta kasih
mereka tanpa pamrih, disertai dengan pengorbanan diri dan penyerahan diri. Maka tepatlah jika
kita menamakan: wanita itu merupakan asas dari cinta kasih. Dengan sifatnya yang bersifat
memelihara itu, wanita menjadi lebih bersifat heterosentris, mengarahkan aku-nya kepada aku
yang lain lebih-lebih mepada yang dicintainya. Sifat ini akan terungkap pada sikap memelihara,
melindungi, bersahabat, mengalah, menetap dain sebangsanya. Sifat kewanitaan seperti terurai

Hamah Sagrim 191


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

diatas juga dimiliki oleh wanita maybrat imian sawiat, bedanya terletak pada adat dan
kebudayaan yang membentuk setiap wanita dari suku bangsa sendiri-sendiri.
- Wanita Maybrat Imian Sawiat Dapat Kita Golongkan Menjadi :
1. Wanita kampong, yang berasal dari keluarga petani dan nelayan, atau wanita yang belum
menikmati pendidikan yang cukup.
2. Wanita kampong dan kota, yang berasal dari keluarga ekonomi menengah atau wanita yang
juga menikmati pendidikan yang cukup
3. Wanita kota, yang berasal dari kalangan keluarga atas atau wanita yang telah menikmati
pendidikan cukup dan menikmati pendidikan cukup dan lebih
Tipe dari 3 golongan wanita tersebut juga tidak sama kadarnya. Untuk tipe golongan wanita
kota atau yang sudah berpendidikan tinggi, penampilan dan pengaruhnya dalam masyarakat
sengat berfariasi, namun ada anggapan orang mengenai wanita Maybrat, Imian, Sawiat yang
mana anggapan ini merupakan stereotip wanita Maybrat, Imian, Sawiat. Stereotif ini lalu
menjadi suatu ideal bagi wanita Maybrat, Imian, Sawiat. Dalam hal ini, yang membuat wanita
maybrat imian sawiat begitu ideal pada masanya. Walaupun sebenarnya kalau kita mendalami
kepribadian dari wanita maybrat imian sawiat akan kita temui tipe-tipe yang telah berontak
terhadap adat, seperti dalam adat maybrat imian sawait sekarang ini. Menurut budaya merek,
mengatakan bahwa seorang wanita harus ; tenang, penurut, tunduk dan yang lebih lagi adalah
menjaga virginelitasnya hingga pinangan. Jadi pemberontakan yang melawan etika adat, tersebut
hingga kini telah banyak dilakukan oleh wanita maybrat imian sawiat yang telah terbawa
pengaruh new zaman. Stereotif bahwa wanita maybrt imian sawiat itu bersifat; narimo, pasrah,
sabar, halus, bakti dan sedikit tegas, akan tetapi sifat-sifat tersebut yang merupakan stereotif
wanita maybrat imian sawiat yang ideal tidak terbina dengan baik dan wanita maybrat imian
sawiat new zaman cenderung bergaya hidup dengan mengadopsi sifat-sifat baru seperti; ingin
bergerak bebas, tidak begitu penurut, dan tidak sabar. Akan tetapi tidak semua sifat nampak
dalam setiap pribadi wanita Maybrat, Imian, Sawiat. Hal ini juga disebabkan karena wanita
maybrat imian sawiat mendapat pengaruh dari pendidikan dan perkembangan zaman yang baru
new zaman.
Pendidikan, baik formal maupun informal sangat berperan penting dalam membina
pengembangan pribadi wanita maybrat imian sawiat. Wanita maybrat imian sawiat banyak
mendapat pengaruh pendidikan yang mana membentuk cirri-ciri kepribadian seperti; cerdas,

Hamah Sagrim 192


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

paham/tahu mengenai bakatnya, bersikap kritis terhadap masalah-masalah social disekitar


lingkungannya, berani menyimpang dari kebiaan yang berlaku, menunjukkan sikap independent,
berperasaan halus serta tidak menyerah dalam menghadapi rintangan, namun didalam
mengambil keputusan-keputusan, tetap mendahulukan keharmonisan dengan orang-orang
sekelilingnya. Walau cirri tersebut bagi wanita maybrat imian sawit juga relatif baik, namun
pendidikan keluarga maybrat imian sawiat sangat besar andilnya dalam pembentukan cirri-ciri
wanita tersebut guna menghindari broken house, atau adanya kecolongan keluarga dalam
membentuk karakter anak. Tugas membina anak dominan bagi seorang ibu (ibuism), merupakan
Suatu pernyataan yang dating dari orang maybrat imian sawiat, sebab mereka mempunyai suatu
keyakinan bahwa kekuatan seorang ibu (mama) sangat besar dalam keluarga, seorang ayah
(bapa) kerapkali tidak begitu memperhatikan anak-anak pada umur tertentu, disinilah peran ibu
(mama) sangat dibutuhkan. Ibu (mama), sebagai tabir kedewasaan seseorang anak, ibu (ibu)
sebagai manager bagi keluarga, sebagai penggerak dalam kelompoknya tanpa meminta
kekuasaan atau pujian. Itu adalah paham kaum ibuism yang memang sifat kodratnya sebgai
pemelihara.
Paham ibu, (ibuism) seolah-olah memberi kekuasaan dan prestige tetap yang kepada
bapak/pria. Dari segi kebudayaan orang maybrat imian sawait, wanita (finya) memperoleh
kesempatan untuk aktif mengatur dan membagi pekerjaan kepada anggota keluarganya atau
kelompoknya. Pria/bapak, berada – ditempatkan di depan, dan di luar, sedangkan wanita/ibu
melaksanakannya didalam dan di belakang, hasil yang di olah atau dikerjakan oleh wanita/ibu,
dikomunikasikan, dipromosikan keluar oleh pria/bapak. Maka dengan sendirinya pria/bapak-lah
yang mendapatkan prestige, mendapatkan pujian. Wanita maybrat imian sawiat dengan rela
membiarkan situasi ini terjadi secara sinergis dengan aman.
Bagi wanita maybrat imian sawiat, paham ibuism ini merasuk sekali kedalam batinnya
sehingga setiap wanita maybrat imian sawiat seperti sudah miliknya. Tetapi justrus hal inilah
yang menyebabkan wanita maybrat imian sawiat mendapatkan perlakuan yang kurang adil dari
pria. Paham inilah yang justru menjadi faktor kelestarian ketidak adilan di kalangan wanita
maybrat imian sawiat, yang mana akibatnya mereka berontak terhadap pria/bapak, menimbulkan
persoalan dan timbullah smasalah yang mana melibatkan kerabat klen dari kaum wanita dengan
tuntutan-tuntutan yang harus disepakati oleh kepala klen (bapak). Hal ini membuat wanita
maybrat imian sawiat sangat sadar dan makin tahu akan kekuatan yang ada padanya.

Hamah Sagrim 193


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Kebudayaan atau adat orang maybrat imain sawiat yang memberi kesempatan kepada
wanita untuk aktif dalam keluarga, merupakan suatu pelatihan yang mana membina wanita
maybrat imian sawiat untuk mampu aktif juga diluar keluarga. Aktifitas ini merupakan proses
permagangan keluarga. Walaupun situasi ini banyak nampak pada wanita maybrat imian sawiat
golongan bawah dan menengah. Bagi golongan elit, lebih banyak menunjukkan sifat feodalisme
yaitu memperbudak orang lain.
Bagaimanapun juga, aktifitas wanita maybrat imian sawiat di dalam masyarakat sangat
besar dipengaruhi oleh kekuatan wanita, yang sumbernya dari dalam keluarganya. Dalam
kebudayaan maybrat imian sawiat, kita kenal konsep “kekuatan”. Menurut pandangan orang
Belanda, “kekuatan ” ini besar pengaruhnya dibidang sosial dan juga berpengaruh dalam budaya
orang maybrat imian sawiat. Analisis kami dalam penelitian terhadap hal ini, kekuatan wanita
maybrat imian sawiat, juga sudah diperhitungkan dalam fenomena sosial dan budaya. Hal ini
dapat dibuktikan dalam sejarah dimana peranan kekuatan wanita sangat menentukan dalam
penyelesaian fenomena sosial dan budaya (“mban ra sme” - dalam bahasa maybrat). Menurut
hemat kami, kekuatan wanita maybrt imian sawiat sangat konkrit dan menggema dalam pribadi
yang mempunyainya. Kekuatan yang dimaksud disini adalah sumber yang berasal dari pribadi
wanita maybrat imian sawiat. Kekuatan diekspresikan dalam tindakan pesan, kedamaian,
keikutsertaan dalam menopang seorang laki-laki dalam menyelesaikan masalah, perkembangan,
dan kebahagiaan. Walaupun kekuatan ini berasal dari kaum wanita yang seringpula terasa halus,
sebab bersumber dari konsentrasi batin wanita, namun kekuatannya luarbiasa. Wanita maybrat
imian sawiat akan kekuarangan kekuatannya kalau kebanyakan pamrih, ini merupakan
keyakinan yang terbangun oleh wanita maybrat imian sawiat. Oleh karena ibu/isteri ditugaskan
melaksanakan apasaja yang penting untuk kelangsungan hidup keluarga di dapur, maka wanita
maybrt imian sawiat dipersiapkan untuk mempunyai kekuatan batin serta dikombinasikan
dengan fisik fisik dan dihindarkan dari pamrih (mengalah). Wanita maybrat imian sawiat yang
fisik dan batinnya kuat serta beretika, dipercaya sebagai penakluk dan pembawa pesan tentang
hal-hal yang baik, pembawa perdamaian dan pembawa kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
b. Wanita Maybrat Imian Sawiat dan Maskawin (boyi)
Dalam sejarah perkembangan hidup orang Maybrat Imian Sawiat mencatat kenyataan bahwa
wanita Maybrat (finya-gu ano), wanitia Imian Sawiat (nangli) adalah wanita dengan nilai
maskawin paling termahal, mungkin termahal di dunia. Wanita Maybrat Imian Sawiat

Hamah Sagrim 194


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mempunyai harga harga tersendiri dalam maskawin, bila dibandingkan dengan wanita dari suku
bangsa lainnya dibelahan dunia. Harga wanita Maybrat Imian Sawiat menjadi suatu penekanan
nilai tersendiri karena dalam budaya Maybrat Imian Sawiat mempunyai catatan nilai-nilai khusus
yang terkafer dalam penentuan harga maskawin. Beberapa hal mendasar yang mempengaruhi
besar kecilnya penentuan harga maskawin adalah ;
1. Tinggi rendahnya maskawin awal yang telah dibayar oleh kerabat
klen laki-laki (suami) kepada kerabat klen perempuan (istri).
2. Berdasarkan jenjang pendidikan
3. Berdasarkan kelas atau kasta keluarga
Adapun nilai budaya yang juga ikut mempengaruhi besr kecilnya maskawin adalah;
a. Pembayaran pusat (gu mbit), dilaksanakan pada waktu anak berumur 2 minggu.
b. Pembayaran rumah bersalin (samu kre), dilaksanakan ketika ibu dan bayi diperbolehkan
untuk keluar. Kegiatan ini dilakukan oleh keluarga klen laki-laki dan keluarga kerabat
perempuan
c. Pembayaran ketika memberi nama (bofan), dilaksanakan dengan cara upacara dan doa.
d. Pembayaran ketika di caci-maki (bohlat). Dilakukan oleh keluarga pelaku yang mencaci
maki kepada keluarga korban.
e. Pembayaran ketika kena musibah kecelakaan atas dasar ajakan teman (isti). Dilakukan
oleh keluarga klen dari yang mengajak korban dan menyerahkan kepada keluarga klen
korban
f. Pembayaran ketika pelecehan seksual muda-mudi, (boke). Dilakukan oleh keluarga klen
laki-laki dan menyerahkan kepada keluarga klen perempuan
g. Pembayaran ketika meninggal dunia – bayar tulang (mfou yu taa). Dilakukan oleh
keluarga dan kerabat keluarga kepada kerabat klen ibu yangmelahirkandia yang
meninggal tersebut.
h. Pembayaran minang (finya migiar – mfot bofot). Dilakukan oleh keluarga kelen laki –
laki kepada – mempelai pria kepada kerabat klen perempuan – mempelai wanita.
Dalam penentuan nilai maskawin wanita Maybrat Imian Sawiat yang sering dilakukan paling
rendah dengan nilai uang Rp. 50juta+kain ternama (wansafe, bokek, sarim, toba) yang nilainya
bila diuangkan Rp.100 – 200juta maksimal 2potong atau minimal 1potong+kain biasa lainnya 25
potong.

Hamah Sagrim 195


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Karena tingginya nilai maskawin wanita Maybrat, Imian, Sawiat, dan sebagaimana
kenyataan yang terjadi bahwa kebanyakan kaum pemuda dari Suku Maybrat Imian Sawiat
terpaksa menikahi gadis-gadis dari suku bangsa yang dari luar wanita Maybrat Imian Sawiat.
Alasannya karena ketidakmampuan keluarganya untuk menyelesaikan beban maskawin yang
ditangguhkan oleh kerabat klen wanita kepada keluarganya. Kadang terdengar nada-nada
sumbang oleh orang Maybrat Imian Sawiat yang mengatakan bahwa laki – laki Maybrat Imian
Sawiat yang menikah dengn wanita bukan dari Maybrat Imian Sawiat adalah laki – laki yang
tidak mampu, dia dianggap orang murahan, tidak ternilai, berbicarapun tidak dihargai dalam
kelas budaya, dan mereka dianggap sebagai pria yang memberontak terhadap budaya atau
tergolong pria yang tidak berwibawa.
c. Pengaruh Lingkungan Terhadap Pola Pengembangan Pribadi Wanita Maybrat Imian
Sawiat.
Wanita Maybrat, Imian, Sawiat, sesuai dengan adat dan harapan terhadap dirinya,
dipersiapkan sebagai pribadi yang memiliki kekuatan batin (invisible power). Berdasarkan
pengalaman pengamatan kami dan hasil diskusi/tukar pengalaman terhadap wanita Maybrat,
Imian, Sawiat, bahwa pola perkembangan wanita maybrat imian sawiat tumbuh dalam
berbagaimacam variasi. Variasi ini disebabkan karena pola pengembangan pribadi wanita
maybrat imian sawiat itu sendiri, tidak hanya dipengaruhi oleh adat atau tradisi saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya; latar belakang pendidikan orangtua, pendidikan
sekolah, pendidikan agama, dan pendidikan lingkungan atau kelas dalam strata ditengah
kehidupan mereka dalam masyarakat. Sebagai contoh, teman saya; ia dilahirkan dari kedua orang
tua maybrat imian sawiat yang asalnya dari golongan berbeda. Ibunya dari golongan bobot dan
bapaknya dari golongan biasa. Latar belakang keluarga mereka berbeda, tetapi kedua-duanya
mendapatkan pendidikan sekolah Belanda dan pendidikan agama Kristen. Didalam keluarga,
mereka merasakan proses pencampuran dari factor-faktor pengaruh tersebut, sehingga pola
perkembangan pribadi wanita maybrat imian sawiat seperti dia dapat digambarkan sebagai
berikut;
1. perkembangan yang asalnya dari diri pribadi sendiri, atau kita pinjam kata yang tepat dari
Sahlins, yang mengatakan bahwa kepemimpinan pribadi (big woman). Faktor ini
merupakan faktor dasar, sebab “warna” sifat manusia yang sebenarnya ada disini. Dalam
diri pribadi ini pulalah manusia akan menggambarkan perkembangan pribadinya secara

Hamah Sagrim 196


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

tidak sama.
2. perkembangan yang sumbernya dari luar pribadi (external), pengaruh luar ini dapat
diperinci lagi :
a. pengaruh dari adat/latar belakang dari keluarga ayah
b. pengaruh dari adat/latar belakang dari keluarga ibu
c. pengaruh dari ajaran agama yang dianut
d. Pengaruh dari pendidikan sekolah yang diperoleh
e. Pengaruh dari pergaulan dengan teman-teman didekatnya
f. Pengaruh dari pendidikan atau pengalamannya bermasyarakat
g. Pengaruh dari lingkungan/daerah asal seperti daerah gunung dan daerah pesisir
pantai.
Apabila sumber internal (yang dapat juga bersumber dari turunan dan bakat manusiawinya)
dari wanita maybrat imian sawiat itu menjadi kuat, maka ia akan mudah, “mengunyah” sumber –
sember pengembangan pribadi wanita itu, makin suburlah perkembangan pribadinya. Lebih-
lebih sebagai wanita yang siftnya lebih hetero-wentris, maka proses sosialisasi pada wanita lebih
menonjol. Wanita juga (Wanita Maybrat, Imian, Sawiat) akan subur perkembangan pribadinya
apabila mau membuka diri bagi yang lain dan dapat membahagiakan orang lain. Sikap membuka
diri ini bagi wanita Maybrat, Imian, Sawiat adalah merupakan suatu budaya yang didasarkan atas
kasih secara temurun, sebab adat mengnggap hal itu sangat baik, tetapi pada umumnya orang tua
Maybrat, Imian, Sawiat, lebihn keras menuntut dari anak-anak gadisnya agar mau bersikap dan
mau berbuat sesuai dengan apa yang dilakukan oleh seorang gadis, yaitu; diam, mengalah,
narimo, pasrah dan penurut. Nasehat-nasehat semacam ini biasanya diberikan kepada seorang
Gadis Maybrat, Imian, Sawiat, yang memasuki masa-masa yang siap untuk kawing melalui
pendidikan wanita yang disebut dengan (finya mgiar). Inilah yang menyebabkan wanita
maybrat imian sawiat menjadi tertutup pribadinya, namun jika ditemukan bahwa wanita
Maybrat, Imian, Sawiat, ada yang dirinya tida narimo, suka mengomel, tidak menjaga citranya,
dan terutama keperawannannya maka mereka itu tergolong sebagai wanita yang memberontak
terhadap budayanya. Karena budaya Maybrat, Imian, Sawiat, mengajarkan bahwa, seorang
wanita Maybrat, Imian, Sawiat, dipandang terhormat jika melakukan proses perkawinan sesuai
dengan adat mereka, yaitu seorang wanita sudah seharusnya diminang oleh laki-laki baru sah
menikah dan berhak memiliki keturunan, jika memiliki keturunan diluar daripada aturan ini,

Hamah Sagrim 197


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

maka sudah pasti dibilang sebagai wanita yang tidak layang dipandang sebagai wanita terhormat
(keir). Ungkapan perasaan atau pendapatnya kurang bahkan tidak jelas juga tidak boleh
dilakukan oleh seorang wanita Maybrat, Imian, Sawiat. Hal ini disebabkan karena adat menilai
wanita Maybrat, Imian, Sawiat, yang baik itu; Halus, Harus Tegas dan Aktif. Wanita Maybrat,
Imian, Sawiat, yang terhormat dan utuh adalah wanita yang menjaga dirinya hingga diminang
oleh laki-laki secara adat dan dididik dalam didikan tradisional yang disebut dengan (finya
mgiar), harga diri wanita Maybrat, Imian, Sawiat, diukur melalui pembayaran maskawin,
keturunan keluarga bobot, dan kedudukan status dalam pemerintahan. Wanita Maybrat Imian
Sawiat adalah wanita yang aktif dan tegas, namun semakin meluasnya kesempatan pendidikan
bagi wanita maybrat imian sawiat, maka penampilan diri dan sifat-sifat khas mereka makin
bervariasi.
d. Peranan Wanita Maybrat Imian Sawiat Terhadap Lingkungan
Dalam perkembangan dari tiap-tiap pribadi wanita maybrat imian sawiat, kedewasaan sangat
menggambarkan kekuatan batin yang ada dalam diri mereka. Seterti sudah diuraikan dimuka
bahwa, kekuatan kekuatan yang berasal dari dalam diri manusia maybrat imian sawiat, asalnya
dari kekuatan batin yang ada dalam diri ibunya. Peranan ibu sangat besar dalam mempengaruhi
perkembangan jiwa anak-anaknya.
Sifat-sifat khas wanita maybrat imian sawiat; narimo, pasrah, penurut, sabar dan tegas,
ternyata apabila berkembang konstruktif dalam dirinya dapat merupakan kekuatan yang
luarbiasa. Sifat-sifat tersebut dapat memperkuat iman wanita maybrat imian sawiat, dalam
beriman kepada Tuhan. Iman ini mengalahkan segalanya, dengan iman yang kuat inilah wanita
maybrt imian sawiat, dapat menjadi lebih berani.
Sifat-sifat sabar, setia, tegas dan bakti pada suami dan orang tua, ternyata terwujud menkadi
kekuatan besar yang dapat mempengaruhi orang lain. Perkembangan sifat-sifat wanita maybrat
imian sawiat masa kini membuat mereka menjadi ingin, bersedia, boleh, dan malahan diharapkan
dapat mengisi dua peranan ganda dalam masyarakat.
Peranan ganda ini, oleh wanita maybrat imian sawiat, dialami membawa kewajiban dan
tanggungjawab ganda pula. Factor ini dalam wanita maybrat imian sawiat menimbulkan suatu
loyalitas ganda. Maka jelaslah bahwa wanita maybrat imian sawiat, disatu pihak loyal dan
tanggungjawab kepada suami dan anak-anaknya, dan dilain pihak loyal terhadap tugas dan
pekerjaannya dalam masyarakat. Wanita maybrat imian sawiat akan merasa damai kalau kedua

Hamah Sagrim 198


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

loyalitas tersebut saling menyambung atau saling mendukung. Faktor loyalitas inipula yang juga
dapat menjadikan sebab konflik pribadi atau konflik social bagi wanita maybrat imian sawiat.
Seperti juga wanita yang lain, perkembangan wanita maybrat imian sawiat juga membutuhkan
kontak dengan manusia (aku) yang lain, sebagai makhluk sosial, mereka akan bisa menikmati
kesempurnaannya atau kelengkapannya apabila berada bersama subyek lain. Padahal makin
subur perkembangan pribadi wanita maybrat imian sawiat, yang pribadinya matang, mempunyai
kekuatan kekuatan yang besar dalam menyelesaikan masalah pribadinya dan masalah sosial.
Peranan kekuatan batin (invisible) dari wanita maybrat imian sawiat, sungguh-sungguh akan
mempunyai akibat perdamaian dan kesejahteraan wanita maybrat imian sawiat, yang matang
kekuatan batinnya, teguh imannya, percaya diri, pasti akan disebut wanita perkasa. Tetapi
apabila wanita maybrat imian sawiat itu terikat oleh material dan sosialn, maka konsekwensinya
dalam diri manusia. Maka dengan hadirnya pamrih yang berkembang dalam diri manusia. Maka
dengan hadirnya pamrih yang berkembang dalam diri pribadi, pribadi, kekuatan batin akan dapat
berkurang, bahkan dapat musnah. Itulah sebabnya wanita maybrat imian sawiat, selalu
melaksanakan “perilaku prihatin” apabila menginginkan kekuatan batinnya bekerja. Perilaku
prihatin, atau doa ini adalah kekuatan yang dimaksudkan untuk memperkuat diri sendiri atau
mendukung orang lain supaya kuat. Misalnya seorang ibu turut mendoakan suaminya jika
suaminya memerlukan dukungan kekuatan batin untuk permasalahan yang dihadapi. Kerelaan
ibu yang bersedia dengan kekuatan inilah yang sangat besar pengaruhnya terhadap lingkungan.
e. Proto Tipe Pola Hidup Wanita Maybrat Imian Sawiat. Wanita Maybrat, Imian, Sawiat
Sebagaimana yang Telah Diuraikan, Mereka Juga Memiliki 3 Proto Tipe Pola Hidup
yaitu;
1. Proto Tipe Pola Hidup Wanita Maybrat Imian Sawiat Tempo Dulu.
Wanita maybrat imian sawiat yang disebut wanita tempo dulu adalah wanita yang hidup
pada tahun 1947 kebawah. Wanita maybrat imian sawiat tempo dulu adalah wanita yang
hidupnya masih terikat dengan budaya maybrat imian sawiat yang kental dan mereka
termasuk pelaku budaya, dan tidak mengenal pendidikan.
2. Proto Tipe Pola Hidup Wanita Maybrat Imian Sawiat Berpendidikan.
Wanita maybrat imian sawiat berpendidikan adalah mereka yang sudah merasakan
pendidikan. Mereka adalah wanita-wanita maybrat imian sawiat yang hidup pada tahun
1950 keatas. Wanita yang hidup pada masa ini adalah wanita yang bertumbuh besar serta

Hamah Sagrim 199


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dibentuk oleh budaya maybrat imian sawiat dan merekalah wanita –wanita pertama yang
mengenal dan mengenyam pendidikan pada sekolah rakyat (SR), sekolah guru belanda
(SGB). Pada zaman penjajahan pemerintah Hindia Belanda, wanita maybrat imian sawiat
secara berkelanjutan mengalami suatu perubahan di dunia dengan masuknya pemerintah
Indonesia yang mana membangun sekolah-sekolah seperti; SD, SMP, SLTA, dan
perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta. Wanita maybrat imian sawiat massa
pendidikan masih menjunjung tinggi nilai-nilai budaya mereka secara baik dan mereka
mampu mengenal dan menguasai budaya-budaya mereka secara mendalam seperti
budaya bahasa, tarian, busana dan lainnya. Budaya – budaya ini sangat mereka hargai
sebagai jatidiri mereka yang begitu sederhana dan mulia.
3. Proto Tipe Pola Hidup Wanita Maybrat Imian Sawiat Massa Reformer.
Wanita maybrat imian sawiat yang hidup pada tahun 1998 keatas, tergolong sebagai
wanita reformer. Mereka yang hidup pada massa reformer adalah mereka yang begitu
mengenyam pendidikannya hingga tahapan akademik. Mereka yang hidup pada masa
reformer selain wanita yang merasakan pendidikan cukup, tetapi juga mereka adalah
wanita yang sudah tidak begitu mengenal dan menghargai budayanya. Misalnya
kebanyakan wanita maybrat, imian, sawiat, yang hidup pada massa reformer ini dijumpai
tidak begitu mengetahui bahasa ibu (bahasa daerahnya) secara fasih. Kadan ada yang
sedikit bisa mengucapnya sepotong-sepotong, ada yang hanya mendengar dan mengerti,
tetapi tidak bisa mengucapkannya, dan ada yang samasekali tidak mengenal dan mengerti
bahasa serta budayanya. Wanita maybrat imian sawiat massa ini adalah mereka yang
tergolong sebagai wanita yang memberontak terhadap budaya dan kecenderungan ingin
menyamai hidup mereka dengan gaya hidup wanita-wanita moderen lain dengan
melepaskan khasanah budayanya sebagai miliknya yang original. Wanita – wanita
maybrat imian sawiat reformer yang tidak mengenal budaya mereka adalah terutama
mereka yang hidup diperkotaan semenjak lahir hingga dewasa, adapula terjadi karena
perkawinan silang antara klen laki-laki maybrat dengan wanita diluar suku maybrat imian
sawiat (outrolokal). Sebab-sebab ini yang membuat keturunan orang maybrat imian
sawiat semakin menjauh dari adat dan budaya mereka secara langsung.

f. Perempuan Maybrat Imian Sawiat dan Kepemimpinannya Pada Birokrasi

Hamah Sagrim 200


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pemerintahan Saat ini


Telah kita uraikan bersama bahwa wanita maybrat imian sawiat di bedakan atas tiga
prototipe, yaitu proto tipe wanita maybrat imian sawiat tempo dulu, yang mana belum mengenal
pendidikan, sedangkan proto tipe kedua adalah wanita maybrat imian sawiat masa berpendidikan
atau mengenal pendidikan tetapi belum mampu sebagai pemimpin karena pendidikannya masih
sangat minim atau belum mendapat pendidikan secara baik. Sedangkan prototipe ketiga adalah
wanita maybrat imian sawiat zaman reformer, atau wanita yang memperoleh pendidikan yang
cukup atau mencapai gelar Dr, Ir, Master.
Berkaitan dengan program pemerintah indonesia dengan Pembangunan yang menyeluruh
telah, Dewasa ini sudah banyak perempuan maybrat imian sawiat yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan diberbagai bidang, walau Pada umumnya perempuan
maybrat imian sawiat belum diikutsertakan secara menyeluruh dalam perumusan, perencanaan
dan pengambilan keputusan kebijaksanaan pembangunan. Sering terjadi aspirasi kaum
perempuan maybrat imian sawiat kurang mendapat perhatian.
Walaupun banyak perempuan maybrat imian sawiat yang sudah mampu memegang jabatan
pimpinan, tetapi data statistik belum menunjukkan hal-hal yang di harapkan.
Contoh :
Pendidikan Perempuan Maybrat, Imian, Sawiat, dalam Persentase Penduduk Berumur 10
Tahun Keatas Menurut Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan dan Jenis Kelamin, 1999
Perkotaan Pedesaan. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Perempuan dibawah Laki-laki
dengan pencapain tertinggi di bandingkan perempuan. Data pendidikan 1999 juga menyebutkan
bahwa perempuan Maybrat, Imian, Sawiat, yang mampu menyelesaikan jenjang studi dari
perguruan tinggi pada tahun tersebut bukannya meningkat, akan tetapi semakin menurun secara
drastis.

g. Perempuan Maybrat Imian Sawiat dalam Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara
(DPA, DPR-MPR).
Dari contoh diatas jelas bahwa makin tinggi jenjang pendidikan, makin sedikit jumlah
perempuan maybrat imian sawiat yang menamatkan nya, makin tinggi jabatan, makin sedikit
perempuan yang menjabatnya. Untuk memegang suatu jabatan di pendidikannya di perguruan
tinggi walupun dalam pemerintahan ada syarat-syarat yang perlu dipenuhi. Persyaratan secara

Hamah Sagrim 201


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

formal dari tingkat Presiden RI sampai Kepala Desa tidak membedakan antara laki-laki dan
perempuan. Meskipun demikian, pada kenyataannya hanya sedikit jumlah perempuan maybrat
imian sawiat yang memegang jabatan dalam pemerintahan dan badan tertinggi maupun tinggi
negara kalau dibandingkan dengan laki-laki.
Hal yang demikian itu disebabkan karena berbagai hal seperti berikut :
1. Tingkat pendidikan perempuan maybrat imian sawiat pada umumnya lebih rendah dari
laki-laki.
2. Masih ada peraturan perundang-undangan nilai sosial budaya sekitar serta pengaruh
lingkungan sekitar mensyaratkan dan belum sepenuhnya mendukung peningkatan
kedudukan perempuan maybrat imian sawiat pada umumnya dan penempatannya mereka
pada khususnya.
3. Perempuan maybrat imian sawiat sendiri sering belum siap secara mental psikologis
walaupun mereka kadang-kadang sudah memenuhi persyaratan kemampuan profesional.
Disamping itu, masih tampak jelas kecenderungan bahwa laki-laki dianggap sebagai
pencari nafkah keluarganya, padahal dewasa ini sudah banyak perempuan yang bekerja sebagai
pencari nafkah utama maupun tambahan. Adapula pertimbangan lain yang seorang perempuan
secara biologis lebih banyak memerlukan cuti daripada laki-laki, yang akan mengurangi
produktivitas pekerjaannya sehingga dianggap kurang menguntungkan. Seorang perempuan
harus memperlihatkan kemampuan yang jauh lebih tinggi dari laki-laki, untuk dapat memperoleh
kesempatan tumbuh kembang dan menduduki jabatan pimpinan dalam pemerintahan. Dengan
mengajukan kemampuan sesuai dengan tujuan GBHN. Dengan kemampuan profesional dan
manajemen kepemimpinan yang mencukupi serta ketahanan mental spiritual yang tinggi,
perempuan akan dapat lebih berperan sebagai pemimpin yang mempunyai kemampuan
menggerakkan orang lain, serta memprakarsai kegiatan yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat
banyak. Sehubungan dengan hal tersebut, baik organisasi maupun orang-orang yang dipimpinnya
memperoleh manfaat akan kehadirannya. Dengan kemampuan kepemimpinannya perempuan
dapat pula berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan perumusan kebijaksanaan
pembangunan.
Pengembangan diri sebagai pemimpin merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus,
sesuai perkembangan nilai-nilai dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, perempuan
maybrat imian sawiat sendiri sering merasa terpanggil dan bertekad untuk mengembangkan

Hamah Sagrim 202


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dirinya. Pengembangan diri tersebut selalu mereka gali dan memulai dari diri mereka sendiri dan
lingkungan mereka.
Pada hakekatnya pengembangan kepemimpinan perempuan maybrat imian sawiat dewasa ini
merupakan pengembangan diri pribadi mereka untuk membentuk kepercayaan pada diri sendiri
dan memupuk harga diri mereka. Perempuan maybrat imian sawiat telah menjadi dewasa dalam
dunia pendidikan mereka sehingga mereka menganggap bahwa pemimpin harus sanggup
mengembangkan diri setiap orang yang dipimpinnya. Perasaan bahwa ia mempunyai
kemampuan tersebut dengan nilai pribadinya dapat mengatasi hambatan yang dihadapinya.
Bukan sebaliknya, dengan menakut-nakuti atau mendramatisasi keadaan, orang merasa dirinya
kecil dan tidak berani melakukan sesuatu.
Adakalanya perempuan tidak tahu bersikap dan berprilkau dalam menjalankan fungsi
kepemimpinan, mungkinjuga sebagian perempuan maybrat imian sawiat memiliki karakter ini.
Hal ini disebabkan karena ia khawatir dianggap "tidak feminim" bila melakukan fungsi
kepemimpinan (ketegasan, disiplin dan sebagainya), juga karena ia belum berlatih untuk menjadi
pemimpin. Oleh karena itu, perempuan maybrat imian sawiat yang menjadi pemimpin, sering
berkewajiban membagi dan meneruskan pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya kepada
perempuan lain, sebagaimana halnya seperti perempuan di dunia lainnya. sejarah telah
membuktikan bahwa perempuan mampu menduduki jabatan-jabatan pengambil keputusan/
pimpinan seperti Ratu Sima, Ratu Elisabeth, Laddy Diana, Bundo Kandung, Mega wati,
Margareth Thatcher, Indira Gandhi dan lain-lain.
Sesungguhnya perempuan tidak perlu ragu-ragu menjalankan kepemimpinannya. Fakta
membuktikan bahwa banyak perempuan menjadi pemimpin yang baik dan disegani. Perempuan
tidak perlu bertingkah laku seperti laki-laki untuk menjadipemimpin yang baik, sebaliknya juga
tidak usah ragu-ragu menggunakan pandangan dan pertimbangannya sendiri dalam menjalankan
kepemimpinannya.
Ciri-ciri pemimpin dalam teori-teori organisasi sebagian besar dihubungkan dengan sifat
kejantanan : tegas, keras, tidak kenal kompromi, rasional, mandiri dan sebagainya. Sifat – sifat
tersebut juga dimiliki oleh perempuan maybrat imian sawiat secara heterogen, sehingga tampak
dari perempuan maybrat imian sawit yang memiliki kewibawaan dalam kepemimpinan. Akan
tetapi kebanyakan wanita tidak memiliki sifat – sifat yang dimiliki oleh laki – laki, Hal ini
disebabkan karena yang mengembangkan ilmu manajemen umumnya adalah laki-laki, sehingga

Hamah Sagrim 203


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

hanya ciri-ciri prialah yang dikenal sebagai ciri-ciri pimpinan yang baik.

6. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Keindahan (bo mof)


1. Pengertian Keindahan (Bo Mof)
Keindahan berasal dari kata indah yang artinya bagus, cantik, elok, molek, dan sebagainya.
Benda yang mempunyai sifat indah, bisa dari hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah,
sara, warna dan sebagainya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas dan sesuai dengan
perkembangan teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu dapat dikatakan bahwa keindahan
merupakan bagian dari kehidupan manusia dan merupakan dambaan manusia, karena dengan
keindahan itu, manusia merasa nyaman hudupnya, dan perasaan kemanusiaannya tidak
terganggu.
Orang maybrat imian sawiat secara turun temurun mengenal keindahan – keindahan yang
dapat menyenangkan atau memuaskan indera mereka yaitu baik secara indera pendengaran
(mari) maupun indera penglihatan (m’mat). Orang maybrat imian sawiat juga mengenal adanya
keindahan yang bersifat rohani (har), sebagaimana tampak pada sistem kepercayaan tradisional
(wiyon-wofle) yang mana keindahan rihani ini di maksudkan oleh orang maybrat imian sawiat,
sebagai keindahan yang dapat menyenangkan atau meuaskan batin mereka. Walaupun keindahan
itu secara materiil dibedakan, namun secara esensial keindahan jasmani dan keindahan rohani
tidak di pisakan karena pada akhirnya unsur kemanusiaan yang menjadikan penentunya. Kodrat
orang maybrat imian sawiat, selalu mendambakan sesuatu yang baik yang dapat
menyempurnakan kemanusiaan mereka, karena itu, keindahan bagi orang maybrat, imian,
sawiat, sebenarnya bukan sekedar sesuatu yang menjadi harapan mereka, melainkan merupakan
sesuatu yang harus mereka usahakan.
Persepsi orang maybrat imian sawiat terhadapa keindahan antara yang satu dengan yang lain
juga tidak sama, karena ditentukan oleh daya penggerak yang menjadi sumber timbulnnya
kehendak atau keindahan terhadap keindahan itu sendiri. Persepsi keindahan yang muncul dari
akal budi orang maybrat imian sawiat, dapat kita sebut sebagai keindahan dalam arti sebenarnya,
dan keindahan yang muncul dari dorongan nafsu bagi orang maybrat imian sawiat merupakan
keindahan semu.
Selain itu, bagi orang maybrat imian sawit, keindahan tidak lepas dari pengertian objektif,
maupun subjektif, artinya orang maybrat imian sawiat mengenal adanya keindahan objektif dan

Hamah Sagrim 204


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

keindahan subjektif. Keindahan objektif sendiri sebenarnya ada pada suatu benda atau barang
yang sifatnya abadi dan universal. Sedangkan orang maybrat imian sawiat juga mengenal adanya
suatu keindahan abadi (har ro mron), yang mana tidak terikat oleh waktu dan perkembangan,
disenangi atau tidak, ia tetap ada dan tidak tergantung pada asas kegunaan (manfaat) lahiriah
atay yang bersifat material. Sedangkan bagi orang maybrat, imian, sawiat, keindahan subyektif
bergantung pada selera perorangan dan bersifat relatif dan bersumber dari asas kegunaan.
Menurut John Kets, keindahan objektif disamakan dengan kebenaran. Keindahan adalah
kebenaran dan kebenaran adalah keindahan, sebab, keduanya memiliki nilai yang sama yaitu
universal dan abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Jelasnya, tidak ada
keindahan jika tidak mengandung kebenaran dan yang tidak mengandung kebenaran tidak indah.
Dalam pemikiran orang maybrat imian sawiat, keindahan sering menghasilkan suatu seni
melalui proses perenungan. Renungan atau pemikiran yang berhubungan dengan keindahan atau
penciptaan keindahan. Keindahan sering juga identik dengan keserasian karena sesuatu yang
serasi tampak indah dan nampak dalam kehalusan.

2. Renungan (Bonout)
Menurut orang maybrat imian sawiat, renungan (Bonout), merupakan hasil perenung yaitu
dengan memikirkan sesuatu secara mendalam dan dalam keadaan diam. Yang terlintas dalam
pemikiran orang maybrat imian sawiat, merenung merupakan peroses berfikir manusia yang
terjasi dalam otak dan dalam merenung, bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat, memerlukan suatu
objek yang dipikirkan (bo ro n’nout), yang kemudian di olah dalam otak mereka dan akhirnya di
peroleh hasil emikiran yang diperoleh yang di sebut renungan (bo n’nout).
Menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa setiap orang dalam hidupnya
pasti pernah merenung (m’nout) dan hanya kadar renungannya yang berbeda – beda (bonot aro
hahayah), meskipun objek yang direncanakan sama. Jadi apa yang direnungkan dan hasil
renungan dalam diri seseorang tergantung kepada subjek dan objek yang di renungkan. Setiap
kegiatan untuk merenungkan (m’nout) atau mengevaluasi (misioh) segenap pengetahuan yang
dimiliki dapat disebut berfilsafat, atau yang menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, (flet bo). Bo
flet, atau filosofi-filosofinya orang Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai 3 ciri yaitu:
1. Filsafat yang menyeluruh, artinya memiliki pemikiran yang luas (bo nout ro myi)

Hamah Sagrim 205


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2. Filosofi yang mendasar, artinya pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang
fundamental (bo nout ro mof).
3. Filosofi yang spekulatif, artinya hasil pemikiran yang dapat dijadikan dasar pemikiran –
pemikiran selanjutnya (bo nout ro Kaket)
Renungan (bo nout), yang dimaksudkan oleh orang maybrat imian sawit di sini adalah
renungan atau pemikiran (bo nout) yang berhubungan dengan keindahan atau penciptaan
keindahan yang di dasarkan pada 3 teori, yaitu; teori pengungkapan, teori metafisik dan teori
psikologis, yang masing – masing teori itu ada tokohnya.
Teori pengungkapan menurut Bendetto Croce, bahwa seni adalah pengungkapan kesan –
kesan dalam teori metafisika, plato mendalilkan dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai
realitas ilahi itu. Karya seni yang di buat manusia hanyalah merupakan minemia (tiruan) dari
realita dunia. Sedangkan teori psikologi dinyatakan bahwa proses penciptaan merupakan
pemenuhan keinginan bawah sadar seorang seniman. Adapun karya seninya merupakan bentuk
terselubung yang diwujudkan keluar dari keinginan – keinginan itu.
Bila kita lihat dari orang maybrat imian sawiat, sebagaimana tampak dalam proses jiwa seni
mereka, pada waktu mereka merenung dalam rangka menciptakan seni mereka, seiring diliputi
perasaan rasa ragu – ragu, takut, gugup, ketidak tentuan, dan misterius, tetapi justru karena
mereka memiliki kemapuan yang negatif, sehingga mereka mampu mencipta keindahan, yang
mana keindahan yang diciptakan ini akan membuat suatu perubahan, maupun keindahan itu akan
membawa mereka berdiri sebagai pemimpin dan pelaku – pelaku yang berwibawa sehingga
kemampuan negatif itu mempu membawa mereka menduduki peringkat-peringkat keberhasilan
di berbagai bidang. Kemampuan negatif yang dimiliki oleh orang maybrat imian sawiat, ini,
merupakan suatu kemampuan genoid, yang dari keturunan, yang mana identik membawa mereka
dengan proses mencari atau berusaha. Mencari atau berusaha disini salah satunya adalah mencari
atau berusaha disini salah sarunya adalah mencari atau berusaha menemukan atau membuat
suatu keindahan karena sebagai orang maybrat imian sawiat, suatu keindahanatau hasil, belum
bisa di katakan baik sebelum orang lain yang harus mengatakan baik atau indah, terutama bagi
mereka juga tidak akan merasa puas jikalau hasil yang mereka peroleh belum di akui orang lain,
oleh karena kecenderungan ini membuat orang maybrat, imian, sawiat, selalu berusaha sebaik
mungkin untuk mencapai sesuatu yang ia impikan atau ia harus berusaha
mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada orang yang mempercayakan dia secara baik.

Hamah Sagrim 206


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Ideologi orang maybrat, imian, sawiat, yang membuat mereka selalu berpikir positif adalah
memikirkan ”Nama Besar” dalam filosofi maybrat (n’nout nasum), atau mereka yang berjiwa
seperti ini, di sebut sebagai ”Big Name”.
3. Keserasian (Riof Kanya)
Prinsip orang maybrat imian sawiat yang tampak dalam kinerja mereka, baik di dalam
keluarga klen, bahkan kerabat klen, mereka selalu mengutamakan keserasian, hal ini sangat
tampak jelas terlihat dari ciri mereka mengambil suatu peutusan yang bijaksana, yang mana tidak
memojokkan atau mendeskritkan satu sama yang lain. Karena peikiran positif yang merupakan
sesuatu yang genoit, sehingga tidak begitu udah bagi orang maybrat imian sawiat untuk di
interfensi atau di goyahkan. Orang maybrat imian sawit juga memiliki sistem kekompakan yang
mana terbangun dari klen, kerabat, dan jalur keturunan dari klen kerabat dan jalur keturunan
yang selalu di jaga kekerabatannya.
Dalam keserasian orang maybrat imian sawiat, biasanya ditemukan adanya kecocokan,
kesesuaian, dan keharmonisan. Kecocokan yang tampak dalam kehidupan orang maybrat imian
sawiat yang realistik baik di wilayah mereka bahkan ke wilayah mana saja mereka berada,
mereka selalu bersatu padu, dan saling mendukung sehingga terlihat seimbang.
Sebuah contoh kesatu paduan yang terbangun oleh orang maybrat imian sawiat, adalah
kekompakan yang saling mendukung dalam menyelesaikan suatu persoalan yang mana terllihat
dalam semboyang mereka ”anu beta tubat” yang di terjemahkan menjadi ”kita angkat bersama”.
Bagi orang maybrat imian sawiat, yang terungkap dala filosofi (n’nout nasum) atau nama besar –
Big Name, bukan hanya merujuk kepada person manusia atau klen tertentu, tetapi bisa membawa
nama besar klen, kampong, istrik, kabupaten, propinsi, Negara dan bisa menebus dunia.
4. Kehalusan (Sneh)
Kehalusan mengandung arti sebagai sesuatu yang tidak kasar, lembut, sopan, baik budi
bahasanya atau beradab. Uraian tersebut bukan berarti orang maybrat imian sawiat, tidak keras
atau tegas akan tetapi orang maybrat imian sawiat, memiliki sifat tegas dan keras yang mana
tidur diam dalam pribadi mereka masing- masing. Sebagai mana dalam filosofi mereka,
terungkap dalam bahasa maybrat (N’awe N’ait to, N’ait N’warah ma, kbe Raa M’ikabuk fooh,
N’ait bnee sei afo N’hou keit) yang di terjemahkan (kalo menyala, jangan terlalu membara,
karena api yang membara akan cepat di padamkan, tetapi menyala seperti pelita/lilin biasa, maka
orang tidak cepat memadamkan). Filosofi api, di filsafatkan oleh orang maybrat imian sawiat,

Hamah Sagrim 207


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebagai lambang kekerasan, ketegasan, kekuatan bahkan kejahatan. Isi pengertian dari filosofi
ini, menggariskan tentang ambisi seseorang, yang mana bagi orang maybrat imian sawiat
mengatakan bahwa yang baik adalah bukan kemarahan yang di tunjukkan secara brutal,
melainkan yang di lakukan sesuai dengan aturan. Orang maybrat imian sawiat berpendapat
bahwa, kekuatan yang terbesar bukan di lihat dari besar kecilnya tubuh seseorang, bukan di lihat
dari suara seseorang, atau kekekaran, atau kasta, melainkan siapa yang besar dari dalam dirinya,
sehingga mereka selalu mengatakan bahwa segala sesuatu yang di lakukan atau menyangkut
ambisi, jangan di perlihatkan dari luar melainkan di tanamkan diam di dalam hati sehingga tidak
di halangi oleh pengaruh – pengaruh dari luar.
Bagi orang maybrat imian sawiat, mereka memiliki sifat – sifat keras dan tegas, akan tetapi
sifat – sifat tersebut harus ditunjukkan pada waktu dan tempat yang tepat, dan kalau saja sifat –
sifat ini muncul, berarti karena mereka terpaksa. Sifat – sifat orang maybrat imian sawiat yang
berpegang pada filosofi mereka, membuat tatanan hidup mereka tertata menjadi orang – orang
yang memiliki nama besar ”Big Name”. Filosofi mereka yang lain juga mengatakan bahwa ”ro
sie to yros yari”, yang di terjemahkan ”siapa yang memulai suatu persoalan, dia harus
bertanggung jawab menyelesaikannya”.
Adapun sifat – sifat orang maybrat imian sawiat, yang mana tampak bahwa siapa yang baik
kepada mereka, mereka lebih menunjukkan kebaikan mereka 2X lebih baik kepada orang itu
sebagai balas kebaikan, tetapi siapa yang menunjukkan ketidak baikan kepada mereka, maka
mereka akan membalasnya lebih tidak baik daripada yang dilakukan kepada mereka. Dua sifat
ini selalu melibatkan klen, keluarga klen, kerabat klen, kampong, dan juga terbawa ke tingkatan
tertentu dimana saja mereka tersebar.
Orang maybrat imian sawiat, adalah orang yang memiliki etos hidup, dan etos kerja (mes
bobot) yang di terjemahkan (berdarah biru). Etos hidup dan etos kerja mereka bukanlah suatu
pengetahuan polesan yang di peroleh setelah berpendidikan, tetapi merupakan budaya mereka
yang terbawa dalam kelahiran mereka (genoit) keturunan, sehingga ketika mereka berkembang,
tampaklah kepemimpinan yang berwibawa. Etos ini di lengkapi dengan filosofi mereka yang
begitu arif dalam memacu semangat hidup mereka.

5. Kehidupan Sosial Budaya Zaman Prasejarah – Zaman Sejarah.


a. Budaya Berbahasa.

Hamah Sagrim 208


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1) Untuk Suku Maybrat berbahasa Maybrat


Suku ini Mendiami Distrik Ayamaru, Aitinyo, Aifat, Teminabuan dan sebagian
Sawiat. Berikut kita akan berkenalan dengan tata bahasa Maybrat yang mana disusun
dalam tiga bahasa yaitu bahasa Maybrat, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Lihat
dihalaman Lampiran.
2) Untuk Suku Imian berbahasa Imian
Suku Ini mendiami distrik Imian Sawiat, Teminabuan. Untuk bahasa Imian memiliki
perbedaan yang signifikan baik pelafalan, ucapan dan makna dengan bahasa Maybrat,
dan Sawiat, walaupun ada beberapa kata yang sama yang mana diadopsi dari bahasa
Maybrat dan Sawiat sebagai pelengkap, demikian sebaliknya bagi pengguna bahasa
Sawiat dan Maybrat.
3) Untuk Suku Sawiat berbahasa Sawiat
Suku Ini Mendiami Distrik Imian Sawiat, Teminabuan dan sebagian Maybrat.
Untuk budaya penggunaan bahasa, bagi masing – masing suku tersebut memiliki
perbedaan bahasa begitu mencolok, misalnya dari sebutannya, dialeknya dan artinya. Bagi
kehidupan sosial dalam berhubungan inter-relasi antar mereka, yang bisa secara gamblang
mampu menggunakan dua bahasa adalah mereka yang hidupnya tepat pada perkampungan yang
letaknya berbatasan antara satu distrik dengan bahasa berbeda dengan distrik yang lain. Seperti
kampung Sauf, Soroan, Mahajan, Segior, Sengguer, Keyen, Moswaren dan boldon yang mana
letak kampungnya berbatasan langsung antara Suku Maybrat yang menggunakan bahasa
Maybrat dan Suku Sawiat yang menggunakan Bahasa Sawiat. Penduduk kampong inilah yang
bisa menguasai kedua bahasa tersebut. Sedangkan Kampung Wehali, Tehit, Imian, Sawiat
berbatasan langsung dengan Suku Maybrat yang berbahasa Maybrat dan Suku Imian yang
menggunakan bahasa Imian dan Suku Sawiat yang menggunakan bahasa Sawiat.
Secara sederhana Suku Maybrat Imian Sawiat adalah merupakan manusia yang mendiami
daerah pesisir dan pegunungan yang berkumpul sekelompok orang yang kehidupan mereka
tergantung pada laut bagi kelompok yang mendiami daerah pesisir, dan tergantung pada
pertanian bagi kelompok yang mendiami daerah pegunungan. Yang mana terungkap bahwa Suku
Maybrat Imian Sawiat berada dalam kehidupan budaya bertani dan nelayan atau kehidupan yang
mendapatkan inspirasi dan kreativitas dari suasana lautan dan daratan.

Hamah Sagrim 209


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Selain kehidupan yang sederhana, masyarakat maybrat imian sawiat mampu menciptakan
berbagai macam kelengkapan kebutuhan hidupnya antara lain adalah :
b. Buday Berbusana
Kehidupan mula – mula orang maybrat imian sawiat, sudah mengenal adanya busana, yang
mana busana – busana tersebut memiliki perbedaan – perbedaan antara busana kaum laki – laki
dan busana kaum perempuan. Bagi kaum perempuan, busananya terbuat dari bahan rerumputan
(biyait) + kain selendang (boyan). Sedangkan untuk kaum laki – laki, busananya terbuat dari
kulit kayu yang di gunakan sebagai cawat/cedaku (git mboh) + kain/selendsng yang juga sebagai
cawat atau cedaku (git boyan). Lihat lampiran gambar orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan
berpakaian busana tradisional mereka berikut:

Bentuk busana orang


Maybrat, Imian, Sawiat
lengkap dengan cara
pemakaiannya.
Sebagaimana untuk
wanita lihat pada
gambar disamping kiri
dan untuk kau laki-laki.
Lihat pada gambar.
Gambar: perempuan dengan Gambar: laki-laki dengan busana
busana tradisional tradisional

Khusus kaum pria atau laki-laki, biasanya hanya mengenakan pakaian atau kain atau cawat-
cedaku dibagian bawah saja tanpa tutup bagian atas atau baju, selanutnya tubuh mereka
dilengkapi dengan manik-manik atau haban dan bulu burung, dan perhiasan lainnya.
c. Budaya Mencipta

Hamah Sagrim 210


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1) Sero - (wata)
Sero atau wata adalah salah satu jenis alat tradisional yang digunakan dalam menangkap
ikan, udang serta hewan – hewan yang hidup di sungai. Sero (wata) terbuat dari bahan gagar /
palem hutan yang mana diramu sedemikian hingga menjadi sebuah alat penangkapan yang
cukup sederhana dan memuaskan dalam kehidupan mereka.

Gambar:
Sero (wata), alat penangkap ikan, udang dll di air tawar. Hasil
ciptaan teknologi sederhana orang Maybrat, Imian, Sawiat.

d. Ukiran
Dalam perkembangan sejarah manusia, bahwa kehidupan manusia pertama itu berkembang
dengan menggunakan naluri masing – masing yang tidak jauh dari lingkungan kehidupannya.
Mungkinsaja pikiran pokok mereka pada waktu itu adalah “bagaimana ia mendapat makanan dan
bertahan hidup”. Manusia Maybrat, Imian, Sawiat, berkembang dalam pola demikian, bagi orang
maybrat imian sawiat tidak hanya ia berpikir dinamis tetapi statis, pemikiran mereka selalu
mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan akan waktu dan tempat.
Pemikiran dan daya pikat manusia pertama yang berkembang dari nol hingga menjadi
pemikiran akan kemenangan yang menjadikannya menjadi kuat dan menang terhadap alamnya
yang buas. Bagaimanapun perkembangan akal pikiran manusia pertama bisa dibilang terbentuk
oleh situasi sekitarnya, misalnya seperti : ketika manusia itu menemukan alat pemotong seperti
kapak batu, mungkin saja kita berpikir itu mrupakan cara kebetulan dimana dengan secara tidak
sengaja ia memecahkan batu yang menjadi tajam yang selanjutnya ia jadikan sebagai kapak.
Namun bila ditelaah seksama, manusia pertama itu terpaksa menciptakan kapak dari batu agar

Hamah Sagrim 211


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

difungsikan sebagai alat yang mampu memotong pohon, kayu dan tumbuh – tumbuhan yang
tidak mungkin bisa dipatahkan dengan menggunakan tangan biasa. Atau juga pentungan dan
tombak, merupakan hasil karya manusia itu sendiri karena ia diperhadapkan dengan hewan –
hewan buruan yang mana tidak mungking dihadapai dengan menggunakan tangan kosong.

Mau atau tidakmau mereka harus mampu berpikir


bagaimana harus mampu mnciptakan sesuatu yang bisa
membantu dalam menghadapi kesulitan – kesulitan yang
ada, sehingga dapat disimpulkan bahwa manusia itu
berkembang dari yang tidak memiliki apa – apa menjadi
s
manusia yang kuat dan menang (from sero to herro). Gambar:
Ukiran kuno pada kayu oleh orang
Maybrat, Imian, Sawiat, Papua

Orang Maybrat Imian Sawiat tidak hanya


memikirkan bagaimana ia bisa makan dan bertahan
untuk hibup, tetapi mereka juga mampu
menciptakan sesuatu yang berkaitan dengan
kehidupan mereka seperti: busana, Bahasa, rumah,
ukiran dan lain sebagainya. Berikut sebagai hasil
seni manusia Maybrat Iman Sawiat itu sendiri
Gambar:
Ukiran kuno pada kayu yang diukir orang berikut pada gambar yang terlampir.
Maybrat, Imian,Sawiat, Papua

e. Payung Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat Koba – Koba - (A’am - Hatik)

Payung tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat (A’am - Hatik), adalah salah satu alat
kelengkapan hidup yang dimiliki oleh orang – orang Maybrat Imian Sawiat. Payung tradisional
ini terbuat dari bahan alami yaitu ; Daun koba – koba (a’am) sejenis tumbuhan pandanus, yang
mana disulam menjadi koba - koba – payung.

Hamah Sagrim 212


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dari ceritera para tetuah, ibu – ibu dan nenek, mengatakan bahwa payung tradisional
orang maybrat imian sawiat (aam - hatik) atau lazimnya disebut koba – koba terbuat dari daun
koba – koba atau sejenis pandanus yang berbentuk buah merah dan bertumbuh di hutan
belantara. Payung tradisional atau koba – koba merupakan hasil ramuan dari beberapa daun
pandanus / koba –koba yang dijahit dengan menggunakan tali yang mana tali tersebut diambil
dari serat kulit kayu tertentu yang dala bahasa tradisional disebut dengan halelem, yang dikupas
dan diawetkan sehingga menjadi tali (Bo kaín) dan digunakan untuk menjahit koba-koba
sehingga akhirnya menjadi payung / koba – koba (aam / hatik). Bentuk ukuran koba – koba tidak
selalu pada satu ukuran saja, melainkan berfariasi tergantung pada sipemakainya. Ada yang
ukuran besar bilamana orang yang memakainnya berukuran badan besar, namun koba – koba itu
akan berukuran sedang dan kecil bilamana pemakainya orang yang sedang dan kecil. Bila koba –
kobanya besar, maka dedaunan yang dibutuhkan sangat banyak, namun kalau ukuran koba –
kobanya kecil dan sedang, maka dedaunan yang dibutuhkan sedikit. Dalam meramu koba – koba,
biasanya merupakan pekerjaan ibu dan anak perempuan. Setiap ruas koba – koba biasanya
dilapisi dua daun yang dijahit bersesuaian yang mana masing – masing dibagian dalam dan
bagian luar. Dalam proses pembuatan payung tradisional / koba – koba ini pertama – tama
seorang ibu atau seorang permpuan ke hutan belantara untuk mencari pohon pandanus, (aam –
hatik mara), setelah di temukan, pandanus tersebut dipotong dedaunannya yang di anggap bagus
dan pantas untuk di pake sebagai koba – koba. Setelah proses pengambilan dedaunan,
selanjutnya daun tersebut dibersihkan (m’bon aam), setelah dibersihkan duri – durinya,
selanjutnya daun – daun tersebut dijemur (koti) dalam waktu 2 – 3 jam, sesudah di jemur,
selanjutnya daun koba – koba dipanaskan dalam bara api dalam 100 C° (miwiyah aam). Tujuan
daripada proses pemanasan daun koba – koba adalah agar mudah dibentuk – dilipat – dan
digulung, kuat dan tidak mudah sobek karena adanya suatu bentuk kekebalan kulit yang
terbentuk ketika dipanaskan. Setelah proses pemanasan, dedaunan tersebut selanjutnya dibuat
ukiran dengan menggunakan keterampilan jari (m’biji aam), proses pembauatan ukiran ini
melibatkan ayah, ibu, anak laki – laki, anak perempuan, nenek, tete. Setelah proses pembentukan
ukiran, selanjutnya dijahit (sbis aam) , dalam proses menjahit koba – koba ini, biasanya
membutuhkan ekstra konsentrasi, karena jika ada terjadi kesalahan, maka hasil yang diperoleh
adalah kurang baik (sre sbis). Contoh dari hasil yang tidak baik tersebut biasanya terihat pada
penyusunan bagis jahitan yang tidak lurus dan berkelok dan tidak bersesuaian (sahrorot). Setelah

Hamah Sagrim 213


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

proses menjahit pertama atau bisa juga dibilang desain awal atau proses pembentukkan,
selanjutnya proses terakhir, yaitu proses jahit bervariasi (mame aam). Tujuan proses ini adalah
untuk membuat estetika, karena bahan benang yang diambil dari kain kasuban yang berwarna
merah, dan han yang berwarna hitam dan biru. Ketiga warna kain tersebut merupakan bahan
utama yang dibunakan dalam membentuk estetika pada koba – koba.
Fungsi koba – koba adalah sebagai paying, ketika ada hujan dan panas, sebagai tikar pada
waktu tidur, sebagai tastangan pada waktu melakukan perjalanan jauh atau bepergiam, sebagai
pengalas gendongan anak kecil balita/bay pada waktu anak digendong di belakang punggung
(mbin gu mam yu taa.). lihat gambar berkut:

Dari sejarah, para tetuah


dan ibu – ibu
menceriterakan bahwa
pada jaman dahulu ibu –
ibu menjahit koba – koba
dengan menggunakan
tulang sayap kelelawar
Gambar: koba-koba, bentuk (calon) yanhg berukuran
ketika sedang tidak dipakai
kecil (wafu maim). tulang
sayap kelelawar ini yang
mula – mula sebagai
jarum jahit sebelum
orang – orang maybrat
imian sawiat mengenal
adanya jarum besi yang
Hamah Sagrim moderen. Demikian
214
proses pembuatan koba. –
koba.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: bentuk ketika dipakai Gambar: koba-koba


sebagai pengganti tas atau noken dengan bentuk ketika
dengan tali pegangannya dipakai pada waktu hujan

Fungsi koba – koba adalah sebagai payung, ketika ada hujan dan panas, sebagai tikar
pada waktu tidur, sebagai tastangan pada waktu melakukan perjalanan jauh atau bepergia,
sebagai pengalas gendongan anak kecil balita/bayi pada waktu anak digendong di belakang
punggung (mbin gu mam yu taa.). lihat gambar yang terlampir diatas dan berkut:

Gambar: bentuk yang Gambar: bentuk ketika dipakai Gambar: bentuk ketika
dipakai ketika bepergian oleh ibu untuk menggendong dipakai pada waktu tidur
(krek aam) bayi (mbin gu) sebagai alas/tikar (tom am)

Hamah Sagrim 215


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

6. Kebudayaan Zaman Prasejarah Orang Maybrat, Imian Sawiat.

             Kebudayaan-kebudayaan prasejarah yang dibedakan menurut bahan alat-alatnya dapat


dibagi dalam dua bagian, yaitu zaman batu dan zaman logam.   Zaman logam bukan berarti
berakhirnya zaman batu, karena pada zaman logam pun alat-alat dari batu terus berkembang
bahkan sampai sekarang. Sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa
pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan dipergunakan secara dominan. Zaman
logam disebut juga dengan zaman perundagian. Di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara
umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi.
Kepandaian mempergunakan bahan baru tentu saja disertai dengan cara kerja yang baru. Sehinga
muncul orang-orang terampil (undagi). Selain itu perkembangan orang Maybrat, Imian, Sawiat
yang mengarah pada kemajuan di alami dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Bagi orang
Maybrat, Imian, Sawiat, alat-alat dari logam tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari,
akan tetapi alat-alat yang terbuat dari logampun dilibatkan dalam upacara-upacara tertentu
misalnya maut hdan, mber wiyon dll. Untuk itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut khususnya
mengenai masa perundagian di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat secara jelas.

a. Orang Maybrat, Imian, Sawiat dan Pembabakan Zaman Logam

  Pada zaman Logam orang-orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping
alat-alat dari batu. Logam tidak dapat dipukul atau di pecah seperti batu yang dapat dibentuk
sesuai dengan apa yang diharapkan, selain itu logam tidak dapat dengan mudah diperoleh
seperti batu yang banyak terdapat di berbagai tempat. Semakin berkembangnya pengetahuan
sehingga orang Maybrat, Imian, Sawiat, mengenal bahan dari logam dan mengenal teknik
melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang dihendaki sesuai dengan keperluan.
Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut
bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga
disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil
melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi menjadi tiga zaman diantaranya :

1) Zaman Tembaga

Hamah Sagrim 216


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Orang menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan. Alat kebudayaan ini hanya
dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Asia Tenggara (termasuk Maybrat, Imian, Sawiat,
Papua Indonesia) tidak dikenal istilah zaman tembaga.

2) Zaman Perunggu

Pada zaman ini orang sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan
perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. Orang Maybrat, Imian,
Sawiat, mungkin sampai saat ini belum mampu mengolahnya.

3) Zaman Besi

Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-
alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga
maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu
±3500°C. Zaman logam di wilah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua Indonesia di dominasi oleh
alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi
yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat
perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Antara zaman
neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalithicum, yaitu kebudayaan
yang mengunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan
megalitikum justru pada zaman logam.

b. Corak Kehidupan Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat Pada Zaman Perundagian.

Kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Masyarakat dapat bertahan hidup karena menghasilkan kebudayaan, kebudayaan itu ada
karena dihasilkan oleh masyarakat. Dan melalui kebudayaanlah segala corak kehidupan
masyarakat dapat diketahui. Kebudayaan perungggu Asia Tenggara bisa dinamakan
kebudayaan Dongson menurut nama tempat penyelidikan pertama di daerah Tonkin. Disana
ditemukan segala macam alat-alat dari perunggu dan nekara, alat-alat dari besi dan kuburan-
kuburan zaman itu.

Hamah Sagrim 217


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1) Sistem Kepercayaan Orang Maybrat, Imian, Sawiat Zaman Prasejarah.

Sistem kepercayaan prasejarah orang Maybrat, Imian, Sawiat, diperkirakan mulai tumbuh
pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau disebut dengan masa
bermukim dan berladang yang terjadi pada zaman Mesolitikum. Mengenai bukti adanya
kepercayaan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada zaman Mesolitikum dan beberapa bukti lain
yang turut memperkuat adanya corak kepercayaan mereka pada zaman prasejarah adalah
ditemukannya bekas kaki pada batu prasasti di sungai Weremayis Kampong Sauf, Kbupaten
Maybrat. Bekas kaki tersebut menggambarkan langkah perjalanan yang akan mengantarkan
roh seseorang ke alam baka. Hal ini berarti pada masa tersebut orang Maybrat, Imian, Sawiat,
sudah mempercayai akan adanya roh. Kepercayaan terhadap roh terus berkembang pada
zaman prasejarah hal ini tampak dari kompleksnya bentuk-bentuk upacara penghormatan,
penguburan dan pemberian upeti atau sesajen. Kepercayaan terhadap roh inilah dikenal
dengan istilah Aninisme yang disebut dengan wiyon-wofle. Aninisme berasal dari kata Anima
artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Di samping adanya
kepercayaan animisme, juga terdapat kepercayaan dinamisme. Dinamisme adalah
kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contohnya yaitu pohon-pohon besar atau bukit dan pegunungan serta sungai tertentu yang
dianggap memiliki kekuatan diwilayah Mereka. Dengan demikian kepercayaan masyarakat
Maybrat, Imian, Sawiat, zaman prasejarah adalah animisme dan dinamisme

c. Kemasyarakatan Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Zaman Prasejaarah.

Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, orang Maybrat, Imian, Sawiat, hidup
berkelompok dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antar kelompok sudah mulai erat
karena mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang kejam dan berat,
sehingga sistem kemasyarakatan yang muncul pada masa tersebut sangat sederhana. Tetapi
pada masa bercocok tanam, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami
perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan
hidup. Dan aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang
mereka pilih atas dasar musyawarah. Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih
dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang

Hamah Sagrim 218


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang
demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih. Selanjutnya sistem
kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada masa perundagian. Karena
pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks. Masyarakat terbagi-bagi menjadi
kelompok-kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok memiliki
aturan-aturan sendiri, dan di samping adanya aturan yang umum yang menjamin
keharmonisan hubungan masing-masing kelompok. Aturan yang umum dibuat atas dasar
kesepakatan bersama atau musyawarah dalam kehidupan yang demokratis. Dengan demikian
sistem kemasyarakatan pada masa prasejarah di Indonesia telah dilandasi dengan
musyawarah dan gotong royong.

d. Pola Pertanian Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Zaman Prasejarah.

Sistem pertanian yang dikenal oleh orang Maybrat, Imian, Sawat, prasejarah pada
awalnya adalah perladangan, yang hanya mengandalkan pada humus, sehingga bentuk
pertanian ini wujudnya berpindah tempat sesuai dengan tingkat kesuburan tanah. Apabila
mereka menilai tanah sudah tidak lagi subur atau tidak ada humus, maka mereka akan
berpindah atau mencari tempat yang dianggap subur atau dapat di tanami tanam-tanaman.
Selanjutnya mereka mulai mengembangkan sistem mencari makanan dan menyimpannya
(food and carering), sehingga tidak lagi berpindah-pindah dengan cepat, dan berusaha
mengatasi pola makanannya dengan baik. Sistem ini dikenal oleh orang Maybrat, Imian,
Sawiat, prasejarah pada masa neolithikum, karena pada masa tersebut kehidupan mereka
sudah menetap dan teratur. Pada masa perundagian sistem pertanian mengalami
perkembangan mengingat adanya spesialisasi atau pembagian tugas antara laki-laki dan
perempuan, Sehingga orang Maybrat, Imian, Sawiat, saman prasejarah semakin mahir dalam
persaudaraan.

e. Sosial – Ekonomi Orang Maybrat, Imian, Sawiat Zaman Prasejarah.

Perkembangan kondisi sosial ekonomi orang Maybrat, Imian, Sawiat, masa Prasejarah
sebenarnya mulai terlihat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut
atau  zaman Mesolitik. Pada masa ini orang Maybrat, Imian, Sawiat mulai menyadari

Hamah Sagrim 219


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pentingnya pola kehidupan menetap pada suatu tempat. Hal ini disebabkan adanya kemajuan
dan perkembangan pengetahuan orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada masa itu dalam
berusaha mengolah alam lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Pada kehidupan
menetap ini kemudian memunculkan bentuk-bentuk rumah yang sangat sederhana sebagai
tempat tinggal, tempat berlindung terhadap iklim dan cuaca, serta terhadap gangguan
binatang buas. Berdasarkan penelitian kami tentang rumah hunian pertama orang Maybrat,
Imian, Sawiat, bisa diperkirakan bahwa bentuk rumah tinggal awal sekali adalah berukuran
kecil, berbentuk segi panjang dan kebulat-bulatan mengikuti saran burun dengan atap yang
dibuat dari daun-daunan. Bentuk rumah semacam ini merupakan bentuk awal rumah wilayah
Maybrat, Imian Sawiat, dan sampai saat ini masih dijumpai di daerah-daerah perkampungan
terpencil di kebun. Berawal dari adanya kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu daerah
tertentu, dan mengalami perubahan yang mengarah kepada sistem komunual. Di samping itu
teknologi pembuatan perkakas juga semakin maju. Hal ini terbukti dengan mulai
ditemukannya alat-alat batu yang diasah secara halus, yaitu yang dikenal dengan beliung
persegi. Kemajuan pada aspek teknologi ini selanjutnya memunculkan adanya stratifikasi
sosial tertentu dalam komunitas mereka. misalnya muncul golongan-golongan yang pandai
dalam membuat beliung persegi, mulai dari pembuatan bentuk dasar (plank) hingga menjadi
beliung persegi yang siap pakai. Selanjutnya dikenal pula teknologi pembuatan tastangan
sebagi salah satu sarana kebutuhan hidup sehari-hari yang sangat penting. Di sinipun akan
memunculkan golongan-golongan tertentu dalam komunitas mereka yang memiliki
kepandaian dalam pembuatan tastangan. Perkembangan lainnya yang sangat mendasar pada
masa ini adalah mulai dikenalnya bercocok tanam sederhana, yaitu dengan Sistem Tebas-
Bakar. Pada masa perundagian ini pola kehidupan perkampungan mengalami perkembangan
dan semakin besar, hal ini disebabkan dengan mulai bersatunya kampung- kampung, atau
terjadinya sebuah desa yang besar. Munculnya desa-desa besar ini salah satunya disebabkan
semakin tinggi frekuensi perdagangan antar perkampungan dalam bentuk tukar menukar
barang (barter) dan juga salah satu pengaruh utamanya adalah perdagangan atau bermain
kain timur. Perpindahan penduduk melalui jalur perkawinan juga menjadi penyebab semakin
padatnya populasi penduduk dalam suatu perkampungan.

Hamah Sagrim 220


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dengan semakin luasnya hubungan antar wilayah maka kegiatan perdagangan pada masa
perundagianpun menjadi semakin berkembang. Jenis-jenis barang daganganpun semakin
kompleks karena hubungan-hubungan tersebut telah mencakup wilayah yang sangat luas. Hal
ini dapat dibuktikan dengan adanya temuan benda-benda perunggu yang tersebar  hampir di
seluruh wilayah Papua khususnya wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, yang berasal dari
kebudayaan Dong Son di Vietnam Utara.

Dalam kehidupan perkampungan ini mata pencaharian pokok orang Maybrat, Imian,
Sawiat, adalah pertanian yang mulai dilakukan secara lebih teratur dan maju, yaitu dengan
sistem tebas bakar. Hal ini juga didukung dengan semakin majunya sistem teknologi cetak
peralatan dari logam (khususnya perunggu) untuk keperluan mengolah kebun. Usaha-usaha
domestikasi hewanpun semakin memperlihatkan kemajuannya. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya temuan-temuan tulang-tulang hewan seperti anjing, dan beberapa jenis unggas
pemukiman. Kemungkinan dilakukan untuk persediaan bahan makanan hewani, meskipun
kegiatan perburuan masih dilakukan walau dengan jumlah yang lebih berkurang.

Salah satu benda perunggu yang memiliki nilai estetika dan ekonomis sangat tinggi, dan
ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara adalah nekara. Nekara tersebut
merupakan hasil kebudayaan Dongson di Vietnam Utara yang kemudian menyebar hampir
seluruh wilayah Asia Tenggara hingga kewilayah Maybrat, Imian, Sawiat Papua. Hal ini
sekali lagi telah membuktikan adanya hubungan secara sosial-ekonomis antara wilayah
Maybrat, Imian, Sawiat, melalui kesultanan Ternate-Tidore dengan wilayah Asia Tenggara
lainnya cukup lancar pada zaman itu.

Kegiatan ekonomis dalam bentuk perdagangan didorong oleh adanya temuan alat-alat
transportasi air, yaitu perahu sampan. Bentuk-bentuk perdagangan pada umumnya dilakukan
dengan sistem tukar barang dengan barang. Kelangsungan hubungan perdagangan yang
secara terus menerus dan cenderung semakin kompleks tersebut pada akhirnya memunculkan
apa yang disebut dengan pasar dalam cakupan arti yang sederhana.

F Sosial – Budaya Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Zaman Prasejarah.

Hamah Sagrim 221


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Seni ukir yang diterapkan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada benda-benda masa
megalitikum dan seni hias pada benda-benda perunggu menggunakan pola-pola geometrik
sebagai pola hias utama. Hal ini terlihat dari temuan pada ukiran cangkir minuman (hawereh)
di kampung Sauf yang menggambarkan bintang, perahu dan melukis unsur-unsur dalam
kehidupan yang dianggap penting.

Gambar: ukiran pada tempayang minuman pada zaman megalitikum.

Pahatan-pahatan pada kayu untuk menggambarkan orang atau binatang menghasilkan


bentuk yang bergaya dinamis dan memperlihatkan gerak. Terdapat pula kecenderungan
untuk melukiskan hal-hal yang bersifat simbolis dan abstrak-stelistis, seperti yang tampak
pada gambar-gambar manusia yang diukir sebagai bulu burung bermata lingkaran pada hulu
kampak, seloki minuman (hawereh), dan bambu yang dipakai sebagai minuman (tbil).

Berbagai benda diciptakan guna keperluan religius.pola mata kalung yang dipakai dan
pada beberapa jenis heger berfungsi magis sebagai penolak bahaya. Yang sangat menonjol
pada masa perundagian ini adalah segi kepercayaan kepada pengaruh arwah (roh) nenek
moyang terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Dengan demikian pula
kepada orang-orang yang meninggal diberikan penghormatan dan persajian selengkap
mungkin dengan maksud mengantar arwah dengan sebaik-baiknya ketempat tujuanya, yaitu
dunia arwah.

Kehidupan dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, pada masa perundagian


memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat. Peranan solidaritas ini tertanan dalam hati setiap
orang sebagai warisan yang telah berlaku sejak nenek moyang. Adat kebiasaan dan
kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam mewujudkan sifat itu. Akibatnya,

Hamah Sagrim 222


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kebebasan individu  agak terbatas karena adanya aturan-atauran yang apabila dilanggar akan
membahayakan masyarakat. Pada masa ini sudah ada kalkus kepemimpinan dan pemujaan
kepada sesuatu yang suci diluar diri manusia yang tidak mungkin disaingi  serta berada diluar
batas kemampuan manusia yang disebut wiyon-wofle.

Dalam masyarakat ini mulai jelas mulai tampak perbedaan golongan-golongan tertentu
seperti golongan big man - bobot, pengatur upacara-upacara (raa wiyon-na wofle) yang
berhubungan dengan kepercayaan, petani, pedagang dan pembuat benda-benda dari kayu
(pemahat).

9.    Kemajuan Teknologi

Pada bidang teknologi, di samping berusaha menciptakan perkakas untuk keperluan sehari-
hari, kemudian mengalami kemajuan dengan mulai diciptakannya benda-benda yang tidak saja
bernilai profan tetapi yang bernilai estetika dan ekonomis. Pada teknologi pembuatan tastangan
misalnya, ternyata di samping membuat untuk keperluan sehari-hari, mulai dilakukan juga
pembuatan tastangan yang bernilai seni dan ekonomis. Hal ini dapat dilihat bahwa selain
membuat benda-benda berupa cawan, seloki, juga mulai dibuat bentuk-bentuk tastangan dengan
aneka motif hiasan. Keragaman bentuk dan motif hias cawan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat,
ini kemudian memunculkan beberapa kompleks pembuatan barang-barang lain yang sangat
menonjol, antara lain kompleks tas tangan (yu kom).

Pada teknologi pembuatan benda-benda logam (khusus perunggu) kemudian juga mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Di samping membuat perkakas untuk keperluan sehari-hari
(misalnya kapak, corong, tajak dan sebagainya) mulai dikembangkan pula pembuatan benda-
benda yang memiliki nilai estetika dan ekonomis, misalnya nekara, gelang, cincin, bandul
kalung, dan sebagainya. Benda-benda tersebut ternyata menjadi salah satu komoditi dalam
hubungan perdagangan antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya.

10. Kemahiran Membuat Alat

Dalam masa perundagian ini, teknologi berkembang dengan pesat. Di pihak lain, terjadi
peningkatan usaha perdaganganyang mengalami kemajuan. Teknologi pelayaran juga

Hamah Sagrim 223


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menentukan perkembangan teknologi secara umum. Hal tersebut berpengaruh pula pada sistem
sosial yang telah mengklasifikasikan dari dalam segmen-segmen sosial-ekonomi karena pola-
polanya telah terbentuk.

Pada masa ini merupakan awal dari kemajuan, karena di zaman perundagian ini sudah
mulai menganal teknik peleburan, percampuran, penempaan dan pencetakan jenis-jenis logam
seperti tembaga, perunggu dan besi.

Di Asia Tenggara logam mulai dikenal kia-kira 3000-2000 S.M. Di Indonesia penggunaan
logam diketahui pada masa beberapa abad sebelum masehi, hal ini berdasarkan temuan-temuan
arkeologis. Indonesia hanya menganal alat-alat yang dibuat dari perunggu dan besi, sedangkan
perhiasan telah mengenal emas.

Penggunaan logam tidak seketika menyeluruh di Indonesia, tetapi berjalan setahap demi
setahap. Sedangkan beliung dan kampak batu masih digunakan. Benda-benda perunggu yang
ditemukan di Indonesia menunjukan persamaan dengan temuan-temuan di Deng Son (Vietnam)
diperkirakan adanya hubungan budaya.

Di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat terdapat Jenis-jenis perhiasan yang beraneka ragam
berupa gelang, cincin, bandul, kalung dan sebagainya yang terbuat dari perunggu, kulit kerang,
tulang, batu dan kaca. 

a. Benda – Benda Perunggu

Jenis benda perunggu yang dikenal di Indonesia ialah nekara, kapak, bejana, boneka
atau patung, perhiasan dan senjata. Namaun yang menarikperhatian adalah nekara. Benda-
benda lain sebenarnya telah mendapatkan perhatian sejak abad ke-19, misalnya kapak
corong, cincin, mata tombak, kapak upacara (candrasa).

Dari penyelidikan dalam zaman perundagian pula orang-orang telah pandai membuat
dan menuang kaca. Hanya saja tekniknya masih sederhana kadang masih tercampur pasir.

b. Kapak Perunggu

Hamah Sagrim 224


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Secara tipologi, kapak perunggu dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu kapak
corong dan kapak upacara. Kapak corong disebut juga kapak sepatu, maksudnya kapak yang
bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah, sedangkan dalam corong itulah
dimasukan tangkai kayunya yang menyiku kepada bidang kapak. Jadi seolah-olah kapak
disamakan dengan sepatu dan tangkainya diibaratkan sebagai kaki orang.

 Van Heekeren mengklasifikasikan menjadi kapak corong, kapak upacara dan kalak
tembilang (tajak). Soejono membagi kapak perunggu menjadi delapan yaitu :

1. Tipe I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis puncak
(pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung.

2.   Tipe II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang membelah seperti
ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung ada yang dalam dan ada
yang dangkal.

3. Tipe III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek dan lebar.
Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2 x 5,8 x 1,7 cm dan
terkecil 5,4 x 3,6 x 1,3 cm.

4.  Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus
kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 cm.

5.  Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus
kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 x 1,6 cm.

6.  Tipe V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah lebar dan
menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis terbesar berukuran 16,5
x 15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5 cm.

7.  Tipe VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian bahu
melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x 7,2 x 0,6 cm.

Hamah Sagrim 225


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

8. Tipe VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak tipis
dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang terbesar 133,7 cm
dan terkecil 37 cm.

9.  Tipe VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal tangkai
cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran (whirl).

Kapak corong ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan,
Pulau Selayar dan di Papua dekat danau Sentani. Tidak semua kapak dipergunakan sebagai
kapak. Yang kecil umpamanya mungkin sebagai tugal, sedangkan yang indah dan candrasa
dipergunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara saja. Di Bandung ditemukan cetakan-
cetakan dari tanah baker untuk menuangkan kapak corong.

c. Perhiasan
Orang Maybrat, Imian,
Sawiat, Biasanya membuat
perhiasan yang mana berupa
gelang, cincin, kalung dan
hiasan lainnya. Gelang yang
berhias pada umumnya
besar dan tebal. Pola hias
pada gelang-gelang berupa
pola tumpal, garis tangga,
Gambar:
mata burung dan duri ikan. Pola aliran ukiran pada hiasan orang Maybrat, Imian Sawiat
Lihat contoh bebrapa
d. Benda – Benda Besi di Wilayah Maybrat, Imian, Sawit

Jenis-jenis benda besi dapat digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata.
Benda-benda besi yang banyak ditemukan di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, berupa :

Hamah Sagrim 226


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

- Mata kapak atau sejenis beliung yang diikat secara melintang pada tangkai kayu
- Alat bermata panjang dan gepeng dan mungkin digunakan untuk merapatkan benang-banang
kain tenun
- Mata pisau
- Parang
- Mata tombak

Dalam masa bercocok tanam, orang Maybrat, Imian, Sawiat sudah mulai bertempat
tinggal secara menetap dan berkelompok. Berbagai upaya dilakukan oleh mereka untuk menuju
penyempurnaan, misalnya dalam bidang pertanian, peternakan, pembuatan alat-alat kebutuhan
dan lain-lain.

            Hal-hal barupun telah ditemukan diantaranya pembuatan alat-alat dari biji besi. Sejalan
dengan kemajuan yang dicapai, sehingga taraf penghidupannya dan tata-susunan orang Maybrat,
Imian, Sawiat, menjadi makin kompleks. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, mulai hidup secara
teratur, sehingga muncul golongan undagi (golongan orang-orang terampil).

            Di zaman perundagian ini banyak kemajuan-kemajuaan dalam berbagai bidang


kehidupan mereka seperti; kepercayaan, sosial, ekonomi dan sebagainya. Sehingga diketahui
bahwa sejak masa ini sudah adanya jalur hubungan dengan daerah-daerah yang ada di Asia
Tenggara melalui kesultanan ternate tidore. Hal ini di perkuat dengan ditemukannya kesamaan
benda-benda yang ditemukan di Maybrat, Imian, Sawiat dengan benda yang berada si Asia
Tenggara yang lain seperti Vietnam.

B.7. Arsitektur dan budaya adat istiadat zaman prasejarah – zaman sejarah.
1. Pengertian Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta “buddhayah” bentuk jamak dari “budhi” dengan
arti budhi atau akal, karenanya kebudayaan dapat diartikan dengan segala hal yang bersangkutan
dengan akal. Budaya dapat pula berarti sebagai hasil pengembangan dari kata majemuk budi dan
daya, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Selanjutnya kebudayaan bila ditinjau dari ilmu Antropologi, adalah keseluruhan dari sistem
gagasan, tindakan pola hidup manusia dan karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat

Hamah Sagrim 227


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yang dijadikan sebagai pemilik dari manusia dengan belajar. hampir keseluruhan tindakan
manusia adalah kebudayaan.
Menurut ilmu Arsitektur, manusia yang memiliki budaya membangun adalah manusia yang
berbudaya mencipta, orang yang berjiwa seni, orang yang berjiwa merancang, orang yang
berjiwa perencana.
Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu
dibiasakan dengan belajar, antara lain yang berupa tindakan naluriah, beberapa refleksi, beberapa
tindakan akibat proses psikologi, tindakan dalam kondisi tidak sadar, tindakan dalam membabi
buta, bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang dibawa oleh
manusia dalam genetik semenjak lahirnya juga telah dirombak olehnya menjadi tindakan
kebudayaan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk
sosial, yang isinya adalah perangkat model – model pengetahuan yang secara efektif dapat
digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi dan untuk
mendorong dan menciptakan tindakan – tindakannya. Dalam pengertian ini kebudayaan adalah
suatu kumpulan pedoman atau pegangan yang kegunaan operasionalnya dalam hal ini adalah
manusia mengadaptasi diri dengan menghadapi lingkungan – lingkungan tertentu (fisik, alam,
sosial dan kebudayaan) untuk mereka dapat tetap melangsungkan kehidupannya, yaitu
memenuhi kebutuhan – kebutuhan dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi. Karena itu
seringkali kebudayaan juga dinamakan sebagai “blueprint” atau desain menyeluruh dan
kehidupan.

2. Wujud Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, dan Kebudayaan.


Pada hakekatnya Arsitektur Tradisional Maybrat Imian Sawiat merupakan pencerminan
kehidupan yang mana menggambarkan jati diri manusia Maybrat Imian Sawiat yang ditampilkan
dalam meramu rumah mereka, termasuk didalamnya antara lain : kehidupannya, sosialnya,
ekonomi – spiritual dan budayanya. Dengan demikian Arsitektur Tradisional Suku Maybrat
Imian Sawiat merupakan salah satu artefak dari jejak perjalanan hidup Suku Maybrat Imian
Sawiat. Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat merupakan suatu ciri (idea), konsep,
kaidah, prinsip, yang merupakan dasar pengolahan batin pikiran dan perasaan mereka dalam
mencipta dan berkarya.

Hamah Sagrim 228


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pada dasarnya arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat sudah mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan akan Arsitektur yaitu :
 Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan Manusia.
 Mengembangkan kehidupan Manusia untuk lebih bermakna
 Membuat kehidupan Penghuni lebih nyaman
Dapat dikatakan bahwa Suku Maybrat Imian Sawiat juga memiliki lima jenjang kebutuhan
terpenting dalam hidup mereka yaitu :
f. Physiological needs atau survival needs, adalah kebutuhan yang menduduki peringkat
terbawah yang merupaka kebutuhan dasar manusia. Jenjang kebutuhan ini berisi
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang berkaitan dengan alam dan
keberadaannya sebagai manusia, yaitu kebutuhan akan makanan, kebutuhan akan tempat
tinggal, dan teks.
g. Safety needs atau security needs, adalah jenjang kebutuhan yang kedua berisi kebutuhan
– kebutuhan yang berkaitan dengan keamanan, agar dirinya merasa aman dan terlindung
dari setiap gangguan.
h. Social needs, atau belonginess needs, adalah jenjang kebutuhan yang ketiga yang berisi
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, berkaitan dengan kedudukannya
sebagai anggota masyarakat, sebagai makhluk sosial yang akan berinteraksi – interelasi
dan berinapendensi dengan anggota masyarakat lainnya.
i. Esteem needs atau ego needs, adalah jenjang kebutuhan yang keempat yang berisikan
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, akan penghargaan yang
didasarkan pada keinginan untuk mendapat kekuasaan (power needs). Pada dasarnya
ingin dihargai dan keinginan inilah yang menghasilkan kebutuhan orang Maybrat, Imian,
Sawiat, akan penghargaan tersebut yang disebut dengan “Bobot”.
j. Self actualization needs atau self Fulfillment needs, jenjang kebutuhan ini berisikan
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga menreka dapat mengembangkan
bakat dan kemampuannya dengan sepenuhnya. Kebutuhan ini merupakan ciri hakiki
manusia umumnya.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat mempunyai peranan penting dalam
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan mereka, oleh karena itu arsitektur Tradisional Suku Maybrat
Imian Sawiat bukan hanya menyngkut masalah fungsionalitas saja, bukan hanya diperuntukan

Hamah Sagrim 229


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebagai wadah kegiatan mereka belaka, dan tidak hanya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan
fisiologik. Perwujudan arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat tidak hanya
berlandaskan pada asas fungsionalitas atau kegunaan saja, walaupun asas ini cukup dominan,
akan tetapi tidak akan menjadi asas satu – satunya ataupun penentuan didalam perwujudan hasil
– hasil karya arsitektur.
Perwujudan Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat tidak hanya menyangkut
aspek – aspek fungional saja, melainkan menyangkut seluruh aspek kebutuhan didalam
kebutuhan Manusia Maybrat Imian Sawiat. Perwujudan arsitektur yang mengandung nilai – nilai
manusiawi.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat merupakan manifestasi dari nilai –nilai
budaya, yang mana ditentukan oleh lima masalah didalam kehidupan mereka yaitu : hakekat
hidup, hakekat karya, persepsi mereka tentang waktu, pandangan mereka tentang alam dan
hakekat mereka dengan sesamannya.
Kelima masalah dasar ini banyak berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan alami
maupun lingkungan fisik mereka yang mana terbangun dengan lingkungan sosial. Dua masalah
yang berkaitan dengan masalah lingkungan mereka yaitu pandangan mereka tentang alam, dan
hakekat mereka dengan sesamanya. Kedua masalah ini akan menentukan orientasi nilai budaya
mereka terhadap alam dan sesama mereka, yang kemudian direfleksikan kedalam wujud
arsitekturalnya.
Berkaitan dengan sikap dan orientasi Suku Maybrat Imian Sawiat terhadap alamnya, mereka
telah mengalami peradaban dalam kebudayaan mereka yaitu :
 Pancosmism, merupakan fase dimana Suku Maybrat Imian Sawiat tunduk kepada Alam
dan Merasa mereka adalah bagian dari alam. Hal ini merupakan kecenderungan
kehidupan mula – mula nenek moyang mereka yang mana tidak mampu dalam mencipta
segala sesuatu bagi mereka, termasuk membangun suatu tempat tinggal (rumah) bagi
mereka. Hal ini cenderung mendorong nenek moyang mereka menjadi bersikap pasrah
terhadap kondisi alam.
 Anthropocentries, merupakan fase dimana Suku Maybrat Imian Sawiat dengan
kemampuannya menguasai alam dan merasa berkuasa atas alam sekitar mereka.
Eksploitasi alam ini mendorong terjadinya kerusakan – kerusakan lingkungan alam
disekitar permukiman mereka.

Hamah Sagrim 230


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

 Holism, merupakan tahapan atau fase dimana Suku Maybrat Imian Sawiat mampu
menyelaraskan kehidupan dan aktifitasnya dengan alam sekitar. Dalam mendaya gunakan
lingkungan alamny, Suku Maybrat Imian Sawiat juga mampu memperhatikan daya
dukung akan alam sekitar mereka sehingga kelangsungan aktifitas mereka tetap
berlangsung.
Pandangan – pandangan Suku Maybrat Imian Sawiat terhadap situasi dan alamnya memiliki
pengaruh yang sangat besar bagi wujud Arsitektural mereka. Ketergantungan Suku Maybrat
Imian Sawiat terhadap situasi dan alam termanifestasi kedalam wujud arsitekturnya yang sangat
tergantung pada karakter – karakter alam dan situasi lingkungan sekitar. Hasil karya Arsitektur
Tradisional mereka cenderung mengandung makna ketakutan mereka akan alam dan kehidupan
mereka dan terhadap alamnya yang berkaitan dengan masalah – masalah mistis ataupun kekuatan
– kekuatan ghaib dan kekuatan musuh yang berada diluar diri mereka. Keinginan mereka untuk
menguasai alam membuat mereka cenderung berupaya untuk mengeksploitasi alam sekitar. Hasil
– hasil karya Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat menjadi sangat jauh dari
lingkungannya lepas dari lingkungan alamiahnya. Keselarasan dengan alam, Suku Maybrat
Imian Sawiat cenderung mencari pertautan dengan lingkungan mereka. Kekuatan – kekuatan
lingkungan dan alam sekitar tidak lagi dikaitkan dengan kekuatan Theologi moderen atau yang
dikenal pada wilayah mereka adalah theology kristiani. Alam merupakan faktor – faktor yang
dipertimbangkan bagi usaha – usaha mereka.

3. Aspek Sosial Budaya Suku Maybrat, Imian, Sawiat, Pesisir dan Pegunungan.
Suku Maybrat Imian Sawiat melengkapi diri mereka dengan kebudayaan, yaitu perangkat
pengendali berupa rencana, aturan, resep dan instruksi yang digunakan oleh mereka untuk
mengatur terwujudnya tingkah laku dan tindakan tertentu. Dalam pengertian ini, kebudayaan
mereka berfungsi sebagai “alat” yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi lingkungan.
Kebudayaan Suku Maybrat Imian Sawiat yang cenderung adalah bukanlah sesuatu yang
dibawah bersama semenjak kelahiran, melainkan diperoleh melalui sosial kehidupan sehari –
hari mereka. Berikut beberapa aspek budaya yang sangat kental dimiliki Suku Maybrat Imian
Sawiat adalah :
1. Budaya Perkawinan Orang Maybrat, Imian, Sawiat.
a) Pembayaran Maskawin “Boyi”

Hamah Sagrim 231


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat dikenal sebagai masyarakat yang berpegang erat
pada pusat keluarga inti (marga-fam-keret) dan juga berpegang pada silsiah keturunan antara
marga yang satu dengan marga yang lain sehingga membentuk rumah tangga yang luas
utrolokal. Selanjutnya dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat ada pula kesatuan keluarga
kindred, ada larangan yang terlalu ketat terhadap perbuatan sumbang, yaitu hubungan
kelamin antara dua saudara sepupu silang maupun saudara satu marga sejajar berjarak 2
derajat. Untuk perkawinan orang Maybrat, Imian, Sawiat diperlukan maskawin yang besar
(boyi) atau diadakan pertukaran pengantin wanita (finya migiar) secara langsung. Walaupun
ada kasus-kasus poligini, perkawinan monogami adalah yang paling umum. Poligini “migi”
sering juga terjadi dalam genealogi yang terhimpun, dan hubunga levirat juga ada. Pola
tunggal bagi pasangan suami-istri yang baru kawin adalah utrolokal dan juga avunkolokal.
b) Istilah Kekerabatan dan Hubungan Kekerabatan – Mafoh
Orang Maybrat, Imian, Sawiat sangat peduli dan memegang erat kaum kerabatnya
(mafoh) yang telah lama saling kenal walaupun berbeda marga/karet/fam. Selain itu, mereka
juga sangat peduli dan memegang erat kekerabatan berdasarkan perkawinan antara keturunan
perketurunan dan silsilah sampai kakek-nenek dan lebih dari dua angkatan di atasnya dan
lebih dari dua derajat ke samping. Untuk silsilah tersebut, bagi orang Maybrat, Imian,
Ssawiat selalu mengenal semua kekerabatan orang tua sebelumnya dan silsilah keturunan
perorang tua akan tetapi setelah pada tahun 1980an garis keturunan ini semakin berkurang
untuk dipertahankan karena pengaruh perkawinan silang atau perkawinan keluar. Sehingga
mereka sudah tidak lagi mengena semua kaum kerabatnya yang seangkatan dengan kakek-
nenek mereka.
Istilah-istilahnya adalah :
a. Kerabat dari kakek-nenek → Tatat ana mafoh
b. Kerabat dari ibu → Tme mafoh
c. Kerabat dari ayah → Taja yafoh
d. Kerabat dari kita → Anu b’foh
Sedangkan istilah dalam silsilah keturunan adalah :
A. Ayahnya kakek-nenek → Hohos
B. Kakek-nenek → Tatat sme – tatat ano

Hamah Sagrim 232


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

C. Saudara dari ayahnya kakek-nenek → Hohos mao – hohos mano – hohos mamu –
hohos mati – hohos matat – hohos anya
D. Saudaranya kakek-nenek → Tatat mao – Tatat mano –Tatat matat – Tatat mati –
Tatat m’hohos-Tatat Mati-Tatat Mamu-Tatat m’tmo.
E. Ayah-ibu → Taja – tme
F. Saudaranya ayah → Tati – taja yabi – taja yaku – taja tmo –taja yamu.
G. Saudara dari Ibu → Tme mabi – tme magu – tamu
Istilah-istilah dalam bahasa Maybrat, Imian, Sawiat selalu dipakai dan bagi orang
Maybrat, Imian, Sawiat istilah kekerabatan ini sangat penting.
Ciri-ciri khas dari sistem peristilahan orang Maybrat, Imian, Sawiat adalah sifatnya
yang klasifikatoris, penekanan terhadap prinsip generasi dan langkahnya istilah-istilah
yang jelas. Maka adanya suatu istilah yang khusus bagi saudara/saudari se-marga/famili
yang sangat mencolok dan lebih akrab.
2. Maskawin – Boyi
Maskawin (Boyi) yang mempunyai nilai kekayaan yang sangat besar, sangat penting
dalam hubungan kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat untuk mengumpulkan unsur-
unsur maskawin (Boyi) biasanya diperlukan waktu yang sangat lama. Menurut adat istiadat
orang Maybrat, Imian, Sawiat, maskawin terdiri dari: Kain timur (Boo) barang-barang persen
(bain) kain timur (Boo) yang dipakai sebagai alat pertukaran resmi orang Maybrat, Imian,
Sawiat, memiliki beberapa bobot nilai, untuk wan safe, merupakan kain berkelas satu dengan
bobot nilai bila di uangkan mencapai ratusan juta rupiah. Hal ini demikian karena menurut
mitologi orang Maybrat, Imian, Sawit. Menurut orang Maybrat, Imian, Sawiat, wan safe
bukanlah benda biasa yang diperoleh melalui produksi manusia, namun diperoleh dari
pemberian alam (Tagio) “Bokek”, termasuk kain yang berkelas satu namun memiliki nilai
bobot di bawah ratusan juta, Bokek juga merupakan kain pusaka dan pemberian alam. Sarim
merupakan kain berkelas satu namun memiliki bobot dibawa Bokek dan Waan harganya bisa
mencapai puluhan juta dan yang lainnya adalah kasuban, Han, Bainoke, Boirim, Serenta,
harga-harga masing-masing Boo tersebut tercatat pada 1999, dan bukan merupakan harga
resmi. Seorang biasanya bersama-sama keluarganya menghimpun keluarga-keluarga mereka
sesuai dengan garis kekerabatan dan silsilah keturunan untuk bersatu membayar maskawin,
dan hal ini terjadi secra terus-menerus antara kekerabatan yang satu dengan kekerabatan yang

Hamah Sagrim 233


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

lain dengan kompak. Karena kebersamaan, kekompakan dalam membayar maskawin inilah
yang membuat waktu penyelesaian lazim ditunda beberapa bulan bahkan sampai lebih dari
setahun. Sementara itu ayah pengantin pria, dibantu para kerabatnya dari pihak ibunya,
neneknya, iparnya, tantenya dan terutama saudara-saudara kandung pria yang lebih berupaya
mengumpulkan maskawin itu. Paling sedikit satu unsur barang seperti kain Waan dan kain
Bokek diupayakan untuk melengkapi maskawin itu, karena hal itu makin menaikkan gengsi
kaum pengantin laki-laki.
Penyerahan maskawin dilakukan dengan suatu upacara di kompleks/koot kerabat
pengantin pria. Maksud utama dari upacara ini adalah untuk memperlihatkan benda-benda
yang diserahkan kepada keluarga pengantin perempuan dan tamu yang diundang.
Selanjutnya di sertai dengan pesta-pesta. Pesta yang berlangsung sesudah upacara
penyerahan maskawin mulai sekitar jam 3,4,5 sore. Tamu-tamu yang datang, duduk di dalam
maupun di luar rumah, mereka biasanya di jamu oleh kerabat dari keluarga pengantin
perempuan. Jamuan ini disebut (bain). Kalau maskawin tidak di bayar, maka pengantin laki-
laki harus tinggal dengan keluarga kerabat pengatin perempuan dan selalu bekerja kepada
mereka sebagai ganti dari pembayaran maskawin, ini sering di sebut “kro finya”, karena
tidak mampu membayar maskawin.

3. Bohlat – Boke - Denda


Boke – Bohlat – Denda, merupakan salah satu cara yang lazim dipakai oleh orang
Maybrat, Imian, Sawiat dalam menyelesaikan masalah muda mudi (seksual), dan zinah,
pemukulan terhadap orang hingga babak belur, fitnahan atau caci-maki yang menjatuhkan pamor
orang lain tanpa adanya suatu bukti masalah yang benar, pembunuhan dan pemerkosaan.
Dalam persoalan Bohlat – Boke – Denda, biasanya diberikan beban sesuai dengan
perbuatan, yaitu tentang muda-mudi (seksual) jika hal ini terjadi atas dasar suka sama suka
antara pria dan wanita maka beban yang diberikan tidak begitu besar, namun biayanya berkisar ±
50.000.000,- ke bawah. Biaya 50.000.00,-berlaku untuk seorang wanita yang statusnya sarjana,
sedangkan di bawah harga dari itu berlaku untuk wanita yang statusnya mahasiswa, dan yang
berikut di bawah lagiberlaku bagi wanita status siswi atau tamatan SMA, SMP, SD dan yang
tidak sekolah, akan tetapi untuk persoalan selingkuhan zinah terhadap istri orang (safo finya

Hamah Sagrim 234


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mabi) lebih tinggi biayanya dan persoalan ini tergolong krusial, bisa mengakibatkan korban jiwa
terutama pria yang berhubungan dengan istri orang.
Bohlat – Boke – Denda untuk persoalan pemukulan, akan dilihat bilamana korban
mengalami cedera fatal, maka besar harga yang diberikan akan tinggi dan biayanya bisa
mencapai Rp. 70.000.000,- ke bawah jikalau korbannya tidak fatal, maka biayanya kurang dari
70 juta. Sedangkan untuk kasus fitnahan atau caci maki, akan diberi beban setimpal dengan kata-
kata fitnahan, bilamana kata-katanya cukup memalukan atau menjatuhkan harga diri, citra, rasa
dan karsa maka beban yang diberikan mencapai Rp. 30.000.000,- ke bawah
.

lihat Disertasi Mansoben, Leden University 1982, tentang sistem kepemimpinan tradisional dan sistem
perkawinan orang Maybrat, Imian, Sawiat. Lihat juga tulisan ‘Hamah Sagrim’ sistem sosial budaya suku
Maybrat, Imian, Sawiat, Papua................................
jikalau Fitnahan dan caci maki itu mengakibatkan korban jiwa, maka persoalannya
semakin parah dan dendanya bisa mencapai miliaran rupiah. Seperti halnya pembunuhan, dan
inijuga bisa mengakibatkan korban nyawa ganti nyawa. Besar beban yang dibebani akan
mencapai miliaran rupiah. Untuk kasus pemerkosaan, biaya yang dibebani ± Rp. 100.000.000,-
seratus juta ke bawah.

4. Sistem Perdagangan tradisional “Sistem bermain kain timur/sistem ekonomi


tradisional – feah boo – m’fou gu ano.
Perdagangan tradisional antara klen, gabungan klen, atau suku bangsa merupakan
aktivias yang umum dalam hampir semua masyarakat suku bangsa papua, bakan di Papua
Newguinea, dalam masyarakat di kedua daerah tersebut, berdagang hanya berarti tukar-
menukar barang yang kurang diperlukan dengan benda-benda kain yang sangat diperlukan,
atau kemudian pertukaran barang yang sangat diperlukan dengan benda-benda yang
melambangkan ukuran nilai tertentu, seperti kerang-kerang yang indah, batu-batuan yang
berwarna atu diasah indah, perhiasan yang terbuat dari tulang, manik-manik dan lain-lain,
tetapi di dorong oleh keinginan untuk memperoleh rasa solidaritas antara orang-orang yang

Hamah Sagrim 235


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

saling bertukar-tukaran, atau karena keinginan kedua belah pihak untuk menaikkan gengsi
dengan memberikan benda yang lebih berharga dari pada yang diterimanya. Gejala
pertukaran barnag atau perdagangan tradisional seperti itu diketahui para ahli sudah
berlangsung sekitar 100 tahun yang lalu.
Perdagangan kain tmur yang merupakan aktivitas orang Maybrat, (meibrat, mejbrat),
orang Imian, orang Sawiat, orang Tehit, orang Madik dan orang Karon dengan materi
perdagangan kain timur sebagai jenis barang yang dipertukarkan dalam aktivitas sehari-hari
orang Maybrat, Imian, Sawiat, pria maupun wanita suka dan memang pandai berdagang,
seperti juga halnya orang Karon. Pada tahun 1950an, mereka biasanya mengambil hasil hutan
seperti rotan dan damar yang mereka jual kepada tengkulak China atau Bugis yang datang
dari Sorong atau Bintuni. Selain menanam tumbuh-tumbuhan yang hanya menghasilkan
makanan saja, orang maybrat dan Karon pada umumnya menanam tumbuh-tumbuhan yang
dapat merek ajual di pasar, seperti bawang, cengkeh dan berbagai macam buah-buahan.
Karena tanah di sekitar danau Ayamaru rupa-rupanya kurang subur maka penduduk
biasanya hanya dapat memungut hasil dari ladang mereka satu kali saja, dan kemudian
meninggalkan ladang tersebut. Mereka lalu membuka sebuah ladang baru, sehingga dalam
waktu satu tahun saja mereka seringkali harus berpindah tempat 2 – 3 kali. Oleh karena itu,
rumah orang Maibrat (secefra – halit) sangat sederhana dan mudah dibongkar untuk
dipindahkan ke lokasi yang baru. Kadang-kdang mereka membangun rumah ladang di atas
sebuah beranda yang mereka biat diatas pohon dan ada yang langsung dari bawah tanah
(halit) untuk mengawasi binatang-binatang perusak kebun atau melindungi diri dari
gangguan akan sekitar serta serangan musuh.
Di samping rumah sederhana di ladang, orang Maybrat, Imian, Sawiat juga memiliki
rumah tetap di desa induk. Setiap kali mereka kembali ke desa induk setelah selesai musim
panen, untuk melaksanakan berbagai macam upacra dan pesta yang berkenaan dengan daur
hidup, seperti misalnya pesta perkawinan, bersama warga-warga keluarga patrilineal mereka
yang lain. Rumah di desa induk yang juga mereka sebut samu yang mana lebih besar dari
pada rumah di ladang halit, dibangun lebih kokoh dan diatas tiang-tiang, dengan bahan
bangunan yang lebih kuat.
Pesta-pesta dan upacara-upacara adat yang keramat, yang dilaksanakan dalam rangka
solidaritas klen, seperti misalnya upacara inisiasi (m’ber wiyon) dan dulu pertemuan untuk

Hamah Sagrim 236


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merencanakan serangan pengayauan (mhoh bioh). Di waktu yang lampau, pertemuan


semacam ini diselenggarakan dalam balai pertemuan umum (samu siret) yang
dianggapkeramat. Namun menjelang zaman perang pasifik, ketika pemerintah Hindia-
Belanda berusaha memantapkan administrasi pemerintahannya di daerah Maybrat, Imian,
Sawiat bersama dengan upaya penyiaran Agama Kristen, banyak upacara adat terutama yang
berkaitan dengan cara membongkar dan membakar balai (samu siret) dan klwiyon-bol watle
yang nama digantikan dengan balai desa atau gereja, yang dibangun sesuai dengan contoh
yang diberikan oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Orang Karon juga tetap mengalami perubahan sosial yang sama, walaupun
perkampungan tempat tinggal mereka kecil-kecil dan saling berjauhan letaknya ditengah atau
dekat ladang mereka masing-masing, lebih mantap sifatnya, dan tidak hanya merka gunakan
untuk berkemas saja, kecuali itu upaya untuk menggabungkan perkampungan kecil menjadi
desa yang lebih besar, dan mantap guna memudahkan urusan administrasi, sudah dimulai
sebelum hal yang sama dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda, dikalangan orang
Maybrat, Imian, Sawiat upaya yang kemudian dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia,
berhasil membentuk 7 desa pada tahun 1969.
Adat pertukaran kain timur ini juga menonjol dalam pesta dan upacara perkawinan,
perlu suatu uraian mengenai adat-istiadat perkawinan dan sistem kekerabatan orang maybrat,
Imian, Swiat dan Karon yang melatar belakangi adat-adat itu.
Dalam sistem kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat, keluarga Karon seperti
pada banyak masyarakat manusia di dunia, keluarga inti juga merupakan kesatuan
kekerabatan yang paling dasar. Namun walaupun pola perkampungan orang Maybrat, Imian,
Sawiat dan karon tidak kompak pada tahun 1950an, tetapi keluarga inti orang Maybrat,
Imian, Sawiat dan Karon tidak lepas dari jaringan. Kekerabatan yang lebih luas, yang
mengikat para anggotanya, melalui hubungan keturunan yang mengacu ke para warga pria
(patrilineal). Istilah antorpologi sosial untuk kesatuan sosial semacam itu adalah “klen
patrilineal”. Dalam bahasa Maybrat, istilah asli bagi kesatuan sosial semacam itu sudah tidak
dikenal lagi, tetapi diganti dengan istilah perkenalan fam/marga yang berasal dari Maluku,
yang masuk kedaerah kepala burung bersama-sama dengan para penginjil yang menyebarkan
Agama Kristen.

Hamah Sagrim 237


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat dan Karon, sistem perkawinan didasarkan
pada exogami klen kecil patrilineal (ra kinyah dalam bahasa Maybrat atau rae sawan dalam
bahasa Karon). Karena dalam kedua masyarakat itu merupakan klen-klen kecil
mengelompok menjadi satu dalam desa, maka exogami klen kecil dapat diartikan sebagai
exogami, kalau seorang pria Maybrat, Imian, Sawiat atau Karon kawin dengan gadis dari
klen kecil yang tinggal mengelompok di desa lain, tetapi dianggap endogami apabila ia
kawin dengan garis dari klen kecil lain tetapi tetap tinggal mengelompok didesa yang sama.
Perkawinan dalam kedua masyarakat itu masih banyak diatur dan ditentukan oleh
orang tua dan keluarga kedua belah pihak, terutama dalam penentuan maskawin. Hal itu
bahkan juga masih terjadi hingga sekarang ini, yang tampaknya merupakan suatu pandangan
dinamikal orang Maybrat, Imian, Sawiat dan Karon karena orang tua atau keluarga yang
dituakan adalah mereka yang lebih dahulu dan lebih banyak berpengalaman salah satu akibat
dari perkawinan yang diatur orang tua, peristiwa kawin lari (betak finya), bila dibandingkan
dengan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang umumnya masih menerima penentuan jodoh
antar seorang pemuda dan pemudi serta yang dijodohkan oleh orang tua.
Adat orang Maybrat, Imian, Sawiat, maupun orang Karon, adalah bahwa sesuadah
menikah, istri turut tinggal di desa kaum kerabat suaminya. Adat yang pada dasarnya
virilokal ini jarang diganti menjadi uxorilokal (suami tinggal di desa kaum kerabat isterinya).
Apabila si isteri berasal dari desa yang sama, maka untuk melaksanakan adat virilokal tidak
ada persoalan, tetapi apabila dia berasal dari desa lain maka ia harus tinggal terpisah jauh dari
keluarganya. Adat uxorilokal seringkali merupakan akibat dari tak mampunya kaum kerabat
pria untuk menyelesaikan harta maskawin (Mayi Boyi). Yang tidak terdiri dari barang yang
ber nilai tinggi, tetapi yang juga langka dan juga sulit untuk diperoleh. Selain itu, suami
wajib pula bekerja untuk keluarga isterinya (kro finya), seperti membantu bercocok tanam di
ladang (ykah wora) atau melakukan hal-hal dalam bidang-bidang lain bagi keluarga isterinya
yang sesuai dengan kemampuannya.
Apabila suatu perkawinan disetujui oleh kerabat pria dan wanita, maka pihak kerabat
pria harus membayar maskawin sesuai dengan nilai yang telah disepakati oleh kerabat orang
tua pria dan wanita. Dulu, inti dari maskawin adalah kain-kain pusaka yang disebut “wan
safe”, namun sekarang karena benda atau wan safe sudah sulit didapat, maka nilainya
menjadi sangat tinggi. Pembayaran maskawin kini dengan kain timur dan uang, karena pada

Hamah Sagrim 238


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

saat ini konsumsi uang semakin tinggi, maka maskawinpun semakin tinggi harganya. Di saat
sebelum zaman perang pasifik, orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan Karon baru mengenal
suatu benda baru yang kemudian sebagai salah satu unsur baru dalam maskawin setelah
sebelumnya hanya menggunakan kerang laut, heger, timponan dan perhiasan manik, unsur
bahan yang baru tersebut adalah tekstil kain timur (Boo dalam bahasa Maybrat) untuk
menggantikan benda-benda perhiasan tradisional yang waktu itupun sudah hampir hilang
serta di anggap sebagai benda yang menyimpan majik. Sampai sekarang tekstil tersebut
(Boo) masih tetap menajdi unsur pokok dalam pembayaran maskawin yang mana dilakukan
oleh kerabat pria kepada kerabat wanita sebagai tanda bahwa kerabat wanita telah resmi
menjadi isteri seorang pria yang telah dibayar lunas.

5. Sistem Perkawinan Orang Maybrat, Imian, Sawiat


Dalam masyarakat orang Maybrat, Imian, Sawiat, sistem perkawinan didasarkan
pada exogami klen kecil patrilineal (raa kinyah atau raa sou su dalam bahasa Maybrat) atau
(rae sawan dalam bahasa Karon). Karena kedua masyarakat itu warga klen-klen kecil
mengelompok menjadi satu dalam desa, maka exogami klen kecil dapat diartikan sebagai
exogami desa, tetapi dapat pula endogami desa. Dianggap sebagai exogami kalau seorang
pria Maybrat, Imian, Sawiat kawin dengan gadis dari klen kecil lain yang tinggal
mengelompk di desa lain, tetapi dianggap endogami apabila ia kawin dengan garis dari klen
kecil lain tetapi tinggal mengelompok di desa yang sama.
Dalam sistem kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat seperti banyak masyarakat
di dunia, keluarga inti merupakan kesatuan kekerabatan yang paling mendasar (margais).
Walaupun keberadaan keluarga inti (margais) yang berbeda-beda dan tersebar di mana-mana
tetapi tetap memegang kekompakan ini. Misalnya saja seorang yang bermarga Sagrim
tinggal di Sauf, bertemu dengan klen satu marga Sagrim di Jayapura, atau di Jawa, atau di
Amerika ataupun di negara mana saja, maka keutuhan klen Sagrim akan di eratkan walau
sudah berjauhan dari asal desa mereka. Pola perkampungan orang Maybrat, Imian, Sawiat
pada tahun 1940 belum padat, namun kelaurga inti orang Maybrat, Imian, Sawiat tidak
melepaskan jaringan kekerabatan mereka dan hingga sekarang ini, jaringan kekerabatan
tersebut menjadi luas, dan mengikat pada anggotanya melalui hubungan keturunan yang
mengacu ke marga pria (patrilineal). Istilah antorpologi – sosial utnuk kesatuan sosial

Hamah Sagrim 239


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

semacam itu adalah “klen patrilineal”. Dalam bahasa Maybrat, Imian, Sawiat istilah asli
kesatuan sosial semacam itu adalah “keret”, yang kemudian berkembang menjadi “fam”
dan selanjutnya “marga”.
Sistem perkawinan dalam kedua mempelai dalam masyarakat Maybrat, Imian,
Sawiat itu masih banyak diatur dan ditentuakan oleh orang tua dan keluarga kedua belah
pihak (raa mabi). Hal itu bahkan sampai sekarang kadang masih tetap dipertahankan oleh
beberapa orang tanpa melibatkan satu keret tetap tergantung pada keluarga inti tertentu dan
juga masih tampak sekarang ini hal itu terjadi pad orang Maybrat, Imian, Sawiat hingga
sekarang, yang tampaknya mempunyai pandangan yang lebih dinamikal karena mereka
sudah lebih dahulu dan lebih banyak memiliki pengalaman.
Adat pada orang Maybrat, Imian, Sawiat adalah bahwa sesudah menikah istri turut
tinggal di desa kaum kerabat suaminya. Adat yang pada dasarnya virilokal ini tak jarang
digantikan menjadi uxorilokal (suami tinggal di desa kaum kerabat isterinya) apabila si istri
berasal dari desa yang sama, maka untuk melaksanakan adat virilokal tidak ada persoalan,
tetapi apabila ia berasal dari desa lain, maka adat virilokal mengalami persoalan karena
tinggalnya berjauhan. Adat uxorilokal seringkali merupakan akibat dari takmampunya kaum
kerabat pria untuk mengumpulkan harta maskawin (Boyi) pada sebutan orang maybrat, yang
tidak hanya terdiri dari barang yang bernilai tinggi tetapi yang juga langka dan sulit
diperoleh. Selain itu si suami wajib pula bekerja untuk keluarga isterinya, seperti membantu
bercocok tanam di ladang, atau melakukan hal-hal dalam bidang-bidang lain bagi keluarga
iterinya yang sesuai dengan kemampuannya.
Apabila suatu perkawinan di setujui oleh kerabat pria dan kerabat wanita, maka
pihak kearbat pria harus membayar maskawin (Mayi Boyi). Dulu inti dari maskawin adalah
benda-benda tradisional yang terbuat dari kain (boo) akan tetapi sekarang sistem
pembayarannya dengan menggunakan kain timur (boo) sebagai benda pusaka dan uang
(pitis). Namun karena benda-benda pusaka itu sekarang sudah sukar di dapat, sehingga
nilainya menjadi sangat tinggi. Disamping benda-benda tradisional itu, maskawin juga
terdiri dari uang. Uang yang dibayarkan seringkali di beri dalam jumlah banyak.

6. Kain Timur – Boo – Dalam Perkawinan

Hamah Sagrim 240


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dalam maskawin orang Maybrat, Imian, Sawiat sejumlah kain timur yang ternama dan
berbobot nilai tinggi (wansafe, bokek, sarim) menjadi unsur yang pokok di samping
sejumlah benda yang bernilai seperti uang.
Sewaktu berkunjung ke rumah calon pengantin (samu finya mgiar) untuk melamar,
keluarga pihak wanita biasanya menentukan jumlah serta ragam benda maskawin yang harus
di serahkan oleh keluarga pihak pria, yang antara lain terdiri dari kain timur (boo) dari
golongan yang mereka kehendaki dan uang (pitis) sebagai bagian penting dari pembayaran
maskawin wanita, keluarga wanita biasanya meminta jenis kain yang bergengsi seperti
wansafe, bokek, sarim, pihak keluarga calon pengantin pria jarang dapat menolak
permintaan tersebut untuk menghindari malu karena kehilangan martabat (bobot).
Apabila maskawin yang diminta tidak dapat di sediakan oleh pihak keluarga inti pria,
maka keluarga inti pria, mereka akan segera meminta bantuan dari semua kerabat untuk
mendapatkannya. Seorang kerabat yang berkuasa dan mempunyai hubungan yang luas tentu
mudah mendapatkan benda-benda langka. Dengan demikian pihak keluarga calon pengantin
pria sekaligus betapa tinggi dan luasnya kekuasaan kerabat mereka. Sebaliknya, pihak
keluarga calon pengantin wanita juga tidak tinggal diam, karena mereka juga akan
mengusahakan barang-barang bernilai seperti makanan, babi, minuman enao (saguer)
sebagai persen (mbar) kepada keluarga mempelai laki-laki atas porsen terhadap pembayaran
maskawin. Kalau pemberian mereka tidak seimbang merekapun akan mendapat malu besar.
Pertukaran kain timur bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat memang mengandung unsur
martabat dan gengsi, walaupun disamping itu adat pertukaran kain timur juga memperdalam
rasa solidaritas antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Kegagalan untuk membayar maskawin, seperti yang telah dijanjikan tidak hanya
menimbulkan rasa malu yang mendalam pada pihak keluarga mempelai pria tetapi mereka
juga akan memberikan anak yang kelak lahir dari perkawinan itu kepada keluarga mempelai
wanita untuk diadopsi, kalau pasangan itu tidak mempunyai anak, maka si suami harus
bekerja untuk keluarga isterinya sampai hutangnya lunas.
Di samping itu, pada pesta perkawinan diundang juga warga klen-klen lain yang
biasanya datang ke pesta yang merupakan kesempatan untuk memamerkan kain timur (matir
boo) dan saling menukarkannya. Pihak-pihak yang kalah tidak jarang menderita hutang

Hamah Sagrim 241


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

besar dan kalau ia tidak membayarnya, ia wajib bekerja sebagai budak pada pihak yang
menang.

7. Kain Timur – Boo – Untuk Membayar Denda


Pelanggaran janji yang dianggap paling serius dalam masyarakat Maybrat, Imian,
Sawiat dan yang karena itu menurut adat harus dihukum dengan denda-denda adalah
perzinahan. Denda yang dituntut dapat dilakukan oleh isteri mapun oleh suami, apabila zinah
itu dilakukan oleh isteri maka suami biasanya menceraikan isterinya, yangh berakibat bahwa
keluarga isteri harus mengembalikan maskawin, termasuk kain timur yang telah mereka
terima sebagai (Boyi), serta beberapa ekor babi semua pasangan itu diambil oleh suami.
Sebaliknya apabila zinah dilakukan oleh suami, kadang-kadang juga bisa terjadi perceraian,
tetapi kadang-kadang juga tidak. Walaupun demikian karena perbuatan itu dianggap sebagai
suatu pelanggaran janji, kerabat suami dikenakan denda dengan mengembalikan kain timur
(boyi) yang telah mereka terima dari kerabat isteri, ditambah dengan sejumlah kain timur
yang golongannya di tentukan oleh kerabat isteri juga, disertai dengan beberapa ekor babi.
Apa bila si suami ingin menikah dengan wanita yang digaulinya itu, maka kerabatnya tentau
juga harus membayar boyi kepada kaum kerabat isteri yang baru.
8. Kain Timur – Boo – Dalam Upacara Kematian
Orang Maybrat, Imian, Sawiat membedakan antara orang mati karena umur tua,
karena sakit, karena kecelakaan dan karena guna-guna. Dalam semua upacara diperlukan
kain timur sebagai salah satu unsur. Apabila harta orang yang meninggal itu banyak dan
kekuasaannya besar, maka kain-kain yang dipakai untuk menutup jenazah, atau yang
diikatkan pada pohon-pohon dengan jumlah yang lebih banyak plus yang di sobek-sobek
dengan kualitas kainnya pun terbaik, tetapi apabila orang meninggal itu miskin, maka sudah
cukup sehelai kain yang tidak sangat mahal ditutupi jenazahnya, atau dipotong-potong atau
di sobek untuk diikatkan pada beberapa pohon sekitar halaman. Kekayaan dan kekuasaan
orang meninggal itupun tampak dari jenis makanan yang tersedia.
Apabila kematian seseorang oleh kerabatnya di duga akibat guna-guna, maka para
kerabat itu akan meneliti serta melacak orang yang melakukan atau menyuruh melakukan
guna-guna tersebut. Apabila orang-orang tersebut telah ditemukan, dan dakwaan terhadap
mereka dibenarkan oleh orang-orang terdakwa dengan menggunakan alat uji (fnor) oleh para

Hamah Sagrim 242


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

ahli di bidang itu dan disaksikan oleh para keluarga korban dengan menghadirkan pemimpin
masyarakat, maka biasanya orang-orang terdakwa tersebut sulit untuk ingkar. Sebagaimana
halnya orang yang melanggar adat, mereka di tuntut bayar denda kepada kerabat orang yang
meninggal, yang selalu beruapa sejumlah kain timur. Hingga sekarang ini pembayaran atas
kematian ini terus dipertahankan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat.
Karena mencari, mengumpulkan dan membeli kain timur memerlukan banyak biaya,
dan waktu, hal itu seringkali dapt menggangu konsentrasi orang pada pekerjaan mereka yang
lebih produktif dan berguna, sehingga upaya berkembang baikpun terganggu.

9. Kain Timur – boo – Dalam Transaksi Perdagangan


Fungsi kain timur – boo – sebagai alat pembayaran dalam perdagangan sebenarnya
sudah ada sejak dahulu, ketika para pemburu burung cenderawasih membawa kain-kain
tekstil sebagai pengganti peralatan untuk berburu, jasa pemandu, serta bahan makanan
selama berburu, dari produk asli. Samapai sekarang pun penggunaan kain timur – boo –
sebagai alat pembayaran dalam perdagangan masih terlihat, walaupun alat pembayaran
perdagangan modern seperti uang telah berhasil mendominasi dunia, walaupun orang
Maybrat, Imian, Sawiat sudah sejak 5 – 6 dasa warsa yang lalu (yaitu masih dalam zaman
pemerintahan Hindia – Belanda) mengenal uang. Banyak hal, seperti berbagai peralatan masa
kini, makanan dan minuman dalam kaleng, dan tembakau, telah merka beli dengan uang.
Namun daging yang mereka beli dari produk (jadi tidak di toko atau kedai) seringkali
masing-masing dibayar denagn kain timur, dan upah pun kadang-kadang dibayar dengan
uang, walau sebelumnya selalu dibayar upah dengan kain timur – boo.
Dalam pertemuan-pertemuan antar pedagang di pasar, di tempat-tempat lain di Indonesia,
kita sering melihat kegiatan bermain judi. Di daerah Maybrat, Imian, Sawiat, berjudi dengan
kain timur – boo – sebagai taruhannya, tak jarang menimbulkan akibat-akibat yang negatif
seperti yang terurai diatas.

10. Larangan dan Munculnya Kembali Pertukaran Kain Timur – samiya boo – di Daerah
Maybrat, Imian, Sawiat.
Ketika pemerintah Hindia – Belanda kembali ke Manokwari seusai perang pasifik,
dan menguasai penduduk daerah kepala burung, muncul gagasan pada penguasa untuk

Hamah Sagrim 243


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menghapuskan aktivitas pertukaran kain timur – semya boo – yang dalam zaman jepang
meningkat secra ekstrem dan mengganggu keamanan serta menghambat laju pembangunan
di daerah kepala burung, terutama daerah Maybrat, Imian, Sawiat. Setelah pemerintah
Hindia-Belanda menelitinya dengan seksama, dan laporan-laporan mengenai aktivitas
tersebut di laporkan (Galis 1955 – 56; Bruyn 1957; Dubois 1960), suatu kampanye
penerangan yang menggunakan seuab ceritera keramat dalam mitologi penduduk asli yang
mengisahkan bahwa zaman bahagia yang sesungguhnya bagi umat manusia akan segera tiba,
apabila mereka dapat mengundang kembali nenek moyang itu kembali apabila manusia
sanggup menahan diri, terhadap keserakahan serta godaan nafsu, mau menang sendiri dan
merugikan orang lain. Maka untuk memudahkan kembalinya nenek moyang segala benda
dan harta kekayaan sebaiknya dibuang. Sambutan penduduk asli, terutama golongan kaum
muda, di daerah Ayamaru, Aitinyo, Aifat, Tehit, dan Sedorfayo terhadap anjuran pemerintah
itu sangat baik sehingga ketika pemerintah Hindi – Belanda dalam tahun 1957 memberi
perintah untuk mengumpulkan semua kain timur – boo – yang ada untuk didaftar atau disita,
banyak orang Maybrat, aktif turut mencari dan membujuk dan bahkan memaksa golongan
tua serta orang-orang yang kaya untuk menyerahkan kain timur – boo – mereka. Sebenarnya
ini merupakan suatu pelanggaran besar yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda
Pada waktu itu, karena mereka berusaha menghapuskan warisan budaya orang Maybrat,
Imian, Sawiat, dengan cara memusnahkan atau membakar semua kain timur – boo- yang
merupakan nilai adat tertinggi bagi orang Maybrat, Imian, Sawiat. Hal ini merupakan
penjajahan yang memilukan serta sangat mematikan karakter budaya orang lain. Sebenarnya
saat ini orang Maybrat, Imian, Sawiat, harus menuntut kompensasi sebagai ganti rugi kepada
pemerintah Hindia Belanda atas pemusnahan budaya mereka pada waktu itu.
Walaupun dengan ceritera itu, beribu lembar kain timur – boo - berhasil disita, dan
kemudian dibakar, masih banyak orang Maybrat, Imian, Sawiat yang masih
menyembunyikannya. Setelah peristiwa itu, selama beberapa waktu, yaitu sampai akhir
pemerintah Hindia – Belanda dalam tahun 1962, aktivitas pertukaran kain timur – boo – yang
mana tidak hanya masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang dimusnahkan habis, melainkan
juga diseluruh daerah kepala burung seakan-akan semuanya menjadi hilang hampir musnah
seluruhnya, akan tetapi secara terbatas masih ada pada upacara-upacara tertentu, seperti
perkawinan dan kematian, karena benda-benda itu dianggap sebagai benda-benda keramat

Hamah Sagrim 244


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

yang mengandung kekuatan sakti yang berfungsi dalam upacara-upacara keagamaan. Dalam
hubungan itu pemerintah Belanda mengizinkan penggunaan kain timur – boo – yang telah
didaftar dan dicap terlebih dahulu, setelah pihak-pihak yang bersangkutan mengajukan
permohonan khusus.
Sayangnya setelah pemerintahan di Papua yang sebelumnya Irian Jaya di ambil alih
oleh pemerintah Indonesia, aktivitas-aktivitas sosial budaya penduduk pada umumnya dan
penduduk Maybrat, Imian, Sawiat pada khususnya tidak difahami, dan didorong keinginan
untuk mengeruk untung dengan cara yang mudah, beberapa pedangang yang berasal dari
Makasar, Bugis, dan Jawa mengimpor kain timur – boo – kelas “C” seperti boerim, bain,
kasuban, han dan lain-lain ke daerah Maybrat, Imian, Sawiat yang mereka jual dengan harga
yang cukup tinggi. Dengan demikian kain timur – boo – mulai beredar lagi di daerah
Maybrat, Imian, Sawait dan beberapa perdagangan kain timur – boo – yang bernilai tinggi.
Sebenarnya upaya pemberantasa peredaran kain timur – boo – bila dipandang dari
ilmu psikologi, merupakan penurunan harkat martabat orang Maybrat, Imian, Sawiat, karena
motivasi orang turut dalam perdagangan dan peredaran kain timur – boo – dalam kebudayaan
penduduk daerah Maybrat, Imian, Sawiat yang merupakan suatu hasrat manusia untuk
menaikkan martabat dan gengsi atau motivasi manusia untuk berspekulasi untuk menjadi
kaya dengan berjudi kain menjadi runtut dengan merujuk pada orang kecil (raa kinyah), yang
mana hal itu terjadi karena seorang bobot adalah orang yang memiliki banyak kain timur
(boo) akan tetapi seorang bobot itu akan menjadi rakyat kecil (raa kinyah) karena sudah tidak
memiliki kain (boo) yang berkelas. Hal semacam ini dapat disamakan dengan istilah
ekonomi dengan meminjamkan istilah kata dalam ilmu ekonomi yang disebut (bangkrut),
yaitu seseorang yang tadinya dianggap kaya dengan harta sebagai tolok ukur atau
barometernya akan dipandang sebagai orang jelata atau orang kecil ketika ia jatuh bangkrut.
Demikian seorang bobot akan menjadi seperti seorang kaya yang bangkrut. Walaupun hingga
kini banyaknya kain timur – boo – tenunan, orang Maybrat, Imian, Sawiat menganggapnya
sebagai bahan yang nilainya kecil (bo ro tna sei), dan mereka lebih menerima kain timur –
boo – yang semenjak dulu sudah di pakai yaitu dengan pengertian mereka bahwa kain timur
–boo- yang umurnya tua mempunyai nilai lebih tinggi ketimbang yang berumur muda,
karena untuk boo yang walaupun sudah berabat tahun, tetapi umurnya itulah yang

Hamah Sagrim 245


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

memberikan suatu nilai tertinggi dan semakin menjadi tolok ukur utama nilainya. Berikut
lihat gambar jenis kain timur:

Gambar:
jenis kain timur kelas 2 (boo toba)

11. Perdaganagan Kain Timur – feyah boo – rura – m’fou gu ano

1. Perdagangan tradisional di daerah maybrat imian sawiat.


Perdagangan tradisional antar klen orang Maybrat, Imian, Sawiat (Feah Boo, Rura,
Mfou Guano) merupakan aktivitas yang umum dalam kehidupan mereka. Dalam
masyarakat-masyarakat di daerah maybrat, Imian, Sawiat, berdagang tidak hanya berarti
tukar menukar barang yang kurang diperlukan dengan benda-benda lain yang tidak
diperlukan (Guwiat) atau kemudian pertukaran barang yang sangat diperlukan dengan
benda-benda yang melambangkan ukuran nilai tertentu, tetapi didorong oleh keinginan
untuk memperbesar rasa solidaritas antara orang-orang yang saling bertukar-tukaran kain
timur (feah Boo) atau karena keinginan kedua belah pihak untuk menaikkan gengsi
dengan memberikan kain timur yang lebih berharga daripada yang diterimanya. Gejala
pertukaran kain timur seperti itu dibedakan atas 3 bagian besar sebagaimana yang lazim
dilakukan, yaitu :

Hamah Sagrim 246


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2. Feah Boo
Feah boo adalah pemberian kain timur kepada saudara atau saudari untuk
menyelesaikan persoalan seperti denda masalah (Bo hlat, Boke) atau membayar
maskawing (Boyi). Pemberian atau pertukaran kain timur seperti ini feah boo selalu
diadakan suatu kesepakatan bahwa yang dibantu akan bertanggung jawab untuk
mengembalikan kain timur (Boo) yang serupa plus ditambahkan dengan beberapa kain
timur (Boo) sebagai bunga. Pengembalian ini biasa disebut Tho Boo atau masi bah, atau
juga Me Fe Too, bergantung besar kecilnya keterlibatan klen yang ikut merasakan
pertukaran kain timur itu.
3. mfou gu ano
Mfou gu ano merupakan aktivitas orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana mfou gu
ano berarti kerabat dari mempelai perempuan memberi bantuan kain timur kepada
kerabat mempelai laki-laki melalui isteri mempelai laki-laki dengan perjanian tertentu
atau sebagai suatu pinjaman yang mana suatu saat nanti akan dikembalikan dengan
porsen beberapa kain sebagai imbalan dan ucapan terima kasih. Model ini sangat lazim
dilakukan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, semenjak dulu hingga saat ini.
Tho Boo → pengembalian kain dalam jumlah klen kecil sebagai penghargaan.
Masibah → pengembalian kain timur dalam jumlah klen yang besar
Me fe too → pengembalian kain timur dalam jumlah klen yang lebih dari besar
(melibatkan semua klen).

B.8. Pemimpin Tradisional Pria Berwibawa Bobot – Big Man


1. Konsep Besar Pria Berwibawa - bobot
a. Asal-usul Perkembangan Konsep

Konsep pria berwibawa atau Big Man yang di gunakan oleh para ahli antropologi untuk
menamakan para pemimpin politik tradisional di daerah – daerah kebudayaan Oseania,
khususnya di Melanesia, sesungguhnya berasal dari terjemahan bebas terhadap istilah-istilah
lokal yang digunakan oleh penduduk setempat untuk menamakan orang-orang penting dalam
masyarakatnya sendiri. Karangan yang membahas sejarah pemakaian konsep tersebut, di tulis
oleh L. Lindstrom (1981:900-905), menunjukkan bahwa sejarah perkembangan kata Big Man
dari vokabuleri sehari-hari menjadi konsep ilmiah mengalami suatu peoses yang lama. Selama

Hamah Sagrim 247


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

abad ke-19 dan sampai pertengahan abad ke-20, para peneliti di daerah kepulauan Melanesia
selalu menggunakan konsep chief, penghulu atau kepala suku, untuk menamakan para pemimpin
pada masyarakat yang mereka deskripsikan.

Konsep chief itu kemudian tidak digunakan lagi oleh karena makna yang terkandung di
dalam konsep tersebut tidak tercermin dalam system kepemimpinan banyak masyarakat di
Melanesia dan di gantikan dengan berbagai konsep lain, misalnya influential man
(Powdermarker 1944:41), Head Man (Williams 1936:236; Hogbin 1952: Index; 1964:62;
Belshaw 1954: 108; Pospisil 1963:48), Center Man (Hogbin 1939:62), strong Man (Bendt
1969:335; Du Toit 1975:385), manager (Burridge 1969:38, 1975; Scheffler 1965:22), magnate
(Chowing and Goodenough 1965-66:454), Direktor atau executive (Salisbury 1964:236), dan
tentusaja big man. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, terjadi persaingan antara istilah-istilah
tersebut untuk mendapat tempat dalam khazanah istilah ahli antropologi dan dalam situasi
persaingan itulah lambat laun muncul istilah big man sebagai konsep tipikal antropologi yang
diterima secara luas untuk menandakan suatu tipe atau sistem kepemimpinan yang ciri-ciri
dasarnya berlawanan dengan ciri-ciri dasar pada sistem kepemimpinan chief.

Konsep big man sendiri sebenarnya sudah digunakan lama sebelumnya, misalnya oleh M.
Mead, dalam karyanya, sex and Temperament in Three Primitive Societies (1935:326), namun
peralihannya dari bahasa umum (common parlance) menjadi bahasa antropologi sangat lamban.
Konsep tersebut baru menjadi konsep resmi dan dimuat dalam lexikon antropologi melalui karya
M.D. Sahlins, yang terkenal dan selalu dikutip itu, “Por Man, Rich Man, Big Man, Chief” (1963)
dan kemudian diperkuat oleh K. Burridge, melalui karyanya, “The Melanesian Manager”, yang
dipersembahkan untuk mengenang seorang tokoh antropologi politik E.E. Evans-Pritchard
(1975:86-104).
b. Sistem Kepemimpinan Tradisional Orang Maybrat Imian Sawiat Dengan Tipologi 2
Tipe Sistem Kepemimpinan.

Dalam kebinekaan kebudayaan di Maybrat, Imian, Sawiat terdapat pula kebinekaan


dalam organisasi sosial dan khususnya dalam sistem-sistem kepemimpinannya. Dari karangan-
karangan etnografi mengenai kebudayaan suku-suku bangsa di Maybrat, Imian, Sawiat dapat

Hamah Sagrim 248


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

disusun suatu tipologi mengenai sistem kepemimpinan tradisional yang dapat dibagi kedalam 2
tipe, yaitu 1) tipe pria berwibawa dan 2) tipe raja.
Untuk menyusun suatu tipologi, penulis meminjam model tipologi yang dikembangkan
oleh M.D. Saklins dalam karangannya big man, chief man (1963). Dalam karangan itu, Saklins
mengajukan suatu model analisis politik tradisional di daerah kepulauan Oseania, yang
berbentuk suatu kontinuum dengan dua kutub, pada satu kutub terdapat sistem kepemimpinan
yang disebut big man, yang dalam bahasan Indonesia sebainya kita terjemahkan dengan pria
berwibawa, dan pada ujung kutub yang lain, terdapat sistem kepemimpinan yang disebut chief
atau “raja”.
Menurut Saklins perbedaan pokok dari kedua sistem, kepemimpinan tersebut terletak
pada cara memperoleh kekuasaan. Jika pada sistem kepemimpinan pria berwibawa posisi atau
kedudukan pemimpin diperoleh melalui achievement, atau upaya pencapaian maka penduduk
pemimpin pada sistem kepemimpinan raja diperoleh melalui aseribement, atau pewarisan.
Selanjutnya, dalam karangan yang sama, Saklins berpendapat bahwa penduduk daerah
kebudayaan Melanesia hanya mempunyai satu sistem kepemimpinan tradisional saja, yaitu tipe
kepemimpinan pria berwibawa. Sebaliknya, penduduk daerah polinesia hanya mengenal tipe
kepemimpinan raja. Pernyataan Saklins ini tentu saja tidak benar, karena dari hasil-hasil studi
para ahli antorpologi lain di daerah Oseania, terbukti di daerah kebudayaan Melanesia
kepemimpinan raja seperti (orang Brokol, orang Mekeo, orang Buin, dan orang Trobriand di
Papua Newguini) ada juga sementaradi Papua barat, yaitu orang Kaimana, orang Fak-fak,
penduduk kepulauan Raja ampat dan orang Ayamaru.
Apabila kita menerapkan model kontinuum yang diajukan oleh Saklins, terdapat data
etnografi tentang penduduk Papua barat, khususnya data tentang sistem kepemimpinan
tradisionalnya, maka penduduk Papua barat khususnya orang Maybrat, orang Imian, orang
Sawiat, dapat kita golongkan kedalam 2 tipe masyarakat seperti yang tersebut di atas. Di bawah
ini akan dibuat suatu deskripsi umum tentang 2 tipe kepemimpinan tersebut dan masyarakat
penduduknya.
c. Sistem Kepemimpinan Pria Berwibawa – bobot

Ciri umum dari tipe masyarakat dengan sistem kepemimpinan pria berwibawa seperti
telah disebutkan di atas adalah kedudukan pemimpin yang diperoleh melalui upaya pencapaian.
Sumber kekuasaan dalam tipe kepemimpinan ini adalah kepemimpinan pribadi seseorang yang

Hamah Sagrim 249


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

berwujud nyata dalam keberhasilan ekonomi (kaya-bobot). Kepandaian berdiplomasi, dan


berpidato, keberanian memimpin perang, memiliki tubuh yang cukup dan tegap, serta memiliki
sifat murah hati. Ciri lain tipe kepemimpinan ini ialah bahwa seluruh kekuasaan dijalankan oleh
pemimpin sejati itu secara otonomi tunggal yesait kar dalam bahasa Maybrat. Orang-orang yang
termasuk dalam tipe ini adalah orang Maybrat, rang Imian, orang Sawiat, orang Muyu, orang
Naglum, orang Dani, orang Asmat, orang Mek.
d. Sistem Kepemimpinan Raja

Tipe masyarakat yang kedua, yaitu yang termasuk mendukung sistem kepemimpinan
raja, bercirikan pewarisan kedudukan pemimpin dari orang tua pada anak pria yang sulung, akan
tetapi bila anak sulung itu tidak mampu mewarisinya karena ia tidak memenuhi syarat-syarat
yang ditunjuk untuk jabatan tersebut, maka salah seorang adiknya atau seorang saudara ayahnya
yang memenuhi syarat-syarat kepemimpinannya dapat memperoleh kedudukan tersebut. Dengan
demikian hak kekuasaan selalu dipertahankan dan diwariska di dalam rangka kelompok
kekerabatan besar, seperti klen, melalui sistem pewarisan.
Ciri lain yang sangat penting dalam sistem kepemimpinan raja adalah adanya birokrasi.
Bentuk dari birokrasi ini adalah seperti yang oleh Max Weber disebut birokrasi tradisional, yang
berperan sebagai mesin politik, di dalamnya terdapat pegawai tiap pegawai mempunyai tugas
tertentu, seperti mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan upacara ritual, atau yang
mengurus masalah keamanan.
Masyarakat tipe kepemimpinan raja di Papua terdapat di Ayamaru, Tehit, kepulauan Raja
Amapat, daerah semenanjung Onim (Fak-fak) dan di daerah Kaimana. Kalau kita perhatikan
letak daerah-daerah itu, merupakan daerah lintas budaya antara kebudayaan Maluku di satu
pihak dan kebudayaan-kebudayaan Papua di pihak lain.
Penduduk di daerah lintas budaya tersebut dalam sejarah, telah lama mempunyai
hubungan perdagangan dengan penduduk di kepulauan Maluku, yang terletak di sebelah
baratnya. Melalui hubungan itu, terjadilah proses pengambil alihan unsur-unsur kebudayaan
tertentu, termasuk unsur sistem kepemimpinan oleh penduduk lintas budaya itu dari penduduk
kepulauan Maluku.
Unsur-unsur kebudayaan yang diambil alih itu kemudian diolah sesuai dengan
kebudayaan setempat, dan dibudayakan menjadi pranata sendiri, seperti yang diuraikan dalam
karangan-karangan etnografi (Pouwer 1955; Lochem 1963; Cator 1942; Mansoben 1982). Itulah

Hamah Sagrim 250


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebabnya kerajaan-kerajaan di Papua mirip benar dengan bentuk susunan dari beberapa
kesultanan di kepulauan Maluku, terutama di Ternate dan Tidore (Fraassen 1980; Mansoben
1982).
e. Konsep Pria Berwibawa – bobot

Konsep pria berwibawa atau Big Man yang di gunakan oleh para ahli antropologi untuk
menamakan para pemimpin politik tradisional di daerah – daerah kebudayaan Oseania,
khususnya di Melanesia, sesungguhnya berasal dari terjemahan bebas terhadap istilah-istilah
lokal yang digunakan oleh penduduk setempat untuk menamakan orang-orang penting dalam
masyarakatnya sendiri. Karangan yang membahas sejarah pemakaian konsep tersebut, di tulis
oleh L. Lindstrom (1981:900-905), menunjukkan bahwa sejarah perkembangan kata Big Man
dari vokabuleri sehari-hari menjadi konsep ilmiah mengalami suatu peoses yang lama. Selama
abad ke-19 dan sampai pertengahan abad ke-20, para peneliti di daerah kepulauan Melanesia
selalu menggunakan konsep chief, penghulu atau kepala suku, untuk menamakan para pemimpin
pada masyarakat yang mereka deskripsikan. Kemudian kita akan menggunakannya untuk
mendeskripsikan pria berwibawa di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua yang disebut bobot.

Konsep chief tidak digunakan dalam konsepe pria berwibawa di wilayah Maybrat, Imian,
Sawiat, oleh karena makna yang terkandung di dalam konsep tersebut tidak tercermin dalam
system kepemimpinan banyak masyarakat di Maybrat, Imian, Sawiat dan di gantikan dengan
konsep bobota atau big man, seperti konsep lain yang digunakan untuk penamaan diwilayah
Melanesia misalnya influential man (Powdermarker 1944:41), Head Man (Williams 1936:236;
Hogbin 1952: Index; 1964:62; Belshaw 1954: 108; Pospisil 1963:48), Center Man (Hogbin
1939:62), strong Man (Bendt 1969:335; Du Toit 1975:385), manager (Burridge 1969:38, 1975;
Scheffler 1965:22), magnate (Chowing and Goodenough 1965-66:454), Direktor atau executive
(Salisbury 1964:236), dan tentusaja big man. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, terjadi
persaingan antara istilah-istilah tersebut untuk mendapat tempat dalam khazanah istilah ahli
antropologi dan dalam situasi persaingan itulah lambat laun muncul istilah big man sebagai
konsep tipikal antropologi yang diterima secara luas untuk menandakan suatu tipe atau system
kepemimpinan yang cirri-ciri dasarnya berlawanan dengan cirri-ciri dasar pada system
kepemimpinan chief.

Hamah Sagrim 251


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Konsep big man sendiri sebenarnya sudah digunakan lama sebelumnya, misalnya oleh M.
Mead, dalam karyanya, sex and Temperament in Three Primitive Societies (1935:326), namun
peralihannya dari bahasa umum (common parlance) menjadi bahasa antropologi sangat lamban.
Konsep tersebut baru menjadi konsep resmi dan dimuat dalam lexikon antropologi melalui karya
M.D. Sahlins, yang terkenal dan selalu dikutip itu, “Por Man, Rich Man, Big Man, Chief” (1963)
dan kemudian diperkuat oleh K. Burridge, melalui karyanya, “The Melanesian Manager”, yang
dipersembahkan untuk mengenang seorang tokoh antropologi politik E.E. Evans-Pritchard
(1975:86-104).

f. Ciri-ciri Pria Berwibawa – bobot

Konsep Big Man atau pria berwibawa - bobot, digunakan untuk satu bentuk tipe
kepemimpinan politik yang diciri oleh kewibawaan (authority) atas dasar kemampuan pribadi
seseorang untuk mengalokasi dan merealokasi sumber – sumber daya yang penting untuk umum
(Sahlins 1963; Claessen 1984 dalam Van Bakel et al; 1986:1). Sifat pencapaian demikian
menyebabkan adanya pendapat bahwa ciri terpenting dari seseorang yang menjadi Big Man
adalah seseorang yang dengan kecakapannya memanipulasi orang-orang dengan sifat pencapaian
(achievement) system ini merupakan ciri ketidak stabilannya, seperti yang selalu dikhawatirkan
apakah berasal dari dalam atau luar (Van Bakel et al. 1986:3). Implikasi ketidak stabilan system
yang didasarkan pada prinsip pencapaian ini yang dikemukakan oleh Van Bakel et al. ialah
terbukanya kesempatan yang samabagi setiap anggota masyarakat, terutama kaum pria yang
sudah dewasa menurut ukuran masyarakat yang bersangkutan, untuk bersaing merebut
kedudukan pemimpin. Pria berwibawa merupakan mikrokosmos dari masyarakatnya dan oleh
karena itu status pria berwibawa menjadi pokok perhatian dari setiap orang dalam masyarakat.

Menurut A. stratheren (1979:214) ada dua arena yang digunakan untuk merebut kedudukan
pria berwibawa. Dua arena itu adalah hubungan intern dan hubungan eksteren. Hal yang
dimaksudkan dengan hubungan interen adalah usaha seseorang untuk memperoleh dan
meningkatkan pengaruh serta keunggulannya di dalam klen sendiri. Sedangkan hubungan
eksteren diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menjalani hubungan dengan pihak-pihak
luar yang terdiri dari sekutu,bekas musuh dan hubungan antara pria berwibawa. Pada umumnya

Hamah Sagrim 252


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

individu – individu yang berhasil di dua arena tersebut diakui sebagai pria berwibawa utama dan
yang dapt menduduki posisi superior untuk bertahun-tahun lamanya.

Ciri umum lain yang biasanya digunakan untuk membedakan system politik pria berwibawa
dari system-sistem politik yang lain adalah bahwa pada system pria berwibawa tidak terdapat
organisasi kerja dengan pembagian tugas di antara para pembantu pemimpin. Bahwa penduduk
di Melanesia terbentuk dari kesatuan-kesatuan social itu secara politik maupun ekonomi berdiri
sendiri-sendiri. Kondisi semacam itu, menurut K.E. Read (1959:425), rupanya tidak memberikan
peluang bagi tumbuhnya prinsip birokrasi pada system pria berwibawa di Melanesia.

Ciri – ciri kepemimpinan pada system pria berwibawa seperti tersebut diatas menyebabkan S.
Epstein, menamakan orang yang berhasil untuk masuk dan berperan sebagai pemimpin dalam
arena kepemimpinan pria berwibawa, “a well-rounded political expertise man” atau ahli politik
sejati (1972:42) dan D. Riesman, (1950) serta K.E. Read (1959:425), menamakan orang
demikian autonomous leader atau pemimpin tunggal.

Telah dikemukakan di atas bahwa prinsip dasar dari system pria berwibawa adalah
achievement berdasarkan kwalitas kemampuan perorangan. Studi – studi etnografi tentang pria
berwibawa menunjukkan bahwa atribut-atribut yang digunakan sebagai tolok ukur untuk
mengukur kemampuan seseorang agar menjadi pemimpin, menurut kebanyakan penulis dan
seperti yang disimpulkan oleh A. Chowing (1979:71), adalah kekayaan, suatu wujud nyata
kemampuan di bidang ekonomi. Sungguhpun kekayaan merupakan atribut yang sangat penting,
namun kedudukan pemimpin tidak dapat dicapai melalui kekayaan saja. Atribut lain yang harus
dimiliki pula ialah sikap bermurah hati. Sikap tersebut harus dinyatakan melalui tindakan nyata,
seperti misalnya membagi-bagi kekayaan kepada orang lain (redisitribusi), lewat sumbangan-
sumbangan dan hadiah-hadiah pada saat adanya pesta perkawinan, upacara ritual atau pesta adat
lainnya. Di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, terkenal dengan istilah bobot-big man-
seoragn bobot memiliki atribut-atribut yang telah diuraikan sebelumnya diatas.

Perbuatan memberikan sumbangan atau hadiah kepada orang lain disebut oleh M. Mauss,
adalah gift. Gift atau pemberian itu secara tidak langsung membentuk suatu ikatan antara dua
pihak, ialah pihak pemberi dan pihak penerima. Mauss, selanjutnya berpendapat bahwa
pemberian itu mengandung apa yang disebut olehnya sendiri total presentation (1924:227),

Hamah Sagrim 253


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

bahkan menurut kami perbuatan memberi ini adalah suatau metode yang digunakan oleh
seseorang dengan tujuan mengangkat gengsi atau dengan melakukannya demikian maka ia akan
dihormati, orang seperti ini bagi kami disebut dengan respect man. Seorang respect man
memiliki latar belakang yang sama dengan seorang bobot atau big man. Seorang respect man
adalah seseorang yang pada awalnya menjual diri melalui cara memberi, melayani dan menolong
sesamanya hingga semakin lama ia semakin dihargai sebagai orang yang berwibawa. Respect
man tidak diperoleh melalui cara pemberian materiil, tetapi ia secara baik memberikan kesan
hidup, sifat, berdiri sebagai seorang figure, atau dikenal sebagai pemimpin terhormat
diwilayahnya dengan ekonomi atau kekayaannya yang begitu besar. Hal ini serupa dengan yang
dimaksud Mauss, dengan total ptestation, adalah bahwa selain bentuk nyata dari benda (objek)
yang diberikan, terkandung pula di dalamnya unsure-unsur lain berupa unsur ekonomi, unsur
religi, unsur hokum, unsur keindahan dan unsur politik. Secara keseluruhan semuanya itu
membentuk kekuatan pengikat dan sekaligus merupakan kekuatan pendorong bagi pihak
penerima untuk melakukan sesuatu kembali secara langsing atau tidak langsung dalam bentuk
benda atau jasa kepada pihak pemberi.

Dilihat dari segi politik, pemberian dalam bentuk apapun merupakan modal bagi pihak
pemberi untuk meningkatkan pendukung, supporters, guna mencapai tujuan politiknya. Makin
banyak orang yang diberikan hadiah dan makin banyak yang mendapat bantuan, semakin kuat
pula kedudukan politik pihak pemberi. Pemberian yang digunakan untuk kepentingan politik
tertentu itulah yang menyebabkan F.G. Bailey (1971) menamakan pemberian sebagai “racun”
bagi pihak penerima dan J. Van Baal, mengkontatir pemberian sebagai sesuatu yang kadang-
kadang berbahaya bagi masyarakat (1975:23).

Perbuatan memberikan terus menerus hadiah atau sumbangan secara sepihak dapat
menyebabkan terbentuknya suatu hubungan ketergantungan yang bersifat asymetrik, menyerupai
hubungan patron-klien, dimana pihak pemberi berperan sebagai patron, sedangkan pihak
penerima adalah kliennya.

Dalam system kepemimpinan pria berwibawa, hubungan semacam ini sangat penting, sebab
seorang pria berwibawa dapat memanipulai kekayaan dan keunggulan-keunggulan lain yang
dimilikinya untuk memperoleh dukungan dan simpati dari para peneima bantuan. Kekayaan

Hamah Sagrim 254


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dalam system kepemimpinan pria berwibawa sekaligus mempunyai nilai simbolik dan nilai
nyata. Nilai simbolik melambangkan kekuasaan yang terkandung di dalamnya dan nilai nyata
mengacu pada benda atau harta itu sendiri. Itulah sebabnya kekayaan digunakan sebagai alat
pengabsahan kekuasaan (Cohrance 1970:5).

Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin pria berwibawa agar para
pendukung setia kepadanya menurut Sahlins (1968:164), ialah bahwa ia harus menunjukkan
kecakapan-kecakapan tertentu, misalnya pandai bertani, panda berburu, pandai berdiplomasi dan
panda berpidato, memiliki kekuatan magis, panda memimpin upacara-upacara ritual dan berani
memimpin perang.

Berbagai atribut yang diberikan kepada seorang pria berwibawa seperti tersebut diatas
seringkali menyebabkan adanya kesamaan umum, seolah-oalah seorang big man harus memiliki
semua atribut tersebut. Banyak contoh etnografi menunjukkan pula bahwa tidak mutlak semua
atribut tersebut harus dimiliki oleh seseorang agar menjadi pemimpin di dalam system pria
berwibawa. Di samping itu, data etnografi menunjukkan pula bahwa ada perbedaan penekanan
pada atribut-atribut tertentu yang dianggap penting antara masyarakat satu dan masyarakat yang
lain. Dengan perkataan lain ada perbedaan dalam tata urut hierarkis dari atribut-atribut tersebut,
misalnya dalam masyarakat A atribut X menduduki tempat pertama dalam urutan hierarkis
sedangkan dalam masyarakat B bukan atribut X tetapi atribut Y yang paling penting.

Demikian secara empiris, unsur-unsur yang merupakan atribut bagi pemimpin pria
berwibawa itu berkaitan sangat erat satu sama lain sehingga sulit untuk dipisah-pisahkan, namun
secara analisis pembagian berdasarkan urutan pentingnya atribut-atribut itu dapat dilakukan.
Menurut hemat kami, pembagian tersebut penting, sebab memberikan pengertian yang lebih
tajan tentang corak-corak khas dalam system kepemimpinan pria berwibawa. Sepanjang
pengetahuan penulis, hal ini belum perna dilakukan oleh para ahli antropologi sehingga timbul
pendapat bahwa tipe kepemimpinan pria berwibawa itu sama dalam masyarakat yang berbeda-
beda. Pendapat demikian tentu saja selain mengaburkan pengetahuan kita tentang system
kepemimpinan tersebut, juga menyebabkan tumbuhnya sikap “sudah tahu” pada diri kita dan
menyebabkan kita tidak berminat untuk mencari lebih jauh tentang mekanisme-mekanisme yang
mendasarinya. Sebaliknya jika kita membuat suatu para digma tentang sifat-sifat yang

Hamah Sagrim 255


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merupakan sifat pokok pada masyarakat-masyarakat yang berbeda, maka akan terbukalah
perspektif baru bagi kita untuk bertanya apa yang menjadi dasar persamaan atau perbedaan itu
dan sekaligus kita berusaha untuk mncari jawabannya.

g. Tipe-tipe Pemimpin Pria Berwibawa – bobot .

Betolak dari dasar pemikiran tersebut diatas dan atas dasar pengamatan penulis sendri di
lapangan maupun kajian-kajian sendii mengena studi tentang kerangan-karangan etnografi yang
membicarakan sistem kepemimpinan pria berwibawa di Wes Papua, maka sistem kepemimpinan
ini dapat dibagi menurut dua bentuk. Bentuk pertama adalah pemimpin yang di dasarkan atas
kekayaan harta, pemimpinnya disebut pemimpin pandai berwiraswasta, dan bentuk kedua adalah
kepemimpinan yang didasarkan atas keberanian memimpin perang, pemimpinnya disebut
pemimpin perang.

h. Pemimpin Pria Berwibawa Berdasarkan Kemampuan Berwiraswasta.

Sub-bab ini diberi judul demikian berdasarkan dua alasan. Alasan pertama ialah alasan
yang didasarkan atas pendapat sejumlah ahli antropologi, sedangkan alasan kedua didasarkan
atas pendangan pendukung sistem kepemimpinan tersebut itu sendiri.

Alasan pertama, pendapat dari pihak ahli antropologi, contohnya, berasal dari F. Barth
(1963:6) yang berpendapat, bahwa tindakan-tindakan seorang pemimpin pria berwibawa dapat
disamakan dengan seorang enterpreneur atau sorang wiraswasta. Seorang pria berwibawa dapat
mengakumulasi sumber-sumber daya tertentu dan memanipulasi orang-orang utnuk mencapai
tujuannya. Menurut Barth, tujuan di sini dapat berupa kekayaan, kedudukan, dan prestise.
Pendapat lain berasal dari Thoden Van Velsen. Menurut ahli ini, sifat interaksi antara para
pemimpin pria berwibawa adalah sama dengan interaksi antara para pengusaha, sebab sering
terjadi tawar-menawar antara mereka bahkan kadang-kadang mereka sengaja untuk saling
mengalahkan atau menghancurkan midal pihak lawannya. Interaksi tersebut menentukan struktur
dari pollitical field (Thoden van Velsen 1973:597). Pollitical field di sini adalah para pemeran
yang secara langsung terlibat di dalam proses politik.

Kecuali dua pendapat tersebut, terdapat pula beberapa pendapat lain yang berasal dari
ahli-ahli antropologi yang secara langsung melakukan penelitian di derah kebudayaan Melanesia.

Hamah Sagrim 256


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tempat terdapatnya sistem pemimpin pria berwibawa. Pada umumnya para peneliti itu
menyamakan seorang pria berwibawa dengan seorang pengusaha wiraswasta (lihatlah misalnya
karangan-karangan dari strathern 1974:255; Burrigde, 1975:86; Sheffler 1965:22; Elmberg 1968;
Pouwer 1957).

Selanjutnya dibawah ini saya muat dua buah contoh alasan berdasarkan pendapat
masyarakat pendukung sistem itu sendiri. Contoh pertama berasal dari orang Me (Kapauku).¹
dalam studinya tentang orang Me (Kapauku), L. Pospisil mencatat kata-kata yang diucapkan oleh
para informannya terhadap seorang warganya yang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin
pria berwibawa, tetapi tidak berhasil, sebagai berikut: ”dia adalah salah satu dari orang-orang
bodoh yang tidak mengerti urusan dagang, sebab ia dapat menjadi tonowoi, pemimpin, tetapi
karena ketolololannya ia tidak meningkatkan kekayaannya melainkan ia memboroskannya”
(1958:79).

Contoh kedua berasal dari orang Maybrat. Seorang informan dari J. Pouwer mengatakan
bahwa seorang yang dapat menjadi pemimpin politik pada orang maybrat adalah orang yang
pandai berdagang. Ucapan di atas ini kemudian dilukiskan dengan contoh berikut: ”dia menjual
sauger (tuak)-nya dengan harga setalen, uang setalen itu diberikan kepada ipar-ipar-nya. Ia
menerima kembali dari ipar-nya dua talen (50 sen). Uang 50 sen itu diberikan kepada ipar-nya
yang lain. Darinya ia menerima ” Kembali satu rupiah. Demikian uang setalen itu berdar terus
sampai mencapai 25 rupiah. Jika ada orang yang berhasil seperti ini, maka ia dapat di sebut
bobot, ”pemimpin” (Pouwer 1957:312).

Lebih lanjut sikap mencari keuntungan yang biasanya terdapat pada seorang pengusaha
pada umumnya, dikenal juga oleh orang maybrat seperti yang terungkap di dalam kata-kata
berikut: ”seorang pemimpin adalah orang yang pandai memperlakukan barang dagangan, dalam
hal ini kain timur jenis ru-ra, seperti burung yang terbang dai dahan ke dahan untuk membawa
keuntungan” (Elmberg 1968; Kamma 1970; Schoorl 1979:178, 208; Miedema 1986:31). Contoh-
contoh diatas kiranya cukup memberikan penjelasan mengapa saya menyamakan seorang
pemimpin politik pria berwibawa ata big man dengan seorang yang mempunyai keterampilan
berwiraswasta.

Hamah Sagrim 257


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Deskripsi-deskripsi tentang orang Maybrat, orang Me dan orang Muyu di bawah


memberikan penjelasan yang lebih terinci tentang seorang pemimpin yang menggunakan
kekayaan sebagai sumber kekuasaannya.

i. Pemimpin Pria Berwibawa Berdasarkan Kemampuan Memimpin Perang

Sub-sub ini diberi judul demikian karena pada kelompok-kelompok etnik tertentu di west
Papua yang mendukung sistem politik pria berwibawa aktivitas perang³ meupakan fokus
kebudayaannya sehingga selalu dibutuhkan orang-orang tertentu yang memiliki keberanian
untuk menjadi pemimpin masyarakat.

Sifat berani ini mengandung dua unsur agresif dan unsur orator. Kedua unsur tersebut
berkaitan erat satu dengan yang lain. Unsur agresif terwujud dalam bentuk pernah membunuh
orang lain, biasanya dari pihak musuh pada waktu perang, atau pada waktu ekspedisi
pengayauan kepala manusia. Kadang-kadang terjadi juga bahwa tindakan membunuh . Kecuali
unsur agresif, unsur itu terjadi di dalam kelompok sendirirator atau pandai berpidato adalah juga
merupakan syarat penting.

Seorang pemimpin pada masyarakat yang berkebudayaan perang, harus memiliki pengetahuan
dalam berbagai hal yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk disampaikan dalam

pidato- Politik serta kadang-kadang sebagai pemimpin upacara-upacara keagamaan dibahas


secara lebih luas pada sub-sub bab dibawah yang berjudul ”sistem kepemimpinan bobot”. Orang-
orang Eropa pertama mengunjungi daerah Maybrat, terdiri dari suatu tim ekspedisi pemetaan
Belanda pada tahun 1908. walaupun sudah ada kontak pada waktu itu, namun Pemerintahan
Belanda baru melaksanakan pemerintahan administratifnya atas daerah itu pada tahun 1924.
sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1934, terbentuklah kampong-kampung yang pertama
yang secara permanent didiami oleh orang Maybrat ataas usaha pemerintahan Hindia Belanda.

Sebelumnya itu, orang Maybrat hidup secara terpencar dalam kelompok-kelompok


kekerabatan kecil dan sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya mengikuti pola
perladangan mereka yang berpindah-pindah.

Pada tahun 1935, dibuka pusat pemerintahan Belanda yang pertama di Aitinyo dan di
sekitar pusat pemerintahan tersebut, dibentuk beberapa kampung. Pembentukkan kampung-

Hamah Sagrim 258


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kampung di sekitar danau, terjadi pada tahun 1950, dan tiga tahun kemudian (1953) kampung-
kampung terbesar diantara kampung-kampung yang telah dibentuk itu mendapat guru dan
sekolah.

__________________________________________

¹Nama Me adalah nama yang sekarang di pakai untuk menggantikan nama kapauku yang digunakan oleh
Leopold Pospisil, untuk menamakan golongan etnik yang mendiami di sekitar danau Paniai. Nama kapauku
yang telah di kenal secara luas di kalangan ilmuwan lewat karangan Pospisil itu tidak di sukai oleh
penduduk Me sendiri. Perasaan tidak suka pada nama Kapauku dinyatakan secara langsung dan tidak
langsung melalui berbagai media dan kesempatan antara lain dalam seminar pemerintahan Desa di West
Papua, yang diselenggarakan pada tahun 1986 di holandia (sekarang Jayapura). Penduduk sekitar danau
paniai lebih senang menggunakan nama Me yang berarti manusia sejati untuk menamakan golongan etnik
mereka. Itulah sebabnya dalam karangan ini penulis menggunakan nama Me sebagai pengganti nama
Kapauku (lihat makalah sdr. R. Gobay, 1986). Penjelasan lebih lanjut lihat butir 3 bab III di bawah. ²istilah
ipar adalah sebutan saudara laki2 isteri. Pemakaian istilah tersebut kadang digunakan juga untuk semua
kerabat dari pihak isteri pada generasi Ego.

j. Sistem Politik – bobot

Sebelum nama bobot muncul sebagai orang berwibawa di tengah-tengah kehidupan orang
Maybrat, walaupun sudah ada semenjak keberadaan mereka, dikonstatir bahwa orang Maybrat
mengenal sistem politik yang didasarkan pada gerontocrocy atau kepemimpinan orang tua, dan
merupakan sistem politik yang didasarkan atas kekuasaan satu orang. Sistem kekuasaan yang
bersifat gerontocracy itu hanya terbatas di dalam lineage atau cabang klen sendiri, kadang-
kadang dapat meluas sampai ke klen. Sistem kepemimpinan gerontocracy tersebut kemudian
menjadi hilang ketika meunculnya nama bobot yang mana diberikan kepada para gerontocracy.

Menurut Kamma (1970:138), mengatakan bahwa kelompok sosial baru yang disebut
bobot itu mucul sebagai akibat makin pentingnya peranan kain timur dalam kebudayaan orang
Maybrat. Pada mulanya kain timur hanya mempunyai fungsi sosial, yaitu untuk mempertahankan
kelompok dan interes kelompok. Fungsi tersebut kemudian secara lambat laun berubah menjadi

Hamah Sagrim 259


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kepentingan individu sebgai akibat faktor-faktor sosial ekonomi. Denikinlah muncul suatu
sebutan baru (bobot) di dalam masyarakat yang lebih bersifat kelompok ekonomi, yang walaupun
ikatan klen dan king group-nya masih terjalin, namun lebih mendasarkan diri pada perjuangan
yang bersifat individu untuk memperoleh kekuasaan dan prestise pribadi.

Apabila seseorang melalui kemampuan pribadinya berhasil mengumpulkan banyak boõ


atau kain timur, maka ia mendapat pengikut dan disebut bobot, berarti sangat kuat, atau arti
harafiahnya adalah perebut kain timur (Kamma 1970:134). Disamping itu, istilah bobot
mengandung pula tiga arti yang lain, seperti yang terdapat di bagian barat Maybrat, ialah pertama
bobot, berarti pemimpin, khususnya seorang pemimpin dari serangkaian upacara ritual yang
disebut orang asing (pendatang) pesta bobot. Arti kedua adalah seorang yang mempunyai banyak
pengikut atau anak buah, yang disebut kusme; orang yang mempunyai kekuasaan dan
kemampuan dalam melaksanakan upacara tukar-menukar kain dan memberikan banyak
”pemberian kain” kepada orang lain. Arti ketiga adalah seseorang yang berhasil
menyelenggarakan pesta-pesta penukaran kain yang diadakan dalam rangka upacara-upacara
sekitar lingkungan hidup orang Maybrat (Elmberg 1955:34).

Pada waktu lampau dalam zaman prasejarah, nama tersebut juga diberikan kepada
seseorang yang pernah membunuh orang lain, (musuh) (Elmberg, 1955:34). Penjelasan-
penjelasan diatas ini menunjukkan kepada kita bahwa nama atau gelar bobot terutama diberikan
kepadan dan dipakai oleh orang yang mampu menyelenggarakan upacara tukar-menukar kain
yang disebut pesta bobot, (masi bah), karena memiliki kain timur. Sebaliknya penggunaan gelar
bobot karena alasan pernah membunuh orang lain, tetapi konsep semacam ini kurang penting.
Seperti terlihat nanti dalam uraian-uraian selanjutnya di bawah ini, bahwa alasan pertama
merupakan faktor yang paling penting untuk mencapai posisi bobot, sedangkan alasan kedua
merupakan faktor pelengkap saja. Secara teori, setiap pria dewasa dapat menjadi bobot, jika
syarat-syarat tertentu dipenuhi. Menurut orang Maybrat, orang yang ideal untuk disebut bobot
adalah orang yang mempunyai pengetahuan yang baik tentang bisnis, disamping itu telah
bersedia untuk membantu orang lain dalam masalah-masalah ekonomi (berjiwa loyal, berjiwa
besar), memiliki kepribadian etos kerja yang baik, berjiwa pelayan, memperhatikan anak yatim,
janda dan duda. Atau dengan kata lain seorang bobot adalah orang kaya yang bermurah hati.
(data kajian dan penelitian pribadi, Hamah Sagrim, 2006-2007). Tentang syaraat pertama,

Hamah Sagrim 260


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pengetahuan bisnis menurut ukuran dan pengertian orang Maybrat, dapat kita lihat pada
penjelasan-penjelasan berikut.

Ukuran yang digunakan oleh orang Maybrat untuk menentukan apakah seseorang itu
mempunyai kemampuan bisnis atau tidak terlihat pada pengetahuan memanipulasi sirkulai kain
timur. Orang Maybrat berpendapat bahwa kain timur harus selalu bergerak, artinya harus secara
ters menerus beredar dari satu orang kepada orang lain dan dalam peredaran itu harus membawa
keuntungan. Keuntungan di sini mengandung dua makna, ialah makna materi dan makna prestise
(non-materi). Prinsip keuntungan yang mengandung dua makna tersebut diatas ditegaskan oleh
orang Maubrat dalam ungkapan berikut ; to boõ sou, tesia m’beri tefo ”artinya, saya ambil satu,
akan saya kembalikan lagi dengan yang sayapunya menjadi banyak”.

______________________________________
³. Istilah perang disini diartikan menurut definisi yang dikemukakan oleh R. Berndt (1962:232), yang berarti
tindakan kekerasan berencana yang dilakukan oleh anggota-anggota dari suatu kelompok sosial tertentu atas
nama kelompok sosialnya terhadap anggota-anggota dari kelompok sosial yang lain. Fokus kebudayaan
adalah aspek tertentu di dalam suatu kebudayaan yang lebih jauh berkembang dari aspek-aspek lainnya dan
yang banyak mempengaruhi . Pola kebudayaan atau struktur kebudayaan itu (Herskovits, 1948:542) Sifat
agresif dapat ditunjukkan juga pada tindakan membunuh isteri atau saudara kandung sendiri seperti yang
pernah terjadi pada orang Asmat (Mansoben, 1974:32).

Untuk memahami prinsip keuntungan yang terkandung di dalam ungkapan di atas, maka
sebaiknya saya jelaskan lebih dahulu secara singkat bahwa ini sistem tukar-menukar kain timur
pada orang Maybrat.

Dalam sistem tukar-menukar kain timur orang Maybrat, para bobot merupakan titik pusat
dari segala aktivitas transaksi. Setiap bobot mempunyai jumlah partner dagang yang bervariasi
antara 8 samapi 60 orang. Pandangan orang Maybrat untuk selalu memberikan lebih banyak
kepada pihak kreditor atau pemberi seperti terurai diatas menimbulkan semacam persaingan
yang terus menerus berlangsung antara para bobot. Persaingan tersebut menyebabkan sistem
tukar-menukar kain timur bersifat ekonomi prestise. Jadi tujuan tukar menukar kain timur pada
orang Maybrat adalah ”bukan untuk mencapai kesejahteraan sosial, melainkan untuk
mendapatkan prestise”, atau dengan kata lain tujuan tukar menukar kain timur pada orang
Maybrat adalah untuk menciptakan kedudukan terpandang dalam masyarakat.

Hamah Sagrim 261


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Menjadi orang terpandang di dalam masyarakat oleh karena kekayaan – memiliki banyak
kain timur – menyebabkan seseorang mempunyai pengikut dan berhak untuk membuat
keputusan. Disinilah letak hubungan antara aspek ekonomi dengan aspek Politik . Melalui
kemampuan dalam bidang ekonomi prestise, seorang bobot dapat menciptakan hubungan-
hubungan sosial tertentu dengan warga masyarakat yang lain, hubungan-hubungan yang
terwujud itu dapat bersifat hubungan simertis maupun hubungan asimetris. Hubungan simetris
adalah hubungan yang terjadi antara para bobot yang mempunyai kedudukan dan peran yang
relatif sama. Sebaliknya hubungan asimetris adalah hubungan yang terjadi antara seorang bobot
dengan anggota-anggota masyarakat lainnya yang tidak berstatus bobot. Hubungan ini
menyerupai hubungan patron-klien. Seorang bobot, berperan sebagai klien. Disini peran dan
kedudukan kedua belah pihak tidak sama. Pada hakekatnya seorang bobot yang mempunyai
kedudukan dan peran yang lebih penting dalam hubungannya dengan seorang warga biasa, dapat
menggunakan wewenang yang diperoleh melalui kedudukannya untuk ”memaksakan”
kehendaknya pada orang lain.
Walaupun secata teori, setiap pria dewasa mempunyai hak yang sama untuk saling
menjadi bobot, namun hanya sedikit yang dapat berhasil mencapai kedudukan tersebut. Mereka
yang berhasil menduduki status tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk
berdagang. Suatu contoh yang amat bagus yang dapat digunakan untuk melukiskan hal tersebut
adalah seperti yang dilaporkan oleh Power tentang bagaimana menjadikan duapuluh lima rupiah
dari duapuluhlima sen.
Orang-orang yang mempunyai kemampuan (pengetahuan) seperti yang dilukiskan pada
contoh tersebut diatas sajalah yang mampu untuk menyelenggarakan transaksi-transaksi kain
timur. Biasanya transaksi-transaksi itu diadakan pada tempat-tempat khusus dan pada
kesempatan-kesempatan tertentu, bukan pada sembarangan tempat dan waktu. Tempat-tempat
transaksi berclangsung berupa bangunan-bangunan rumah yang disiapkan khusus untuk maksud
tersebut dinamakan sachefra - sehafla, atau rumah pesta pesta tengkorak (schedelfeesthuizen).
Dan juga sabiach bach atau sebiah atau rumah pesta pertandingan (spelhuis). Waktu-waktu yang
biasanya ditetapkan untuk melasanakan transaksi itu biasanya terjadi pada saat adanya suatu
upacara atau pesta tertentu, misalnya pada upacara pembayaran tulang orang yang telah
meninggal dunia, pada upacara inisiasi atau pada pesta pernikahan.

Hamah Sagrim 262


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dua rumah tempat berlangsungnya upacara transaksi seperti tersebut diatas merupakan
dua kutub, dan diantara kedua kutub tersebut terjadilah sirkulasi kain timur. Rumah pesta
sachefra, dibangun di atas bukit sedangkan rumah pesta sebiach bach- sbiah yang berbentuk
rumah panjang polos, dibangun di kaki bukit. Rumah pertama bersifat sakral sedangkan rumah
kedua bersifat profan. Kedua rumah tersebut sagat penting karena di dalamnya terjadi transaksi
kain timur. Menurut orang Maybrat, kehebatan seseorang dapat dilihat pada kemampuannya
untuk mengatur pembangunan rumah-rumah upacara tersebut serta pengaturan upacara-upacara
ritus dan pesta yang dilanjutkan dengan transaksi kain timur di dalamnya. Oeleh karena tempat
upacara ini merupakan arena perebutan kekuasaan, maka sebaiknya saya uraikan di bawah ini
garis besar dari proses berjalannya upacara-upacara tersebut.

Tentang munculnya nama pemimpin bobot tidak berkaitan dengan masuknya kain timur di daerah Maybrat,
tetapi sudah ada dan sangat berkaitan dengan kemampuan dan keuletan serta kecakapan seseorang yang
mana bila dilihat dari finansial ok, kepribadian ok, sifat ok, dan berjiwa besar serta mampu menghidupkan
anak-anak yatim, janda, duda serta menyelamatkan nyawa orang yang rencana dibunuh oleh musuh,
bahkan mengambil alih masalah orang lain untuk diselesaikannya. (data kajian dan penelitian pribadi
Hamah Sagrim 2006-2007).
Tipe rumah pertama yang bersifat sakral itu disebut tengkorak sachefra-sehafla.
Penamaan demikian disebabkan oleh karena rumah tersebut memang dibangun untuk kegunaan
upacara pembagian dan pembayaran tengkorank dari seseorang yang telah meninggal dunia.
Alasan lain untuk membangun rumah upacara guna terselenggaranya transaksi
kain timur, ialah karena salah seorang kerabat sakit, mati atau karena terjadi kegagalan panen.
Peristiwa-peristiwa ”buruk” seperti tersebut diatas dianggap oleh orang Maybrat sebagai
tindakan penghukuman atau tindakan pembalasan dendam dari kerabat yang meninggal dunia
sebab ketidak pedulian terhadap dirinya oleh kerabat-kerabat yang masih hidup. Anggapan
demikian biasanya diperkuat oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh orang dukun atau shaman
atau raã wiyon. Di samping kedua alasan tersebut, alasan lain lagi adalah karena adanya
kewajiban dari seorang suami terhadap pihak isterinya untuk menbangun sebuah rumah upacara
sechafra-sehafla, guna kepentingan transaksi kain timur.

Hamah Sagrim 263


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tiga alasan tersebut dapat disifatkan kedalam dua sifat, ialah sifat sakral dan sifat profan.
Kedalam sifat sakral termasuk dua alasan pertama, sedangkan alasan terakhir bersifat profan.
Rumah upacara sechafra-sehafla, biasanya dibangun diatas prakarsa seorang bobot atau
raã wiyon, dan dibantu oleh kerabat-kerabatnya. Apabila rumah tersebut sudah selesai dibangun,
maka sekali lagi atas prakarsa bobot dan raã wiyon dikumpulkan makanan dan kain timur
bersama kaum kerabat dekat lalu disimpan di dalam rumah upacara itu. Jika semua persiapan
yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan upacara sudah siap, maka pemermarsa mengundang
semua kerabat yang dekat dan jauh, juga kerabat-kerabat dari pihak isterinya, untuk menghadiri
upacara pembayaran tulang.
Apabila pemerkarsa adalah anak laki-laki dari orang yang telah meninggal dunia, maka
pembayaran tulang dilakukan orang yang bersangkutan kepada saudara laki-laki ibu ayahnya
(yatat) (FaMoBr ) atau kepada anak-anak dari saudara ibu ayahnya (yaja yamu ana-yatat)
(FaMoBrSo).

Secara prinsip, kedudukan bobot merupakan kedudukan pencapaian, namun demikian status tersebut dapat
diwariskan juga oleh ayah kepada anak. Hal ini terjadi jika ayah meninggalkan banyak kain timur kepada
anaknya; di samping itu anak harus memiliki kwalitas-kwalitas yang dituntut dari seorang bobot, seperti
misalnya panda dalam usaha bisnis dan bermurah hati.

Pembayaran tersebut didasarkan atas pandangan di bawah ibu ayahlah yang membesarkan ayah
yang telah banyak berjasa kepada ego, sedangkan saudara laki-laki ibunya atau anak-anaknya
adalah wakil dari ibu ayahnya.
Upacara pembayaran tulang berupa pemberian sejumlah kain timur oleh pemerkarsa
(ego) kepada pihak ibunya yang disaksikan oleh kaum kerabat dari pihak ayah dan pihak ibu itu
dilanjutkan dengan penyerahan pemberian dari pihak isteri kepada ego. Pemberian itu di dalam
bahasa Maybrat disebut ru-ra berupa kain timur, diserahkan oleh ayah ibu isteri (yatat)
(FaMoBr), saudara laki-laki isteri (yaja yamu-yatat) (FaMoBr) kepada ego.
Tahap pertama dari upacara ini yang terdiri dari dua mata acara, yaitu pembayaran tulang
kepada pihak ibu oleh ego yang bertindak sebagai pemerkarsa dan penyerahan ri-ra dari pihak
isteri kepada ego. Sebelum tahap pertama yang bersifat sakral dari upacara ini ditutup dengan
acara makan bersama, pemerkarsa memanggil orang yang telah meninggal dunia itu untuk

Hamah Sagrim 264


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menyaksikan pemberian kain timur yang sakral yang diserakan olehnya kepada ibu atau saudara
laki-laki ibu dari orang yang meninggal.
Apabila tahap pertama upacara sudah selesai, maka tahapan kedua dari upacara itu yang
bersifat profan dimulai. Acaranya ialah membagian ru-ra atau pemberian yang diterima dari
pihak isteri oleh pemrkarsa kepada hadirin yang terdiri dari kerabat-kerabat ayah, kerabat ibu,
suami-suami dari saudara-saudara perempuan, kerabat-kerabat dari klen sendiri serta teman-
teman dari klen-klen lain, tidak termasuk disini kerabat-kerabat atau anggota-anggota dari kelen
pihak isteri. Dengan demikian ru-ra masuk dalam sirkulasi.
Setiap penerima ru-ra, berhak penuh atas penggunaannya, misalnya digunakan sebagai
alat bayar maskawin, untuk membayar denda atau untuk membeli makanan. Setelah beberapa
waktu berselang, satu sampai dua tahun, pemerkarsa upacara mengundang para debitor-nya
untuk mengembalikan utang-utangnya. Pembayaran kembali itu biasanya disertai dengan suatu
tgief bo, suatu pemberian tambahan, yang disebut dalam bahasa Maybrat boõ-war. Pemberian
tambahan itu kadangkadang dua kali lipat lebih banyak daripada apa yang pernah diterima.
Pelaksanaan pembayaran kembali utang basanya dilakukan di rumah upacara lain yang
sementara itu dibangun oleh pemerkarsa, disebut sabiach bach-sbiah, atau rumah pesta
pertandingan, spelhuis.
Situasi pada saat pelaksanaan pengembalian utang sebagai saat yang menegangkan, sebab
terjadi tawar menawar antara pemberi dan penerima. Semua barang (dalam hal ini kain timur
jenis ru-ra) yang digunakan sebagai tegenggift atau alat pembayaran utang yang di sebut boõru-
maru boõ, dan yang diberikan sebagai pemberian tambahan diperiksa penerima dengan amat
teliti. Jika penerima tidak puas dengan nilai atau kwalitas dari benda yang digunakan untuk
membayar utang, maka kepada debitornya diberikan lagi makanan dan minuman. Tindakan
seperti ini segera dimengerti oleh pihak debitor sehingga kembalisekali atau beberapa kali ke
tempat menyimpan barang untuk mengambil tambahan barang atau pengganti guna melengkapi
dan atau mengganti yang sudah ada. Apabila pemerkarsa sudah puas dengan pembayaran
kembali, maka dipotonglah seekor babilalu dibagikan dagingnya kepada para debitornya
(tamunya) sebelum mereka ini kembali ke tempatnya masing-masing.
Semua kaintimur yang diterima oleh pemerkarsa dari para debitornya seperti yang telah
dijelaskan diatas, kemudian disimpan oleh isterinya di rumah upacara pesta tengkorak, sachefra-
sehafla. Sesudah itu, pemerkarsa mengirim berita kepada kerabat-kerabatnya dari pihak isterinya

Hamah Sagrim 265


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

tentang telah terjadinya pembayaran utang. Mereka ini segera membangun sebuah rumah
pertandingan baru, sebiach bach-sbiah. Apabila rumah itu sudah siap dibangun, maka
ditentukannlah suatu hari tertentu untuk berkumpul disana dalam rangka pengembalian ru-ra
yang diterima oleh pemerkarsa pada waktu pembayaran tengkorak kepada pihak isterinya.
Upacara pengembalian ru-ra ini dihadiri oleh semua pihak, baik dari pihak pria (suami) maupun
dari pihak wanita (isteri).
Kain timur jenis ru-ra yang dibawa oleh pihak pria itu dijejerkan berbentuk garis panjang
di atas tanah. Barang-barang tersebut kemudian diperiksa secara seksama oleh pihak wanita.
Barang yang kurang baik diantara barang-barang itu segera dipisahkan dan harus diganti dengan
yang lebih baik. Situasi pada saat ini tegang, sebab pihak pria seringkali menyembunyikan ru-ra
yang berkwalitas lebih baik di belakang tangannya. Barang yang berkwalitas baik ini, diberikan
setelah terjadi pemeriksaan, boo-woar. Pemberian tambahan itu biasanya selain terdiri dari kain
timur jenis ru-ra juga berupa kain toko dan kain sarung.
Ongkos makan dan minum untuk semua peserta ditanggung oeleh pihak isteri. Pertemuan
tukar menukar ini kemudian diakhiri dengan pemotongan seekor babi yang di sembunyikan oleh
pihak wanita.
Gambaran peristiwa tukar menukar kain timur berupacara pada uraian diatas
menunjukkan bahwa perkarsa berperan sebagai titik sentral, titik pertemuan, antara golongan-
golongan yang berbeda asalnya. Mereka itu sendiri dari kaum kerabat pihak pria (suami), kaum
kerabat dari pihak wanita (isteri), dan teman-teman yang berasal dari cabang-cabang klen dan
klen-klen kecil. Juga dari uraian diatas kita melihat bahwa pertemuan antara golongan-golongan
yang berbeda dapat terjadi atas perantaraan di sini sebagai media pertemuan untuk kepentingan
ekonomi prestise (tukar menukar kain tumur) dalam rangka mencapai prestise sosial yang
menunjukkan dengan jelas, bahwa religi orang Maybrat adalah sesuatu yang konkrit, nyata dan
bukan transendent.
Secara sosiologis upacara tukar-menukar yang dilakukan oleh orang Maybrat
mangandung tida dimensi: dimensi religi, dimensi ekonomi dan dimensi politik. Tida dimensi
tersebut terjalin erat satu sama lain dalam suatu bentuk hubungan sibernetrik. Bagan III.1, di
bawah ini menunjukkan hubungan tersebut. Hubungan sibernetik dalam tata urut hierarkis pada
bigian tersebut dibuat demikian bedasarkan asumsi bahwa aspek religi merupakan mekanisme
pendorong untuk orang berprestasi dalam bidang ekonomi. Selanjutnya keberhasilan ekonomi

Hamah Sagrim 266


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mendatangkan prestise atau kekuasaan politik bagi seseorang. Kekuasaan tersebut menjadi
mantap karena mendapat pengabsahan religi. Sebaliknya kekuasaan politik yang mantap
memungkinkan bertambah banyaknya keberhasilan dalam bidan ekonomi yang merupakan
syarat mutlak bagi intensifikasi upacara-upacara keagamaan.
Perlu ditegaskan pula disini bahwa upacara transaksi kain timur tidak hanya terjadi pada
kesempatan adanya upacara ritual yang diadakan berhubungan dengan pembayaran tengkorak
seperti yang sudah disebutkan di atas, tetapi juga terdjadi pada upacara inisiasi, pesta perkawinan
dan pesta-pesta lainnya. Itulah sebabnya ditegaskan bahwa pada umumnya upacara-upacara
pesta lebih diarahkan pada tujuan tukar menukar dari pada tujuan umumnya:

Sering terjadi bahwa mereka tidak membangun rumah pertandingan yang baru, sebab boleh menggunakan
yang sudah ada dari iparnya. Pelaksanaan upacar-upacara ini, minuman saguer (tuak), merupakan sesuatu
yang sangat penting dalam upacara-upacara pemgayaran, memiliki nilai tersendiri. Ada ungkapan dari
orang Maybrat bahwa, tuak merupakan penggerak, artinya ketika seorang perserta yang terlibat minum,
maka ia akan mengaku bahwa dia siap membantu kerabatnya menyelesaikan persoalan yang dihadapinya,
ada juga yang mengatakan dia siap memberikan kain timur jenis yang dibutuhkan oleh kerabatnya. Dan
masih banyak lagi kelebihan daripada tuak ketika diminum. Tuak bagi orang Maybrat, merupakan sesuatu
yang membudaya, dimana di jadikan sebagai minuman permersatu, pembuka tabir, dan.y.l.

Banyak menyelenggarakan pesta (ritual) adalah pertanda penghormatan terhadap


orang-orang yang telah meninggal dunia. Penghormatan denikian menyebabkan orang mati
menjadi senang sehingga tidak menimbulkan kesulitan bagi kaum kerabatnya yang masih hidup.

Hubungan sibernitas antara Religi, Ekonomi, dan Politik

Hamah Sagrim 267


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: bagan III.1. Hubungan sibernetik antara Religi, Ekonomi dan Politik

Selain syarat-syarat yang sudah dibicarakan di atas memiliki pengetahuan bisnis dan
pandai mengatur penyelenggaraan upacara-upacara ritual serta transaksi kain timur, syarat-syarat
lain yang harus dipenuhi oleh seseorang agar ia menjadi bobot atau pemimpin, ialah sifat
bermurah hati dan pandai berdiplomasi.
Elmberg, melaporkan bahwa syarat ideal bagi seorang bobot ialah kesediaannya untuk
membantu orang lain, terutama kerabat-kerabatnya yang mengalami kesulitan ekonomi.
Ditegaskan lagi bahwa, seorang bobot adalah orang yang berbudi baik, selalu membantu para
pengikutnya dengan banyak barang. Lebih lanjut Elmberg berpendapat bahwa para bobot atau
bangkir-bangkir orang Maybrat tidak selalu menggunakan posisinya untuk menekan orang lain
secara semena-mena. Sebaliknya kekuasaannya itu dibatasi pada sifat realistik seperti pada orang
biasa Raa kinyah.
Sifat bermurah hati seorang bobot yang terwujud dalam bentuk nyata adalah pemberian
bantuan kepada orang lain. Orang yang menerima bantuan, secara otomatis menjadi pengikut
atau anakbuah bobot, mereka itu disebut ra kinyah yang berarti orang kecil atau pengikut atau
rakyat. Elmberg menamakan pengikut seorang bobot, partner bebas, atau menurut saya mereka
adalah rayat atau rakyat. Sebab walaupun mereka bekerja untuk bobot tetapi mereka masih
memiliki kebebasan untuk meningkatkan kedudukan sendiri menjadi bobot dikemudian hari.
Hanya sedikit saja yang biasanya mencapai kedudukan tersebut.
Sifat lain yang menjadi syarat bagi seorang bobot adalah kepandaian berdiplomasi. Sifat
tersebut dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk menawarkan maksudnya dengan kata-
kata yang menarik agar tawarannya dapat diterima di depan umum secara konsensus. Elmberg

Hamah Sagrim 268


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menemukan prinsip tersebut pada orang Maybrat sehingga menyamakan para bobot di Maybrat
dengan pemimpin big man pada orang Gahuku Gama (Papua New Gunea). Seperti yang
dilaporkan oleh Read (Elmberg 1968: 199-200).
Pengaruh kekuasaan seorang bobot biasanya terbatas pada lingkungan tempat tinggalnya
sendiri. Agar pengaruhnya dapat meluas sampai di batas-batas wilayah kekuasaannya, maka
seorang bobot harus memperkokoh hubungannya dengan pihak luar. Salah satu cara yang
biasanya dipakai untuk memperkokoh hubungan dengan pihak luar adalah melalui perkawinan.
Oleh karena itu seorang bobot sering melakukan perkawinan-perkawinan dengan pihak luar.
Dengan demikian seorang bobot yang besar pengaruhnya, kawing lebih dari satu perempuan,
atau dengan kata lain berpoligami. Poligami sering dilakukan oleh orang Maybrat pada
umumnya dan bobot pada khususnya adalah simbol kekayaan dan kekuasaan.
Disatu pihak, poligami adalah simbol kekayaan, sebab orang kaya saja yang mampu
membayar maskawin untuk banyak isteri. Banyak isteri berarti banyak tenaga kerja yang dapat
menghasilkan makanan yang dibutuhkan sebagai konsumsi pesta-pesta atau upacara-upacara
ritual. Poligami dipihak yang lain mempunyai arti politik atau kekuasaan, sebab melalui isteri-
isteri terjalin hubungan dengan pihak luar (pihak isteri) atau dengan perkataan lain banyak isteri
berarti banyak pula relasi. Relasi amat penting bagi seorang bobot karena para relasi adalah
pendukung dan juga partner atau rekanan dagang potensial dalam transaksi tukar menukar kain
timur.
Beberapa implikasi sosial sistem politik bobot yang berlandaskan kompleks kain timur
pada orang Maybrat, adalah kecenderungan untuk kawin diantara anak-anak bobot, atau dengan
kata lain terjadinya endogami golongan dan timbulnya kerenggangan kohesi sosial antara
seorang bobot dengan anggota-anggota klennya sendiri. Hal ini disebabkan oleh karena seorang
bobot lebih banyak memberikan perhatian kepada rekanan dagangnya daripada warga klennya
sendiri. Sebaliknya, kompleks kain timur yang melibatkan kelompok-kelompok kerabat
consaguineal atau yang seketurunan, mengakibatkan tumbuhnya solidaritas yang kuat baik
diantara kelompok-kelompok kekerabatan itu sendiri maupun diantara mereka dengan
kelompok-kelompok kekerabatan lain yang merupakan partner dagangnya. Disamping itu
kompleks kain timur yang diintensifisasikan oleh sistem politik bobot merupakan tempat
konsumsi bagi barang-barang yang tidak bertahan lama, seperti makanan dan minuman.

Hamah Sagrim 269


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

k. Analisa Komparatif Sistem Politik Orang Maybrat, Orang Me dan Orang Muyu

Analisa komparatif diadakan dalam rangka memperoleh suatu pengertian yang bersifat
komperehensif, tepat dan jelas tentang sistem politik pria berwibawa di Maybrat west Papua.
Ada dua alasan pokok untuk melakukan hal tersebut, pertama, bahwa unsur kebudayaan, dalam
hal ini sistem politik pria berwibawa yang nampak secara lahiriah sama dan terdapat pada
golongan-golongan suku-bangsa yang berbeda itu belum tentu disebabkan oleh mekanisme atau
daya-daya penggerak yang sama. Kedua, apabila memang ada daya penggeraknya yang sama, itu
belum berarti bahwa proses yang dilalui untuk mencapai wujud yang nampak dan sama itu sama
pula, mengingat latar belakang kebudayaan dan meningkatnya ekologi yang berbeda-beda dari
suku-suku bangsa penduduk dalam sistem tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, ditempuh dua tahap analisis. Analisis pertama
(butir 3.1 di bawah), membandingkan apa yang menjadi public goals atau cita-cita umum pada
masing-masing suku bangsa yang menjadi objek penelitian dan penulisan buku ini. Tahap
analisis kedua di bawah, mencari dan membandingkan mekanisme-mekanisme atau daya-daya
penggerak yang mendasari cita-cita umum itu. Cita-cita umum (public goals) dipilih sebagai
tolok ukur perbandingan atas dasar pertimbangan bahwa pada masyarakat manapun tolok ukur
inilah yang menjadi dasar pranata politik, sungguhpun bentuk dan cara untuk mencapainya
berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Selanjutnya perlu diingatkan di sini
bahwa pada tingkat analisis pertama akan diperhatikan variabel-variabel ekonomi dan variabel
religi.
Prosedur analisis komperehensif yang ditempuh dalam kajian ini, ialah pertama-tama
membandingkan cita-cita umum yang menjadi tujuan tindakan politik dan cara-cara yang
digunakan untuk mencapai cita-cita tersebut pada lima suku bangsa yang akan dibicarakan pada
kajian ini. Untuk itu pertama akan dilakukan suatu analisis perbandingan antara suku-suku
bangsa yang mempunyai cita-cita umum yang sama, kemudian langkah berikut ialah
membandingkan suku-suku bangsa dengan cita-cita umum yang berbeda. Demikianlah pada
bagian sub dibawah ini akan dilakukan perbandingan secara berturut-turut, mulai dengan sistem
kepemimpinan pria berwibawa yang terdapat pada masyarakat Maybrat, masyarakat Me,
masyarakat Muyu (saya sebut mereka ini golongan pertama). Yang menurut data etnografi
seperti yang dimuat dalam bagian buku ini mempunyai cita-cita umum yang sama ialah
kekayaan. Perbandingan berikut adalah tentang sistem kepemimpinan pria berwibawa yang ada

Hamah Sagrim 270


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pada masyarakat Asmat, dan masyarakat Dani seperti pada masyarakat Maybrat (saya sebut
mereka ini golongan kedua) yang mempunyai cita-cita umum yang sama, ilah keberanian
memimpin perang. Perbandingan pada tingkat berikut adalah membandingkan golongan pertama
dengan golongan kedua.
Apabila tahap analisis pertama telah dilakukan, maka pada tahap analisis kedua
perbandingan akan dilakukan terhadap mekanisme-mekanisme atau daya-daya penggerak yang
mendasari cita-cita umum pada kelima suku bangsa secara keseluruhan.
l. Realistis dan Analisis Komparatif Sistem Politik Orang Maybrat, orang Me dan orang
Muyu.

Lingkungan ekologi pada ketiga suku-bangsa yang dibahas pada bagian ini pada satu pihak
memperlihatkan kesamaan-kesamaan tertentu dan pada pihak yang lain menampakan pula
perbedaan-perbedaan. Kesamaan yang ada adalah bahwa ketiga lingkungan ekologi yang didiami
oleh tiga suku-bangsa tersebut di atas terletak di daerah pedalaman bagian barat West Papua.
Perbedaannya ialah, bahwa orang Maybrat mendiami daerah pedalaman bagian barat West Papua
(kepala burung), orang Me mendiami daerah pedalaman yang merupakan daerah peralihan antara
pegunungan tengah dengan daerah dataran rendah di bagian selatan dan orang Muyu, terletak
pada perbatasan west Papua dan negara Papua New Guinea.
Ciri ekologi lain yang menunjukkan persamaan tetapi juga perbedaan antara keiga
wilayah yang didiami oleh tiga suku-bangsa tersebut ialah bahwa orang Maybrat dan orang Me
mendiami daerh-daerah yang merupakan daerah interlaukstrin atau daerah berdanau-danau,
sedangkan orang Muyu mendiami daerah yang tidak berdanau.
Dari segi sistem mata pencaharian hidup, ketiga suku-bangsa itu dapat digolongkan pada
tingkat ekonomi yang sama, ialah subsistensi; mereka sama-sama hidup sebagai petani ladang
berpindah-pindah, walaupun perladangan pada orang Me bersifat pertanian yang kompleks
intensif (Pospisil, 1978:8), bila dibandingkan dengan dua suku-bangsa lainnya. Di samping itu,
orang Muyu kecuali hidup sebagai petani berladang, juga hidup dari meramu sagu, hal yang
disebut akhir ini tidak dikenal orang Maybrat maupun orang Me, kecuali hidup sebagai petani
ladang berpindah-pindah, orang Maybrat, orang Me dan orang Muyu juga mengenal mata
pencaharian lain; yaitu perdagangan. Perbedaan yang terdapat pada sistem perdagangan antara
mereka, pertama terletak pada benda yang digunakan sebagai alat ukur (bojek dagang –
remarcable objec). Orang Me dan orang Muyu menggunakan kulit kerang, cyprae maneta,

Hamah Sagrim 271


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebagai alat tukar, jadi kulit kerang pada dua suku-bangsa ini berfungsi sebagai uang (orang Me
menyebutnya mege dan orang Muyu menyebutnya ot), sedangkan orang Maybrat menggunakan
kain timur, sebagai alat tukar maupun sebagai benda yang diperdagangkan dalam sistem
perdagangannya.
Membandingkan ketiga suku-bangsa itu dalam hal aktivitas perdagangan, maka orang
Maybrat memperlihakan suatu sistem yang amat kompleks, melibatkan klen-klen lain yang
tersebar luas di seluruh wilayah yang menjadi tempat tinggal orang Maybrat. Juga sifat
kompleksitas perdagangan seperti yang terdapat pada orang Maybrat, merupakan suatu siklus
perdagangan yang melalui tiga tahap dimana tidak terdapat pada orang Me maupun orang suku
Muyu.
Sungguhpun tingkat kompleksitas berbeda, namun orang-orang yang berhasil sebagai
pedagang dalam tiga suku bangsa itu mendapat status sosial tinggi dalam masing-masing
masyarakatnya. Dengan pengertian lain, mereka yang berhasil sebagai pedagang sejati sajalah
yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh dalam masyarakatnya.
Kesamaan lain antara mereka ialah, penggunaan suatu upacara ritual sebagai arena
perdagangan dan sekaligus arena perebutan gengsi atau status sosial. Baik pada orang Maybrat,
orang Me maupun orang Muyu, puncak transaksi perdagangan terjadi pada kesempatan adanya
suatu upacara pesta ritual. Bedanya adalah bahwa bagi orang Maybrat perdagangan merupakan
tujuan pokok tetapi selalu terselubung dalam suatu pesta perkawinan, upacara inisiasi atau ritual
pembayaran tulang orang yang telah meninggal dunia. Sebaliknya pada orang Muyu, tujuan
pokok yang terselubung dalam transaksi perdagangan yang terjadi pada suatu pesta babi adalah
penguburan kedua dari seseorang terhormat yang telah meninggal dunia. Bagi orang Me,
transaksi perdagangan yang terjadi pada satu pesta babi terutama bertujuan untuk memperkokoh
solidaritas kelompok (kampung atau konfederasi).
Peranan babi dalam kehidupan ketiga suku-bangsa tersebut diatas amat penting, namun
pada orang Muyu dan orang Me, peranan babi jauh lebih penting bila dibandingkan dengan
orang Maybrat. Sebab pada dua suku-bangsa yang disebut pertama disamping babi merupakan
komoditi perdagangan umum, juga karena mereka hanya dapat menyelenggarakan suatu upacara
pesta babi yang menjadi arena transaksi perdagangan jikalau tersedia cukup banyak babi,
sedangkan orang Maybrat dapat menyelenggarakan suatu upacara atau ritual yang menjadi arena
transaksi perdagangan tanpa banyak babi.

Hamah Sagrim 272


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dilihat dari segi struktur sosial, maka orang Maybrat, orang Me dan orang Muyu, bukan
saja memperlihatkan kesamaan-kesamaan tertentu, tetapi juga perbedaan-perbedaan diantara
mereka. Persamaannya ialah bahwa ketiga-tiganya menganut prinsip eksogami patrilineal.
Sebaliknya perbedaannya ialah bahwa kesatuan sosial orang Maybrat dan orang Muyu
berdasarkan lokalitas, sedangkan kesatuan sosial orang Me, berdasarkan klen. Kecuali orang Me
mengenal kesatuan sosial yang jauh lebih besar dari klen, yang mana ialah konfederasi. Orang
Muyu dan orang Maybrat tidak mengenal konfederasi dalam sisitem sosialnya, walaupun orang
Maybrat juga mengenal konfederasi dalam kelompok kecil yang berdasar atas asas klen dan
kerabat klen yang tergabung didalam konfederasi itu. Bagi suku Maybrat, pemimpin konfederasi
ini dipanggil dengan nama Ra sien, atau panglima perang yang memiliki kemahiran dalam
berperang atau dalam mengayau musuh.
Berlatar belakang persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan seperti yang
digambarkan diatas maka, dibawah ini dibandingkan sistem politik pria berwibawa pada tiga
suku-bangsa tersebut.
Di dalam analisis perbandingan itu tidak dibandingkan struktur organisasi politik sebab
hal tersebut tidak terdapat pada tiga suku-bangsa ini, mereka hanya mengenal kepemimpinan
yang bersifat autonomous dan kedudukan pemimpin diperoleh melalui pencapaian. Jadi tolok
ukur yang digunakan dalam analisis ini, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya pada
awal sub-sub ini, ialah public goals atau cita-cita umum. Hal ini penting sebab berkaitan erat
dengan komponen kekuasaan. Perhatian dalam perbandingan tidak diberikan hanya pada apa
yang menjadi cita-cita umum dalam tiga suku-bangsa itu saja, tetapi lebih penting dari itu
penekanan akan diberikan terutama kepada proses pencapaian cita-cita umum itu. Apa yang
dimaksud dengan proses mencapai cita-cita umum disini adalah bentuk-bentuk tindakan yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Bentuk-bentuk tindakan bermanifestasi dalam
tindakan-tindakan nyata seperti misalnya sifat bermurah hati (sifat ini bermanifestasi dalam
tindakan memberikan bantuan kepada orang lain) dan sifat rajin (bermanifestasi dalam
keberhasilan bertani, beternak dll).
Perlu diperhatikan bahwa analisis perbandingan yang dilakukan disini adalah
perbandingan antar suku-bangsa yang berbeda, sehingga dalam perbandingan selalu akan dicari
untuk disampaikan tindakan apa yang lebih menonjol pada satu suku-bangsa dan tidak pada
suku-bangsa lain. Hal ini lain daripada jika kita mempelajari proses penguasaan cita-cita umum

Hamah Sagrim 273


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

oleh para pemeran politik pada masyarakat yang sama. Jika hal tersebut terakhir ini yang
dilakukan maka tentu perhatian harus diberikan kepada upaya-upaya para pemeran politik untuk
saling berkompetisi dalam merebut penguasaan terhadap cita-cita umum. Perhatian dalam
analisis perbandingan ini adalah usaha mencari unsur-unsur yang sama dan yang tidak sama
antara tiga suku-bangsa itu dan selanjutnya berusaha memberikan jawaban terhadap pertanyaan,
faktor-faktor apakah yang mendasari persamaan atau perbedaan itu. Jadi kompetisi antar
individu-individu pada suku-bangsa yang sama untuk merebut kekuasaan secara eksplesit tidak
akan di kemukakan dalam analisis perbandingan ini.
Data etnografi tentang tiga suku-bangsa itu, seperti yang termuat dalam kajian ini,
menunjukkan bahwa cita-cita umum yang dikejar oleh pria dewasa dan yang menjadi idaman
warga masyarakat adalah kekayaan. Bagi ketiga suku-bangsa itu, gagasan atau ide kekayaan
memang sangat dinilai tinggi sebab melalui kekayaan seorang dapat membangun kekuasaannya.
Atau dengan pengertian lain kekayaan mendatangkan kekuasaan. Jadi bagi mereka, konsep
kekayaan adalah identik dengan konsep kekuasaan.
Jika kita membandingkan wujud kekayaan yang menjadi landasan kekuasaan dalam tiga
suku-bangsa itu, maka akan nampak hal-hal sebagai berikut; seorang kaya pada orang Maybrat
adalah orang yang memiliki banyak kain timur, sedangkan orang Me dan orang Muyu yang
disebut orang kaya adalah orang yang memiiki banyak kulit kerang. Walaupun wujud benda
yang mempunyai nilai tinggi itu berbeda antara orang Maybrat di satu pihak dengan orang Me
dan orang Muyu di pihak yang lain, namun gagasan atau ide pokok tentang nilai yang
terkandung dalam benda-benda yang berbeda itu sama. Persamaan lain yang terdapat pada dua
benda yang berbeda wujud tetapi mempunyai kedudukan nilai yang sama adalah bahwa
keduanya berasal dari luar, bukan hasil produksi lokal. Kulit kerang yang bernilai sangat tinggi
bagi orang Me dan orang Muyu berasal dari daerah pantai dan melalui rute pedagangan (yang
belum banyak kita ketahui) dapat sampai kepada orang Me dan orang Muyu. Demikian pula
halnya dengan kain timur yang bernilai sangat tinggi bagi orang Maybrat berasal dari alam dan
daerah kepulauan Nusa Tenggara Timur dan dari kepulauan Maluku, melalui rute perdagangan
yang berliku-liku akhirnya sampai ke daerah Maybrat.
Orang-orang kaya itu di daerah Maybrat disebut bobot, di Me disebut tonowi dan di
Muyu disebut kayepak. Pada umumnya selain memiliki banyak kain timur (untuk orang
Maybrat) atau kulit kerang (untuk orang Me dan Muyu), atribut lain yang memperlihatkan

Hamah Sagrim 274


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

kekayaan seseorang adalah mempunyai banyak isteri, maka semakin banyak pula partner dagang
yang akan terlibat dalam transaksi penukaran kain timur. Keterlibatan banyak orang sebagai
rekanan dagang dalam transaksi kain timur yang berkesinambungan sangat berpengaruh terhadap
gengsi seorang bobot. Jadi melalui poligami terbentuklah partner-partner dagang yang pada
gilirannya menyebabkan gengsi seorang bobot menjadi lebih tinggi.
Dilihat dari segi produktivitas ekonomi, isteri adalah tenaga kerja yang amat produktif,
sebab isteri turut aktif dalam pekerjaan perladangan dan peternakan babi. Hal itu berarti makin
banyak isteri, semakin banyak pula ladang yang dapat digarap dan banyak babi yang dapat
dipelihara. Dengan perkataan lain banyak isteri berarti banyak hasil kebun yang dapat diproduksi
dan banyak babi yang dapat dipelihara. Dua produk ini – babi dan hasil kebun – adalah sangat
penting sebab memudahkan terselenggaranya suatu upacara pesta atau ritual yang sering
dijadikan arena perdagangan yang memang sangat membutuhkan konsumsi hasil kebun dan babi
yang banyak.
Jika kita membandingkan prisip poligami yang berimplikasikan jaringan partner dagang
seperti yang terdapat pada orang Maybrat dengan orang Me dan orang Muyu, maka data
etnografi menunjukkan bahwa walaupun implikasi tersebut penting juga dalam dua suku-bangsa
yang disebut akhir, namun peranannya pada orang Maybrat jauh lebih penting.
Sebaliknya peranan poligami sebagai alat penada produktif dalam perladangan dan
khususnya peternakan babi, sangat memainkan peranan penting pada orang Me dan orang Muyu
bila dibandingkan dengan orang Maybrat.
Selanjutnya dibawah ini akan diperbandingkan beberapa hal yang dijadikan sebagai
syarat bagi seorang pemimpin pria berwibawa pada ketiga suku-bangsa tersebut. Tata urut syarat
seperti yang dimuat di bawah ini tidak didasarkan atas pertimbangan prioritas, sebab hal itu
sangat sulit untuk menentukan syarat mana yang menduduki urutan pertama dan yang mana
kemudian. Semua syarat itu berkaitan erat satu sama lain.
Walaupun seorang itu kaya-memiliki banyak kain timur atau kulit kerang, banyak babi
dan banyak isteri, namun ia belum dapat menjadi pemimpin jika tidah memenuhi syarat
bermurah hati. Sikap bermurah hati selanjutnya bermanifestasi dalam kehidupan orang Maybrat
saat ini. Sikap bermurah hati disini mengandung dua makna; pada satu pihak mengandung
makna politik, dan pada pihak yang lain mengandung makna moral. Sikap bermurah hati dalam
bentuk memberikan bantuan secara material maupun imaterial bermakna politik, sebab melalui

Hamah Sagrim 275


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

pemberian atau bantuan terciptalah suatu kesepakatan secara nyata atau tidak nyata antara pihak
pemberi dengan pihak penerima, dimana pihak penerima secata moral tunduk dan taat kepada
pihak pemberi. Atau dengan perkataan lain, melalui pemberian seseorang itu terikat untuk
menjadi pendukung bagi pihak pemberi.
Kedua, sikap bermurah hati bermakna moral, sebab dalam banyak masyarakat di dunia
ini, seperti misalnya orang Me, seorang kaya berkewajiban untuk memberi bantuan kepada orang
lain yang membutuhkan bantuan. Kekayaan tidak boleh digunakan untuk memperkaya diri
sendiri. Penilaian terhadap kewajiban moral tersebut begitu tinggi dijunjung sehingga orang kaya
yang bermurah hati sajalah yang dapat diakui sebagai pemimpin.
Jika kita membandingkan syarat bermurah hati yang bermakna politik antara tiga suku-
bangsa yang dibandingkan dalam bagian penulisan buku ini, maka nampak bahwa makna
tersebut hadir secara positif pada ketiga-tiganya. Sebaliknya makna moral dari syarat tersebut
jauh lebih berperan pada orang Maybrat dan Orang Me, bila dibandingkan dengan orang Muyu.
Secara keseluruhan, syarat bermurah hati dalam pengertian berganda diatas digunakan
baik oleh orang Maybrat, orang Me maupun orang Muyu, sebagai alat untuk merekrut pengikut
(pendukung). Bedanya ialah, bahwa pengikut seorang bobot di orang Maybrat dan seorang
tonowi di orang Me, melembaga, masing-masing disebut kesema-raã bobot (untuk orang
Maybrat), dan ani yokaani (untuk orang Me), sedangkan para pengikut seorang kayepak pada
orang Muyu tidak melembaga. Kedudukan serta prestise seorang bobot atau tonowi menjadi
mantap karena dukungan dari sistem pendukung yang melembaga, sebaliknya kedudukan dan
prestise seorang kayepak menjadi mantap terutama bukan karena dukungan dari suatu sistem
pendukung yang melembaga melainkan oleh dukungan dari kaum kerabat. Itulah sebabnya faktor
demografi dalam pengertian banyak atau sedikit jumlah warga kerabat turut menentukan besar
kecilnya kekuasaan dan pengaruh seorang kayepak.
Selain syarat bermurah hati yang telah dibicarakan diatas, syarat-syarat lain yang harus
dipenuhi pula oleh seseorang agar menjadi pemimpin adalah memiliki kecakapan-kecakapan
tertentu seperti kepandaian bertani, kepandaian berburu, kemahiran berpidato dan berdiplomasi,
kepandaian berdagang dan kesanggupan menyelenggarakan upacara intensifikasi.
Membandingkan kecakapan-kecakapan yang merupakan syarat tersebut di atas antara
tiga suku-bangsa itu, maka nampak hal-hal berikut; pertama, bahwa seluruh kecakapan itu tidak
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin. Data etnografi

Hamah Sagrim 276


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menunjukkan bahwa pengutamaan kecakapan-kecakapan tertentu bebeda dari satu masyarakat


dengan masyarakat lainnya. Demikianlah dapat dilihat misalnya, kecakapan berdagang dan
berdiplomasi merupakan syarat utama yang dituntut dari seorang bobot atau pemimpin pada
orang Maybrat, sedangkan kecakapan bertani dan berburu hanya merupakan syarat pelengkap
saja. Bagi orang Me, kecakapan bertani dan memelihara babi merupakan syarat utama, sebab
suatu pesta babi yang merupakan arena perdagangan atau pasar tempat jual beli daging babi
dengan kulit kerang, hanya dapat dilakukan apabila tersedia banyak babi. Memelihara banyak
babi membutuhkan banyak makanan yang terdiri dari hasil kebun (ubi manis). Oleh karena itu,
mereka yang berhasil dalam kebun sajalah yang dapat memelihara banyak babi.
Seperti halnya orang Me, kecakapan bertani dan memelihara babi, bagi orang Muyu
adalah syarat yang penting untuk seorang pemimpin. Sebabnya ialah bahwa keberhasilan
memelihara babi sangat penting bagi terselenggaranya suatu pesta babi yang merupakan hasil
penting dalam kehidupan orng Muyu. Untuk kepentingan penyelenggaraan pesta babi pada orang
Muyu selalu dipotong sejumlah besar ekor babi. Kecakapan lain yang dituntut dari seorang
pemimpin adalah kemampuannya menyelenggarakan suatu upacara intensifikasi. Kemampuan
tersebut meliputi keberhasilan ekonomi, banyak babi dan banyak hasil kebun, juga meliputi
pengetahuan seseorang dalam hal mengatur pelaksanaan upacara intesifikasi.
Bagi orang Muyu, kecakapan penyelenggaraan pesta babi atau atatbon, bukan suatu hal
yang gampang, sebab menuntut pengetahuan berorganisasi dan pengetahuan religius.
Pengetahuan berorganisasi dalam pesta babi penting sebab menyangkut pengaturan macam-
macam aktivitas menjelang pada waktu berlangsungnya dan pada waktu penutupan pesta babi.
Pada waktu menjelang pesta babi, harus ditentukan tempat (lokasi) dan menyiapkan bangunan-
bangunan (pondok-pondok) bagi para peserta pesta, membangun rumah pesta (atatbon), dan
mengumpulkan makanan dan minuman yang cukup serta menyiapkan babi yang cukup banyak
untuk dipotong dalam pesta. Selain itu, harus disiapkan juga sejumlah babi suci yang
diperuntukkan bagi kekuatan-kekuatan alam agar pesta yang akan diselenggarakan dapat berjalan
dengan baik dan membawa hasil yang banyak bagi pemerkarsa pesta. Demikian pula pada waktu
pesta sedang berlangsung diperlukan pengetahuan untuk mengatur konsumsi bagi para peserta
pesta yang terdiri dari dua sampai tiga ribu orang. Selain itu, diperlukan pula pengetahuan untuk
mengatur keamanan antara peserta yang berasal dari kelompok-kelompok yang biasanya
bermusuhan. Juga pengetahuan tentang aturan-aturan yang menyangkut cara pemotongan babi

Hamah Sagrim 277


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dan penjualan daging babi yang merupakan acara puncak pesta tersebut harus dikuasai oleh
pemerkarsa upacara. Pengetahuan religius juga sangat diperlukan oleh seorang pemimpin,
terutama pengetahuan tentang penyelenggaraan suatu pesta babi. Berbagai upacara religius harus
dilakukan demi suksesnya pesta, misalnya upacara yawarawon yang dilaksanakan pada waktu
persiapan pesta. Pada upacara ini, ditanami pohon sakral yang merupakan pusat dari tempat pesta
babi; juga upacara yawarawon menyangkut pembuatan kandang-kandang untuk menampung
babi-babi yang akan dipotong dalam pesta. Pantangan-pantangan tertentu seperti misalnya,
seorang yang berperan sebagai orang yang memotong babi pertama pada waktu pesta, selama
masa persiapan tidak boleh makan makanan yang di masak oleh perempuan. Tujuan utama dari
upacara-upacara religius dan pantangan-pantang itu adalah agar penyelenggaraan pesta mendapat
bantuan dari kekuatan-kekuatan alam atas untuk memperoleh banyak kulit kerang, ot, dalam
pesta babi yang memang berfungsi sebagai tempat jual beli daging babi dengan kulit kerang.
Seperti halnya orang Muyu, orang Maybrat juga menuntut kepandaian berorganisasi dari
seorang pemimpin atau bobot. Kepandaian atau kemampuan berorganisasi itu dapat dilihat
terutama pada penyelenggaraan suatu pesta bobot. Kepandaian berorganisasi pada seorang
pemimpin Maybrat bukan saja menuntut pengetahuan yang bersifat profan saja tetapi juga
pengetahuan religius (sakral). Pengetahuan profan terwujud dalam keberhasilan seorang bobot
untuk mengatur pelaksanaan pesta bobot, meliputi pengorganisasian membangun rumah-rumah
pesta, pengumpulan bahan konsumsi yang dibutuhkan selama upacara pesta berlangsung dan
pengumpulan kain timur serta pengaturan kelompok-kelompok yang terlibat dalam pertukaran
kain timur pada waktu pesta. Orang Maybrat telah mengembangkan inisisasi (pendidikan
tradisional yang disebut wiyon), setiap anak muda yang dianggap memiliki sifat berwibawa
bobot di bawa untuk di didik dalam pendidikan tradisional wiyon. Dalam melakukan pendidikan
inisiasi itu, semua murid tidak diperbolehkan keluar dari rumah sekolah (k’wiyon) yang mana
sangat tertutup dan sakral, bilaman merasa buang air, mereka digendong oleh guru
pembimbingnya menuju tempat yang sudah di siapkan (wc). Setiap murid memiliki seorang
pembimbing yang disebut raa wiyon dan seorang guru besar yang disebut raa bam. Dalam
perencanaan penyelenggaraan inisiasi, seorang guru pembimbing bahkan guru besr harus
menjaga kesucian mereka yaitu tidak mendekati isteri, atau wanita, tidak diperbolehkan
memakan daging, dalam waktu 2 minggu menjelang pelaksanaan inisiasi. Bangunan sekolah atau
juga dibilang tabernakel mempunyai aturan dan kegunaan fungsi ruang, dimana ruang luar

Hamah Sagrim 278


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

biasanya di perbolehkan kepada semua orang baik wanita dan pria, dewasa bahkan anak-anak
untuk melewatinya, sedangkan runga suci, tidak diperbolehkan untuk wanita, anak-anak, bahkan
seorang guru raa wiyon yang melakukan pelanggaran aturan dilarang masuk, ruang maha suci,
merupakan ruang yang sakaral dan mereka yang pantas memasukinya adalah seorang guru besar
raa bam-imam untuk membawa korban persembaha. Dalam melaksanakan inisiasi tersebut,
biasanya sudah ditentukan waktu, yaitu 6-9 bulan untuk yang bersedia dididik sebagai raa wiyon
atau guru biasa atau rasul, sedangkan 9-12 bulan untuk murid yang dipersiapkan sebagai buru
besar raa bam atau imam. Setelah dididikan dalam waktu yang sudah ditentukan, maka yang
terakhir di lakukan untuk mengetahui keberhasilan setiap murid adalah menguji mereka atau
disebut sana wiyon, dalam pelaksanaan sana wiyon disini akan dilihat, diantara murid kalo yang
berhasil dan mampu mampu misalnya menyembuhkan orang, atau menghentikan hujan, maka ia
lolos dan dikatakan sebagai wiyon tna sebaliknya untuk murid yang tidak berhasil dalam semua
perintah tersebut, ia di nyatakan gugur atau jatuh ujian atau yatah koõn.
Selain itu, pengetahuan religius penting juga sebab segala aktivitas sekitar pesta bobot
selalu disertai dengan tindakan-tindakan religius yang harus dipatuhi. Disampingnya kepandaian
berorganisasi seorang bobot dapat dilihat pada keberhasilannya untuk memimpin kelompoknya
(in-group) – terdiri dari bobot sendiri dan anak-anak buahnya, raa kinyah- untuk melakukan
ekspedisi-ekspedisi penukaran kain timur dengan rekanan dagangannya yang tersebar hampir
diseluruh daerah pedalaman kepala burung.
Bagi orang Me, kepandaian berorganisasi seperti yang tereapat pada orang Muyu dan
orang Maybrat, juga penting, sebab penyelenggaraan suatu pesta babi yang biasanya menelan
biaya konsumsi yang besar dan yang melibatkan banyak pihak, tentu menuntut pengetahuan
berorganisasi dari seorang guna mengatur terselenggaranya pesta babi. Perbedaan antara orang
Me di satu pihak dengan orang Maybrat dan orang Muyu pada pihak yang lain dalam hal
pengetahuan berorganisasi ialah bahwa orang Me tidak menggunakan kekuatan magis dalam
acara-acara sekitar suatu pesta babi utnk mencapai keberhasilannya seperti halnya orang Maybrat
dan orang Muyu. Orang Me percaya bahwa keberhasilan untuk menyelenggarakan suatu pesta
babi semata-mata tergantung dari kemampuan berorganisasi penyelenggara, bukan campur
tangan alam gaib (pospisil 1978:92). Nuansa dapat ditangkap dari penjelasan diatas ialah bahwa
pada orang Muyu dan orang Maybrat syarat memiliki kekuatan magis bagi seorang pemimpin
dianggap penting, sedangkan bagi orang Me kurang penting.

Hamah Sagrim 279


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Syarat-syarat lain yang dituntut pula dari seorang pemimpin pada tiga suku-bangsa
tersebut adalah kemahiran berpidato dan kepandaian berdiplomasi. Data etnografi menunjukkan
bahwa syarat-syarat tersebut secara positif terdapat pada tiga suku-bangsa tersebut, namun bukan
merupakan syarat mutlak melainkan syarat pelengkap.
Dengan demikian disimpulkan bahwa kekuasaan konsensus merupakan unsur paling
penting yang digunakan dalam sistem politik pria berwibawa pada orang Maybrat, orang Me dan
orang Muyu, sedangkan kekuasaan coesif atau koersif hanya merupakan unsur pelengkap saja.

Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Mengatakan Inisiasi selain mendidik dan membentuk seseorang
sebagai pria berwibawa, juga merupakan tempat berinteraksi antara manusia dan Allah dalam kemuliannya
di dalam tabernakel (K’wiyon-mblo wofle). Baca dalam HISTORI OF GOD IN TRIBAL RELIGIONS
“TEOLOGI TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT YANG DIPARALELKAN DENGAN
ALKITAB” (karya Hamah Sagrim, 2008). Bandingkanlah antara k’wiyon dengan tabernakel musa.
Bentuk babi suci adalah babi yang berasal dari keturunan babi pertama yang merupakan hasil
perkawinan antar bagian tubuh tokoh mite kamberap yang di sembelih (Den Haan, 1955:163) tradisi orang
Muyu.
Persamaan serta perbedaan dari hasil analisis komparatif terhadap syarat-syarat kepemimpinan
pada tiga suku-bangsa diatas dapat ditunjukkan secara sederhana dalam paradigma dibawah ini.
Hasil perbandingan dari sistem politik pria berwibawa dengan keterampilan berwira
swasta antara ketiga suku-bangsa seperti yang dimuat dalam penjelasan-penjelasan diatas
menunjukkan bahwa walaupun orientasi hidup mereka sama, yakni mencari kekayaan, namun
cara yang ditempuh masing-masing tipe pemimpin untuk mncapai dan mengalokasi cita-cita
umum tersebut demi kepentingan politiknya menampakan ciri-ciri khas tertentu yang dapat
membedakan mereka antara satu sama lain.

Hamah Sagrim 280


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Paradigma Kepemimpinan pria berwibawa Orang Maybrat

TUJUAN/CIRI ORANG ORANG ORANG


MAYBRAT ME MUYU
I. ORIENTASI HIDUP
Kekayaan +++ +++ +++
I. CIRI-CIRI
I. Brmurah hati
I.1. Implikasi Politik +++ +++ +++
I.2 Implikasi Moral +++ +++ ++
2. Kemampuan berusaha
2.1. Bertani +++ +++ +++
2.2. Beternak Babi ++ +++ +++
2.3. Berdagang +++ ++ ++

Hamah Sagrim 281


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

3. Kepandaian berorganisasi
3.1. Pengetahuan Praktis +++ +++ +++
3.2. Pengetahuan Magis +++ + +++
3.3. Kemahiran berpidato/
berdiplomasi +++ +++ +++
3.4. Pengikut melembaga +++ +++ +
4. Kemampuan melaksanakan
ritual dan berdagang +++ + +++
5. Kemampuan melaksanakan
syamanisme +++ ++ +++
6. Kemampuan memimpin perang ++ ++ ++
7. Berpoligini
7.1. Keluarga isteri sebagai
partner dagang +++ + +++
7.2. Isteri sebagai tenaga produktif +++ +++ +++
Keterangan: +++ = sangat penting; ++ = penting; + = kurang penting
m. Wajah Sistem Kepemimpinan Pria Berwibawa Suku Maybrat, Imian, Sawiat, dari
Zaman Prasejarah - Kepemimpinan – Kepemimpinan Mereka Sekarang, (big man
leadership – bobot)

Telah diuraikan bahwa sistem kepemimpinan tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang
termasuk dalam sistem kepemimpinan pria berwibawa memiliki kaitan-kaitan dengan tipe-tipe
kepemimpinan sebagai mana yang di lakukan oleh pemimpin-pemimpin moderen saat ini.
1. Sistem Kepemimpinan big man Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Sebagai Leadership

Sistem kepemimpinan pria berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, Big Man yang mana
cenderung menampilkan kemampuan atau pengaruh interpersonal seorang bobot yang
mampu menyebabkan seseorang atau kelompok untuk melakukan apa yang seorang bobot
inginkan, atau juga kita bisa menyebut para bobot sebagai Leadership.
2. Operational Type Big Man Leadership
Tipe kerja kepemimpinan pria berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, adalah mereka
sangat antusias dan serius dalam melaksanakan segala sesuatu yang mereka kerjakan. Nilai-

Hamah Sagrim 282


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

nilai yang terbangun dalam sistem kepemimpinan operational bobot – Big Man Leadership
orang Maybrat adalah sebagai berikut :
 Rajin - samioh
 Produktif – mes bobot
 Orientasi kerja yang jelas (Action Oriented) – krek aam ase
 Transparansi (tidak melakukan sesuatu dibelakang-belakang) -
 Berani dan Aktif berdiplomasi
 Fleksibel
 Realistik
 Ekspresif
 Inisiatif Tinggi
 Tegas
 Cepat
 Spontan

3. Promotion Type big man Leadership


Tipe kepemimpinan pria berwibawa suku Maybrat, Imian, Sawiat, dengan menggunakan
metode kepemimpinan yang suka mempromosikan kemampuannya dalam meraih banyak
kain timur. Nilai-nilai yang menonjol dalam promotion type bobot-big Man leadership
adalah:
 Pemimpin bobot yang Lincah
 Pemimpin bobot yang berjiwa Periang
 Pemimpin bobot yang romantis
 Pemimpin bobot yang penhibur
 Pemimpin bobot yang promotional, memiliki relasi aktivitas bermain kain timur –
Team Worker
 Pemimpin bobot yang terbuka
 Pemimpin bobot yang Polos
 Pemimpin bobot yang Antusias
 Pemimpin bobot yang Fleksibel

Hamah Sagrim 283


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

 Pemimpin bobot yang Luwes


 Pemimpin bobot yang Introvert
 Pemimpin bobot yang penuh Perhatian
 Pemimpin bobot yang komunikatif dan hangat
4. Negosiator Type big man Leadership
Tipe kepemimpinan bobot – big Man Leadership dengan menggunakan kecenderungan
Negosiasi, yang mana memiliki beberapa nilai baik dalam kepemimpinannya adalah:
 Sebagai pemimpin bobot yang sabar
 Negosiator
 Kepemimpinan yang sangat efisien dan efektif
 Bertoleransi
 Sebagai pemimpin bobot yang tenang dan tertib.
 Memiliki kemampuan strategis
 Analistis
 Sebagai pemimpin yang berwibawa dan taat pada setiap kegiatan
 Sebagai pemimpin bobot yang Disiplin
5. Conceptual Type big man Leadership
Tipe kepemimpinan bobot – big Man leadership yang memiliki kemampuan konseptual.
Kepemimpinannya memiliki beberapa kelebihan tertentu yang membawanya sukses adalah:
 Pemimpin bobot yang seleranya tinggi (perfectionist)
 Sebagai pemimpin bobot yang teliti dan juga sebagai pengamat jitu
 Sebagai pemimpin bobot yang Konseptual, analitis dan Mandiri serta serius
 Pemimpin bobot yang tertib
 Orientasi pada Tugas dan sebagai pemimpin bobot yang responsif terhadap feeling
rendah
 Sebagai pemimpin bobot yang ramah, pendengar, menyimak.
 Sebagai pemimpin bobot yang tenang dan terukur
 Sebagai pemimpin bobot yang suka berdiplomatis, pemikir dan selalu hati-hati.
6. Grid Type big man Leadership

Hamah Sagrim 284


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tipe kepemimpinan bobot yang selalu berkonsentrasi terhadap rakyat dan penghasilan, lebih
cenderung pada pola manajemen kepemimpinan. Type ini memiliki beberapa faktor
pendukung antara lain sebagai mana berikut adalah:
 Klen management – klen manajemen. (kelompok yang terdiri dari keluarga-keret atau
marga, mereka memiliki manajemen baik tetapi tidak memanfaatkannya dengan baik
“hura-hura”) perbandingan poin 9:1
 Team management – team manajemen. (kelompok yang terdiri dari Team, mereka
cenderung memanfaatkan peluang dengan memanajemnnya secara efektif sehingga
mereka berhasil), perbandingan pon 9:9.
 Midle of the road management – kelompok manajemen sedang. (kelompok ini
cenderung berada di tengah antara klen management, team manajemen dan improve
manajemen serta task manajemen).

Kepemimpinan Big Man – Bobot Leadership Grid orang ayamaru dapat di ukur dari dua
variabel, yaitu orientasi pada kerabat atau orang (concern for people) dan orientasi pada hasil
kain Timur (concern for production). Kemudian hasilnya disusun dalam 9 poin/kriteria. Dari dua
variabel kepemimpinan big man – bobot ini maka, akan ada 5 kategori kepemimpinan, yaitu:
Gambar:
tipe kepemimpinan yang selalu berkonsentrasi terhadap rakyat dan penghasilan

Hamah Sagrim 285


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tipe kepemimpinan bobot pada grid 1.1. adalah kepemimpinan bobot yang sangat buruk,
tidak memiliki kepedulian kepada produktifitas/hasil permainan kain timur dan juga tidak
berorientasi pada rakyatnya (raã kinyah). Pada pemimpin bobot dengan grid 9.1 adalah tipe
pemimpin big Man – bobot “country – club” yang berorientasi/mementingkan rakyatnya lebih
daripada memperhatikan hasil bisnis kain timur. Sebaliknya pemimpin Big Man - Bobot pada
grid 1.9 adalah pemimpin bobot – Big Man yang terlalu berorientasi pada hasil permainan kain
timur tetapi melanggar prinsip-pronsip kekerabatan klen (human relation). Orientasi pada sistem
permainan kain timur dan hasil permainan kain timur yang tinggi, tetapi keprihatinan pada rakyat
rendah. Sedangkan yang ideal, dimana pemimpin Big man – bobot dapat memobilisasi
pengikutnya dengan hasil yang optimal adalah 9.9 yaitu organisasi sangat produktif dan relasi
interpersonal pemimpin dengan yang dipimpin sangat solid.

7. Gaya Kepemimpinan big man – Bobot yang Situasional

Gaya kepemimpinan big man – bobot ini cenderung berdasarkan pada tingkat kedewasaan
(maturity) dan kesiapan (readynes) orang yang dipimpinnya/rakyatnya. Kedewasaan dan
kesiapan adalah tingkat kemampuan (willingnes) rakyat yang dipimpinnya dalam
menjalankan tugas tersebut. Lihat diagram berikut;

Hamah Sagrim 286


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar : Diagram gaya kepemimpinan Big Man – Bobot situasional

Gambar: Tabel kesiapan orang Maybrat yang dipimpin oleh Bobot

8. Transactional Leadership – Gaya Kepemimpinan Bobot yang Transaksional.

Hamah Sagrim 287


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gaya kepemimpinan pria berwibawa bobot dimana selalu melakukan pertukaran-


pertukaran/transaksi-transaksi dengan rakyat yang dipimpinnya utnuk mencapai sesuatu yang
diinginkannya (transactional leadership). Selain itu, bobot juga memberikan hadiah-hadiah
secara timbal balik dengan kesepakatan untuk mencapai tujuan tertentu dalam bermain kain
timur(contingen rewards). Bobot juga selalu melakukan pengawasan atas penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan oleh kerabat-kerabatnya dari peraturan atau standard serta
mengambil tindakan-tindakan korektif (active management by exception). Seorang bobot
akan melakukan intervensi terhadap kerabat-kerabat/rakyat yang dipimpinnya jika
peraturan/standard yang telah ditetapkan tidak dapat dilaksanakan, dalam proses ini hanya
sebatas intervensi dan seorang bobot tidak melakukan penekanan (massive management by
exception).

9. Transformational Leadership – Gaya Kepemimpinan Bobot yang Bertransformasi.

Gaya kepemimpinan bobot yang bertransformasi merupakan gaya kepemimpinan bobot


dimana target atau tujuan-tujuan para klen atau pengikut-pengikutnya diperluas
kekerabatannya atau ditingkatkan/ditransformasikan sehingga pada akhirnya tumbuhlah rasa
percaya diri untuk mencapai yang lebih dari apa yang ditargetkan.

10. Charisma Leadership – Pemimpin Bobot yang Berkarisma

Bobot adalah seorang pemimpin atau seorang pria berwibawa yang sangat dihormati di suku
Maybrat yang mana bobot merupakan pemimpin yang selain memiliki banyak harta
kekayaan kain timur juga ada bobot yang memiliki karisma, mereka adalah pemimpin-
pemimpin berkarisma. Bobot yang berkarisma memiliki dimensi-dimensi kepemimpinan
yang memberikan visi dan misi serta menanamkan rasa bangga, respek dan kepercayaan
dalam diri kerabat klen yang mengikutinya. Selain itu, bobot juga memiliki kemampuan
menginspirasikan kerabat-kerabat klen pengikutnya, yaitu ia berkemampuan
mengkomunikasikan harapan-harapan yang agung, penggunaan simbol-simbol,
mengekspresikan tujuan yang penting dan cara yang dapat dilaksanakan untuk mencapai
tujuan (inspirationalized). Selain itu, bobot juga memiliki kemampuan yang mana mampu
memimpin dan mengembangkan rasionalitas, intelegensi, maupun pemecahan masalah secara
kreatif (intelectual stimulation). Bobot memiliki kemampuan tersendiri dalam memberikan

Hamah Sagrim 288


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

perhatian dan perlakuan personal kepada setiap kerabat klen pengikutnya secara pribadi
sehingga mereka juga mampu bertumbuh untuk menjadi orang-orang yang berwibawa.

Berikut ini adalah tabel penilaian diri bobot-big man yang diklasifikasikan menurut
karakteristik yang paling sesuai menyatakan diri seorang bobot. Poin 1 menyatakan pribadi
seorang bobot yang paling tidak sesuai dan 5 menyatakan pribadi seorang bobot yang paling
sesuai.

Gambar: Tabel penilaian Bobot

Hamah Sagrim 289


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Tabel Penilaian Bobot

Hamah Sagrim 290


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Skor O P N C
100
90
80
70
60 54 59
50 49 45
KETERANGAN TIPE PEMIMPIN BOBOT

40
30
20
10
Gambar: skors keterangan diagram penilaian

TYPE PROMOTIONAL P
Orientasi pada orang, respon
terhadap feellng tinggi, cepat akrab,
TYPE OPERATIONAL O
komunikasi pribadi hangat, intuitif,
Orientasi pada hasil
ekspresif, terbuka, polos, antusias,
fleksibel, luwes, team worker
Hamah Sagrim 291
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Irama cepat, aktif berbicara,


fleksibel, realistik, langsung,
inisiatif tinggi, tegas, terbuka,
cepat, spontan

TYPE NEGOSIATION N
Orientasi pada tugas, respon
TYPE CONCEPTIONAL C terhadap feeling rendah, mendengar,
Orientasi pada ketepatan, irama menyimak, taat terhadap peraturan,
rendah menjaga jarak, komunikasi tenang, terukur, tak langsung
faktual, analistis, terukur, pandai mendahulukan orang lain tenggang
menahan diri, berwibawa, disiplin, rasa, halus diplomaatis, hati-hati,
taat pada agenda senag berpikir

11. House’s Path – Goal Big Man Leadership


Penekanan pada motivasi seorang pemimpin suku maybrat bobot - Big Man yang
mampu mempengaruhi persepsi – persepsi orang – orangnya, baik tujuan pribadi dan
pekerjaannya, serta jalan yang mempertemukan kedua tujuan tersebut.

n. Dalam Kepemimpinan Bobot – Big Man, Memiliki 4 Kecenderungan Gaya Pokok


Dalam Kepemimpinan Mereka :

1. Big Man Directve Leadership

Kecenderungan ini merupakan gaya kepemimpinan politik bobot – big man yang
mengarahkan tentang apa dan bagaimana melaksanakan tugas atau sistem bermain kain
timur itu berjalan dengan lancar.

Hamah Sagrim 292


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

2. Big man Supportive Leadership

Merupakan gaya kepemimpinan politik bobot – big man yang berfokus pada kebutuhan
dan kenyamanan rakyatnya dan menciptakan sistem kekerabatan ya ng nyaman.

3. Big Man Achievement and Oriented Leadership

Kecenderungan kepemimpinan politik bobot-big man dengan gaya kepemimpinan yang


menekankan pada target – target keberhasilan dan meyakinkan keluarga kerabat tentang
kemampuannya.

4. Participative Big Man Leadership

Gaya kepemimpinan politik bobot – big man yang suka mengkonsultasikan,


menunjukkan sarang atau ide – ide pada keluarga klen sebelum mengambil keputusan.

Hamah Sagrim 293


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Piramida Keseimbangan hidup Bobot – Big Man

Gambar: Piramida Kepemimpinan seorang Bobot – Big Man

Hamah Sagrim 294


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Piramida makna pekerjaan dan sistem politik seorang Bobot – Big man

7. Pola dan Sistem Penerapan Politik Kekuasaan Terbatas Seorang Bobot (Big Man)
Melalu Perdagangan Kain Timur dan Perkawinan Keluar.

Inti pola penerapan kekuasaan terbatas oleh seorang bobot (big man) adalah sebagai
berikut:
a. Orang Maybrat, Imian, sawiat, hidup pada awalnya adalah dalam kondisi alamiah (state
of nature), yaitu kondisi hidup merka mulai dari system klen, atau marga, atau keret, dan
setelah itu melalui perkawinan keluar sehingga terbentuklah kekerabatan patrilineal yang
mana pada akhirnya mereka menjadi hidup bersama. Dalam kondisi alamiah mereka,
yaitu kondisi hidup mereka di bawah bimbingan akal tanpa ada kekuasaan tertinggi
dalam kehidupan mereka yang menghakimi mereka untuk berada dalam keadaan
alamiah. Ini disebut sebagai kehidupan pada masa prapolitik, yang mana orang Maybrat,
Imian, Sawiat, merasa bebas, sederajat, dan merdeka.
b. Setiap orang Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula merasa bahwa mereka memiliki
kemerdekaan alamiah untuk bebas dari setiap kekuasaan superior di dalam kehidupan
mereka dan tidak berada di bawah kehendak atau otoritas legislatif tertentu.
c. Meskipun keadaan alamiah adalah keadaan kemerdekaan, orang Maybrat, Imian, Sawiat,
namun mereka bukan berada pada keadaan kebebasan penuh. Merekka pun juga bukan
masyarakat yang tidak beradab, tetapi mereka adalah masyarakat anarki yang beradab
dan rasional. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak memiliki kemerdekaan untuk
menghancurkan diri mereka atau apa yang menjadi milik mereka. Tetapi pada akhirnya
prinsip ego yang membuatnya merasa dirinya gengsi sehingga mengakibatkan pemikiran
bersaing yang pada akhirnya menjadikannya timbul konflik.
Hamah Sagrim 295
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

d. Untuk menanggulangi kelemahan dalam hukum alam, terdapat kebutuhan hukum yang
mapan yang diketahui, diterima, dan disetujui oleh kesepakatan bersama untuk menjadi
standar benar dan salah. Orang Maybrat, Imian, Sawiat, telah menetapkan aturan-aturan
pada Teologia Wiyon-wofle sebagai penyeleksi dosa (iro) yang biasanya akan diadakan
setiap saat untuk pengakuan dosa. Ini disebut dengan (tgif iro) atau upacara pengakuan
dosa. Dan salah satu aturan lainnya adalah hokum isti, yang sangat begitu keras dengan
aturan-aturannya.
e. Setiap orang Maybrat, Imian, Sawiat, tidak menyerahkan kepada komunitas lain tentang
hak-hak alamiahnya yang substansial, tetapi mereka akan tetap dengan menjalankan hak-
hak untuk melaksanakan hukum alam.
f. Hak yang diserahkan oleh orang Maybrat, Imian, Sawiat, secara individu kadang kala
diberikan kepada orang sebagai individu, adajuga yang diberikan kepada kelompok
tertentu, bahkan kepada seluruh komunitas.
g. Perdagangan kain timur dan Perkawinan keluar adalah jalinan untuk membentuk suatu
masyarakat politik. Ketika masyarakat itu telah terbentuk, kemudian harus membentuk
system kekerabatan patrilineal yang dilanjutkan dengan membentuk suatu sistem strata
sosial yang tepercaya sehingga sosok yang begitu terlihat berwibawa dan terkaya
diantara mereka akan diangkat secara otomatis sebagai seorang bobot (big man) sesuai
dengan criteria yang telah dilihat untuk memimpin kelompok sosial masyarakat tertentu
guna mencapai sasaran tertentu.
h. Seorang bobot (bigman) adalah pemimpin tertinggi dilingkungan masyarakat Maybrat,
Imian, Sawiat, mula-mula. Seorang bobot ini kemudian bermain kain timur dan
melakukan perkawinan keluar yang mana didalamnya terselubung maksud dan tujuan
tertentu yang akan dicapai kemudian. Ini merupakan awalan orang Maybrat, Imian,
Sawiat, mengenal bermain politik. Permainan politik melalui bermain kain timur dan
perkawinan keluar sebagai suatu strategi menghimpun kekerabatan yang banyak dan
kerabat-kerabat tersebut dijadikan sebagai pengikut sehingga dengan sendirinya pelaku
akan dikatakan sebagai seorang pemimpin atau bobot. Sistem ini dalam kehidupan
tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana seorang bobot (big man) adalah
pembuat sekaligus pewaris keputusan tersebut. Sebagai pembuat ia menetapkan batas-
batas kekuasaan, sedangkan sebagai pewaris ia adalah penerima manfaat yang berasal

Hamah Sagrim 296


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dari pelaksanaan kekuasaan tersebut. Inilah pola dan sistem kekuasaan terbatas yang
dilakukan oleh seorang bobot (big man).

o. Terjadinya Stratifikasi Sosial Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat.

Secara teoritis, semua manusia dianggap sederajat, tidak ada yang lebih tinggi antara satu
dengan yang lainnya. Akan tetapi dalam kehidupan dan kenyataannya sehari-hari kita sering
menjumpai adanya ketidak samaan. Selalu adanya pembedaan status masyarakat berdasarkan
status yang di miliki oleh setiap orang, atau pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam
kelas-kelas secara bertingkat (strata).
1) Terjadinya stratifikasi sosial di dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat

Stratifikasi yang terjadi didalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, dapat
terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan mereka, dan selanjutnya disusun
secara sistem kekerabatan keluarga untuk mengejar prestise tertinggi dalam tujuan
mereka. Stratifikasi yang muncul dengan sendirinya pada orang Maybrat, Imian, Sawiat,
adalah pada tingkat kepandaian, kewibawaan, keturunan, kepandaian memimpin,
kepandaian berdiplomasi, kepandaian bermain kain timur dan ukuran harta benda
(ekonomi). Sedangkan stratifikasi yang disusun secara sistem kekerabatan keluarga
sebagai stratifikasi yang disusun berdasarkan garis struktur keturunan dalam sistem
perkawinan yang mana sengaja dimunculkan untuk tujuan bersama oleh kerabat, dan
sistem ini biasanya terjadi dalam sistem kekerabatan orang Maybrat, Imian, Sawiat,
secara formal dan menyeluruh pada setiap keluarga yang telah kawin mengawin.
Pembentukan stratifikasi ini akan muncul didalamnya sosok penggerak utama yang mulai
melakukan peminjaman kain (feah bo) kepada kerabatnya yang lain. Proses ini serta
merta dengan sendirinya membuat adanya stratifikasi dalam sistem kekerabatan mereka,
dimana pemberi akan dianggap sebagai orang yang terhormat (bobot- big man) oleh
kerabat penerima. Selanjutnya kerabat penerima akan dipandang sebagai orang terhormat
(bobot – big man) juga oleh sesama kerabatnya yang lain ketika ia memberikan
peminjaman kain (feah bo) kepada mereka, walaupun dia juga telah meminjam kain dari
kerabatnya yang lain. Sistem ini saya sebut sebagai sistem “pembaharuan”. Karena

Hamah Sagrim 297


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

melalui orang yang punya, sehingga membaharui mereka yang tidak punya, dan
seterusnya.
2) Sifat stratifikasi Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat.

Sifat stratifikasi masyarakt Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, terdiri atas dua sifat
stratifikasi, yaitu; pertama; sifat yang tertutup, dan kedua; sifat yang terbuka.
Pertama; stratifikasi yang tertutup, tidak memungkinkan berpindahnya seseorang dari
satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang merupakan gerak ke atas maupun gerak ke
bawah. Yang tergolong dalam stratifikasi ini adalah keturunan Raja dan bobot, namun
bobot tidak begitu bertahan lama jika tidak ada usaha untuk mempertahankannya. Satu-
satunya jalan untuk menjadi anggota pada stratifikasi tertentu dalam kehidupan
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, menurut sifat ini adalah ditentukan oleh garis
keturunan keluarga, yaitu keturunannya akan berada pada stratifikasi atas jikalau berasal
dari garis keturunan Bobot atau Raja, namun sebaliknya keturunannya akan berada pada
stratifikasi bawah jikalau berasal dari garis keturunan rayat biasa. Berbeda dengan Sifat
bobot, yang mana bisa berubah atau sebut saja bahwa stratifikasi ini tidak selamanya
baku seperti sifat keturunan dari Raja, karena jikalau tidak ada usaha yang dilakukan oleh
seorang individu untuk mempertahankannya maka akan mengubah stratifikasinya. Bisa
saja yang teratas bisa turun ke bawah jika tidak adanya usaha untuk mempertahankannya,
begitupula yang terbawah akan menjadi teratas jikalau ia selalu berusaha untuk berubah
menjadi seorang bobot.
Sistem stratifikasi kasta yang tertutup di dalam Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat,
Papua, ini dapat dilihat dari ciri-cirinya sebagai beriktu;
1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan atau keturunan (bobot dan raja).
2. Keanggotaan yang diwariskan tersebut berlaku untuk seumur hidup (khusus untuk
bobot jikalau tetap dipertahankan).
3. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari nama
klen/keret/marga/famili, dan identifikasi anggota kerabat, bahkan adanya penyesuaian
diri yang terlihat ketat terhadap norma-norma kastanya yang mana selalu dijaga oleh
masyarakat sekitar.

Hamah Sagrim 298


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4. Kasta bobot terkait oleh kedudukan yang secara tradisional dan kewibawaan seorang
individu yang ditetapkan sebagai tolok ukur.
5. Sangat memperhatikan prestise.

Kedua; sifat yang terbuka. Sifat ini memungkinkan setiap anggota masyarakat memiliki
kesempatan yang sama untuk pindah ke lapisan teratas. Misalnya karena kecakapan, prestasi,
kemampuan dan kepandaian yang diperoleh sehingga setiap individu yang selalu berusaha akan
memiliki kesempatan untuk beralih ke lapisan atas. Dalam kehidupan masyarakat Maybrat,
Imian, Sawiat, dengan sifat yang terbuka ini, terlihat dengan jelas pula dengan konsep mobilitas
pendidikan sebagai pengubah utama yang begitu vertikal sehingga membawa suatu perpindahan
status, baik ke atas maupun ke bawah melalui stratifikasi pendidikan dan pencapaian dunia
kerjanya.
Dalam stratifikasi masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, Papua, kedua sistem stratifikasi ini
terlihat begitu menonjol. Akan tetapi menurut analisa kami, bahwa kecenderungan masyarakat
Maybrat, Imian, Sawiat, mulai dari abad ke-20 ― abad ke-21 dan seterusnya, cenderung
menggunakan sifat kedua. Walaupun kelihatannya sifat pertama masih digunakan sebagai resep
pencapaian prestise.
Sistem stratifikasi tertutup pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, telah terlihat jelas
karena masih adanya setiap anggota masyarakat yang tetap berada pada status yang sama dari
orang tuanya, yaitu status dari keturunan bobot dan raja dan sistem stratifikasi terbuka juga
terdapat pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, karena adanya mobilitas persaingan yang
diperlihatkan oleh setiap individu dalam mengejar prestise tertentu untuk mencapai stratifikasi
teratas. Hal ini terlihat melalui status masyarakatnya yang berbeda latarbelakang dari status
orang tuanya (mereka dapat lebih tinggi maupun lebih rendah karena ditentukan dari garis
keturunan orang tuanya). Namun dalam kenyataannya sekarang bahwa, masih adanya kolaborasi
antara sifat tertutup dan sifat terbuka. Sifat tertutup sangat jelas terlihat melalui tatapan budaya
lokal (seperti ketika membicarakan kain timur – bo bahkan perkawinan pun selalu dipertanyakan
tentang garis keturunan oleh klen wanita). Sedangkan sifat terbuka, akan terlihat jelas melalui
sistem pemerintahan. Kedua sifat ini selalu digunakan sebagai suatu pola kolaborasi dalam
pencapaian prestise.
3) Dasar-dasar stratifikasi dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat.

Hamah Sagrim 299


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Ukuran atau kriteria yang kami pakai untuk menggolongkan anggota-anggota


masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, kedalam lapisan-lapisan stratifikasi adalah:
a. Ukuran kekayaan (Ekonomi)
Di tengah masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, barang siapa yang memiliki kekayaan
(ekonomi) paling banyak, akan masuk pada stratifikasi atau lapisan atas (bobot)
b. Ukuran kekuasaan
Ditengah masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, barang siapa yang memiliki kekuasaan
atau wewenang terbesar, maka dia akan menempati posisi yang atas (terhormat)
didalam masyarakat.
c. Ukuran kehormatan atau kewibawaan, dan kepandaian.
Ukuran kehormatan, kewibawaan dan kepandaian ini mungkin sekali dapat terlepas
dari ukuran-ukuran kekayaan maupun ukuran kekuasaan. Disini orang yang paling
disegani atau dihormati karena berwibawa, dan pandai maka dia akan mendapat
tempat yang teratas dalam masyarakat. Ukuran semacam ini ditemui pada
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang tradisional.
d. Ukuran ilmu pengetahuan.
Ukuran ilmu pengetahuan didalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dipakai
karena kecenderungan mobilitas pengubah stratifikasi mereka saat ini juga ditentukan
oleh ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan yang tradisional (inisiasi wiyon-wofle)
dan pendidikan moderen (pendidikan sekolah).
4) Unsur-unsur stratifikasi di dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat.
Hal-hal yang menjadi unsur-unsur stratifikasi dalam masyarakat Maybrat, Imian,
Sawiat, adalah: kedudukan (status) dan peranan (role).
1. Status

Status atau kedudukan bagi masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, merujuk pada tempat
seseorang dalam pola tertentu. Dengan demikian bahwa seorang bobot atau raja dapat
menduduki beberapa kedudukan sekaligus, dikarenakan seorang bobot atau raja biasanya ikut
serta dalam berbagai pola kehidupan. Pada umumnya masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat,
mengembangkan tiga macam status, yaitu; Big Man status (bobot), Ascribe Man status (Raja)
dan Achieved status. Big man status adalah kedudukan dalam masyarakat yang diperoleh karena;

Hamah Sagrim 300


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

keturunan, kewibawaan, dan kepandaian, yang mana suatu waktu bisa hilang ketika tidak bisa
dipertahankan. Sebaliknya status big man juga bisa diperoleh oleh individu yang bukan berasal
dari keturunan orang tua yang memiliki status big man, karena atas usaha dan kerja kerasnya
dengan didukung oleh kemampuan dan kewibawaannya. Sedangkan acribe man status adalah
kedudukan dalam masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, yang diperoleh melalui keturunan (raja).
Sedangkan Achieved status adalah kedudukan seseorang yang diperoleh dengan usaha-usaha
yang dilakukannya. Melalui achieved status inilah status bigman (bobot) dapat tercapai. Ketiga
status tersebut masih begitu menonjol dan memiliki peranan penting, serta masih digunakan oleh
masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, walaupun terlihat dengan jelas adanya perbedaan antara
ketiga status ini dalam pola stratifikasi di dalam masyarakat mereka. Terlihat bahwa masing-
masing penganut ketiga status ini selalu mengembangkannya sendiri-sendiri pada status yang
ada, sesuai dengan kedudukan yang dikenal dengan assingned status, yang merupakan
kedudukan yang diberikan. Dalam ketiga status ini, yang merupakan status yang tidak
terubahkan adalah ascribe man status (status raja).
2. Peranan (role)

Peranan pada masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, memiliki makna sebagai aspek dinamis
dari status atau kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
sesuai dengan kedudukannya, maka dia selalu menjalankan suatu peranan yang tujuannya untuk
memperoleh prestise. Suatu peranan ini terdiri atas tiga hal, yaitu;
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seorang bobot atau raja di dalam masyarakat.
b. Peranan adalah suatu konsep tentang perihal apa yang dapat dengan mampu
dilakukan oleh seorang bobot atau raja ditengah masyarakat.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan seorang bobot atau raja yang
sangat penting bagi struktur sosial guna mempertahankan prestisenya.

C. ANALISIS
C.1. Analisa Fungsi Dan Konsep Rumah Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat Dengan
Pertimbangan Iklim Sebagai Faktor Yang Mempengaruhi Kenyamanan Thermal
a. Analisa Bentuk Yang Mempengaruhi Kenyamanan Thermal Rumah Halit-Mbol Chalit

Hamah Sagrim 301


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pada bagian ini, akan dicoba untuk menganalisis bentuk arsitektur rumah halit-mbol chalit
yang tercipta dari hasil Appabolang untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kenyamanan
thermal yang terjadi.
1. Lokasi
Penetapan lokasi bangunan adalah salah satu unsur yang perlu mendapat perhatian. Lokasi
bangunan adalah salah satu faktor yang turut berperan dalam pencapaian kenyamanan thermal
bangunan. Misalnya lokasi didataran rendah khususnya di daerah pantai kelembaban cukup
mendatangkan masalah, disamping dampak-dampak negatif yang disebabkan tingginya kadar
garam.
Untuk khusus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, lokasi bangunan cenderung
mengikuti garis pantai dan terpencar ke laut, sebagai konsekwensi dari mata pencaharian mereka
sebagai nelayan. Lagi pula ini telah menjadi aturan dan sudah membudaya bahwa suku Maybrat,
Imian, Sawiat, jauh dari laut karena merupakan tempat penyelamatan mereka. Disamping itu,
basis hunian suku Maybrat, dan Imian, Sawiat, berada di daratan. Suku Maybrat, Imian, Sawiat,
mengenal pola perletakan hunian dalam tiga kelompok. Di darat, kelompok hunian diperalihan
darat dan perairan laut, di kelompok hunian diperairan laut. Lebih jelasnya dapat dilihat dalam
gambar fisual berikut:

Hamah Sagrim 302


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Lokasi perletakan tiap rumah halit-mbol chalit


(sumber, analisis peneliti. hasil survey, 2004)

Dari lokasi perletakan hunian suku Maybrat, Imian, Sawiat, diatas, maka dapat dikatakan
bahwa rumah dengan garis gelombang merupakan rumah yang berada diatas perairan air laut,
sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin kencang. Air laut merupakan
penyumbang besar terhadap kelembaban yang terjadi. Disamping itu, angin yang bertiup dari
arah laut membawa kadar garam yang sangat tinggi, sehingga bahan-bahan dari logam mudah
berkarat/korosi. Begitu pula dengan rumah dengan garis datar yang menunjukkan bahwa
perletakannya berada di peralihan daratan dan perairan air laut, juga masih dipengaruhi oleh
pasang-surut air laut dan angin kencang. Kelembaban dan korosi/kerusakan bahan logam akibat
tingginya kadar garam merupakan konsekwensi yang harus diperhatikan untuk mendirikan

Hamah Sagrim 303


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

bangunan diatas perairan air laut maupun di peralihan antara daratan dan perairan laut.
Sedangkan untuk rumah yang perletakannya di wilayah daratan, aman dari pengaruh pasang
surut air laut. Namun kondisi kelembaban masih tinggi sekitar 61% - 95%. Begitu pula dengan
kadar garam yang mendatangkan korosi, masih perlu diperhatikan jika lokasinya masih berada di
wilayah pesisir pantai dan masih dijangkaui oleh angin laut. Sedangkan yang berada di wilayah
pegunungan dan jauh dari air laut dan angin laut telah diubahkan. Korosi akibat kadar garam di
abaikan.
2. Orientasi
Orientasi bangunan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan
kenyamanan thermal dalam bangunan. Pengaruh sinar matahari dan angin merupakan dua hal
yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan orientasi bangunan yang akan direncanakan.
Namun untuk kasus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, orientasi bangun huniannya
tidak merupakan pengejawantahan dari hal-hal yang cenderung bersifat mistis. Namun secara
etika sosial yang terjadi, bagi suku bangsa Maybrat, Imian, Sawiat, mengatakan bahwa secara
terhormat bangunan harus menghadap ke jalan. Dilarang atau tidak terhormat membelakangi
jalan karena dianggap sombong dan kurang ajar. Untuk itu, jalan yang berfungsi sebagai sarana
penghubung (kontak sosial) secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap orientasi bangunan.
Begitu pula dengan bangunan yang berhubungan langsung dengan air laut, memiliki larangan
mistis, bahwa bangunan harus menghadap ke laut, karena laut dipercaya sebagai tempat yang
memberi penyelamatan. Sebagaimana kepercayaan mereka bahwa daratan keras/jahat, dan laut
lembut/baik.
Dari uraian diatas bahwa ternyata unsur iklim tidak menjadi pertimbangan dalam
penentuan orientasi arah angin dan posisi lintasan matahari bukan merupakan hal yang penting.
Jadi rumah-rumah yang sisi panjang bangunannya tegak lurus dengan arah angin, dan sisi pendek
ditempatkan pada arah timur dan barat yang diketahui sebagai sisi yang secara tidak disadari
turut mewujudkan kenyamanan thermal yang diperlukan.

Lintasan matahari

Rumah Menghadap

Hamah Sagrim 304


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

ke jalan sebagai tanda penghormatan


dan kesopanan

Arah Angin

Gambar: Posisi Pertapakan Rumah terhadap Orientasi Matahari dan arah angin
(sumber, hasil analisis peneliti)

3. Bentuk dan Denah


Suku Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai ukuran-ukuran tersendiri dalam menentukan
bentuk bangunan. Ukuran-ukuran yang digunakan dalam menempatkan tinggi, lebar, panjang,
dipakai dasar ukuran jengkalan jari disesuaikan dengan panjang kayu yang digunakan untuk
memperoleh ukuran yang serasi, yaitu berupa depan, hasta, siku dan jengkal. Depan adalah
panjang ujung tangan kiri ke ujung tangan kanan jika direntangkan. Hasta adalah panjang dari
unutng tangan ke ujung pangkal bahu atau sebaliknya. Siku adalah panjang dari ujung tangan ke
siku. Jengkal adalah panjang dari ujung jari ke ujung tengah ujung ibu jari jika tangan
dilebarkan.
Ukuran-ukuran tiap rumah halit-mbol chalit adalah sebagai berikut:
a. Jumlah tiang ke arah memanjang 6 buah, ke arah lebar 4 buah pada bagian teras dan
badan rumah. Jarak antara tiang-tiang menurut pengukuran 2,6 m ke arah memanjang dan
2 m ke arah melebar. Sulit menentukan berapa ukuran depan, hasta, siku atau jengkalnya
secara pasti setiap orang mempunyai ukuran yang berbeda-beda sesuai jengkalan jari
tangannya, lagipula tukan yang membangunnya sudah tidak ada lagi. Untuk ukuran arah

Hamah Sagrim 305


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

vertikal, tinggi kaki 5-6 m untuk tupuan kolom pada tanah, sedangkan 9-10 m untuk
tumpuan di atas pohon, tinggi badan rumah berfariasi dari 1,70 m, 3,50 m, 2 m, tinggi
kepala 1,90 m.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa bentuk denah yang tercipta dari hasil ukuran-
ukuran tersebut adalah suatu bentuk denah yang pipih, sehingga memungkinkan untuk
diterapkan sistem cross ventilation dan pemanfaatan cahaya matahari kedalam bangunan. Bentuk
seperti ini sangat cocok diterapkan pada daerah tropis lembab, khususnya di wilayah pesisir
pantai sekitar teminabuan, inanwatan, werisar dan sekitar perkampungan dipesisir pantai lainnya
yang kondisi kelembabannya sangat tinggi, seperti di perairan pantai sekitar Sorong Selatan.
Bentuk rumah bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, harus memiliki tiga syarat, baik bentuk ke
arah vertikal maupun bentuk ke arah horizontal sesuai dengan aturan budaya appabolang. Arah
vertikal ditandai dengan hafot/sur (kaki), kriras (badan), dan timanaf (kepala). Arah horizontal
ditandai dengan isit (teras), samu tkah (badan rumah), dan ohat (tungku api/dapur). Syarat ini
masing-masing mempunyai arti dan fungsi tersendiri, yaitu hafot/sur (kaki) merupakan bagian
kotor yang dikelilingi oleh makhluk-makhluk jahat sehingga harus di tinggikan. Hal ini tentunya
bermanfaat untuk mengatasi kelembaban yang terjadi dibawah kolong rumah dan juga
bermanfaat untuk mengantisipasi luapan pasang surut air laut. Sumanaf (kepala) yang
dilambangkan sebagai yang maha tinggi, suci, serta dipercaya sebagai tempat makhluk halus.
Tentunya keadaan seperti ini sangat baik untuk mengusir panas yang ada didalam ruang. Samu
tkah tkah (badan rumah) yang posisinya ditengah diapit oleh isit (teras), dari arah horizontal,
hafot/sur (kaki) dan timanaf (atap) dari arah vertikal. Hal ini tentunya baik untuk melindungi
ruang aktivitas keluarga dari sinar matahari langsung, hujan, dan pasang surut air laut.
Disamping inti pengetahuan tentang kisaran pasang surut tercermin dari ketinggian lantai dengan
menentukan sekisar 1,5 – 2 m. Lantai yang ditinggikan dapat memberikan jalan untuk
pergerakan udara bahwa lantai hal ini merupakan solusi yang baik untuk mengatasi kelembaban.
Bentuk rumah halit-mbol chalit dan kaitannya dengan kenyamanan thermal, dapat diuraikan
sebagai berikut:
Rumah halit-mbol chalit merupakan rumah yang berbentuk panggung yang memiliki kaki,
badan dan kepala sebagai konsekwensi dari aturan budaya Appabolong. Tinggi kaki/kolong
berukuran tinggi sekitar 1,70 m keatas dari permukaan tanah. Kondisi ini memungkinkan untuk

Hamah Sagrim 306


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mengatasi kelembaban yang terjadi dibawah lantai. Untuk lebih jelasnya dapt dilihat pada
gambar berikut:

Dapur Kepala

Badan

Badan
Rumah Kaki

Teras

Tangga

Gambar: Rumah halit-mbol chalit berdasarkan budaya appabolang


(Sumber, hasil analisis peneliti)

4. Bukaan-Bukaan (sistem Penghawaan)


Bukaan-bukaan sangat penting peranannya untuk mendapat penghawaan dalam bangunan.
Sistem penghawaan perlu diperhatikan untuk menciptakan kenyamanan dalam bangunan,
terutama pada bangunan rumah tinggal yang menggunakan sistem pendinginan pasif.
Sistem penghawaan untuk pendingin positif perlu diperhatikan: orientasi jendela, dimensi
jendela, disain sistem daun jendela, dan waktu pembukaan jendela. Untuk kasus penghawaan
rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, dapat dilihat contoh rumah halit-mbol chalit berikut:

Hamah Sagrim 307


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

a. Sistem penghawaan pada rumah halit-mbol chalit yang berada di sisi timur dan barat, terdiri
dari jendela, bukaan keluar yang terbuat dari krepyak kayu dan kaca bening, ventilasi dan
kisi-kisi kayu, bukaan pintu dan kisi-kisi kayu pada batasan atas kearah atap dan kebawah.
Ini tidak searah dengan jalur angin, padahal arah angin dari utara. Jadi posisi bukaan sejajar
arah angin. Hal ini tentunya kurang menguntungkan apabila tidak ditangani dengan
sempurna. Pengontrolan dan pembelokan arah angin ke bangunan sangat diperlukan supaya
ventilasi silang atap tetap terjadi. Yang menguntungkan pada rumah ini adalah ventilasi atap,
yaitu kisi-kisi sisa kayu diantara dinding dan atap yang tidak ditutup dan bukaan sekitar
50,20% dari luas dinding pada sisi utara atau tegak lurus arah datangnya angin. Namun
kondisi ini belum mampu menghapus panas untuk menurunkan temperatur dalam, khususnya
sekitar jam 10.00 siang sampai jam 16.00 sore, sehingga kondisi dalam ruang masih berada
dalam kondisi hangat yaitu sekitar 28°C – 30,2°C.
b. Sistem penghawaan pada rumah yang berdiri pada sisi utara dan selatan terdiri dari jendela,
ventilasi dari kisi-kisi kayu. Orientasi bukaan terbesar berada disisi utara dan selatan. Hal ini
tentunya sangat menguntungkan karena arah angin terbesar pada daerah ini adalah dari utara,
jadi memungkinkan adanya ventilasi silang. Disamping itu, didukung dengan bukaan sekitar
40,80% dari luas dinding. Namun kondisinya seperti halnya dengan rumah yang posisi timur
dan barat, belum mampu menghapus panas untuk menurunkan temperatur dalam kasusnya
sekitar jam 10.00 siang sampai jam 16.00 sore. Sehingga kondisi dalam ruang masih berada
dalam kondisi hangat, yaitu sekitar 28°C – 29,5°C.
5. Atap dan Dinding
Atap dan dinding adalah unsur yang harus diperhatikan untuk melindungi bangunan dari
alam luar. Atap merupakan elemen yang paling banyak menerima radiasi matahari secara
langsung. Untuk itu perlu adanya usaha penyekatan untuk mengurangi pengaruh matahari
terhadap ruang bawanya. Atap bangunan selain berfungsi sebagai pelindung terhadap
kebasahan/kelembaban dan hempasan.
Untuk kasus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, atap selain berfungsi untuk
melindungi bangunan dan panas matahari dan kebasahan hujan, atap juga berpengaruh terhadap
kebiasaan mereka, terutama bagi yang berada disekitar laut selalu memanfaatkan atap untuk
menampung air hujan untuk keperluan minum sehari-hari. Untuk itu kemiringan atap pada
rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, rata-rata 30° - 45°. Kemiringan ini tentu saja dapat

Hamah Sagrim 308


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merupakan solusi yang baik untuk mempercepat turunnya air hujan dari atap, sehingga dapat
mengurangi kebocoran dan pembusukan pada bahan atap, disamping dapat mengurangi
kelembaban yang datang dari atap. Kemiringan atap juga berpengaruh terhadap besarnya panas
yang diterima. Sebagaimana yang dikatakan Zokolay (1981) bahwa atap dasar lebih besar 50%
menerima panas matahari daripada atap miring.
Disamping atap bangunan, dinding juga perlu mendapat perhatian untuk menciptakan kondisi
nyaman dalam bangunan. Dinding yang baik harus senantiasa menjadi pelindung terhadap
radiasi matahari, pelindung terhadap hempasan hujan dan kelembaban dan pelindung terhadap
arus angin luar, serta harus senantiasa memelihara suhu yang diminta di dalam ruang.
Untuk mengurangi besarnya pengaruh radiasi pada bangunan maka dinding harus dibayangi
dan dihindari dari sinar matahari dan dihindari dari sinar matahari langsung. Disamping itu,
bahan dinding sebaiknya mempunyai time lag yang besar namun kerapatan dinding harus diatur
agar tetap memiliki bagian-bagian yang berlubang sebagai ventilasi alami.
Untuk khusus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, bahan dinding terdiri atas
beberapa bahan utama, yaitu Kulit kayu, Papan kayu, gaba-gaba/pelepah sago, dedaunan. Namun
yang masih digunakan hingga sekarang adalah papan kayu yang mempunyai time lag yang kecil,
sehingga panas yang ada langsung diterima dan dipancarkan.
Temperatur ruang luar dan ruang dalam tidak mempunyai perbedaan yang signifikan. Untuk
itu, dinding dan bukaan-bukaan baru senantiasa dilindungi dari sinar matahari.
6. Overstek
Overstek atau pelindung seperti yang diuraikan didepan sangat besar peranannya untuk
menciptakan kenyamanan dalam bangunan. Overstek-overstek yang lebar dan sudut jatur atap
yang begitu memanjang hingga badan bangunan sangat dibutuhkan untuk menghambat sinar
matahari yang masuk kedalam ruang secara langsung, memberi bayangan peneduh dan
melindungi hujan.
Untuk kasus rumah tingga Maybrat, Imian, Sawiat, overstek atau pelindung sangat
dibutuhkan seperti sisi bangunan. Hal ini tentunya untuk melindungai dinding terutama dari sinar
matahari langsung, mengingat bahan dinding yang digunakan dari papan dan kayu dengan time
lag yang kecil. Namun kenyataan penggunaan overstek/pelindung pada rumah halit-mbol chalit
yang diteliti hanya bagian depan dan belakang yang mendapat perlindungan overstek, sedangkan

Hamah Sagrim 309


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

bagian sisi kiri dan kanan tidak, atau hanya menggunakan panjangnya ukuran jatuh atap yang
hingga menutup paruh dinding bagian atas. Ukurannya sekitar 80-100 cm.
7. Material dan Warna
Material dan warna yang digunakan pada bangunan juga perlu mendapat perhatian, karena
kedua unsur ini sangat berpengaruh terhadap penambahan panas di dalam bangunan. Color can
influence of heat absorbed by the building surface that affect internal temperature. Jika
pendinginan fakor utama pada perencanaan bangunan, maka kombinasi bidang dengan warna-
warna muda dan dinding yang mampu melawan panas perlu diperhatikan.
Untuk kasus rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, penggunaan material dan warna
pada atap, dinding dan lantanya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Atap
Roof design id the result of geographical condition, climate is the reason for the “slope”,
while the local soil conditions explain the choise of certain “materials”. Pengertian ini
sangat relevan bila melihat kondisi tanah yang sangat lemah daya dukungnya, berupa
tanah lempung dan tanah lumpur sehingga pemilihan material atap bangunan sangat
dipengaruhi oleh daya dukung tanah. Penggunaan material atap dipermukiman kampung
Maybrat, Imian, Sawiat, hanya dijumpai dua jenis, yaitu atap daun dan atap seng.
Penggunaan atap daun bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, didasarkan pada faktor
ekonomi dalam ukuran sekarang ini, namun merupakan bahan utama pada zaman lampau
(prasejarah). Namun perlu diketahui bahwa penggunaan atap daun sangat baik untuk
meredam pengaruh radiasi matahari karena tidak menyerap panas, pengudaraan baik, dan
warnanyapun merupakan warna alami. Atap daun ini dapat merefleksi panas antara 20%
-23%. Kekurangan/kendala penggunaan atap daun yaitu, atap ini berongga sehingga
mudah mengundang cendawan, lumut, serangga, dan hama lain yang tidak menyedapkan,
bahkan sering berbahaya. Atap ini juga mudah untuk terbakar. Namun untuk pencegahan
terhadap hama dan lain-lain dapat diatasi dengan pengawetan atau difusi dengan cara
mengawetkannya dibawah sinar matahari selama 1-2 bulan tergantung kekuatan bahan
yang diawetkan, yang mana jika terlihat pada bentuknya jika sudah awet baru
difungsikan. Namun untuk penduduk yang berada di pesisir air laut, biasanya
mengawetkan dengan menggunakan air garam, dan sinar matahari, hal ini tentunya
menguntungkan untuk penggunaan atap daun. Tapi disisi lain penggunaan atap seng tentu

Hamah Sagrim 310


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

saja air garam menjadi musuh dan sangat bertolak belakang, karena dapat menyebabkan
korosi sehingga mudah bocor. Penggunaan atap seng bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat,
disamping karena pertimbangan konstruksi yang ringan juga terhadap kebiasaan
menampung air hujan, terutama mereka yang berada di air laut. Air hujan dari cucuran
atap seng lebih jernih dan lebih bersih dibanding atap daun. Atap seng dapat merefleksi
panas 90% - 70% akibat radiasi matahari. Pada rumah tingga suku Maybrat, Imian,
Sawiat, atap seng rata-rata tidak diberi warna. Warna ini dapat merefleksi panas sekitar
40% - 35% walaupun demikian penggunaan material ini cepat menjadi panas, sehingga
berpengaruh pada kondisi comfort di dalam ruangan. Untuk itu, guna dapat
mengantisipasinya dengan pasangan plafond dan bukaan jendela yang cukup. Disamping
itu, diisi bawah atap seng mudah menjadi kondensasi khususnya dipagi hari. Untuk itu,
konstruksi kayu yang berada dibawahnya harus terlindungi benar dari kelembaban. Hal
ini dapat diatasi dengan pemberian cat atau ter dan harus bisa bernafas, artinya hawa
udara senantiasa mengalir berputar dibawahnya. Pada rumah tinggal suku Maybrat,
Imian, Sawiat, dapat dikatakan telah merespon terhadap kondisi ini, dapat dilihat pada
pemasangan kisi-kisi kayu yang memungkinkan terjadinya pengalihan udara.
b. Dinding
Material dinding yang digunakan pada rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat,
umumnya dari Papan Kayu, dan ada yang diberi cat/warna, ada yang memanfaatkan
warna alami kayu, sehingga permukiman kampung nampak ramai dengan warna-warni.
Pemilihan material kayu untuk bahan dinding didasarkan pada pengetahuan warga
tentang lingkungan alamnya, yaitu mereka cenderung memilih kayu yang permukaannya
kasar dengan jenis-jenis kayu tertentu yang sudah dikenal semenjak temurun yang
digolongkan sebagai kayu yang kuat. Dari rumah yang diteliti, hampir keseluruhan rumah
hunian suku Maybrat, Imian, Sawiat, hampir menggunakan jenis kayu yang sama, yaitu
kayu besi (ataf), Matoa, dan kayu ulin yang dianggap berkualitas baik. Materi kayu
mempunyai kemampuan pemantulan sekitar 60% - 40% tahan terhadap angin, hujan dan
mempunyai kemampuan pengisolasian panas sedang, serta tingkat penyerapan sekitar
40% - 60% apabila dengan perawatan yang baik dan konstruksi yang tepat.
Penggunaan warna bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, didasarkan pada
pengetahuan tentang tingginya kelembaban dilingkungan dengan mengikuti pola yang

Hamah Sagrim 311


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dilakukan oleh orang Hindia Belanda terdahulu dan juga tentunya untuk memberi nilai
estetika. Menurut pengalaman mereka bahwa dengan memberi warna atau cat pada
dinding, lebih dapat bertahan terhadap basah/lembab daripada tidak sama sekali.
Pemakaian cat pada dinding tiap rumah halit-mbol chalit, semuanya memakai warna yang
memiliki daya serap sekitar 20% - 60% atau daya daya pantul 80% - 35%. Hal ini
tentunya dapat membantu untuk mengurangi perolehan panas dalam bangunan.
c. Lantai
Penggunaan material lantai sama dengan dinding, yaitu yang memilih material kayu yang
permukaannya licin. Terhadap pertimbangan pengaruh iklim, pemakaian lantai kayu
sangat mereduksi panas, lagi pula lantai kayu hangat untuk malam hari yang begitu
dingin. Sedangkan kelembaban yang timbul akibat penguapan air dikolong lantai disiasati
dengan konstruksi penggung tampa penutup kolong, sehingga dapat mengalir dengan
baik.
8. Pola Penataan Hunian
Pola penataan Hunian permukiman ini bileh dikatakan masih serawut dan tidak teratur.
Hanya barisan depan menghadap jalan yang berbaris rapi, sedangkan hunian lainnya bersebaran
ke arah laut dan hutan tanpa keteraturan. Pola penataan hunian dikampung agaknya menyimpang
dari teori bahwa untuk daerah panas lembab, pola penataan bangunan yang teratur dalam bentuk
grid dan dengan pola jalan yang saling memotong tegak lurus dengan bangunan sebagai pebatas
tepi akan sangat sesuai, dengan pola yang dimanfaatkan untuk ventilasi dalam bangunan dan
diharapkan menjadi lancar (Gideon S Golony, 1995).
b. Faktor – faktor iklim tropis yang mempengaruhi kenyamanan thermal dalam ruang.
Penelitian mengenai kenyamanan thermal baik dari Szokolay (1980), Egan (1975), maupun
dari Santoso (1986), tidak disepakati suatu besaran kenyamanan yang sama. Kenyamanan
thermal tidak dapat diartikan sebagai suatu besaran tetap, tetapi merupakan ambang batas relativ
yang menunjukkan bahwa kondisi iklim tertentu, lingkungan sekitar, jenis kelamin, kelompok
usia, aktifitas dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan memperhatikan faktor – faktor yang
mendukung kenyamanan thermal adalah sebagaimana pada tabel berikut :

Faktor – Faktor Kenyamanan thermal

FAKTOR FAKTOR FAKTOR

Hamah Sagrim 312


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

FISIOLOGI PERANTARA FISIK


Makanan Pakaian Temperature Udara
Ras Bangsa Aktivitas Temperature dinding
Umur Penyesuaian Kelembaban
Jenis Kelamin Musim Gerakan udara
Kondisi Tubuh Jumlah penghuni Tekanan Udara
Situasi lingkungan Psiko factor Komposisi Udara
Listrik Udara
Pengaruh Akustik
Pengaruh Mata

Kehilangan panas pada manusia disebabkan oleh konveksi kondisi, evaporasi dan radiasi.
Konveksi sekitar 40%, evaporasi 20%, radiasi matahari sekitar 40% dan konduksi biasanya
memberi kontribusi sangat kecil. Jumlah kehilangan panas ini akan menentukan respon
seseorang terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga ia akan mampu merasakan kenyamanan
thermal yang mana didukung oleh : temperatur udara, radiasi penggerakan udara, dan
kelembaban relatif. Kombinasi dan faktor – faktor ini akan menghasilkan suatu nilai
kenyamanan thermal tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram berikut:

Diagram faktor – faktor Kenyamanan Thermal.

KEHILANGAN PANAS PADA MANUSIA


Konveksi (40 %) Evaporasi (20 %) Radiasi (40 %)
Konduksi (Sangat Kecil)

Hamah Sagrim 313


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Temperatur Udara Radiasi PergerakanUdara Kelembaban Relatif

Elemen – Elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan thermal adalah :


a. Radiasi (radiation)
Kenyamanan radiasi (thermal comfort) merupakan hal penting dalam menciptakan suatu
kenyamanan dalam ruang. Walau hal ini tergantung pada Radiasi matahari (sun rise).
b. Temperatur udara (air temperature)
kenyamanan temperatur (thermal comfortable) juga merupakan suatu hal penting dalam
menciptakan suatu kenyamanan di dalam ruang, walau hal ini tergantung dari perasaan pada
bagian subjektiv (subjective veeling state) dan perasaan kenyamanan (convortable veeling)
namun ini harus tetap diusahakan agar dapat tercipta, karena walaupun bagaimana manusia
mempunyai kemampuan adaptasi yang terbatas, dan bila hal ini terlampaui maka bisa
mengakibatkan gangguan. Penyelesaian dari masalah ini adalah berkaitan sangat erat dengan
faktor – faktor kenyamanan lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan.
Sesungguhnya sangat sukar sekali dalam menentukan ukuran – ukuran kenikmatan secara
tepat oleh karena kombinasi dan pergerakan udara dengan kecepatan 4,57m -7,63m /menit,
suhu udara 20,4°C dan kelembaban 20% - 70%, dan kecepatan pergerakan udara sama
seperti disebutkan di atas. Kombinasi temperature udara, kelembaban, dan kecepatan angin
yang membentuk temperature nyaman pada saat tersebut di katakan sebagai temperatur
efektif. Lihat tabel beikut:

Hamah Sagrim 314


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar : Diagram kenyamanan, menurut Olgyay (Sumber, Lippsmeier, 1994

c. Kelembaban dan Curah Hujan (evaporate and rain)


Kelembaban udara dapat mengalami fluktuasi yang tinggi, sangat tergantung terutama
pada perubahan temperatur udara. Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi pula
kemampuan udara menyerap air. Kelembaban relativ menunjukkan perbandingan antara
tekanan uap air yang ada terhadap tekanan uap air maksimum yang mungkin dalam kondisi
temperatur udara tertentu yang di nyatakan dalam porsen. Udara yang telah jenuh tidak dapat
menyerap air lagi karena tekanan air maksimum telah tercapai. Sedangkan kelembaban
absolut adalah kadar air dari udara yang dinyatakan dalam garam perkilogram udara kering,
dengan cara mengukur tekanan yang ada pada udara dalam kilo pascal (Kpa) atau disebut
juga tekanan uap air.
Kelembaban udara yang nikmat untuk tubuh berkisar 40 – 70%. Padahal tempat – tempat
seperti ditepi pantai, berkisar 80%-98%. Untuk itu diperlukan pengembangan lain demi rasa
comfort tubuh. Dengan kata lain proses penguapan harus dipercepat. Jika kelembaban udara
sudah jenuh, maka tubuh kita tidak bisa menguapkan keringat lagi. Khusus yang tinggal di
daerah pantai harus diingat bahwa angin laut selain membawa kelembaban, jug membawa
kadar garam yang tinggi, yang menyusup dan merusak bahan – bahan logam di mana –
mana.

Hamah Sagrim 315


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pengaturan kelembaban dalam ruang juga sangat penting karena kelembaban ruangan
yang tinggi dapat menyebabkan penggemburan permukaan kaca pada musim dingin dan
kelembaban rendah dapat mengakibatkan masalah listrik statis. Di daerah iklim tropis yang
bercurah hujan tinggi, faktor kelembaban harus mendapat perhatian. Kelembaban dapat
membawa bahaya dan kerugian – kerugian. Mengakibatkan dinding – dinding menjadi basah
yang mana bisa mengurangi daya isolasi kalor, sedangkan penguapan kebasahan dinding juga
membuat ruang menjadi dingin, menambah kadar uap air didalamnya. Itu semua mendorong
uap air dalam ruangan untuk berkondensasi. Kelembaban yang tidak ditiup pergi oleh angin
dapat menjadi penyebab ketidaknyamanan di dalam ruang.
Pada kenyataannya orang dipantai tidak terlalu merasa kesal terhadap suhu. Yang paling
dirasakan sebagai penyebab ketidak enakan bukan pertama suhu udara, melainkan
kelembaban. Selain itu kelembaban dapat menimbulkan pembusukan pada kayu, pengkaratan
logam – logam.

Gambar: Diagram Psikometerik (sumber, Lippsmeier, 1994 )


d. Penggerakan Udara (air wave)
Penggerakan udara terjadi disebabkan oleh pemanasan lapisan – lapisan yang berbeda –
beda. Angin yang diinginkan, angin lokal, sepoi – sepoi yang memperbaiki iklim makro,
angin yang memiliki gerakan kuat tidak diharapkan sehingga pemecahan harus diberikan.
Gerakan udara didekat permukaan tanah dapat bersifat sangat berbahaya dengan gerakan di
tempat yang tinggi. Semakin kasar permukaan yang dilalui, semakin tebal lapisan udara.

Hamah Sagrim 316


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Arah angin sangat menentukan orientasi bangunan. Di daerah lembab diperlukan sirkulasi
udara yang terus – menerus. Di daerah tropika basah, dainding – dinding luas sebuah
bangunan terbuka untuk sirkulasi udara lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk
pencahayaan. Sedangkan perbandingan untuk kecepatan angin, dan akibat serta pengaruh
yang ditimbulkan pada manusia di lingkungannya. Lihat tabl :

Tabel: Perbandingan untuk Kecepatan Angin, dan Akibat serta Pengaruh yang
ditimbulkan pada Manusia di Lingkungannya
Beufort Indikasi / Gejala Kecepatan (kmph)
No
0 Asap berhembus vertical Kurang dari 1.5
1 Arah angin tampak dari serabut lepas dari asap,

Hamah Sagrim 317


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

belum dari kepulan


2 Asap yang condong menuju arah angin.
Angin terasa diwajah, menimbulkan desiran, kepulan
3 asap condong
Menuju arah angin.
4 Ranting – ranting kecil dan dedaunan bergerak terus,
angin bisa meningkatkan kibaran bendera
5 Angin menghamburkan debu dab kertas,
menggerakkan gerakan dahan- dahan kecil
6 Angin menggoyangkan pepohonan kecil, terjadi riak
– riak kecil ombak / gelombang
7 Bergoyangnya dahan besar, timbulnya bunyi kabel
telegraph bersinggungan akibat tertiup angin, paying
8 terbuka sulit dikuasai
9 Seluruh pepohonan bergoyang, gangguan melawan
angin dirasakan oleh pejalan kaki
10 Ranting pohon patah, kepayahan pejalan kaki di jalan
Pepohonan bertumbangan, timbulnya kerusakan kecil
11 pada bangunan, genteng – genteng bangunan mulai
12 beterbangan.
Terjadinya kerusakan lebih parah pada konstruksi
bangunan, pohon – pohon ambruk
Terjadinya kerusakan/malapetaka yang lebih luas
Angin ribut / badai tofan
Untuk bangunan di daratan yang berdataran tinggi, harus memperhatikan sifat angin yang
kadang – kadang kencang dan hal ini perlu dihindari. Jadi kecuali mempelajari cepat dan
lembabnya gerakan angin di suatu daerah, dan sangat perlu juga diketahui arah angin
setempat.
Untuk daerah panas lembab, pola penataan bangunan teratur dalam bentuk grid dengan
pola jalan yang saling memotong tegak lurus, namun di wilayah Maybrat Imian Sawiat

Hamah Sagrim 318


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menggunakan pola linear, yang mana penataan bangunan mengikuti alor gunung, sungai dan
pantai.
e. Mendefinisikan Kembali Arsitektur Tropis di Indonesia
Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim
tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas
manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula.
Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual
yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu
udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi
rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat
ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,
diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah
menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.
Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim
dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus,
manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam
bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan
udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilihberada di luar bangunan.
Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam
bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk
memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas
manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang
kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau
tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya
arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan
permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap
yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga
panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.
Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis
setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan

Hamah Sagrim 319


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain
diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern
(post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur
teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekon.
Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim
setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik
iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di
manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap
ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi
warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-
embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut
arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain
menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke
dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi.
Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun
karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim
tersebut.
Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini
sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang
disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki
ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur
yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.
Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan
arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur
sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-
Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun
berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup
mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif
tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif
rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman
ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya

Hamah Sagrim 320


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu
menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain
yang tepat.
Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana
arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja
sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi
kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman
semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk'
atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang
yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi,
pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan
terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur
tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam
unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit
lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk
bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam
bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan
kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.
Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di
Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan,
didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam
bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'.
Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan
berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka
yang mendalami persoalan iklim dalam arsitekturpersoalan yang cenderung dipelajari oleh
disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih
tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur
tropisKoenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki
spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori
arsitektur.

Hamah Sagrim 321


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat


dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian
'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara
tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan
dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut.
Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional
Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya
tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari sini
pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni
kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori
arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan
arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di
seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga
pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.
Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur
tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa
sajatidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan
persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan
kelembapan tinggi.

c. Analisis Pengaruh Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah Halit-Mbol Chalit


Bentuk arsitektur rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang tercipta berdasarkan
budaya appabolang ternyata juga tidak lepas dari pertimbangan – pertimbangan kondisi iklim
lingkungannya. Untuk itu pada bab analisisi ini dicoba untuk membuktikan bahwa rumah tinggal
suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang tercipta dari hasil budaya Appabolang mampu mengantisipasi
iklim untuk mencapai kenyamanan thermal dalam bangunannya, sebagai berikut:
1. Pengaruh Sinar Matahari
Secara umum, sinar matahari dapat memberikan pengaruh baik, karena cahaya matahari
dapat digunakan sebagai pencahayaan alami. Namun, sinar matahari terutama sinar matahari

Hamah Sagrim 322


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

langsung, mengandung panas yang dapat mempengaruhi kenyamanan, untuk itu masuknya panas
kedalam bangunan perlu dihindari.
Letak georafis Kabupaten Sorong Selatan pada daerah khatulistiwa berada pada posisi 131°
42¹ 0”BT - 132° 58¹ 12”BT dan 0° 55¹ 22” LS - 2° 17¹ 24” LS. Kabupaten Sorong Selatan yang
luasnya sekitar 1.321.189,39 ha (berdasarkan peta). Berdasarkan diagram posisi matahari (sun-
path diagram), waktu riil Kabupaten Sorong Selatan pada pukul 12.00 (waktu matahari) adalah
pukul 12.6. jadi jumlah panas maksimum yang diterima apabila matahari mencapai titik
kulminasi yaitu pukul 12.6 siang.
Untuk rumah tinggal, sinar matahari langsung yang dirasakan mengganggu adalah pukul
10.00 – 15.00. berdasarkan sun-path diagram sudut pembayangan untuk setiap rumah sampel
dapat ditentukan. Berdasarkan diagram matahari yang sesuai untuk lokasi penelitian ini dipilih 6°
selatan. Kedalaman pembayangan setiap fasade bangunan pada jam 10.00 jam 13.00 dan jam
15.00 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel sudut jatuh matahari pada fasade bangunan rumah halit – mbol chalit
Tampak Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00
Tgl/bln Bangunan SV AH AZ T SV SH AZ TM SV SH AZ TM
M
Utara 59¹ 62¹ 24¹ 55¹ 56¹
Selatan - - - - -
Timur 58¹ - - - -
22 Juni 49¹ 49¹ 338¹ 60¹ 316¹ 40¹
Barat - 78¹ 67¹ 45¹ 34¹

Utara - - - - -
Selatan 72¹ 75¹ 37¹ 70¹ 56¹
22 Des Timur 60¹ 119¹ 56¹ - - 217¹ 70¹ - - 245¹ 46¹
Barat - 78¹ 53¹ 48¹ 25¹
Sumber: Hasil analisis Peneliti
Berdasarkan sudut matahari pada tabel diatas, maka kedalaman pembayangan matahari pada
fasade dapat diketahui dengan menggunakan formula dari persamaan (1) seperti terlihat dalam
tabel berikut:
Tabel: Kedalaman Pembayangan Matahari Pada Fasade Bangunan rumah Halit - mbol Chalit
PEMBAYANGAN MATAHARI (M)

Tpk
Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00
Bgn

Hamah Sagrim 323


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tgl/ 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
bln

Ut 7.2 1.6 1.4 1.8 5.2 1.8 6.3 1.4 1.2 1.5 4.9 1.5 7.3 1.6 1.4 1.8 5.3 1.8

22 Sel Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max

Juni
Tim 0.78 6.3 1.3 6.4 1.48 6.27 Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max

Bar Max Max Max Max Max Max 5.6 5 4.48 5.6 0.99 0.89 0.79 0.99 0.79 0.99 0.89 0.99

Ut Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max

22 Sel 3.69 3.3 13.7 3.69 3.3 3.69 2.88 2.59 10.7 2.88 2.59 2.88 3.85 3.47 14.2 3.85 3.47 3.85

Des
Tim 1.51 5.78 1.2 5.9 1.37 5.78 Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max

Bar Max Max Max Max Max Max 4 3.7 3.3 4 3.7 4 1 0.9 0.8 1 0.9 1

Sumber: Hasil analisis Peneliti

Dari Tabel hasil analisis tersebut, maka dapat dikatakan bahwa untuk rumah halit-mbol chalit
pada bulan Juni dan desember Jam 10.00, dinding dengan bukaan kaca disisi timur masih terkena
sianr matahari langsung. Untuk itu masih membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,4 –
1,7 m. Begitu pula pada sisi barat Jam 13.00 dan 15.00 masih membutuhkan pematah sinar
matahari sepanjang 1,2 – 1,5 m. Sedangkan yang lainnya pada bulan Desember disisi timur jam
10.00, sisi barat Jam 13.00 dan jam 15.00, serta sisi selatan pada bulan Desember Jam 13.00 dan
jam 15.00 masih membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang masing-masing 1,4 – 1,8 m,
1,5 -2 m dan 1,2 – 1,5 m. Sedangkan pada bagian rumah yang lain, pada bulan Juni jam 15.00
sisi utara dan pada bulan Juni dan Desember sisi barat Jam 13.00 dan 15.00, masing-masing
membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,3 – 1,5 m dan 1,5 – 2 m. Bagian rumah yang
lain, pada bulan Juni dan Desember sisi selatan jam 10.00, 13.00, dan 15.00 masing-masing
membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,5 – 1,7 m, 1,5 – 1,8 m, dan 1,3 – 1,5 m.
Sedangkan untuk sisi rumah yang lain, pada bulan Desember sisi selatan jam 10.00, bulan Juni
sisi utara jam 10.00 dan bulan Juni dan Desember sisi barat Jam 13.00, jam 15.00, masing-
masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,2 – 1,5 m, 1,2 – 1,4 m, dan 1,5 – 1,7
m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Kebutuhan Panjang Pematah Sinar Matahari

Hamah Sagrim 324


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

(sumber, data anlisis peneliti)

Pnjng pemathn
Rumah Fasade Jam Bulan Sinar matahari
bangunan Yg dibutuhkan
Bpk, Timur 10.00 1.4m – 1.7m
Moses Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des 1.4m – 1.8m
St. Utara 10.00 , 13.00 Juni 1.2m – 1.5m
Bilbroun Selatan 15.00 Des 1.2m – 1.3m
Ibu Timur 10.00 Juni & Des 1.4m – 1.8m
Balandina Barat 13.00 , 15.00 1.5m – 2m
Utara Des 1.2m – 1.5m
Bpk, Utara 15.00 Juni 1.3m – 1.5m
Harun Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des 1.5m – 2m
Timur 10.00 1.5m – 1.7m
1.5m – 1.8m
Bpk, Barat 13.00 , 15.00 Des 1.3m – 1.5m
Yafet Selatan 10.00 , 13.00, 15.00 1.2m – 1.5m

Selatan 10.00 Juni 1.2m – 1.4m


Bpk, Utara
Yefta Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des 1.5m – 1.7m
Sumber: Hasil Analisisi Peneliti

d. Hubungan Bentuk Arsitektur Rumah Tinggal dengan Kenyamanan Thermal.


Iklim tropis lembab adalah jenis iklim yang sangat sulit ditangani untuk mendapatkan
tingkat rsponsibilitas yang maksimal. Tanpa pengkondisian udara buatan, jelas sulit untuk
mencapai kondisi internal yang nyaman untuk dihuni (Szokoli 1981).
Segala bentuk pendinginan pasif sulit untuk dirancang secara arsitektur, hal ini disebabkan
kondisi iklim yang unik. Kelembaban radiasi inframerah. Demikian pula suhu udara malam hari
yang tidak terlalu rendah tidak mungkin untuk memanfaatkan pendinginan secara konveksi.

Hamah Sagrim 325


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Kenyamanan hanya dapat dicapai apabila pada suatu kondisi udara tertentu, hanya dapat
dicapai apabila terdapat suatu kecepatan angin tertentu yang mampu menghasilkan proses
evaporasi tubuh yang seimbang, dengan kata lain eksistensi angin dalam hal ini diperlukan
terutamauntuk perancangan ruang luar. Dalam rangkaian tatanan ruang berhubungan erat dengan
elemen rumah seperti: atap, dinding, lantai dan sebagainya. Dari uraian ini maka dapat dikatakan
bahwa rumah tinggal (bangunan) beserta elemen – elemen pembentukan dan tatanan
lingkungannya memberikan sumbangan terhadap kenyamanan didalam bangunan. Berikut
uraiannya :
a. Faktor Pembentukan dan Elemen Bangunan
Bentuk dan elemen bangunan merupakan factor penting yang perlu dipertimbangkan
untuk mencapai kenyamanan thermal dalam bangunan. Bentuk bangunan yang tepat adalah
bentuk yang mampu memanfaatkan cahaya matahari untuk pencahayaan alam dan
menghindari panas yang timbul. Bentuk tersebut bisa juga berpengaruh pada jalannya angin
untuk mendapatkan pergantian udara yang diperlukan. Bentuk dan elemen – elemen
bangunan yang dimaksudkan meliputi : Bentuk dan denah, atap dan dinding, overstek, serta
material dan warna.
1) Bentuk dan Denah
bentuk bangunan yang tepat adalah bentuk bangunan yang mampu mendapatkan matahari
pagi dengan menghindari panas pada siang hari. Bentuk tersebut bisa juga berpengaruh pada
jalannya angin untuk mendapatkan pergantian udara yang diperlukan. Sehubungan dengan
pergantian udara didalam ruang, maka didalam ruang tersebut harus diperbarui, misalnya
untuk ruang yang bervolume 5 m³/orang, bahwa udara dapat diganti sebanyak 15
m³/orang/jam. Bila volume kurang dari itu, maka pergantian udara harus lebih cepat lagi
yaitu 25 m³/orang/jam. Pada dasarnya bentuk Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian
Sawiat berdenah membentuk Empat Persegi.
2) Bukaan
Tidak dapat disangkal lagi didalam usaha untuk menghasilkan suatu perencanaan yang
baik, bukan saja luas dan sisi dari ruangan yang harus mendapat perhatian, tetapi juga
penempatan serta ukuran yang tepat dari bukaan – bukaan (Pintu, Jendela dan lubang
ventilasi) perlu mendapat kajian yang teliti, demi tercapainya kenyamanan.

Hamah Sagrim 326


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Ukuran dari bukaan lebih tergantung pada pertimbangan keampuan menerima sinar
matahari, dan kemudian memeriksa daripada pertimbangan temperature. Dari sisi menerima
sinar matahari paling sedikitnya bukaan. Penempatan bukaan juga dibuat pada sisi paling
mudah untuk memeriksa. Untuk ventilasi dari penerangan alami, dalam banyak kasus, suatu
jendela berupa 20% luasan dinding telah mencukupi.
Jika kelebihan panas terjadi, ventilasi silang perlu diberikan, tetapi pada beberapa
bagian waktu, hal itu turut menyumbang pada perasaan dinding yang tak nyaman sehingga
perlu disiapkan penutup bukaan – bukaan, jendela dan pintu. Disisi lain, jika tida ada angin
yang kuat yang perlu dihindari, maka orientasi bukaan tidak memperhatikan perlunya angin
langsung, sehingga perolehan panas matahari menjadi satu – satunya factor dalam pengaturan
orientasi jendela.

3) Atap dan Dinding


Atap dan dinding pada bangunan adalah bagian – bagian yang paling banyak menerima
radiasi matahari secara langsung. Radiasi tersebut melalui proses refleksi dan atau transmisi
yang dihantarkan masuk kedalam ruangan. Atap sampai sejauh ini merupakan elemen yang
sangat penting, karena menerima tadiasi terbesar. Hal ini disebabkan kedudukannya yang
langsung menghadap matahari, untuk itu perlu adanya usaha penyekatan untuk mengurangi
pengaruh matahari terhadap ruang dibawahnya.
Bangunan selain berfungsi sebagai pelindung terhadap panas dan sinar matahari, juga
terhadap hujan yaitu terhadap kebasahan / kelembabannya dan hempasannya. Atap berfungsi
sama dengan dinding. Dinding bangunan harus menghadapi alam luar dan ruang dalam.
Untuk menghadapi alam luar, dinding harus menjadi pelindung terhadap radiasi matahari,
isolasi/penghalang kalor dari luar, pelindung terhadap hempasan hujan dan kelembaban dari
luar, serta pelindung terhadap arus angin luar. Terhadap ruang dalam, dinding harus
senangtiasa memelihara suhu yang diminta dalam ruang, pengatur derajat kelembaban dalam
ruangan, dan mengatur ventilasi didalam ruangan.
Terhadap kenyamanan bangunan yang berkesinambungan/menerus ada beberapa cara
yang dilakukan untuk mengurangi besarnya pengaruh radiasi terhadap bangunan, yaitu
dengan cara pembayangan atap dan didalam ruangan, kerapatan dinding harus diatur agar
tetap memiliki bagian – bagian yang berhubungan sebagai ventilasi alami.

Hamah Sagrim 327


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4) Overstek / Pelindung
Pada daerah dengan iklim panas – lembab, overstek – overstek yang lebar dan serambi
yang luas sangat dibutuhkan untuk menahan silau langit, melindungi dari hujan dan juga
memberi bayangan peneduh. Penahan matahari dan kisi – kisi digunakan untuk melindungi
bukan – bukan selama periode kemarau, dan juga memberi keuntungan pada musim hujan,
yaitu dapat melindungi dari hempasan air hujan.
System pemayungan atau penyaringan merupakan cara yang cukup bermanfaat untuk
mencapai kenikmatan terhadap sengatan dan silau matahari. Pemayungan atau penyaringan
sinar matahari selain bermaksud mengurangi atau memperlunak sengatan dan silau, sekaligus
juga mengurangi kalor yang terpantul dari benda atau bidang – bidang halaman.
Penggunaan overstek atau elemen – elemen pematah sinar matahari harus deperhitungkan
terhadap arus ventilasi. Jika sesuatu bangunan akan memanfaatkan semaksimal mungkin
maka potensi alami elemen fisiknya harus dipilih sedemikian rupa sehingga cocok sebagai
alat pelindung matahari tetapi sekaligus tetap untuk system ventilasinya.

5) Material dan Warna


Material dan warna juga merupakan salah satu unsure yang mempengaruhi panas dalam
bangunan. Warna dapat mempengaruhi terhadap jumlah panas yang berpengaruh terhadap
suhu udara dalam bangunan. Pemilihan warna, struktur dan material/bahan bangunan harus
benar – benar dikombinasikan dengan cermat.
Permukaan air / kulit bangunan yang reflektif dapat digunakan sepenuhnya untuk
mengurangi beban panas. Warna putih atau permukaan terang sangat menguntungkan untuk
bangunan yang dihuni sepanjang siang hari. Dalam kasus bangunan digunakan sepanjang
hari, akan lebih baik kalau panas matahari bisa disimpang untuk malam hari. Namun hal ini
kurang tepat untuk daerah tropis di dataran rendah. Pada malam hari temperature menjadi
rendah tetapi kelembabannya tinggi. Karena itu bahan terang yang lebih memantulkan panas
bisa lebih cocok.
Nilai – nilai pemantulan dan penyerapan cahaya untuk berbagai bahan dan jenis
permukaan tidak hanya penting berhubungan dengan kesilauan, tetapi juga merupakan data –

Hamah Sagrim 328


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

data yang sangat penting untuk penggunaan bahan bangunan yang tepat. Berikut lihat tabl
nilai – nilai pemantulan dan penyerapan berbagai bahan jenis permukaan sebagai berikut :

Tabel
Nilai – nilai Pemantulan dan Penyerapan Berbagai Bahan Jenis Permukaan

Bahan Kondisi Permukaan % Penyerapan % Pemantulan


Aluminium Dipoles 10 – 30 90 – 70
Foil 35 – 40 65 – 60

Hamah Sagrim 329


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dioksida 40 – 65 60 – 36
Perunggu 50 – 55 50 – 45
Cat Aluminium 25 – 55 75 – 45
Kuning 50 50
Abu – abu muda 70 – 80 30 – 20
Hijau muda 50 – 60 50 – 40
Merah muda 65 – 75 35 – 25
Hitam 85 – 95 15 – 5
Putih, berkilat 20 – 30 80 – 70
Putih kapas 10 – 20 90 – 80
Semen Baru putih 40 – 60 60 – 40
Asbes Slate 60 – 95 20 – 5
Lama 70 – 85 30 – 15
Aspal / bitmen 85 – 95 15 – 5
left 60 - 70 40 – 30
Beton 60 – 75 40 – 35
Genteng Merah 70 – 85 30 -15
Tanah lading 80 20
Rumput Pinus atau baru 40 – 60 60 – 40
Kayu Kayu keras 85 15

Kaleng Baru 25 – 30 73 – 70
Tembaga Pudar 65 35
Putih 40 – 50 60 – 50
Marmer 40 60
Pasir putih Perak 70 – 90 30 – 10
75 – 90 25 – 10
Slate abu – abu 80 – 85 20 – 15
Batu–batu 90 – 95 10 – 5
karang Danau atau Laut 90 – 95 10 – 5
Pudar 60 – 75 40 – 25
Air
Bata merah
Sumber: Hasil Analisa Bahan Teknik Arsitektur

b. Kriteria Perancangan Kenyamanan Thermal Bangunan


Dalam bangunan rumah tinggal, yang dikehendaki adalah pendayagunaan alam natural untuk
proses pendinginan, maka salah satu cara mengurangi dampak panas ini adalah dengan cara
memberikan system control pada bangunan. System kontrol dengan pendekatan semacam ini
disebut sebagai system pendinginan pasif. Pada dasarnya control thermal di dalam bangunan

Hamah Sagrim 330


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dilakukan dengan pendekatan perancangan arsitektur yang beradaptasi optimal terhadap kondisi
alam.
Penempatan bangunan dan konstruksi serta pemilihan bahan yang sesuai, maka temperatur
ruangan dapat diturunkan beberapa derajat tanpa peralatan mekanis. Perbedaan temperature yang
kecil saja terhadap temperature luar atau gerakan udara labatpun suda dapat menciptakan
perasaan nyaman bagi manusia yang sedang berada di dalam ruang.
Telaah kenyamanan thermal bangunan tidak bisa berdiri sendiri pada suhu udara, namun
harus bersama dengan aspek iklim yang lain, yaitu kelembaban relative, radiasi, matahari dan
kecepatan angin yang ada. Proses perancangan yang dapat mempengaruhi iklim interior adalah :
 Orientasi bangunan
 Ventilasi
 Pelindung matahari
 Pelembaban udara (tindakan pengurangan)
 Pengisolasian panas
 Vegetasi
Hal ini memang bahwa perancangan dengan tujuan mencapai tingkat kenyamanan thermal
optimal dalam ruang bisa ditinjau dengan memperhatikan variabel – variabel rancangan :
 Orientasi bangunan
 Luas ruang / kebutuhan ruang
 Tinggi laingit – langit / system penghawaan
 Luas bukaan / system penghawaan
 Tipe insulasi pada atap dan dinding
 Kemampuan isulasi atap dan dinding (material dan faktor refleksi)
 System pembayangan radiasi matahari
 Kemampuan serap panas atap dan dinding
Pada perancangan thermal terdapat tiga aspek utama yang menjadi inti permasalahan yaitu :
 Iklim, (aspek panas dan terang matahari, aspek keberadaan dan kecepatan angin dan aspek
curah hujan)
 Kondisi dalam ruang, yang sesuai untuk aktivitas pemakai.
 Bangunan, yang berlaku sebagai filter sekaligus modife.

Hamah Sagrim 331


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dalam skala lingkungan yang lebih besar, lingkungan luar membentuk kondisi makro yang bisa
berupa kondisi geometi, kepadatan bangunan, serta kondisi permukaan pada lokasi bersangkutan.

Gambar: diagram pembetukan kondisi makro pada permukaan lokasi

Kondisi alam/makro

Kontrol iklim mikro/lingkungan

Kontrol structural bangunan

Variabel Kontrol mekanis

iklim

Sumber: Hasil analisis Peneliti

Akhir dalam perancangan thermal ini adalah kondisi dalam ruang yang langsung
berhubungan dengan manusia. Akhirnya bahwa bangunan harus berubah, sistem lingkungan
diluar menjadi suatu lingkungn didalam yang sesuai untuk habitasi manusia.

e. Analisis Lokasi dan Sistem Tatanan Lingkungan.


1. Lokasi
Lokasi adalah salah satu faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendirikan bangunan,
khususnya bila ditinjau dari sisi kelembaban. Misalnya, daeraj lembah pada pagi hari penuh
dengan kabut yang mengandung kelembaban dan begitu pula pada pembangunan rumah diatas
sungai atau rawa – rawa. Khususnya yang tinggal didaerah pantai harus diingat, bahwa angin laut
selain membawa kelembaban, juga mengandung kadar garam yang tinggi sehingga dapat
merusak bahan dari logam dan besi.
Dari sisi temperature, bidang daratan menjadi panas duakali lebih cepat daripada bidang air
dengan luas yang sama. Bidang air kehilangan sebagaian energi panasnya karena penguapan,
temperature udara sebagian besar ditentukan oleh sentuhan udara dengan permukaan tanah, maka
temperature yang tinggi selalu berhubungan dengan permukaan tanah, maka temperature yang
tinggi selalu berhubungan dengan kelembaban udara yang rendah, dan temperature yang sedang

Hamah Sagrim 332


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dengan kelembaban yang tinggi. Akhirnya menjadi suatu gejala bahwa pada garislintang yang
sama dan waktu musim panas yang sama, temperature terrendah terjadi diatas permukaan air dan
temperature tertinggi diatas bentuk didalam musim dingin terjadi kebalikan.

2. Kepadatan Bangunan
Kepadatan bangunan adalah jarak antara bangunan disuatu area yang akan membentuk
temperature lingkungan. Area dengan kepadatan tinggi secara umum akan memiliki temperatur
lebih tinggi daripada area yang kurang padat. Meskipun hal ini juga harus memperhatikan
kondisi lainnya seperti ; kecepatan angin, jenis dan kerapatan vegetasi, ketinggian dan laut serta
posisinya terhadap garis edar matahari.

3. Geometri Tatanan
Bentuk dan keteraturan tatanan lingkungan akan banyak berpengaruh pada kecepatan angin.
Dengan semakin banyak belokan – belokan maka kecepatan ini dapat dipertimbangkan apakah
angin diperlukan untuk menghembus lebih kuat ataukah sebaliknya angina harus dikurangi
kecepatannya.

f. Analisis Pengaruh Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah hunian halit - Mbol
chalit
Bentuk Arsitektur tradisional suku Maybrat Imian Sawiat yang tercipta berdasarkan
budaya appabolang ternyata juga tidak lepas dari pertimbangan – pertimbangan kondisi iklim
lingkungannya. Untuk itu pada bait analisa ini dicoba untuk membuktikan bahwa rumah tinggal
suku Maybrat Imian sawiat yang tercipta dari hasil budaya appabolang, mampu mengantispasi
iklim untuk mencapai kenyamanan thermal dalam bangunannya.

a. Pengaruh Sinar Matahari


Secara umum sinar matahari dapat memberikan pengaruh baik, karena cahaya dapat
digunakan sebagai pencahayaan alami. Namun sinar matahari terutama sinar matahari langsung
mengandung panas yang dapat mempengaruhi kenyamanan, untuk itu masuknya panas kedalam
bangunan perlu dihindari.

Hamah Sagrim 333


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Letak geografis wilayah Maybrat, Imian, Sawiat, Kabupaten Sorong Selatan pada daerah
Khatulistiwa berada pada pisisi 131° 42¹ 0” BT - 132° 58¹ 12” BT dan 0° 55¹ 12” LS - 2° 17¹ 24”
LS. Berdasarkan posisi matahari (sun-path diagram), waktu riil Kabupaten Sorong Selatan Pada
pukul 12.00 (waktu matahari) adalah pukul 13.14. jadi jumlah panas maksimum yang diterima
apabila matahari mencapai titik Kulminasi yaitu pukul 13.14. siang.
Untuk rumah tinggal, sinar matahari langsung yang dirasakan mengganggu adalah pukul
10.00 – 15.00. berdasarkan sun-path diagram sudut pembayangan untuk setiap rumah di wilayah
Maybrat, Imian, Sawiat, dapat ditemukan. Berdasrkan diagram matahari yang sesuai untuk lokasi
ini dipilih dari 6° selatan. Kedalam pembayangan setiap fasade bangunan pada jam 10.00 jam
13.00 dan jam 15.00 dapat dilihat pada table:

Tabel :
Sudut Jatuh Matahari Pada Fasade Rumah tradisional Maybrat Imian Sawiat
(sumber, data analisis peneliti)

Tampak Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00


Tgl/bl Banguna
SV SH AZ T SV SH AZ T SV SH AZ TM
n n
M M
Utara 59¹ 47¹ 62¹ 24¹ 55¹ 56¹
Selatan - - - - - -
46¹ 49¹ 338¹ 60¹ 316¹ 40¹
22 Jan Timur 58¹ 43¹ - - - -

Barat - - 78¹ 67¹ 45¹ 34¹


Utara - - - - - -
Selatan 72¹ 61¹ 75¹ 37¹ 70¹ 66¹
22 Des 119¹ 56¹ 217¹ 70¹ 217¹ 46¹
Timur 60¹ 28¹ - - - -
Barat - - 78¹ 53¹ 48¹ 25¹

b. Pemanfaatan Cahaya Matahari


Pemanfaatan cahaya matahari untuk pencahayaan alami pada tiap rumah tradisional
Maybrat, dapat dikatakan hamper seluruhnya berfungsi dengan baik karena ruang yang memiliki
kedalaman dalam ukuran tertentu. Dari lubang bukaan dan lubang kisi – kisi yang mana memberi
celah pada pemasangan didnding.
c. Pengaruh temperatur Udara

Hamah Sagrim 334


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Temperature udara pada rumah tinggal suku Maybrat Imian Sawiat erat hubungannya
dengan pengaruh radiasi panas matahari dan asap api yang menimpa dalam rumah. Pada
permukaan hunian Suku Maybrat Imian Sawiat umumnya merupakan bidang air dan daratan
sehingga pada bidang air temperaturnya berkisar dari temperatur sedang ke temperature rendah
dan dengan kelembaban yang tinggi. Hal ini berbeda dengan di daratan, yang mana temperature
dari tinggi dan kelembaban udara rendah. Hal ini disebabkan karena bidang daratan lebih panas
duakali lebih cepat daripada bidang air pada luas yang sama. Dan bidang air kehilagan sebagai
energi panasnya karena penguapan. Temperatur udara dalam sehari rumah Maybrat Imian Sawiat
juga dipengaruhi oleh kepulan asap hasil pembakaran api dalam rumah. Namun dalam
pengukuran kenyamanan kepulan asap yang keluar merupakan salah satu hasil energi panas yang
menetralisir temperatur udara dalam rumah yang sangat lembab di banding kalau tanpa
membakar api, yang mana kenyamanan dalam rumah sangat terasa lembab (dingin) terhitung
pada waktu jam 19.00 – 07.00 pagi.
Pada analisa ini menunjukan temperatur ruang luar (Isit--teras) pada siang hari rara – rata
lebih rendah daripada temperatur ruang dalam (samu mato), namun perbedaan rentang
temperaturenya kecil. Hal ini disebabkan karena material didnding yang digunakan adalah Kulit
kayu, papan Kayu, Gaba – gaba yang dipasang secara porus (bercekah), sehingga suhu dingin
atau panas serta kepulan asap akibat pembuangan dapat dengan mudah masuk keluar dalam
rumah. Dari nilai rentang temperature sepanjang hari, hanya pada jam 8.00 pagi dan 16.00 sore
yang menunjukkan keadaan sebaliknya. Karena pada jam – jam ini sudut matahari mengecil
(Ayio Hawer) sehingga bayangan yang terjadi merupakan bayangan pendek yang
mengakibatkan ruang dalam menerima sinar matahari langsung.

d. Pengaruh Hujan dan Kelembaban


Curah hujan di kabupaten Sorong Selatan relative terjadi tiap tahun dan hujan yang
terjadi di kabupaten sorong selatan adalah jenis hujan orograsif.
Pengaruh hujan sangat berkaitan dengan elemen atap pada bangunan, atap merupakan
bagian penting suatu bangunan People have lived without walls but never without roofs,
manusia ditakdirkan sebagai makhluk yang memerlukan perlindungan dan bentuk perlindungan
awal adalah atap. Atap merupakan elemen bangunan yang paling banyak menerima radiasi

Hamah Sagrim 335


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

matahari. Jadi dapat dikatakan bahwa iklim merupakan factor yang mempengaruhi sudut
kemiringan atap dalam perancangan tipe arsitekturnya.
Untuk mengurangi kondisi yang tidak nyaman akibat kelembaban yang terlalu tinggi,
dapat diatasi dengan adanya pembuatan tungku api dalam ruang dan memberi gerakan udara
melalui cros ventilasi dan tatanan massa yang membantu mengarahkan jalannya angin, yang
mana sebagai pengarah keluarnya kepulan asap melalui cros ventilation dan lubang – lubang
dalam tatanan massa bangunan.
Usaha yang dilakukan oleh Suku Maybrat Imian Sawiat untuk mengurangi kelebaban dan
mencegah kepulan asap yang mana merupakan sat yang mempengaruhi paru – paru pernapasan,
maka yang pertama diperhatikan adalah ventilasi yang berfungsi mengarahkan angin kedalam
ruang dan tungku api, yang berfungsi sebagaui tempat pembakaran kayu yang bisa memberi
kehangatan pada malam hari yang terasa dingin akibat kelembaban. Walau tidak disadari akan
adanya tungku api pada mulanya, yang mana mungkin dipikir hanya sebagai tempat memasak,
namun bermanfaat untuk mengusir kedinginan dan kelembaban yaitu dengan membakar api.

e. Kenyamanan Thermal Rumah Hunian Suku Maybrat Imian Sawiat.


Kenyamanan thermal yang dirasakan oleh penghuni rumah tradisional Maybrat Imian
Sawiat, dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu : temperature Udara, Kelembaban Udara,
kecepatan aliran udara, pengapan asap api, dan radiasi panas. Disamping itu aktivitas yang
dilakukan, segala jenis simpanan dan pakain yang dikenakan juga akan berpengaruh. Kondisi
udara didalam bangunan dikatakan nyaman (thermal), jika penghuni merasa tidak panas dan
tidak dingin, kondisi udara yang dirasakan nyaman mempunyai kombinasi harga – harga tertentu
dari temperature, kelembaban dan kecepatan aliran udara.

C.2. Nilai Bangunan Arsitektur Nmaybrat Imian Sawiat


Nilai – nilai yang termuat dalam bangunan rumah tradisional suku Maybrat, Imian,
Sawiat, sangat berfariasi, yang mana di bedakan atas dua jenis utama yaitu nilai – nilai yang
terkandung dalam bangunan rumah hunian prolog dan nilai – nilai sakral yang termuat dalam
bangunan sekolah tradisional / bangunan gereja tradisional (k’win – mbol wofle) sebagai
pembanding.
1. Nilai Rumah Hunian

Hamah Sagrim 336


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Telah diungkapkan pada bab sebelumnya bahwa bentuk bangunan rumah hunian Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, memiliki satu ruang serbaguna dan teras, maka dapat disimpulkan
bahwa rumah hunian Masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan bangunan rumah hunian
yang sederhana, namun memuat beberapa nilai tertentu sebagai mana terurai brikut:
a. Keakraban
Dilihat dari pembagian fungsi ruangnya maka dapat dikatakan bahwa manusia Maybrat
Imian dan Sawiat memiliki ikatan emosional keluarga yang sangat akrab, yang mana
menonjol dalam fungsi ruang.
Dikatakan rumah hunian tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat terlihat sangat akrab
karena segala sesuatu yang dilakukan dalam rumah hunian tidak tersembunyi / terpisahkan,
seperti untuk salah satu keluarga melakukan aktifitas yang menyangkut kekeluargaan pribadi
harus dalam ruang keluarga yang tidak boleh diketahui orang lain, atau makan di ruang
makan, tidur di ruang tidur, masak di ruang dapur, menerima tamu di ruang tamu. Rumah
hunian tradisional suku Maybrat Imian Sawiat memiliki teras dan satu ruang yang multi
fungsi, yang mana difungsikan sebagai ruang untuk menerima tamu, ruang makan, ruang
bermain anak, ruang keluarga, ruang masak, ruang tidur bahkan ruang yang digunakan untuk
melakukan berbagai aktifitas yang berkaitan dengan kebutuhan penghuni.
Pembinaan akan keakraban yang diikatkan pada rumah hunian tradisional tersebut tidak
hanya terbatas dalam ruangan rumah belaka, namun kebiasaan tersebut dapat terbawa dalam
tali pergaulan hari-hari mereka. Yang mana seperti seseorang yang pernah datang baik itu
sekedar berkunjung sebagai sahabat ataupun sebagai seorang famili/ikatan keluarga dekat,
akan tetap dianggap sebagai saudara/i. hal itu akan terasa dan tetap terbawa dalam
keberlangsungan pergaulan mereka, karena misalnya ketika seorang sahabat yang dikenal
dalam kesulitan dan hendak meminta pertolongan ataupun perlindungan pasti akan diberi
perlindungan dan pertolongan sesuai dengan kemampuan mereka.
Hingga kini masyarakat Suku Maybrat Imian Sawiat sangat menjujung tinggi
persaudaraan tersebut, baik yang di bangun dari turun temurun (old familiars) bahkan
pergaulan baru (new familiars). Untuk ikatan turun temurun old familiars diperhitungkan
dari keturunan keluarga, yaitu diperhitungkan dari keturunan ayah kandung dan ibu kandung,
misalkan keturunan dari ayah: Ibu dari ayah (marga karet) mempunyai berapa saudara/i,
berapa anak yang di lahirkan oleh masing – masing saudara/I ibu dari ayah tersebut, siapa

Hamah Sagrim 337


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

saja suami/istri mereka dan apa marga dari masing – masing suami/istri mereka, berapa
saudara/I mereka, dan marga apa, siapa nama ayah dan ibu dari suami/istri mereka, apa
marga mereka dan seterusnya, begitupula dari silsilah seorang ibu kandung.
Bukan hanya ikatan tersebut sebatas mengenal sebagai saudara atau family, namun
sebagai ikatan emosional yang mana mampu menghimpun pergaulan mereka dalam
menanggulangi segala persoalan yang dihadapi dalam ikatan keluarga mereka. Misalkan
anak dari marga Sagrim bertunangan dengan anak dari Marga Nauw, maka mereka yang ikut
serta dalam pembayaran harta adalah mereka yang memiliki struktur keturunan dari ayah ibu
dari anak laki – laki (Sagrim) yang diperhitungkan mulai dari turun temurun seorang ayah
dan ibu kandung hingga moyang mereka akan ikut serta mengambil bagian dalam
pembayaran harta/minang tersebut. Begitupula dari pihak perempuan yang dipinangi.
Tidak hanya sebatas pergaulan familiar internal di wilayah maybrat imian sawiat saja,
namun pergaulan tersebut dijadikan sebagai salah satu system pergaulan moderen yang mana
kini diterapkan dalam system birokrasi dan relasi kerja mereka. Hal tersebut terlihat begitu
kental dalam system birokrasi dan relasi kerja, bisa dikatakan system keluarga, kerabat dan
teman.
b. Sederhana
Dilihat dari bentuknya, maka arsitektur rumah hunian suku Maybrat Imian Sawiat
merupakan bangunan arsitektur hunian yang sederhana, namun memiliki nilai dan norma
yang sangat tinggi.
Arsitektur hunian Suku Maybrat Imian Sawiat merupakan bangunan sederhana yang
mana terlihat tidak begitu rumit dalam proses membangun. Suatu bangunan dikatakan rumit
karena memiliki ukiran dan motif yang berfariatif, yang mana menjadi sorotan dalam
pembentukkan estetika bangunan.
Disadari bahwa arsitektur rumah hunian suku Maybrat Imian sawiat tidak begitu memuat
ukiran atau ornament – ornament tertentu, namun memiliki fungsi dan nilai tersendiri. Hal
inilah yang membedakan antara arsitektur hunian maybrat imian sawiat dengan arsitektur
lainnya.
Kesederhanaan arsitektur rumah hunian suku Maybrat Imian Sawiat tidak hanya dilihat
pada wajahnya saja, namun dari pembagian ruangnya yang mana terdiri dari teras dan ruang
serbaguna, tidak seperti bangunan hunian moderen yang memiliki ruang tamu, ruang tidur,

Hamah Sagrim 338


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dapur serta teras. Walau begitu sederhana, namun dalam ungkapan pemiliknya bahwa rumah
hinian tersebut memberikan kenyamanan kepada mereka dalam mempertahankan hidup
mereka hingga turun – temurun saat ini.
Disimpulkan bahwa arsitektur hunian Suku Maybrat Imian Sawiat dibangun hanya
memperhatikan fungsinya tanpa memperhatikan ke-Estetikaan, sehingga terlihat begitu
sederhana dalam meramu nilai – nilai arsitektural yang dikandungnya.
c. Terbuka
Untuk bangunan rumah hunian orang maybrat imian sawiat umumnya tidak tersembunyi
seperti rumah persembunyian (benteng pertahanan-- snek) dan rumah sekolah/rumah gereja
(kwin – bol wofle). Secara dekat, bangunan rumah hunian orang maybrat imian sawiat
memberikan kesan akrab dan terbuka. Hal ini terlihat pada penataan bentuk bangunan yang
terlihat polos dengan pembagian ruang yang multifungsi sehingga terkesan akan segala
sesuatu yang dilakukan tidak tersembunyi (transparan) atau terbuka untuk dilihat orang
sekitar dalam rumah.
2. Nilai Rumah Suci / Rumah Sekolah k’wiyon-mbol wofle
Pada umumnya bangunan rumah hunian orang Maybrat Imian Sawiat tampak sederhana,
terbuka, dan memiliki satu ruang yang multi fungsi serta teras, namun untuk bangunan sekolah
tradisional/bangunan rumah suci atau gereja tradisional (k’wiyonn – mbol wofle), memiliki
perbedaan yang sangat mencolok yaitu :
a. Sakral
Bangunan rumah suci / rumah sekolah, merupakan salah satu bangunan khas orang
Maybrat Imian Sawiat yang mana dipercaya sebagai bangunan suci (rumah pamali), yang
mana hanya diperbolehkan bagi orang – orang tertentu (raa wiyon-na woflw) yang dapat
menapakan kakinya didalam ruangan– ruanganya.
Rumah suci dianggap sebagai bangunan yang sakral, karena didalamnya memuat
berbagai macam makna, merupakan areal pendidikan atau tempat pelatihan dan tempat
dimana Allah bertahta serta tempat pertemuan antara manusia dan Allah. Tidak
diperkenangkan kepada orang – orang yang belum dibaptis atau tidak pernah disekolahkan
untuk masuk dan kaum perempuan dilarang melintas disekitarnya.
b. Tersembunyi

Hamah Sagrim 339


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Untuk rumah hunian orang Maybrat Imian Sawiat berada pada areal terbuka, namun
untuk bangunan rumah suci/rumah sekolah sangat bertentangan. Dalam mendirikan
bangunan rumah sekolah ada beberapa aturan – aturan tertentu yang harus diikuti dalam
membangun rumah suci / rumah sekolah antara lain adalah; waktu pelaksanaan, jumlah orang
dengan criteria – criteria yang dapat mendukung agar boleh untuk membangunnya, bahan –
bahan yang digunakan dalam membangun, jenis kayu yang dipakai dalam membangunnya,
jenis rotan yang digunakan, upacara dan persembahan – persemabahan.
c. Tertutup dan Khusus
Rumah suci / rumah sekolah selain dianggap sebagai bangunan yang sakral, tersembunyi,
juga tertutup atau merupakan bangunan yang dipagari sedemikian rapih hingga tak bercela,
dengan tujuan agar tidak kelihatan aktifitas pendidikan dan pengajaran dalam rumah suci
tersebut.
Dalam pembagian ruang dan fungsinya, rumah suci / rumah sekolah memiliki aturan –
aturan yang sangat mengikat dan sangat tegas, yaitu antara lain : ruang luar merupakan ruang
dimana bisa dilintasi oleh orang awam (raa iin), untuk ruang suci tidak bisa di lintasi oleh
orang awam (raa iin), yang berhak masuk adalah mereka yang sudah terdidik dalam
pendidikan itu (raa win), namun untuk ruang maha suci, tidak diperbolehkan kepada seorang
guru biasa dan murid untuk memasukinya namun yang berhak memasuki ruang tersebut
adalah guru besar (raa bam), karena pada ruang tersebut dianggap sebagai tempat bertahtanya
Allah yang maha kuasa yang mana dianggap sebagai ruang maha suci dan sangat sacral.
Utnuk rumah hunian orang Maybrat Imian Sawiat tidak begitu rumit untuk dibangun,
namun bila dibandingkan dengan rumah suci / rumah sekolah, sangat rumit dan memakan
waktu yang begitu lama dengan tukang yang membangunnya adalah orang – orang khusus
yang sudah diajarkan khusus untuk membangun rumah tersebut.

D. KONSEP RE-DESAIN DARI BENTUK TRADISIONAL KE BENTUK MODEREN


Dari analisis tersebut maka diperoleh suatu model konsep arsitektur tradisional Suku Maybrat
Imian Sawiat Papua yang diredesain dengan didasarkan pada budaya Appabolang sebagai
berikut.
Hamah Sagrim 340
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

1. Tradisional to Moderen

Gambar:
Denah bangunan bentuk moderen
Dengan konsep dasar tradisional

Hamah Sagrim 341


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambra:
Tampak depan bentuk Moderen redesign gaya arsitektur Maybrat, Imian, Sawait
dengan konsep dasar dari Rumah tradisional rumah gantung “Halit-bol halit”

Hamah Sagrim 342


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Tampak Samping Kiri Rumah Moderen redesign gaya arsitektur Maybrat, Imian,
Sawait dengan konsep dasar dari rumah gantung “Halit-bol halit”

Hamah Sagrim 343


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Tampak Samping Kiri redesign gaya arsitektur Maybrat, Imian, Sawait dengan
konsep dasar dari rumah gantung “Halit-bol halit”

Hamah Sagrim 344


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Tampak Belakang redesign gaya arsitektur Maybrat, Imian, Sawait dengan
konsep dasar dari rumah gantung “Halit-bol halit”

KONSEP DASAR DAN TURUNANNYA

TRADISIONAL MODEREN

Hamah Sagrim 345


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Gambar: Redesign Denah Dari bentuk Tradisional ke-
Denah Tradisional bentuk moderen

Gambar:
Gambar: Redesign Tampak Depan dari bentuk
Tampak Depan bentuk tradisional tradisional ke- bentuk moderen

Hamah Sagrim 346


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Gambar:
Tampak samping kiri bentuk Redesign Tampak samping kanan dari
tradisional bentu tradisional ke-bentuk moderen

Gambar: Gambar:
Tampak samping kiri bentuk Redesign Tampak samping kiri dari
Tradisional tradisional ke- bentuk Moderen

Hamah Sagrim 347


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Gambar:
Tampak Belakang bentuk Redesign Tampak Belakang dari
Tradisional tradisional ke-bentuk moderen

Struktur bentuk redesain kepala ornament dari tradisional menjadi bentuk moderen. Jenis
ornament tersebut adalah rahang Babi dan Rahang Rusa, yang selanjutnya dikembangkan
menjadi bentuk moderen dengan mempertahankan bentuknya sebagai dasar aliran. Untuk bentuk
moderen telah dimodifikasikan sedemikian sehingga tampaklah suatu nilai estetika, dan karena
pertimbangan estetika maka dibentukkannya sedemikian rupa. Nilai yang terkandung pada
ornament ini adalah kebesaran seseorang. Lebih jelas lihat uraian ornament.

Hamah Sagrim 348


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Bentuk pengadopsian sisa kayu yang diambil dari kepala burung kakatua putih yang diadopsikan
menjadi ornament pada bangunan arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat.

Garis anak panah diatas yang dihubungkan antara rumah tradisional ke rumah moderen
menunjukkan bentuk-bentuk bangunan dan aliran yang di-redesign menjadi bentuk moderen
dengan gayanya yang tetap khas.
Gambar listplank yang
diadopsikan dari bekas
kaki kepiting yang
dikembangkan menjadi Hamah Sagrim 349
aliran arsitektur Maybrat,
Imian, Sawiat.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Part 02

J.2.

Hamah Sagrim 350


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Denah

Gambar:
Tampak Depan

Hamah Sagrim 351


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Hamah Sagrim 352


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Tampak Belakang

Hamah Sagrim 353


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Detail Koloum
Skala 1:30

Gambar:
Detail Koloum
Hamah Sagrim Skala 1:30 354
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Detail kolum
Skala 1:20

Hamah Sagrim 355


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Detail Kepala koloum
Skala 1:10

Gambar:
Detail Kepala Koloum
Skala 1:10

Keterangan gambar
1. Kepala yang di adopsi dari perahu nelayan tradisional
2. Bagian sayap yang diadopsi dari kulit keong/kulit bia
3. Relief berbentuk gelombang yang diadopsi dari gelombang laut

Hamah Sagrim 356


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4. Relief bentuk Rautan yang di adopsi dari bentuk rautan gelang pegangan tombak,
parang, dan pisau (botah)
5. Arist yang di adopsi dari potongan koba – koba.
6. Relief berbentuk gergaji yang diadopsi dari kepala koba – koba
7. Dinding koloum
8. Relief bentuk jahitan tali pegangan pada noken (yu masir)
9. Badan Koloum

a. Bentuk Konsep Redesain Denah Dari Tradisional ke Moderen


Pada Bab awal telah kita ketahui bersama bahwa arsitektur tradisional suku maybrat
imian sawiat memiliki denah yang tidak membentuk ruang – ruang, namun pada saat ini dengan
mempertimbangkan nilai – nilai suatu bangunan rumah yang layak dan memenuhi syarat adalah :
 Rumah yang memiliki ruang, seperti rumah hunian memiliki ruang tamu, ruang tidur,
ruang makan, kamar mandi dan ruang cuci, yang merupakan pembagian ruang dasar.
Demikian pada bangunan resmi lainnya yang memiliki banyak ruang dengan
penamaannya masing – masing sesuai dengan kebutuhan. Lihat gambar – gambar
yang terlampir pada halaman berikut:
Konsep redesign denah dari bentuk
tradisional yang hanya terdiri dari
satu ruang serbaguna dan
dikembangkan menjadi beberapa
ruang sesuai kebutuhan. Walau ada
perubahan ruang, denahnya masih
tetap dengan konsep awal persegi
empat.
Gambar: Gambar:
Denah rumah tradisional Konsep redesign ke bentuk moderen

b. Pondasi /Koloum
Pada bangunan tradisional maybrat imian sawiat dikenal dengan rumah gantung, dengan
demikian jenis pondasi yang telah di pakai adalah pondasi setempat. Karena kebanyakan orang
maybrat imian sawiat mendirikan bangunannya dengan menggunakan kayu buah yang

Hamah Sagrim 357


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

merupakan hasil kumpulan dari alam. Bentuk suatu bangunan tradisional maybrat imian sawiat
tidak dibangun dengan menggunakan sautu rancangan moderen namun dengan cara
memperkirakan.

Gambar: konsep redesign dari bentuk tradisional ke bentuk moderen

Dari bentuk panah A – A yang menunjukkan pada koloum dari rumah tradisional (harit)
ke brntuk moderen dan panah B-B juga merupakan suatu pengadopsian koloum dari tradisional
menjadi moderen. Yaitu walau dalam bentuk moderen adanya pondasi menerus, namun di setiap
ujung teras dibuat semacam bentuk tiang/koloum kecil sehingga terlihat pilar dari koloum
tradisional.

c. Ciri umum arsitektur tradisional suku maybrat imian sawiat.

Perkembangan arsitektur tradisional suku maybrat imian


sawiat yang telah di uraikan sebelumnya sangat dikenal
dengan bentuk rumh gantung. Bahan konstruksi utama

Hamah Sagrim 358


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

adalah kayu, tali, kulit kayu dan daunan, dibentuk menjadi


sebuah bangunan rumah dengan pilar utamanya dari kayu.
Oleh karena bentuknya yang tinggi, dan menggunakan
kayu sebagai bahan ranggka, maka bentangan – bentangan
terbentuk oleh kayu. Bagian depan terdiri dari tangga naik
yang langsung pada deret melintang atau teras (isit) Pilar
pada bagian koloum, menyangga ujung terdepan dari atap
yang mencuram ke bagian kiri dan kanan yang disebut sof.
Sof terdiri dari semacam nok yang dipasang serta diikat untuk memikul atap dan reng yang
mana disebut afi. Poros tengah, membagi antara bagian atap samping kiri dan kanan yang disebut
timanaf – sumanaf – bubungan. Pada bagian bubungan atau yang disebut timanaf, di ikat dengan
dua buah kayu yang membentanginya yang mana juga berfungsi memikul atap bubungan dan
pada ujung kayu, selalu di panjangkan atau dibiarkan panjang dan menonjol keluar dengan
tujuan sebagai tempat untuk menggantungkan rahang babi atau rusa sebagai hasil buruan. Sof
bertumpu di atas koloum yang disebut sur yang vertical. Lihat gambar berikut:

Konstruksi sof dan afi disangga oleh koloum sebagai


pilar Utama bangunan dalam arsitektur tradisional
suku maybrat Imian sawiat yang juga dibagi sebagai
berikut bagian atas Timanaf, bagian tengah masuf, dan
ujung magit.
Susunan atau konstruksi koloum, disebtu sur, dalam
arsitek tur tradisional maybrat imian sawiat yang
kemudian di kembangkan menjadi bentuk yang moderen
dengan mempertahankan aliran yang khas.
Gambar:
Konstruksi sof dan afi

Dalam bentuk moderen


selanjutnya digabungkan
dengan pondasi menerus pada
bangunan moderen. Sur yang
digabungkan tersebut
berbentuk bulatan dengan
bahan speci, dimana terletak Hamah Sagrim 359
pada bagian bawah teras atau
teras bertumpu di atasnya.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

A C

Keterangan :
Gambar:
A. Sur yang di adopsikan sebagai koloum teras. Detail pndasi dengan tampilan pengadopsiann
koloum dari tradisional ke moderen
B. Teras
C. Pondasi
Arsitektur tradisional suku maybrat imian sawiat tidak mempunyai koloum yang gemuk,
namun ukuran koloumnya kecil, memanjang dan vertical (sur). Untuk ukuran ini biasanya
dibangun pada rumah gantung dengan ketinggian 9m – 12m, dengan jumlah koloum sur, 16, 17,
18, 19 dan seterusnya bergantung besar kecilnya bangunan. sedangkan untuk rumah dengan
ketinggian 2m, mempunyai koloum berjumlah 4, 6, 8 dengan bentuk koloum gemuk (hafot) dan
di kombinasikan dengan beberapa koloum kurus (sur).
A. Estetika dan dekorasi
Dalam pengembangan redesign koloum, telah diadopsi

A beberapa ukiran dan bentuk aliran dalam anyaman noken


atau tas tangan yang membentuk cekokan dan gaya kraft
B
yang begitu indah. Lihat gambar disamping.
Makna yang tersirat pada bentuk anyaman tersebut adalah,
C keindahan, keuletan/kepandaian, dan kebaikan. Bila
ditinjau dari keindahan, maka setiap segala sesuatu yang di
buat sedemikian rupa dengan nilai – nilai estetik adalah
indah. Dikatakan indah karena menghibur, enak
Gambar :
Detail ukiran dan ornament pada koloum yang dipandang, bermakna, bernilai, dan menarik.
di adopsi dari aliran anyaman noken.
Keterangan detil aliran pada gambar disertai gambar aliran yang diadopsikan: A. Panah ‘A’
tersebut diatas menunjukkan ukiran yang membentuk
relief yang tapak pada bagian bawah koloum
merupakan hasil pengadopsian dari bentuk anyaman
noken yang disebut yu kom. Bila mana itu dipandang

Hamah Sagrim 360

Gambar: jenis aliran anyaman noken


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dari segi keuletan dan Kepandaian, maka ada kaitannya dengan kehidupan Sehari – hari orang
maybrat imian sawiat yang mana Mengatakan bahwa, dalam menganyam sebuah noke n yang
bentuknya sedemikian mernarik yang disebut yu kom, sangat sulit dan tidak semua orang
bisa mem buatnya. Oleh karena itu, mereka yang biasanya dapat menganyam jenis noken yu
kom, seringkali dikata kan sebagai orang yang ulet dan pandai. Namun bila dipandang dari segi
kebaikan, ada ungkapan orang maybrat imian sawiat mengatakan bahwa dilihat dari bentuk
noken tersebut, menggambarkan betapa baiknya orang yang membuat noken tersebut,
sebagaimana dalam ungkapan tradisional lingusitnya ‘’oo, finya ro m’ste yu refo fo kbor sneh
bau oh’’. Dari ungkapan yang dikatakan tersebut mengandung sebuah pengertian dan makna
yang luar biasa bahwa adanya suatu kehormatan atau suatu penghargaan yang diungkapkan oleh
setiap orang ketika melihat akan bentuk estetikanya dan langsung mengatakan bahwa “memang
ibu yang membuat noken ini dia sangat hebat”. Pekerjaan membuat noken adalah pekerjaan
seorang ibu dan anak perempuan, sedangkan ayah dan anak laki – laki berburu dan berkebun.
Bila dipandang dari segi kekompakan, bahwa noken yang terbuat dari bahan kulit kayu yang
selanjutnya di olah menjadi bahan yang halus dan membentuk tali atau benang yang mana kira –
kira lebarnya 2 – 3 mili dan tebalnya 0.02 mili, mampu dibentuk menjadi satu keutuhan dari
sebuah noken yang sangat kuat, hal ini menggambarkan sifat hidup orang – orang maybrat imian
sawiat yang selalu kompak dalam menjalankan kehidupan mereka, yaitu kompak dalam
menyelesaikan suatu persoalan, kompak dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dan kompak
dalam menyelesaikan persoalan – persoalan secara bersama – sama. Bila ditinjau dari segi
kekuatannya, dari jenis ukuran bahan yang dipakai dalam meramu sebuah noken terlihat kecil
dan lucu, namun tali – tali kecil itu mampu memberikan suatu kekuatan tersendiri dimana noken
tersebut digunakan dalam memikul beban yang beratnya 5kg, 25kg, 50kg hingga 100kg, namun
tidak terputus antara satu urat dengan urat yang lainnya.

a. Bentuk relief yang merupakan


pengadopsian dari jahitan tali pegangan
yu maser pada noken. Bentuk tersebut
merupakan tanda bahwa adanya sesuatu
yang sangat luar biasa, dan sesuatu yang
luar biasa itu tidak diperoleh atau

Hamah Sagrim 361


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

dialami secara gampang tetapi


merupakan sesuatu yang sangat rumit.
Disisilain, bentuk tali pegangan tersebut
sengaja di jahit dengan membentuknya
sedemikian agar suatu waktu ketiak
salah satu batian jahitan terputus,
namaun tidak secara mudah untuk
semuanya terlepas dari pegangannya
karena bentuk jahitannya bekelok –
kelok, dibandingkan jikalau bentuk
jahitannya lurus, maka ketika salah satu
dari jahitan tersebut putus, maka
semuannya akan terlepas.

b. Bagian kaki berbentuk kapak bam –


tmah. Bentuk pengadopsian ini
enggambarkan suatu kebesaran dan
kehebatan. Orang – orang maybrat imian
sawiat mempunyai suatu pemikiran yang
filosofis bahwa, barang siapa diantara
zoom
merekayang hidupnya tidak memiliki
Gambar:
Detail koloum
kapak, berarti orang tersebut atau keluarga tersebut adalah orang yang
malas (haweboh). Kapak bam menunjukkan suatu kebesaran, kerajinan, dan keuletan. Seringkali
juga kapak digariskan sebagai nafkah seperti diungkapkan ‘’bam marak tanik hasri mait?’’
artinya wah, kalau anda adalah orang yang tidak memiliki kapak berarti anda akan kelaparan!.
Kapak identik dengan nafkah karena dalam budaya bertani, orang maybrat imian sawiat biasanya
menebang pohon – pohon rindang besar dengan menggunakan kapak.
Pada bagian kepala koloum yang merupakan
tumpuan berbentuk perahu nelayan dan gelombang
laut yang dipadukan dalam bentuk dekorasi kepala
koloum.
Hamah Sagrim 362
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Bentuk tersebut merupakan pengadopsian dari
Kepala koloum dengan bentuk
perahu tradisional para nelayan lokal yang di gunakan pengadopsian dari perahu

guna menangkap ikan, udang dan juga sebagai dasar


perletakan rumah perahu yang disebut kajang.

Gambar: Gambar:
jenis Perahu para nelayan didanau Pengadopsian ornament pada kepala koloum dari aliran
ayamaru dan aitinyo Keterangan gambar:
bentuk dasar perahu

Menunjukkan perahu
Menunjukkan gelombang air

orang – orang di bagian pesisir pantai


membuat rumah diatas perahu mereka yang
disebut perahu kajang. Perahu kajang
biasanya di pake untuk bepergian ke daerah
Gambar: Perahu Kajang
yang bejauhan namun bisa dijangkaui
dengan perahu kajang. Daerah pesisir pantai yang menggunakan perahu kajang adalah seperti
Teminabuan, Konda, Wersar, Udagaga, makaroro, makotemin, matemani, inanwatan, kokoda.
Sedangkan nelayan – nelayan di daerah danau ayamaru, uter menggunakan perahu kole – kole
wyak. Jenis perahu ini hanya dipergunakan sewaktu mencari ikan di danau, melakukan
perjalanan dari Ayamaru ke Segior, ke Adoh, ke Yukase, ke Karetubun, ke Mapura, ke
Fategomi, ke Kambuaya, ke Jitmau, ke Suwiam, ke Fiane, ke Kartapura, ke Men dan ke Yohwer,
serta sebaliknya dan juga berhubungan antara satu kampong dengan yang lainnya.

Hamah Sagrim 363


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Pada bagian ini merupakan


pengadopsian dari keong atau kulit
bia. Kulitbia dalam kehidupan
masyarakat suku maybrat imian
sawiat merupakan alat panggil utama
dalam melakukan upacara – upacara
formal atau kegiatan resmi.
Kulit bia biasanya digunakan sebagai alat Bantu untuk memanggil masyarakat dalam
melaksanakan sesuatu yang dianggap sangat penting dan terhormat. Misalnya seperti upacara
penjemputan, kegiatan ceramah atau kegiatan kampong, memanggil orang ketika ada persoalan
yang mendadak. Digunakan untuk memanggil dan memberitahukan orang keluar dari kampong
berjauhan, kulit bia dapat menjangkaui jarak panggil 50 km – 70 k. ada beberapa cara kode
tiupan yang dipake dalam meniup kulit bia, yaitu pertama bila ada kunjungan resmi atau upacara
resmi dan kegiatan resmi, biasanya menggunakan satu kulit bia saja yang di tiup untuk
memanggil masyarakat. Dalam peniupan acara – acara seperti ini, biasa tiupannya teratur,
lambat, dan panjang. Namun berbeda dengan jenis tiupan berikut ini, bilamana ada sesuatu yang
terdesaki seperti adanya serangan musuh dari kampong lain atau ada kematian, biasanya kulit bia
yang ditiup berjumlah lebih dari satu bergantung banyaknya kulit bia dan orang yang meniupnya.
Situasi seperti ini cenderung ditiup dengan cara cepat atau tergesa – gesa dengan tujuan
memanggil dengan segera setiap penduduk kampong yang telah keluar ke kebun meninggalkan
kampong bahwa ada sesuatu yang berbagaya telah terjadi di kampong. Dalam bentuk tiupan dan
panggilan ini, cenderung membuat orang tergesa – gesa dan bisa meninggalkan kerjanya dengan
Bentuk
keadaan kepala
terpaksa.ornament terdiri dari dua
bagian, yang
d. kepala mana rahang babi atau rahang
ornament
rusa di bagian tengah, dan kepala kakatua
putih – yakop di bagian luar ujung. Bentuk
pertama pada gambar di samping adalah
rahang Babi atau rusa pada rumah tradsional
yang merupakan hasil buruan Hamah yangSagrim 364

selanjutnya dikembangkan pada bentuk


moderen sebagai ornament.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Rahang babi yag diadopsi
menjadi ornament pada
bagian kepala bangunan.
Sebagai simbol kebesaran
orang Maybrat, Imian, Sawiat

Bentuk ornament yang berupa ukiran tersebut diukir sedemikian rupa dengan rahang babi
atau rusa yang merupakan hasil buruan sehingga tidak meninggalkan nilai – nilainya. Dalam
kehidupan sehari – hari orang maybrat imian sawiat, siapa yang memiliki banyak gantungan
rahang babi dan rusa yang merupakan hasil buruannya, menunjukkan suatu kehebatan tersendiri
bagi keluarga tersebut. Keluarga atau kepala rumah tangga tersebut selalu merupakan orang yang
terpandang sebaga pemburu terhebat diantara orang – orang sekitar, dan orang tersebut
dikategorikan sebagai orang yang sangat mampu dalam menghidupkan keluarganya. Rahang
babi dikonsepsikan sebagai lambang kebesaran.
Pada
bagian
terakhir
merupakan
bentuk
kelipatan
yang
menyerupai
kepala kakatua putih / yakop (awet). Kakatua putih-yakop
(awet), dalam kehidupan mula – mula merupakan burung
yang memberikan kabar.
Hal ini berkaitan dengan kehidupan orang maybrat imian sawiat yang berperang.

Biasanya seorang yang menyendiri di hutan


dengan tujuan penyelamatan diri, ia selalu
menggunakan cara ini, dan biasanya jikalau ada
musuh yang datang burung kakatua putih
mengeluarkan suara yang takut (awet m’waa)
ketika memberikan suara, orang tersebut bergegas
Hamah Sagrim 365
mempersiapkan dirinya guna melawan, atau ia
bersembunyi atau juga ia mengintai.
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar:
Mata kakatua diperbesar

J.2. Bentuk pengadopsian dari model jahitan koba – koba (payung tradisional) Dan noken
(tas) yang diadopsi kedalam estetika
Dalam membentuk estetika pada aliran arsitektur tradisional suku maybrat, suku imian, suku
sawiat ini, banyak merupakan hasil pengadopsian dari estetika dari hasil ciptaan orang maybrat,
orang imian, orang sawiat, yang mana banyak tersirat makna yang luarbiasa. Berikut jenis atau
permodelan aliran yang diadopsi sebagaimana berikut:

1. Figiom Aya - Sehat masru – Gelombang Air

Gelombang air memberi sebuah makna


adanya suatu kehidupan. Air merupakan
sumber kehidupan bagi setiap makhluk dan
tumbuhan yang ada di permukaan bumi.
Dalam kehidupan orang maybrat, orang imian, orang sawiat, air diabadikan sebagai pemberi
kehidupan dan berkah. Air juga dipercaya sebagai tempat atau ritus – ritus yang keramat yang
mana ketika setiap orang maybrat, orang imian, orang sawiat, yang mengenalnya selalu akan
membawa upeti – upeti sebagai korban persembahan kepada penghuni air (tagio). Ada beberapa
sebutan penghuni air dalam ritus – ritus orang maybrat, orang imian, orang sawiat, yaitu; tago,
aban raa, mos makan, dan fre. Ritus atau air yang dikategorikan sebagai tempat keramatbukan
sebuah ritus yang dibuat – buat atau suatu ilusi, tetapi benar – benar ada, namun hanya bisa
didengar dan dilihat oleh mereka yang sudah terdidik dalam pendidikan inisiasi (raa wiyon – na
wofle). Bentuk atau warna daripada mata air/sumur/sungai yang biasanya melambangkan adanya
penghuni, adalah warna biru, cokelat, hijau, merah, kuning, hitam, dan bentuk – bentuk hewan
/plankton juga memiliki jenis yang berbeda dan menakutkan, batu – batua dalam sungai juga

Hamah Sagrim 366


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

menunjukkan wajah yang menseramkan dan suasana sekitar sungai begitu hening dengan gejala
yang berdengting menyeramkan, di sebagian sungai kadang memberi perlawanan kepada setiap
orang yang ketika pada saat itu datang dengan membawa sesuatu/magic yang mana
menimbulkan adanya perlawanan antara alam sekitar dengan alam ghaib/magic tersebut, atau air
akan menunjukan murkanya kepada orang yang sebentarlagi akan meninggal, atau orang yang
telah diracun atau di santet oleh suanggi. Kejadian tersebut dapat dilihat dapat dilihat dengan
kasat mata normal oleh setiap orang dan kejadian semacam ini bukan suatu kejadian yang biasa –
biasa saja untuk disaksikan, tetapi bagi orang maybrat, orang imian, orang sawiat, menyaksikan
kejadian semacam itu sebagai sesuatu yang mistik dan merupakan kejadian yang melampaui akal
pikiran sehat.

2. Ru Mayir – Chlen Ryene – bekas kaki burung


Bekas kaki burung seperti ini, memberi
suatu makna tersendiri. Bagi orang maybrat,
imian, sawiat, cakar burung menunjukkan
suatu esensi dalam fenomena alam yang
baru.
Hal ini berkaitan dengan kepuasan manusia dan alam. Dikatakan sebagai kepuasan manusia
karena burung yang umumnya memberi bekas seperti ini (ru kawya, ru houf, dalam bhs.
Maybrat), selalu dijadikan sebagai patokan bahwa mereka bisa memperoleh telur yang disebut
telur maleo dan induknyapun bisa diburu. Selain burung maleo dianggap sebai pelengkap
pangan, orang maybrat, imian, sawiat, mempercayai akan adanya suatu esensi yang menurut
mereka telah menuntun burung tersebut. Dalam mitos orang maybrat, imian, sawiat,
menceriterakan bahwa burung- burung jenis tertentu seperti kawya, houf (burung maleo), wer
(burung nuri), kekaya (burung setan), tam (kampret), tekum (burung walet), mbas dan swet
(burung cuit), merupakan jenis – jenis burung yang mempunyai penuntun atau burung yang
dianggap sangat memberikan berbagai makna yang berkaitan dengan esensi hidup antara
manusia dan alam. Alih – alih daripada kekhususan burung – burung ini bagi kehidupan sehari –
hari orang maybrat, imian, sawiat, memiliki predikat masing – masing yang tak kalah
menariknya yaitu:

Hamah Sagrim 367


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

a. burung houf, dan kawya (burung maleo), bagi orang maybrat imian sawiat, burung maleo
yang telurnya berwarna merah dan putih dengan ukuran telur yang besar ukuran 3x ayam,
dan jenis burung yang besar melebihi ukuran tubuh ayam. Telur maleo biasanya bagi
orang maybrat imian sawiat dihargai sebagai suatu nilai tersendiri. Nilai yang ada pada
telur maleo ini terlihat ketika diberikan sebagai persentase atau rasa terimakasih yang
ditunjukan oleh seorang pemberi kepada penerima atas budi baiknya mungkin karena
penerima membantunya dalam berladang, atau membantu mendirikan sebuat rumah, atau
menolong pemberi dari kecaman musuh. Bentuk daripada rasa syukur ini sering terjadi
hingga saat ini terlihat di perkampungan maybrat imian sawiat, dan kejadian ini dalam
bahasa maybrat disebut boren.
b. Wer (burung nuri), sebagai burung yang dianggap magic oleh orang maybrat, imian,
sawiat, terutama kepada mereka yang bermarg/keret klen Safkaur. Dalam ceritera
legenda marga Safkaur, mengatakan bahwa burung nuri – wer- merupakan burung
penyelamat, dan lambang kekuatan mereka. Hal ini berkaitan dengan kehidupan mula –
mula orang maybrat imian sawiat terutama dikhususkan kepada marga Safkaur, bahwa
burung ini ketika zaman perang suku, seseorang yang bernama Fneen Safkaur yang mana
adalah ahli perang khususnya dalam maraga Safkaur, ia sedang bersiap – siap
menghadapi musuh – musuhnya yang berdatangn, ketika pada saat itu juga burung nuri –
wer – yang berjumlah 3 ekor beterbangan mendahului musuh – musuh tersebut menuju
kepada Fneen Safkaur dengan mengeluarkan suara aneh merupakan ekspresi yang
mengatakan bahwa ia (fneen) sedang didatangi oleh musuh. Ketika fneen mendengar
suara aneh yang diekspresikan oleh burng nuri, ia langsung menebak berapa jumlah
musuh yang datang, ketika itu ia lalu berkata “wah, banyak sekali musuh yang datang,
melawan saya seorang diri” atau dalam ucapan bahasa asli maybratnya “wo, bioh fo
magin mama oh mefo, refo jyio tesait oh mefo”. Pemikiran tersebut tidak lalu serta merta
menutupi akal daripada seorang Fneen, tetapi ketika itu juga, Fneen lalu mengangkat
tombaknya dan menombaki ketiga burung tersebut dengan satu tombak, dan ketika itu
juga ketiga burung tersebut tertikam sekaligus oleh tombak tersebut. Ketika Fneen
berhasil menikam ketiga burung tersebut, ia lalua mengirimnya bersama dengan tombak
kepada para musuh yang berdatangan, ketika musuh – musuh itu melihat apa yang
dilakukan oleh Fneen, maka timbullah pemikiran oleh ketua perang dan ia berkata “wah,

Hamah Sagrim 368


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

ini burung yang kecil dengan kecepatan terban diudara saja dia sudah membidiknya dan
hanya dengan satu tombak dia membidik ketiga burung ini bersamaan? Berarti jikalau
kita kesana kita pasti terbunuh semua” dalam bahasa asli maybrat “wo, wer ro m'fru foh
mam ayoh u refo ait yame tuuf yie mkah sawia sou a? Tanike anu wefo bmo kbe yame
anu skak”. Analisa ini kemudian menjadi pertimbangan yang harus diputuskan pada saat
itu, dan akhirnya pemimpin perang memutuskan untuk mereka pulang, karena mereka
tidak mungkin mengalahkan Fneen yang menurut mereka dia seorang ahli perang tanpa
tandingan.
c. Kekaya (burung suanggi), merupakan burung yang dalam legenda orang maybrat, imian,
sawiat, sebagai burung yang menyampaikan pesan atau informasi atau kode kepada
manusia bahwa mereka harus berhati – hati, karena disekelilingnya ada setan/suanggi
(kabes).
d. Tam (burung kampret), biasanya mengeluarkan suara di rumah oknum atau orang yang
menjadi target untuk diserang oleh setan/suanggi (kabesfane), sehingga orang tersebut
menjadi was – was dan berjaga – jaga dalam melakukan segala aktivitas atau berhati –
hati mengawasi keluarga yang pada saat itu sedang mengalami kesakitan atau menderita
penyakit yang berat.
e. Tekum (burung walet). Dalam mitologi kepercayaan orang maybrat imian sawiat, tekum
merupakan burung sorga atau burung yang membawa berkat. Misalnya ketika petani
sedang berkebun dan ketika itu juga tekum beterbangan dan mengeluarkan suaranya,
maka ketika itu juga petani tersebut berkata “berkat besar telah datang dan ladang ini
akan berlimpahruah hasilnya” dalam bahasa maybrat “hanyah mase mefo”.
Mbas dan Swet (burung cuit). Keseharian orang maybrat imian sawiat, ketika di tengah
semak belukar yang dikelilingi oleh pepohonan besar jika terdengar suara burung cuit
(mbas) yang serempak dalam jumlah perkumpulan yang banyak, berarti pada tempat
tersebut ada seekor kusu pohon, atau ular yang besar, atau burung yang besar atau
kanguru atau hewan – hewan besar lainnya. Yang mana bisa kita temui serta ditangkap.
Sedangkan Swet (burung cuit) jenis ini, biasanya membawa pesan atau berita, yaitu dia
selalu mendahului orang yang sedang mendekati kita dan mengeluarkan suaranya dengan
berlompat – lompat menunjukan atraksi aneh kepada kita (swet mafa dalam bahasa
maybrat). Jenis ini diadopsi dalam bentuk jahitan tas dan koba.

Hamah Sagrim 369


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

3. Kbai mayir – choin ryene – bekas kaki kepiting


Bekas kaki kepiting menunjukkan suatu
perjalanan horizontal dan gelombang, yang
mana dimaknai sebagai kekuatan.
Salah satu Filosofi orang tehit yang terkenal
mengatakan bahwa, “kepiting kalau gepe
siapa yang mampu menahan ringis
kesakitan?”. Kepiting dianggap sebagai kekuatan, sehingga ia diunggulkan dalam filosofi orang
tehit, kekuatan orang tehit diibaratkan sepeti kepiting. Bentuk ini kemudian dipakai dalam
bentuk jahitan tas dan koba – koba/payung tradisional.

4. Ara Ra Tebok – Chadach – Bekas kulit kayu yang dikupas dengan parang atau
pisau sebagai kode/morse penyelamatan dan kemenangan.

Kode/morse ini telah lama di kembangkan oleh


orang maybrat imian sawiat, sebagai tanda tertentu
untuk diketahui oleh setiap sanak saudara atau klen.
Kode ini dibuat ketika seseorang yang diserang oleh musuh atau racun, baik yang sudah
berlangsung atau sedang dalam rencana, namun ada seseorang saudara kerabatnya yang
mengatasi atau mengalahkan musuh – musuh itu. Kerabat – kerabat yang melakukan ini biasanya
tidak sekampung dengan yang diserang (outrolokal). kode/morse yang dibuat, biasanya tidak
berjarak dari orang yang diburu, biasanya kurang lebih jaraknya 3-4 meter. Dalam memberikan
kode/morse, ada dua bentuk kode yang dipakai yaitu, bentuk pengupasan kulit kayu dan bentuk
bunyi. Untuk membentuk kode/morse pada kayu, biasanya membentuk segi empat, ada yang
membentuk kerucut, dan adajuga yang membentuk ketupat, sedangkan untuk kide/morse dalam
bunyi, biasanya nyaring dan lembut, cepat dan lambat.bentuk ini selanjutnya dipakai sebagai
bentuk estetika dalam jahitan tas atau koba – koba /payung tradisional yang dipakai oleh orang
maybrat, imian, sawiat.
5. Ii Safe – Larfu Durmus – Barisan Semut Hitam

Hamah Sagrim 370


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dalam filosofi hidup sehari – hari orang maybrat


imian sawiat, semut dianggap sebagai hewan yang
rajin, cekatan, setia, sabar, dan teratur tanpa diatur
oleh siapapun.
Kerajinan, kecekatan, kesetiaan, kesabaran, dan keteraturan ini biasanya merupakan simbol
filosofis orang maybrat, imian, sawiat, yang dijadikan tolok ukur mereka berkaitan dengan
kehidupan dalam keseharian mereka.

6. Friro – Chatohon – Bunga Rekat

Bunga rekat dalam kehidupan tradisional orang


maybrat imian sawiat, mempunyai suatu
keistimewaan tersendiri dibanding tumbuhan atau
rumput yang lain.
Bunga rekat atau friro-chatohon, sering digunakan untuk menggosok nelon matakail yang
dipakai dalam memancing ikan sehingga kuat walaupun tersangkut pada benda – benda keras.

7. Afan Masu – Afan Sikalioh – Pintu Ulat Pohon

Afan masu – afan sikalioh adalah bentuk pintu ulat pohon


yang dibentuk oleh ulat pohon itu sendiri. Afan masu –
afan sikalioh difilosofikan sebagai gambaran persoalan.
Misalnya filosofi maybrat “afan masu ro mbrah ma mne mi raa mmat to, soh afan masu ro mbrah
mhou mam safom to awiya ymat?” artunya, “pohon apatar yang ada pintunya kalu di pinggir
jalanan pasti terlihat, tapi kalau yang tersembunyi di hutan belantara siapa yang bisa lihat?”.
Yang berarti “suatu masalah yang kelihatan atau ada jejaknya pasti diketahui atau ditemui, kalau
tidak ada jejak/bukti atau tersembunyi, siapa yang mampu ketemu.”

J.3. Arsitektur tradisional dalam perkembangan pembangunan

Hamah Sagrim 371


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Dinegara berkembang, sejak dahulu masyarakatnya mempunyai apresiasi tinggi terhadap


arsitektur. herbage tulisan, biku hasil kajian ilmiah, penelitian tentang arsitektur banyak sekali
ditulis, diterbitkan, dibaca, dan aliran-alirannya diwujudkan dalam gaya bangunan sebagai
kebesaran identitas mereka, tidak hanya oleh para arsitek, tetapi oleh kalangan luas dan herbage
lapisan masyarakat. Disbanding dengan daerah lain, propinsi papua yang juga memiliki gaya
arsitektur cukup khas yang mana bisa diangkat sebagai kebesaran dan kejayaan bagi orang papua
sangat dilupakan.

Pada bagian ini saya coba mengkaji keberhasilan, kesalahan dan kekurangan yang
dilakukan guna mengangkat arsitektur tradisional papua dalam perkembangan pembangunan.
Menjadi pelajaran saat ini dan waktu akan dating bahwa pembangunan yang telah dikembangkan
sekarnag tidak mengerti kebudayaan dan tidak mencerminkan kepribadian budaya setempat serta
tidak begitu mempertahankan identitas arsitektur setiap daerah di papua. Salah satu tolok ukur
kemajuan budaya sebuah daerah dilihat dari aliran aristektur yang mana tampil dalam wajah dan
fisik bangunan. Kecenderungan masyarakat dan pemerintah dalam mengadopsi gaya – gaya
arsitektur luar seperti gaya arsitektur colonial, gaya arsitektur romawi, gaya arsitektur joglo, gaya
arsitektur minang, dan.y.l. hal ini membuat arsitektur tradisional setiap suku bangsa di papua
terlupakan. Ini merupakan suatu penjajahan kultur yang menindas budaya papua. Dengan
semakin dilupakannya aliran – aliran arsitektur tradisional papua, maka ikut pula menghilang
kebesaran citra, karsa, dan karya orang papua, karena sebagaimana dalam ungkapan bahasa
semboyang arsitektur mengatakan bahwa; “arsitektur adalah gambaran jiwa raga dan roh
seseorang”, inilah kebesaran yang terlupakan.

Dengan demikian, ditekankan bahwa dalam mendisain pembangunan papua yang hormat
budaya, maka diharuskan untuk mengangkat dan mengikutsertakan aliran arsitektur tradisional
dalam mendirikan sebuah bangunan, kalaupun masyarakat tidak mengembangkannya,
sebisamungkin gedung-gedung pemerintah tiap daerah wajib mengambil gaya dan corak
arsitektur tradisional daerah setempat.

Beberapa bentuk arsitektur tradisional papua yang cukup unik dan menggambarkan
kebesaran orang papua seperti; bentuk bangunan rumah Honai, rumah tradisional Enjros tobati,
rumah tradisional arfak, dan rumah tradisional harit di maybrat imian sawiat kabupaten sorong

Hamah Sagrim 372


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

selatan. Suatu ungkapan kekesalan kini adalah bahwa daerah-daerah propinsi papua yang
memiliki gaya arsitekturnya sendiri ini begitu didominasi oleh bangunan – bangunan dari daerah
lain. Hal ini disebabkan karena pemerintah Hindia Belanda lebih awal membangun papua
dengan menerapkan aliran arsitektur colonial, sebagaimana hingga saat ini difungsikan sebagai
gedung atau perkantoran-perkantoran pemerintah daerah bahkan ada yang dijadikan sebagai
rumah hunian masyarakat. Suatu pembunuhan karakter budaya arsitektur papua yang telah
dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda di daerah propinsi papua. Dikabupaten Sorong
Selatan, pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1950, secara brutal membongkar rumah-rumah
tradisional yang dibangun oleh orang maybrt imian sawiat sebagai bangunan terhormat seperti
rumah sekolah dan gereja (samu k’wiyon-bol wofle), dengan menerapkan larangan-larangan
untuk tidak mengembangkan atau membangu bangunan-banguan tersebut kembali. Hal ini
membuat orang maybrat imian sawiat kini kehilangan gaya dan aliran arsitektural mereka.
Disisilain, pada tahun 1962, pemerintahan indoneisa telah masuk kewilayah papua, yang mana
pada waktu itu disebut Irian Jaya dan menetap hingga sekarang dengan penerapan bangunan
yang juga tidak mempedulikan aliran arsitektur lokal. Kini aliran arsitektur dari daerah lain yang
mendominasi wajah perkotaan di seluruh papua. Persoalannya bukanlah terletak pada kurangnya
tenaga-tenaga arsitektur papua, tetapi keinginan daripada pemilik yang mana cenderung
menginginkan gaya arsitektur lain ketimbang tidak menyadari akan gaya arsitekturnya yang
tampak sederhana, berbobot, bergaya sendiri, dengan segala macam nilai yang terkandung
didalamnya.

Tampak jelas ketika kita berada diberbagai daerah; kabupaten sorong contohnya, gaya
arsitektur yang mendominasi diwilayah pesisir sungai remu adalah gaya arsitektur bajo suku
bugis, begitupun yang terdapat di pesisir pantai tehit, gaya arsitektur yang tampak mendominasi
adalah arsitektur tradisional Bajo, orang bugis. Di jayapura, kini didominasi oleh arsitektur Asia,
colonial, dan disisipi dengan gaya arsitektur minang. Dimanokwari, arsitektur arfak juga
terlupakan dan kini wajah kota manokwari didominasi oleh aliran arsitektur colonial, asia dan
disisipi oleh aliran arsitektur minang. Didaerah wamena yang gaya arsitektur tradisionalnya
yang begitu terkenal di dunia (honai), masih juga tidak begitu diperhatikan, wajah kotanyapu
masih terlihat hamparan wajah arsitektur pendatang semua. Merupakan salah satu pengikisan
budaya bangsa.

Hamah Sagrim 373


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Arsitektur tradisional setiap daerah di propinsi papua merupakan kebesaran setiap suku
bangsa tersebut, karena merupakan hasil ciptaan mereka yang sebenarnya. Proses akulturasi
terhadap gaya arsitektur ini membuat orang papua semakin ditelanjangi dengan cara yang
dipergunakan oleh penjajah. Dalam refleksi arsitektur tradisional papua yang telah kami analisis,
merupakan suatu cara penjajahan terhadap budaya. Selain budaya-budaya lain dibuang, disisi
yang lain kekayaan budaya dicuri serta diperdagangkan seperti ukiran, tarian dan corank budaya
unik lainnya. Suatu kesimpulan daripada refleksi budaya papua “bahwa orang papua dulu
sebelum penjajahan, disini diibaratkan seperti seorang gadis manis yang sedang direbut oleh
beberapa orang, setelah ia berhasil direbut, bukan karena cantiknya saja yang menjadi rebutan,
tetapi segala perhiasan yang dikenakan disekujur tubuhnya diambil oleh orang yang merebutnya
setelah itu itu busana yang dikenakannyapun dilepaskan satupersatu dan dibuang, kini seorang
nona cantik menjadi kehilangan harga dirinya karena semua yang ada padanya sebagai kebesaran
telah hilang dan kini dia telanjang sampai-sampai mahkotanya turut diambil, tetapi bersyukur
karena ia masih hidup. Walaupun ia masih hidup, dan ia mampu menciptakan busana yang baru,
tetapi tidak semuanya dari bahan yang ia miliki tetapi dari bahan-bahan punya orang yang
diambil dalam membuat busananya, karena semuanya serba palsu maka nilai dirinya kini
berkurang”.

Suatu penjajahan terhadap arsitektur-arsitektur papua yang sedang berlangsung.


Semangat pembangunan yang ditunjukkan adalah semangat yang kami sebut egoisme
membangun. Kata egoisme membangun disini saya gunakan karena konsep pembangunannya
tidak menghargai apa yang disebut dengan potensi lokal (local potences), konsep
pembangunannya begitu tertutup (closely building concept), memikirkan dirinya sendiri
(egoism), walaupun ia berada di wilayah kekuasaan budaya lain, akan tetapi tetap menggunakan
konsep budaya asing untuk diterapkan. Inilah sesuatu penjajahan budaya yang sedang diterapkan
di propinsi papua, yang mana secara sinergis sedang mengikis selain arsitektur, budaya-budaya
lainpun ikut terkikis. Arsitektur bagi sejarah manusia merupakan sebuah karya besar dan
termasyhur yang pernah dibuat oleh nenekmoyang setiap sukubangsa didunia. Sedangkan bumi
sendiri merupakan rumah yang dirancang dan dibangun oleh Tuhan, dan tak ada seorangpun
yang mampu menciptakan planet bumi yang lain menyaingi atau melampaui yang diciptakan
oleh Tuhan, begitupun ciptaan setiap suku bangsa tidak mungkin sama dan tidak seorang
sukubangsapun yang berhak untuk menghilangkanm ciptaan orang lain. Sejarah perkembangan
Hamah Sagrim 374
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

arsitektur suku bangsa di propinsi papua mencakup dimensi ruang dan waktu yang tidak dapat
ditentukan batasnya. Olehkarena itu dalam konsep pembangunan di propinsi papua, seharusnya
dikonsepsikan sesuai dengan aliran arsitektur lokal yang ada disetiap daerah yang mendasar pada
jenis bangunan dan terkait dengan fungsinya. Dikatakan demikian karena daerah-daerah di
propinsi papua dengan konsep dan gaya aliran arsitekturnya selalu mempunyai aturan, makna
dan fungsi yaitu; rumah suci, Rumah berkumpul, Rumah hunian, Rumah pendidikan. Sebenarnya
Tidak begitu sulit dalam mengembangkan konsep pembangunan sekarang dengan menggunakan
aliran arsitektur lokal.

J.4. Keberhasilan Penerapan Konsep Arsitektur Tradisional Dalam Pembangunan Papua

Suatu keberhasilan konsep arsitektur tradisional papua yang menonjol kerapkali hanya terlihat
pada Gapura, ukiran-ukiran dan lukisan dinding. Untuk konsep arsitektur dalam gaya bangunan
tidak begitu ditonjolkan atau samasekali tidak dipake dalam konsep pembangunan, walaupun
beberapa daerah mampu manampilkan gaya arsitektur mereka seperti gaya arsitektur Enjros
sentani yang dikembangkan di kota jayapura, dan honai wamena yang juga dikembangkan di
kabupaten wamena, namun tetapi belum sepenuhnya mencapai 100%. Sedangkan didaerah
kabupaten lain seperti kabupaten sorong selatan tidak pernah menampilkan gaya arsitektur harit,
dan kabupaten manokwari dengan gaya arsitektur arfaknya tidak terlihat wajahnya di dalam
konsep pembangunan.

Di Wamena dan Jayapura telah berhasil dengan menampilkan wujud arsitektur


tradisionalnya Karena ada kesadaran akan nilai-nilai yang terkandung. Sedang didaerah lainnya,
kecenderungan dengan prinsip egoisme pembangunan dengan gaya moderen sangat
mendominasi, akhirnya nilai-nilai yang ada didaerah setempat terlupakan dan hilang dengan
sendirinya.

Bila dipandang dari konsep arsitekturnya, papua akan dikatakan sebagai daerah dengan
keberhasilan membangun sendiri jikalau konsep aliran arsitektur yang dipakai dalam
pembangunan dengan menggunakan konsep arsitektur tradisional. Karena disinilah papua akan
terkenal dengan kebhinekaan gaya arsitektur tradisionalnya, papua akan disebut sebgai sebuah
bangsa yang berjaya yang mana kejayaannya ditunjukkan melalui aliran-aliran arsitekturalnya.

Hamah Sagrim 375


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

J.5. Ketidak berhasilan Konsep Pembangunan Tanpa Arsitektur Tradisional

Bilamana kita berbicara mengenai konsep, maka kita berbicara tentang arah, kebijakan, cara,
metode, yang ditampilkan dalam mengembangkan sesuatu ide yang dikonsepsikan. Berkaitan
dengan konsep pembangunan, setiap manusia atau kelompok dan sukubangsa mempunyai
metode atau konsepnya masing-masing dan berbeda, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan yang ada. Suatu kesalahan dalam konsepsi pembangunan yang seringkali
ditemukan saat ini adalah, konsep pembangunan tanpa arsitektur lokal. Setiap suku bangsa di
Papua mempunyai aliran atau gaya bangunan arsitekturalnya yang unik, akan tetapi seringkali
ketika dalam konsep pembangunan, aliran arsitektur tradisional ini tidak diingat (terlupakan) atau
tidak dimunculkan dalam proses pembangunan. Padahal ketika kita berbicara mengenai
arsitektur tradisional, kita telah berbicara tentang suatu jatidiri, idealisme, citra, rasa, karya, karsa
suatu bangsa karena arsitektur tradisional adalah bagian dari kebudayaan manusia, berkaitan
dengan berbagai segi kehidupan seperti; seni, teknik, ruang/tata ruang, religi.

Perkembangan konsep pembangunan daerah saat ini cenderung mengesampingkan gaya


arsitektur lokal (setempat) yang bila dikembangkan, mampu mengangkat kebesaran nama suatu
daerah yang akan dikenal dan berjaya. Misalnya arsitektur Joglo, arsitektur Honai, arsitektur
colonial, arsitektur bizantum, arsitektur minang, arsitketur fengsui, arsitektur halit-mbol chalit,
sudah ada di wilayahnya masing-masing sejak zaman keberadaan nenek moyangnya, dan
berkembang bersama-sama dalam kehidupan mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga arsitektur tradiaionl menjadi terlupakan


adalah:

1. pengaruh aliran arsitektur luar dengan gaya, estetika dan bentuk yang moderen.

2. keinginan pemilik bangunan rumah yang cenderung menginginkan bentuk arsitektur


model aliran lain.

3. Pemerintah setempat tidak fasih dalam mengembangkan suatu konsep pembangunan


dengan menggali kearifan lokal, sehingga arsitektur tradisional tidak dapat diperhatikan.

Hamah Sagrim 376


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

4. Tenaga perancang dan ahli-ahli arsitektur yang tidak jeli dalam mengangkat aliran
arsitektur tradisional untuk menterjemahkannya dalam bentuk moderen, sehingga
arsitektur lokal tetap tersembunyi/hanya dalam bayang-bayang tradisional saja.

Hamah Sagrim 377


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
A.1. Bentuk Arsitektur Tradisional Suku Maybrat Imian Sawiat yang mempengaruhi
kenyamanan thermal dalam bangunan
Rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat pada dasarnya adalah merupakan bangunan
tradisional dan sistem bentuk / tampilannya telah diatur dalam suatu kaidah yang dikenal dengan
budaya Appabolang.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada enam rumah tradisional maybrat imian
sawiat, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk arsitektur rumah Maybrat Imian Sawiat turut
mempengaruhi kenyamanan thermal dalam bangunan, walupun sebenarnya pemikiran mengenai
kenyamanan lebih banyak merupakan suatu unsur sampingan yang timbul secara tidak sengaja
dari konsep penyesuaian diri terhadap kerasnya suhu di wilayah Maybrat Imian Sawiat dalam
menciptakan kenyamanan thermal pada ruang dalam bangunan. Selanjutnya dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Lokasi
Lokasi yang diperoleh suku Maybrat Imian Sawiat dalam mendirikan rumahnya adalah
mengikuti alur perbukitan, jalur jalan dan aliran sungai bagi yang di dataran gunung,
sedangkan daerah pesisir memilih mengikuti garis pantai dan terpancar dengan pola
perletakan di darat, diperalihan darat dan perairan serta diperariran laut.
Ketiga lokasi pengelompokan hunian tersebut masih berada diwilayah yang berhubungan
langsung dengan hutan dan pesisir pantai, sehingga masih sangat dipengaruhi oleh angin
kencang, kelembaban yang tinggi, korosi, dan pasang surut laut khususnya untuk rumah yang
berdiri diatas perairan laut dan peralihan darat serta perairan.

Hamah Sagrim 378


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

b. Orientasi
Orientasi bangunan hunian di wilayah permukiman suku Maybrat Imian Sawiat
merupakan penjewantahan dan hal – hal yang mendorong bersifat ancaman dan mistis.
Fasade rumah harus menghadap jalan (sarana penghubung/kontrak sosial) sebagai tanda
kehormatan dan kesopanan, begitu pula pada rumah yang berhubungan dengan laut, fasade
harus menghadap ke laut sebagai keselamatan.
Unsur iklim seperti arah angin dan posisi lintasan matahari tidak menjadi pertimbangan.
Dari hasil analisis, Rumah Tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat yang berada pada orientasi
timur – barat, sangat menguntungkan karena sisi yang paling banyak kena sinar matahari
adalah sisi pendek bangunan. Pergerakan angin dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
karena sisi tinggi bangunan tegak lurus dengan arah angin. Orientasi ini secara tidak disadari
turut mewujudkan kenyamanan thermal yang diperlukan. Sedangkan untuk rumah tinggal
Suku Maybrat Imian Sawiat yang berorientasi utara – selatan, sisi yang paling banyak
terkena sinar matahari adalah sisi panjang. Hal ini tentunya kurang menguntungkan karena
dapat menjadi sumbangan panas dalam bangunan.
c. Bentuk dan Denah
Suku Maybrat Imian Sawiat dalam menentukan ukuran / dimensi bangunan,
menggunakan teori kira – kira, kadang menggunakan ukuran tubuh manusia (jengkal),
namun untuk ukuran tinggi bangunan biasanya disesuaikan dengan ukuran panjang
pendeknya bahan konstruksi.
Bentuk denah yang tercipta dari ukuran – ukuran tersebut adalah suatu bentuk dengan
yang bersegi empat pipih, sehingga memungkinkan untuk diterapkan system cross ventilase
dan pemanfaatan cahaya matahari sebagai pencahayaan alami, serta pembuangan kepulan
asap. Rumah dengan bentuk denah seperti ini cocok untuk daerah yang beriklim lembab.
Rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat berbentuk rumah panggung yang memiliki
kaki, badan dan kepala sebagai konsekwensi dari aturan budaya Appabolang. Kaki harus
ditinggikan dari permukaan tanah karena kondisi memungkinkan untuk mengantisipasi
pengaruh eksternal yang terjadi. Kaki/tiang dilengkapi dengan palang /penyangga (katar)
supaya tiang tidak cepat rusak/lapuk apabila bersentuhan dengan tanah. Badan rumah sebagai
penghidupan sejati yang harus dilindungi dari alam luar yang jahat, sehingga ditempatkan di
posisi tengah. Hal ini tentu saja untuk melindungi ruang – ruang aktivitas keluarga dari

Hamah Sagrim 379


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

radiasi matahari, angin kencang, hujan dan pasang surut air laut. Kepala / atap, harus
ditinggikan yaitu tidak boleh kurang dari manusia. Kondisi ini tentu bermanfaat untuk
menetralisir suhu panas yang ada didalam ruang.
d. Atap dan Dinding
Atap bagi suku Maybrat Imian Sawiat berfungsi untuk melindungi bangunan dari panas
matahari dan kebasahan hujan.
Dinding sebagai kulit bangunan yang senagtiasa harus manjadi pelindung terhadap
radiasi matahari, hempasan air hujan, kelembaban dan angina kencang dari luar. Pada rumah
tinggal suku Maybrat Imian Sawiat dengan penggunaan dinding bangunan dari kulit kayu,
gaba – gaba, papan kayu, diketahui mempunyai time lag kecil, sehingga panas yang ada
langsung diterima dan dipancarkan untuk itu dinding banguan harus senangtiasa
terbayangi/terlindungi dari sinar matahari langsung.
e. Overstek / Pelindung
Rumah tinggal suku Maybrat Imian Sawiat rata – rata tidak menggunakan overstek,
padahal untuk rumah tinggal Suku Maybrat Imian Sawiat, overstek atau pelindung sangat
dibutuhkan setiap sisi bangunan untuk melindungi dinding terutama dari sinar matahari
langsung, mengingat bahan dinding yang digunakan dari papan kayu, kulit kayu, dan gaba –
gaba dengan time lag yang kecil.
f. Material dan Warna
Pemilihan material atap pada rumah tinggal suku Maybrat Imian Sawiat rata – rata
menggunakan atap daun sagu, daun rumbino dan seng. Penggunaan daun sangat baik untuk
merendam pengaruh radiasi matahari karena tidak menyerap panas, bahkan mempunyai
pengudaraan yang baik. Atap daun dapat merefleksikan panas antara 20% - 23% sedangkan
kekurangan penggunaan atap daun mengakibatkan kemudahan untuk terserang hama dan
serangga. Namun pada daerah pesisir pantai Tehit, Sorong Selatan, yang memiliki kadar
garam tinggi, hama atau serangga perusak tidak dapat berkembang sehingga atap daun sangat
menguntungkan terutama untuk mengusir kelembaban dan mengurangi panas yang ada
dalam ruang.
Disisi lain, pengguna atap seng di daerah pantai kurang tepat karena kadar garam yang
tinggi dapat menyebabkan korosi, sehingga atap seng mudah rusak. Penggunaan atap seng
bagi suku Maybrat, Imian, Sawiat, disamping karena pertimbangan konstruksi yang ringan,

Hamah Sagrim 380


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

juga terhadap kebiasaan menampung air hujan untuk keperluan sehari-hari. Air hujan dari
cucuran atap seng lebih jernih dan lebih bersih dibanding atap daun. Atap seng dapat
merefleksi 90% - 70% akibat radiasi matahari. Pada rumah tinggal suku Maybrat, Imian,
Sawiat, atap seng rata-rata tidak diberi warna. Dengan demikian maka atap seng cepat
merefleksi panas sekitar 45% - 25% sehingga terasa cepat panas, yang mengakibatkan
pengaruh pada kondisi konfort di dalam ruangan. Untuk itu dapat diantisipasi dengan
pemasangan plafond dan bukaan jendela yang cukup. Disamping itu, bahwa atap seng mudah
terjadi kondensasi khususnya dipagi hari. Untuk itu, konstruksi kayu yang ada dibawah harus
terlindungi benar dari kelembaban. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian cat atau ter dan
harus bisa bernafas artinya hawa udara senantiasa mengalir berputar dibawahnya. Pada
rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, dapat dikataka telah merespons terhadap kondisi
ini.
Sedangkan untuk elemen bangunan lain umumnya menggunakan material dari Kayu
sebagai struktur dan tali sebagai pengikat. Material kayu diketahui mempunyai kemampuan
pemantulan sekitar 60% - 40%.
g. Pola Penataan Hunian.
Pola penataan hunian dipermukaan wilayah hunian Maybrat, Imian, Sawiat, ini mengikuti
lereng perbukitan bagi wilayah perbukitan, dan mengikuti pesisir pantai bagi wilayah pesisir
atau ini bisa dikatakan bahwa masih semrawut dan tidak teratur. Tentusaja kondisi ini dapat
mempengaruhi tinggi rendahnya temperatur lingkungannya.
Pada rumah halit yang diteliti, setiap rumah di wilayah pegunungan lereng, tidak
memperhatikan jarak ruamah antara satu dengan yang lain tetapi bergantung pada pemilihan
lokasi, karena dipengaruhi oleh lereng, bukit dan tebing sehingga lokasi sebagai ukuran
utama penempatan bangunan. Sedangkan di wilayah pesisir pantai, memperhatikan
perbandingan yang seimbang antara luas lahan dan luas bangunan. Hal ini tentunya dapat
menjadi pendukung yang baik untuk mengontrol arah angin dan memanfaatkannya untuk
mengusir kelembaban dan panas dalam ruang.

A.2. Pengaruh Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah Tinggal Suku Maybrat,
Imian, Sawiat.

Hamah Sagrim 381


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Berdasarkan analisis dari hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan
hunian suku Maybrat, Imian, Sawiat, beserta lingkungan dan budayanya telah dapat merespon
terhadap pengaruh iklim tropis untuk mencapai kenyamanan thermal dalam bangunannya
sebagai berikut:
b. Pengaruh Sinar Matahari
Untuk menghindari sinar matahari langsung masuk ke dalam bangunan, maka dianjurkan
untuk memakai pelindung dari atap dan dinding. Namun dari hasil analisis dengan
menggunakan susunan path diagram, kulit yang ada belum cukup untuk melindungi kulit
bangunan dari sinar radiasi matahari. Sehingga masih membutuhkan pematah sinar
matahari dengan panjang tentunya. Sedangkan pemanfaatan cahaya matahari untuk
pencahayaan alami pada tiap rumah halit, hampir seluruhnya berfungsi dengan ketentuan
bahwa setiap ruang yang ada harus diberi lubang 2m-2,8m lubang bukaan/jendela.
Sementara dindingnya dari bahan kayu, dan kulit kayu, yang mempunyai celah. Dari
hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang
sisi bangunannya berorientasi pada utara selatan, pemanfaatan cahaya alaminya
memenuhi persyaratan besar intensitas cahaya yang dianjurkan. Sedangkan rumah yang
sisi panjang bangunannya berorientasi timur barat, pada jam 12.00 dan jam 14.00 nilai
intensitas cahayanya berada diatas ambang persyaratan maksimal. Jadi pada jam-jam ini
terjadi discomfort.
c. Pengaruh Temperatur Udara.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa rentang
temperatur yang terjadi pada rumah di daratan dan di peralihan, rata-rata tinggi.
Sedangkan rumah perairan laut menunjukkan kondisi temperatur yang berkisar sedang ke
rendah. Hal ini disebabkan karena dibidang daratan lebih panas dua kali lebih cepat dari
pada bidang air pada luas yang sama, dan bidang air kehilangan sebagian energi panasnya
karena penguapan. Disamping itu pola peletakan hunian diperalihan yang cenderung
padat tidak teratur menjadi penghambat aliran angin untuk mencapai jendela/bukaan,
sehingga perannya untuk menurunkan temperatur udara sangat kecil.

Hamah Sagrim 382


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

d. Pengaruh Hujan dan Kelembaban


Terhadap pengaruh hujan diatasi dengan pembentukan atap yang memadai. Hal ini
tentunya untuk mempercepat turunnya air hujan dari atap supaya tidak merembes masuk
kedalam rumah, disampin untuk ditampung sebagai persediaan air bersih sehari-hari
(khsus wilayah pesisir laut). Namun pada hunian perkampungan di Maybrat, Imian,
Sawiat, umumnya dibangun dengan bentuk atap pelana dengan sudut jatuh suram
menutupi sebagian badan/dinding rumah sehingga pengaruh hempasan hujan untuk
menembus dinding dapat terlindungi.
e. Pengaruh Pergerakan Udara
Kecepatan gerak udara sangat penting dalam usaha menciptakan suatu nilai kenyamanan.
Bila dilihat dari bentuknya maka perlu ditambahkan bukaan/jendela disetiap rumah
hunian suku Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga cukup memenuhi kriteria kenyamanan,
karena dengan bukaan yang ada bisa memanfaatkan udara sebagai penghawaan alami.
Namun pemanfaatan aliran angin melalui penempatan bukaan pada posisi yang tepat,
belum seluruhnya tercapai pada setiap rumah pesisir untuk kecepatan angin 0,1m/det
dengan arah angin miring terhadap lubang, bila bukaannya miring maka belum
memenuhi persyaratan, untuk kegiatan keluarga. Hal ini disebabkan karena perletakannya
berada pada daerah peralihan daratan dan perairan. Pergerakan udara didaerah peralihan
daratan dan perairan ini diketahui rata-rata 2-3, 1 km/jam. Sedangkan untuk
didaratan/pegunungan, pergerakan udara rata-rata 3,1 km/jam dan untuk diperairan laut
rata-rata 5.3 km/jam. Kecepatan udara diperalihan relatif kecil karena pola perletakan
huniannya cenderung pada dan tidak teratur, sehingga pergerakan udara terhalang ke
bangunan.
f. Kenyamanan Thermal Rumah Halit
Kondisi udara yang dirasakan nyaan mempunyai kombinasi dan temperatur kelembaban,
dan kecepatan angin. Kondisi tiap rumah Halit dalam sehari berada pada kondisi nyaman
optimal menurut kekondisian hangat kondisi nyaman optimal pada rumah tinggal suku
Maybrat, Imian, Sawiat, dapat disimpulkan berdasarkan pola perletakan hunian sebagai
berikut.

Hamah Sagrim 383


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

 Untuk perletakan hunian di daratan gunung. Kondisi kenyamanan optimal rata-rata


terjadi pada jam 18.00 – 08.00 pagi. Sedangkan pada jam 10.00 – 16.00 sore
beradadalam kondisi hangat.
 Untuk perletakan hunian di peralihan darat dan perairan laut. Kondisi nyaman optimal
rata-rata hanya terjadi pada jam 01.00 – 16.00 sore berada dalam kondisi hangat.
 Untuk perletakan hunian di perairan laut pada jam 18.00 – 08.00 pagi. Sedangkan
pada jam 10.00 – 16.00 sore berada dalam kondisi hangat.
Kondisi kenyaanan didarat dan diperairan laut sebenarnya kurang lebih hampir sama. Hal ini
disebabkan karena kelembaban di perairan laut lebih tinggi daripada didarat. Sedangkan rentang
temperatur berlaku sebaliknya, sehingga kondisi yang ditunjukkan dalam diagram olgyay berada
dalam kondisi tidak nyaman dan masih perlu ditoeransi dengan tambahan angin sekitar 0,5 – 1,5
m/det. Sedangkan untuk hunian yang berada di peralihan darat dan perairan laut masih
membutuhkan tambahan angin sekitar 1,5-1,3 m/det.

B. REKOMENDASI
1. Budaya Appabolang sebagai pedoman untuk medirikan rumah halit-mbol chalit, bukan
suatu aturan yang kaku, tetapi tetap berkembang mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Untuk itu, bentuk dan tampilan rumah tinggal suku Maybrat, Imian,
Sawiat, sebagai hasil budaya Appabolang dapat diadaptasikan dengan menambahkan
aspek-aspek perancangan yang merespon terhadap lingkungan alam tropis. Dengan
demikian, selain aspek teknis dan aspek kesehatan dapat lebih memenuhi persyaratan dan
aspek sosial budaya masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, dapat sesuai dan diterima.
2. Terhadap iklim, disarankan:
a. Untuk mengurangi radiasi matahari terhadap atap bangunan dan mengurangi efek
silau, penggunaan atap seng sebaiknya dilapisi dengan cat warna kemerahan (dapat
merefleksi panas 35%). Atau dengan menggunakan genteng asbes untuk
manggantikan seng. Karena genteng asbes selain tidak mudah berkarat, konstruksinya
ringan, mudah dipasang, cukup murah, dan tidak perlu khawatir terhadap proses
pembusukan seperti atap daun. Untuk mengurangi silau akibat pantulan air laut dan
terang langit, dapat diatasi dengan pembuatan pematah matahari, selain itu digunakan
untuk perlindungan dan pengaruh hujan. Panjang pematah sinar matahari disarankan

Hamah Sagrim 384


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

adalah sepanjang 1,2 m – 2 m dengan bentuk yang sesuai dengan jendela dan
kemiringan atap.
b. Perlu ada pemberian jarak pada bangunan untuk mendapatkan keteraturan tata letak
bangunan, hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek pengaliran udara yang baik
pada lorong-lorong antar rumah, serta untuk menurunkan kondisi kelembaban yang
sangat tinggi. Pola tata letak bangunan yang disarankan adalah berbaris membentuk
grid, supaya angin dapat dengan leluasa mencapai bangunan. Angin yang bertiup
sangat kencang tentu saja akan menjadi masalah. Jadi perlu ada usaha untuk
mengendalikannya. Misalnya dengan penahan-penahan angin seperti defletor-defletor
yang membelokkan arah angin menurut yang kita kehendaki dan bahkan dapat
dimanfaatkan terutama untuk mengusir kelembaban yang sangat tinggi. Solusi tepat
untuk menjembatani antara tiupan angin kencang yang sering terjadi di pantai dan di
lain pihak kebutuhan akan gerakan udara untuk mengusir tingkat kelembaban yang
sangat tinggi. Perlu juga diperhatikan mengenai pemanfaatan vegetasi yang dapat
tumbuh di wilayah pesisir pantai seperti pohon bakau, pohon palm, dan lain-lain
sebagai klimatologi kontrol, juga dapat memberi nilai estetika.
c. Pada prinsipnya pembangunan rumah diatas tiang-tiang (rumah panggung) adalah
suatu keputusan yang cukup bijaksana, apalagi bila bediri diwilayah pesisir pantai
dengan kondisi alam yang sangat keras. Disamping itu, pemakaian konstruksi ini
telah terbukti dapat mencapai suatu nilai kenyamanan yang diinginkan apabila
ditangani dengan cerdas. Untuk itu pada penelitian selanjutnya perlu dipikirkan suatu
aspek penanganan baik dan segi perencanaan maupun perancangan. Sesuai dengan
perkembangan pengetahuan dan teknologi. Tentunya untuk mendapatkan manfaat
semaksimal mungkin sehingga warisan budaya yang telah diwariskan oleh nenek
moyang kita tidak punah, bahkan akan menampilkan jati diri bagi perkembangan
arsitektur di Indonesia.
d. Selain itu, untuk menghindari kelembaban dan memberikan kehangatan dalam ruang,
dianjurkan untuk setiap bukaan-bukaan, overstek, ventilasi perlu dilapisi dengan senat
(semacam anyaman dari kulit pelepah sagu). Karena menurut penelitian kami, senat
mampu mengembalikan suhu yang hangat pada ruang thermal yang dingin dalam
waktu ± 2 jam untuk ukuran bangunan 7-10 meter persegi.

Hamah Sagrim 385


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

USULAN KONSEP REDESAIN/REKOMENDASI

Gam
bar:

Tam
pak
Depa
n
bent
uk
redes
ain/
Reko
men
dasi

Hamah Sagrim 386


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gam
bar:

Tam
pak
samp
ing
kiri
bent
uk
redes
ain/r
ekom
enda
si

Hamah Sagrim 387


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gam
bar:

Tam
pak
samp
ing
kana
n
bent
uk
redes
ain/r
ekom
enda
si

Hamah Sagrim 388


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Ga
mb
ar:

Ta
mp
ak
bel
aka
ng
ben
tuk
red
esai
n/r
eko
me
nda
si

Hamah Sagrim 389


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

KONSEP DASAR DAN TURUNANNYA/REKOMENDASI

TRADISIONAL MODEREN

Gambar:
Gambar: Redesign Denah Dari bentuk Tradisional ke-
Denah Tradisional bentuk moderen

Gambar: Gambar:
Tampak Depan bentuk tradisional Redesign Tampak Depandar bentuk
tradisional ke- bentuk moderen

Hamah Sagrim 390


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Gambar:
Tampak samping kiri bentuk Redesign Tampak samping kanan dari
tradisional bentu tradisional ke-bentuk moderen

Gambar: Gambar:
Tampak samping kiri bentuk Redesign Tampak samping kiri dari
Tradisional tradisional ke- bentuk Moderen

Hamah Sagrim 391


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Gambar: Gambar:
Tampak Belakang bentuk Redesign Tampak Belakang dari
Tradisional tradisional ke-bentuk moderen

Struktur bentuk redesign kepala ornament dari tradisional menjadi bentuk moderen. Jenis
ornament tersebut adalah rahang Babi dan Rahang Rusa, yang selanjutnya dikembangkan
menjadi bentuk moderen dengan mempertahankan bentuknya sebagai dasar aliran. Untuk bentuk

Hamah Sagrim 392


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

moderen telah dimodifikasikan sedemikian sehingga tampaklah suatu nilai estetika, dan karena
pertimbangan estetika maka dibentukkan sedemikian. Nilai yang terkandung pada ornament ini
adalah kebesaran seseorang.

Bentuk pengadopsian sisa kayu yang diambil dari kepala burung kakatua putih yang diadopsikan
menjadi ornament pada bangunan arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat.

Bentuk dan redesain tidak harus kaku dengan menggunakan bahan kayu, tetapi dapat di kembangkan
menjadi rumah moderen dengan bahan konstruksi beton tanpa meninggalkan gaya dan bentuk serta nilai-
nilai aslinya.

Hamah Sagrim 393


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Garis anak panah diatas yang dihubungkan antara rumah tradisional ke rumah moderen
menunjukkan bentuk-bentuk bangunan dan aliran yang di-redesign menjadi bentuk moderen
dengan gayanya yang tetap khas.
Gambar listplank yang
diadopsikan dari bekas
kaki kepiting yang
dikembangkan menjadi
aliran arsitektur Maybrat,
Imian, Sawiat.

Hamah Sagrim 394


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

ALTERNATIF PEMECAH ANGIN/REKOMENDASI

Kisi-kisi kayu
pengontrol
angin

Jendela dengan defektor-


defektor yang dapat
mengontrol angin kencang

Lantai Papan

Hamah Sagrim 395


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

LAMPIRAN GAMBAR

GAMBAR RUMAH TRADISIONAL DARI ZAMAN PRASEJARAH


HALIT – MBOL CHALIT/LAMPIRAN

Hamah Sagrim 396


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

GAMBAR
RUMAH BERSALIN DAN RUMAH SEMI MODEREN/LAMPIRAN

GAMBAR
RUMAH NELAYAN/LAMPIRAN

Hamah Sagrim 397


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

GAMBAR
BENTENG PERTAHANAN SNEK DAN ASRAMA WANITA/LAMPIRAN

GAMBAR
KEMAH TABERNAKEL K’WIYON-MBOL WOFLE/LAMPIRAN

Hamah Sagrim 398


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

GAMBAR
KOLOUM OMPAK HAFOT/LAMPIRAN

GAMBAR
PERAHU NELAYAN/LAMPIRAN

Hamah Sagrim 399


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

GAMBAR
PERLENGKAPAN BUSANA DAN PERLENGKAPAN UPACARA ADAT/LAMPIRAN

Hamah Sagrim 400


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

A
Aám : Koba-Koba, Payung tradisional hasil Teknologi Sederhana Orang Maybrat, Imian,
Sawiat, yang dibuat dari bahan Daun Pandanus dan tali. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Aban : Ular. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Afỉ : Atap, Penutup rumah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ain : Tifa. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Aken : Perahu, Kole-kole, Sampang. Dalam sebutan bahasa lokal suku May ithe – Maybrat.
Anu : Kamu, Kalian. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Appabolang : Budaya yang lahir berdasarkan kebutuhan, adat istiadat dan pengaruh lingkungan.
Istilah antropologi.
Ara : Kayu, Pohon, Pepohonan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ayamaru : Nama Sebuah Distrik yang didiami oleh Sub Suku Bangsa Maybrat. Anak suku yang
mendiami Distrik ini adalah Maybrat dan May Ithe, Letaknya di bagian kepala burung Pulau
Papua, dan termasuk kabupaten Maybrat (Bagian Selatan Kabupaten Sorong). Suku Bangsa ini
merupakan Sub Suku dari Suku bangsa Bonberai.
Aitinyo : Nama sebuah Distrik yang didiami oleh sub suku bangsa Maybrat. Anak suku yang
mendiami Distrik ini adalah May Ithe dan May Maka. Letaknya di bagian kepala burung pulau
Papua, termasuk Kabupaten Maybrat (Bagian Selatan Kabupaten Sorong). Suku ini merupakan
anak suku dari Sub Suku bangsa Maybrat, Suku Bangsa Bonberai.
Aifat : Nama Sebuah Distrik yang didiami oleh Sub Suku Bangsa Maybrat. Anak suku yang
mendiami Distrik ini adalah May Maka dan Meyah. Letaknya di bagian kepala burung pulau
Papua, termasuk Kabupaten Maybrat (Bagian Selatan Kabupaten Sorong). Suku ini merupakan
anak suku dari sub suku Bangsa Maybrat, Suku Bangsa Bonberai.
Ait : Dia Laki-laki. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Al-Quran : Kitab Suci Umat Muslim.
Apologi : Pengampunan. Dalam istilah Teologia Kristen.
Ara : Kayu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

Hamah Sagrim 401


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Ara magỉ : Ampas Kayu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ara Mair : Bandar Pohon. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ara Malák : Kulit Kayu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ara So : Cabang Kayu yang berbentuk Y biasa digunakan untuk Kolum Rumah. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Asẽr : Tiang utama Penyangga Tungku api. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ayá : Air, Sungai. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Aya Maám : Tepian Sungai, Pesisir Sungai/Laut, Pinggiran sungai/laut. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.

B
Bakit : Sebutan Kepada Wanita Muda. Dalam bahasa lokal suku Maybrat.
Bám : Kapak. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Barit : Tangga. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Beta : Semua, Keseluruhan, Tak satupun. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Biblikal : Berkaitan dengan Alkitab.
Bofan : Upacara Penamaan, Tata cara pemberian nama dalam tradisi orang Maybrat, Imian,
Sawiat. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Bo tohỏ : Hal yang Baru, Mujizat, Kejadian Baru, Sesuatu yang baru, Pengalaman baru. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Bobot : Bangsawan, Kaum borjuis, Keturunan Berdarah biru, Keturunan Ningrat. Dalam bahasa
lokal suku Maybrat.
Bogonjong do : Arsitektur tradisional Sumatera Barat Indonesia
Bohrá : Halaman Rumah, Kintal disekeliling Rumah, Pekarangan Rumah. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Bohlát : Pembayaran Denda. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Bohra Mnẽ : Halaman Luar, Kintal diluar rumah, Pekarangan diluar rumah. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Bomit : Tempat Persembunyian berupa bangunan rumah, maupun Gua-gua. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Bomná : Ceritera Rakyat, Sejarah, Kisah ceritera. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

Hamah Sagrim 402


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Bonberai : Sebutan Nama Suku Besar utama yang mendiami Pulau Papua. Suku Bangsa ini
mendiami bagian kepala burung hingga leher pulau Papua. Menurut klasifikasi filum bahasa
yang diklasifikasikan oleh ahli antropologi dan ahli linguistik 1982.
Bonout : Pemikiran, isi hati, Perasaan, Rencana, Tujuan. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Bo kaỉn : Tali yang digunakan untuk menjahit dari bahan serat Kulit kayu. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Botgif : Firman, Kata-kata Nujum, Kata-kata santet, Kata-kata Mantra. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.
Bonout aro hahayah : Pemikiran yang berbeda, Ide lain, Pemikiran lain, Rencana lain. Dalam
Sebutan Bahasa lokal suku Maybrat.
Bo Ro Nnoủt : Barang yang diingat, Hal-hal yang diingat, Pemikiran, Daya Khayal, Imajinasi,
Rencana. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Bo snyuk : Hal khusus, Rahasia, Berkaitan dengan Kausal, Sumpah Pribadi, Janji Khusus.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Boyi : Pembayaran Maskawin. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Brỏn : Bambu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
B’sioh : Tarian Tradisional suku Maybrat, Imian, Sawiat, Tari Ular, Tumbu Tanah. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Bta-Btá : Palem Hutan yang membentuk pohon Pinang. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.

C
Cekokan : Tekanan atau ide – ide dari pihak lain
Chlen : Burung. Dalam sebutan bahasa lokal Suku Sawiat, Imian.
Comvergence : Satuan Gelombang yang berpusat pada satu titik. Dalam istilah Ilmu Geografi.

D
DAS : Daerah Aliran Sungai. Dalam istilah Ilmu Geografi.
Divergence : Penyebaran Gelombang ketika mendekati semenanjung. Dalam istilah Ilmu
Geografi.
Dogmatic : Semacam Doktrin Iman.

Hamah Sagrim 403


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

E
Ex Nihilo : Berkaitan dengan Kekosongan, Ketiadaan, Penjadian.

F
Farokh : Selokhi, Mangkuk, Tempayan Minuman yang diraut dari kayu. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.
Mfẽ : tidak, belum, tidak ada, belum ada. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Fetỏ : Begitu, sedemikian, seperti begitulah. Dalam sebutan bahasa lokal Maybrat.
Fijoh Malák : Kulit kayu dari Pohon dalam bahasa lokal disebut Fijoh atau termasuk keluarga
“Cofasuss SP”
Finyá : Perempuan, Wanita, (kata ini bisa sebagai kata ganti menunjukkan orang tunggal dan
jamak). Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Finya Mabe : Ibu Melahirkan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Finya Mgiár : Pendidikan Tradisional Orang Maybrat, Imian, Sawiat, pada zaman Prasejarah
yang Khusus untuk Wanita.
Flet bo : Berfilsafat. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Fra Habáh : Pecahan Batu, Bagian Lain dari Batu yang dipecahkan. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.
Fra Mán : Batu Tajam, Bagian Batu yang Tajam. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

G
Ginyáh : Kecil, bayi, anak-anak, masih muda, belum cukup umur. Dalam sebutan bahasa lokal
suku Maybrat.
Gitaut : Cawat, Cedaku, Busana Tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, mula-mula yang
terbuat dari kulit kayu kemudian digantikan dengan Kain. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Gu ano : Sebutan Kepada Wanita bujang. Dalam sebutan bahasa Maybrat fersi May Maka.
Gu mbỉt : Pusat/Pusar Bayi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

H
Habán : Kalung, Manik. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Hafot : Tiang Pancang, Tiang dengan Ompak, Koloum Induk, dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.

Hamah Sagrim 404


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Halelem : Pohon/Kayu yang serat kulitnya digunakan sebagai tali/benang dalam meramu noken
dan payung tradisional. Dalam sebutan bahasa tradisional suku Maybrat.
Halit Myi : Rumah gantung atau Rumah yang dibangun dengan ukuran tinggi bahkan ada yang
dibangun diatas pohon yang rindang dan tinggi. Sebutan dalam bahasa lokal suku Maybrat.
Halit Wyán : Rumah Kebun. Atau bangunan rumah yang khusus dibangun hanya di kebun yang
fungsinya sebagai tempat menginap pemilik kebun. Dalam sebutan bahasa suku Maybrat.
Hafot : Kolum. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Hafot Ra Matẽ : Kolum Cincang. Kayu yang dicincang oleh para tukang bangunan sebagai
kolum bangunan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Hafot Ra Matỉ : Kolum yang ditanam. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Hatik : Koba-koba, Payung tradisional hasil teknologi sederhana Orang Maybrat, Imian, Sawiat,
yang dibuat dari bahan daun Pandanus dan Tali. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian,
Tehit.
Hita gát : Daun Kering. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Hlambra : Parang Kuno yang dibuat dari bahan logam yang didagangkan dari daerah dongsong
Vietnam Utara, dianggap sebagai Parang Pusaka dan digunakan sebagai perlengkapan upacara
ritual/adat. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Homiletik : Pola Pendidikan Berasrama, Tertutup. Dalam istilah Teologia Kristen.
Honai : Arsitektur Tradisional suku Dani Papua Indonesia
Hrỉ : Dinding Bangunan dari Kulit Kayu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat

I
Imian : Nama sebuah Anak Suku dari Sub Suku Bangsa Tehit, Suku Bangsa Bonberai. Suku ini
mendiami daerah Imian. Kabupaten Sorong Selatan. Letaknya dibagian Selatan Kabupaten
Sorong dan dibagian Barat kabupaten Sorong Selatan.
irỏ : Dosa. Dalam Sebutan Bahasa lokal suku Maybrat.
Isỉt : Teras Rumah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Isrá : Gua, Lubang batu, Tempat yang Berbentuk ceruk-ceruk oleh batu. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.
Istỉ : Hukum adat/komunual orang Maybrat, Imian, Sawiat. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.

J
Hamah Sagrim 405
ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Joglo : Arsitektur Rumah tradisional jawa indonesia

K
Kaỉn : Penutup Atap yang diambil dari sejenis Tumbuhan Pandanus SP. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.
Kajang : Rumah diatas Perahu. Istilah yang diberikan oleh ahli antropologi asal Belanda dan
Swedia 1950-an, yang menyebutkan bahwa perahu nelayan di pulau New Guinea yang dibagian
atasnya dibangun rumah disebut perahu kajang/khanjang.
Katár : Balok Pemikul. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Katektik : Pelajaran, Ajaran Injil, Firman. Dalam istilah Teologi Kristen.
Kayah Hafỏt : Lubang yang digali untuk mendirikan kolum. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Kbe : nanti akan terjadi/tidak terjadi, nanti akan datang/tidak datang dll. Menunjukkan hal yang
akan dan tidak akan terjadi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Krẽ : Palang, Batasan, Tutupan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Kre Finyẽ : Palang/Batas Wanita. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Kre Ra Smẽ : Palang/Batas Pria. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Krirás : Didinding Rumah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Krombỉ : Sejenis Musik tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang bentuknya seperti Biola
dengan alat gesek/dawai. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Koti : Menjemur, Mengeringkan, Mengawetkan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Kukek : Anak-anak, orang muda, bayi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Kusia Habáh : Pecahan Botol, Beling, Pecahan Kaca. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.

M
Mafir Hrỉ : Membuat dinding, Memasang dinding dengan bahan kulit kayu. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Makah : Membawa, Mengantarkan Sesuatu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mama : Mereka sedang Datang/Menuju kita, Dia Perempuan Datang/menuju kita. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mamủr : Gelap Gulita. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

Hamah Sagrim 406


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Maná : Kepala Wanita, Kepala Hewan, Bagian depan (Kendaraan, Perahu, Kapal). Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mato/ỏ : Ruang Dalam, Pintu, bolong, lubang. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Masủf : Tengah, Pertengahan, Ditengah-tengah, Sentral, Pusat. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Mase/ẽ : Besar, Banyak. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Massive Man : Orang yang hidupnya suka berperang. Orang yang masinh hidup pada zaman
batu. Lihat kamus ilmiah populer fersi inggris.
Mati hafỏt : Menanam Tiang Kolum. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Maut Hdán : Upacara Ritual dalam tradisi Orang Maybrat, Imian, Sawiat.
Maut Shaflá : Upacara Ritual dalam tradisi orang Maybrat, Imian, Sawiat.
Maut wláh : Upacara Ritual Untuk Pengakuan Dosa. Dalam tradisi orang Maybrat, Imian,
Sawiat.
Maybrat : Nama sebuah Sub Suku Bangsa dari Suku Bangsa Bonberai. Suku ini mendiami
wilayah Maybrat. Anak suku dari suku ini adalah Maybrat, May ithe, May maka, meyah. Suku
ini mendiami wilayah bagian selatan kepala burung Pulau Papua.
May Ithẽ : Nama Sebuah Anak Suku dari Sub suku Maybrat, Suku bangsa Bonberai. Suku ini
mendiami wilayah Maybrat, wilayah bagian selatan kepala burung Pulau Papua.
Mbiji aám : Proses Membuat ukiran/aliran bentuk sebagai Estetika pada Payung. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Mban Ra sme : Memberikan dukungan kepada laki-laki, Sebagai wanita yang menunjang
suami. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mber wiyỏn : Aktivitas Pendidikan Insisasi wiyon-wofle, Mendidik, Menasehati, Membimbing.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat
Mbol : Perumahan, Gedung, Apartemen, Hotel, Bangunan Moderen, Mall, Benteng Pertahanan,
Bangunan Utama rumah hunian moderen. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Mbol Chalit : Rumah Gantung, Rumah yang ukuran struktur Kolumnya tinggi, rumah yang
dibangun diatas pohon tinggi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Mbol Chalit Tein : Rumah Kebun, bangunan yang dibangun khusus dekat kebut untuk dihuni
atau sebagai tempat peristirahatan sementara oleh petani. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Sawiat, Imian.

Hamah Sagrim 407


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Mbol Chonon : Rumah Bersalin, Rumah khusus ibu dan anak. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Sawiat, Imian.
Mbol Se : Rumah Nelayan, bangunan yang berdiri disepanjang pesisir sungai. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Mbol Nandla : Asrama Putra, Rumah bujang Laki-laki. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Sawiat, Imian.
Mbol Nangli : Asrama Putri, Rumah bujang perempuan. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Sawiat, Imian.
Mbol Wofle : Gereja, Masjid, Vihara, Kemah Suci, Bait Allah, Sekolah, Kampus, Universitas.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Mbou : Keramat, Mistik, Ghaib, Tidak tertandingi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Meti : Melabuhkan Kapal di dermaga atau laut, Menemukan orang yang dikejar. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Meru : Arsitektur Tradisional Bali Indonesia
Meyáh : Nama Sebuah Anak Suku dari sub suku Maybrat, Suku Bangsa Bonberai. Suku ini
mendiami wilayah Maybrat, wilayah bagian selatan kepala burung Pulau Papua.
Mhre : Duduk. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mhoh Biaỏh : Mengejar Penjahat, Memburu Musuh. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Minyan : Parang. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Misioh : Memperbaiki, Menservice yang rusak menjadi baru, Meluruskan, Memperjelas. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Misiologi : Misi/Perjalanan/Sasaran/Program Gereja/Penginjilan. Istilah Teologi.
Miwyah aám : Proses Pengawetan daun Pandanus untuk selanjutnya diramu menjadi Payung.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mjiẽn : Tidur, berbaring. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mkeỉr : Tidak bagus, Tidak estetis, Tidak Indah, Tidak Menarik, Tidak Baik, dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Mkes Afỉ : Memasang Atap. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mof : Baik, bagus, indah, menarik, estetis, dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mnout : Dia Perempuan Mengingat, Mereka Mengingat. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.

Hamah Sagrim 408


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Morse : kode, tanda. Istilah dalam ilmu perang. Lihat pula istilah-istilah Pramuka.
M’syá : Dengan, Bersamaan, Terbalik ke bawah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
M’syien Rmah : Membuat/Memasang Lantai. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat
Mti : Malam, Petang. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
M’twỏk : Memasuki, Mendekati. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mwi bowỉ : Sejenis Tarian Tradisional Orang Maybrat, Imian, Sawiat, Bernyanyi, Pujian. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Mwohat Ohát : Membuat Tungku Api. Dalam sebutan Bahasa Lokal suku Maybrat.

N
Nangli : Sebutan kepada Wanita Muda. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian, Tehit.
Na : Sebutan yang menunjukkan Orang atau Manusia (kata ganti tunggal, menunjukkan orang
banyak atau sebagai kata jamak) dalam bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Na Wofle : Pendeta, Pator, Kiai, Biksu, Guru, Penasehat, Penginjil. Dalam sebutan bahasa lokal
suku Sawiat, Imian.
Nawe : Bilang, Mau, Kepingin, Bertekad. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’bỏ : Engkau Pegang (Kata ganti orang tunggal). Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’fibo : Engkau/Anda Seperti/Bagaikan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’mát : Engkau/Anda Melihat. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’rỏs : Berdiri. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’sgi : Engkau Mendirikan Rumah, Engkau Membangun Rumah (Kata ganti orang Tunggal).
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’sỏk : Memilih, Memilah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
N’truk : Engkau/Anda Masuk/Memasuki. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Nuủt : Kamu Naik, Kamu Memanjat, Kamu Mendaki, Kamu Tutupi/menutup. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
N’yiỏ : Engkau, Anda. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

O
Ohát : Tungku Api, Tempat untuk memasak. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Oỏ : Tempat, Daerah, Wilayah, Areal. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

Hamah Sagrim 409


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Omni science : Maha Mengetahui.


Omni Present : Maha Berada.
Orỏn : Sebutan Kepada Tuhan Allah Bapa. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

P
Pastoral : Kependetaan, Berkaitan dengan Pelayanan Keluarga. Istilah dalam Teologia Kristen
Plural : Multi Dimensi, Berfariasi, Multi etnic, Multi cultural.

R
Raá : Sebutan yang menunjukkan Orang atau Manusia, (kata ganti tunggal menunjukkan orang
banyak atau sebagai kata jamak) dalam bahasa lokal sub suku Maybrat. Kabupaten Maybrat.
Raá ỉn : Orang tidak berpendidikan, Buta Aksara, Manusia Fana, Orang yang penuh dengan
Dosa. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Raá Kinyáh : Rakyat, Masyarakat biasa, bukan bangsawan. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat, Imian, Sawiat, Tehit.
Raá Mabỉ : Orang Tua, Petuah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Raá Mbẽr : Pelajar, Orang terdidik, Kaum Berpendidikan. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Raá Waỉt : Orang Kepunyaannya, Rakyatnya, Pengikutnya. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Raá Wiyỏn : Pendeta, Pastor, Ustat, Biksu, Guru, Penasehat, Penginjil, Guru Jemat. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Rae Sawán : rakyat kecil, masyarakat, orang bukan bangsawan. Dalam Bahasa lokal anak suku
May Maka (daerah Karon, Mare).
Refraction : Pembiasan Gelombang. Dalam istilah Geografi.
Reto : Yang itu. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Riof kanyá : Keserasian, Kebahagiaan bersama, berkaitan dengan kebahagiaan orang banyak.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Rmáh : Lantai. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ro : Yang. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Rotỏ : Lain, Tidak Sama, Tidak sesuai, Berbeda.
Rủ : Sebutan Burung dalam bahasa lokal Suku Maybrat. Kabupaten Maybrat.

Hamah Sagrim 410


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

S
Safáh : Taring Dari Ular Naga yang dijadikan sebagai bahan perhiasan/manik/kalung. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Safỏm : Hutan Belantara, berkaitan dengan alam hutan. Sebutan dalam bahasa lokal suku
Maybrat.
Sah : Pisau. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Sala : Api. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian, Tehit.
Samủ : Perumahan, Gedung, Hotel, Bangunan Megah, Rumah Moderen.
Samu Krẽ : Rumah Bersalin atau rumah untuk Ibu yang melahirkan. Dalam sebutan bahasa
suku Maybrat.
Samu Matỏ : Ruang Dalam (interior) dalam sebutan bahasa lokal Suku Maybrat.
Samu Sirẽt : Gedung Pertemuan, Gedung Upacara, Rumah Berkumpul. Dalam sebutan bahasa
lokal suku Maybrat.
Samu Snẽk : Benteng Pertahanan, Rumah Persembunyian. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Samu Mambỏ : Rumah Nelayan, Rumah Pesisir, Bangunan yang berdiri di pesisir sungai.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Samu Kusmẽ : Asrama Putra, Rumah khusus laki-laki bujangan. Dalam sebutan bahasa lokal
suku Maybrat.
Samu Kuanỏ : Asrama Putri, Rumah khusus wanita Bujangan. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Samu K’wiyon : Rumah Suci, Gereja, Masjid, Vihara, Tabernakel, Kemah, bait Allah, Sekolah,
Kampus, Universitas. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Sana Wiyỏn : Menguji Murid, Memberi Ujian, Memberi Ulangan Kepada Murid. Dalam
sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Sawiat : Nama sebuah Anak Suku dari Sub Suku Bangsa Tehit, Suku Bangsa Bonberai. Suku ini
mendiami daerah Sawiat. Kabupaten Sorong Selatan. Letaknya dibagian Selatan Kabupaten
Sorong dan dibagian Barat kabupaten Sorong Selatan.
Sbỉs : Menjahit. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
seỉ : Biasa, Saja, Cuma. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ses : Rotan Jenis Besar, sering disebut rotan Jawa. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

Hamah Sagrim 411


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Sfa : Gunung, Orang yang hidup dibagian Pegunungan, Orang Gunung. Istilah dalam sebutan
bahasa lokal suku Sawiat, Imian, Tehit.
Singular : Tunggal, Satu, Perorangan.
Smẽ : laki-laki. Ra sme: Dia laki-laki, orang Laki-Laki. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Smỉ : Bermimpi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat
Snẽh : Kalem, Lembah lembut, Halus, Tidak Kasar. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Snyủk : Khusus, Pribadi, rahasia. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Sỏf : Gording. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Sogỉ : Parang. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat
Soh : Bila Mana, Apabila, Jikalau. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Soủ : satu, tunggal, bersama, tidak terpisah-pisah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Srah : Palem Hutan yang jenis pohonnya kecil biasanya digunakan sebagai bahan lantai rumah.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Srẽ : Salah, Meleset, Tidak Tepat, Keluar dari aturan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat
Sủ : Bersama-sama. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Sui generis : Generasi, Perasaan Menyeluruh
Sum Kafir : Nama Kafir, Nama yang tidak dibabtis. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Sủr : Sebutan Umum untuk Kayu (Tiang, Balok, Nok, Reng, Usuk, Gording dll). Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Swỉr : Balok Sokong, Balok Pengikat angin. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

T
Tabám : Tanah, Negeri, Lembah, Negara, Benua, Daerah. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Tafỏh : Api. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Tagi : Penguasa Alam Air, Roh Halus yang Berada di Air/Sungai sehingga sungai tersebut
dianggap keramat/mistik. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Tarỏ : Stadion, Arena Pertunjukkan, Gedung Olahraga, Gelanggang Olahraga. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Tbỉl : Bambu yang berwarna Kuning/Bambu Cina. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Tfỏ : Pisau. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

Hamah Sagrim 412


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tgif : Membaca Firman, Membaca Mantera, Membaca Nujum. Dalam sebutan bahasa lokal
suku Maybrat.
Ti Manáf : Bubungan Atap, Bagian Kepala Rumah. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Tin : Antin. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Tmáh : Kapak. Dalam sebutan bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Tná : hal/sesuatu/kejadian baru, lalu, terus, selanjutnya. Dalam sebutan bahasa lokal suku
Maybrat.
Tongkonan : Arsitektur tradisional Toraja Indonesia
Toỏ : Rotan, Tali, Ikatan, Pengikat. Sebutan dalam bahasa lokal Suku Maybrat.
Tokẽ : Tifa yang ukurannya kecil. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Trẽf : Alat Gesek/Dawai Biola. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Truk : Masuk, Kedalam. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Turáf : Gaba-gaba. Tangkai dari sagu yang difungsikan sebagai bahan penutup dinding
Bangunan. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Twỏk : Masuk, Memasuki. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.

U
Undagi : Manusia terampil. Dalam istilah ilmu Antropologi

W
Waná : Punya Mereka, Kepunyaan Mereka. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Wanủ : Kita, Kitorang. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat
Watá : Sero, Bubu, Alat penangkap ikan, udang, hasil teknologi sederhana orang Maybrat,
Imian, Sawiat. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Watủm : Nasehat, Firman, Kata bijak. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Waỹ : Taring Babi. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Wiyỏn : Sebutan Kepada Tuhan, Allah. Dalam bahasa lokal suku Maybrat.
Wiyon Tná : Murid, Pelajar, Mahasiswa. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Wofle : Sebutan kepada Tuhan, Allah. Dalam bahasa lokal suku Sawiat, Imian.
Wyák : Perahu, Kole-Kole, Perahu Sampang. Dalam sebutan Bahasa lokal suku Maybrat

Hamah Sagrim 413


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Yhár : Dia (laki-laki) mengetahui, mengenal, menguasai, menjiwai. Dalam sebutan bahasa lokal
suku Maybrat.
Yhoủ : Dia Laki-laki berada, Dia Laki-laki Bertahta, Dia Laki-laki Berdiam, Alamat orang Laki-
laki. Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Yhrẽ : Dia Laki-Laki Duduk, Dia Laki-Laki Menjabat pada Jabatan, Dia laki-laki Menempati.
Dalam sebutan bahasa lokal suku Maybrat.
Ytah kỏn : Tidak lulus, Gugur dalam Ujian, Tidak berhasil dalam pendidikan. Dalam sebutan
bahasa lokal suku Maybrat.
Ytos guawẽ : Memelihara anak terlantar, Mengasuh anak terlantar. Dalam bahasa lokal suku
Maybrat.

DAFTAR PUSTAKA

Hamah Sagrim 414


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

“Juhana” Arsitektur dalam kehidupan Masyarakat → Bendera 2001


”Mansoben”sistem kepemimpinan pria berwibawa di Irian Jaya→ www.leden.edu.id
Breen, Ann. & Rigby, Dick. (1994): Waterfront- Cities reclaim their edge. New York: Mc. Graw
hill.
Campel, Craig,S. (1982): Water in landscape Architecture. New York: Van Nostrad Reinhold
Company.
Hardiman, Gagoek (2000) Peranan ruang terbuka hijau dalam peningkatan kualitas udara di
perkotaan pada daerah tropis. Semarang. JAFT .
Lippsmeier, Georg (1994); Tropenbau Building in the Tropics. Muenchen: Verlag Georg. D.W.
Callwey.
Pomanto, Danny. (2004) Bahan presentasi RTRW Kota Makassar 2005-2015. Makassar:
PT.Dann Bintang GR.
Susilo, Hendropranoto. Pryanto, Totok. (1993): Perkembangan Waterfront di Perkotaan. Majalah
Sketsa 9 Mei 1993. Universitas tarumanegara, hal;13.
Takeo, Kondo .(1991): Perspektif- Waterfront. Tokyo: Chiyodaku.
Torre, L, Azeo. (1989). Waterfront Development. New York: Van Nostrand Reinhohld.
DR-.Ing.Ir.Gagoek Hardiman. Sekretaris Progam Doktor Arsitektur dan Perkotaan. Program
Pasca Sarjana. Undip. Jl.Imam Bardjo SH. No 3. Telp: (024)8412261, 8412262 FAX:
(024)8412259: Email: S3archurb_undip@yahoo.com.

Hamah Sagrim 415


ARSITEKTUR HALIT-MBOL CHALIT

Tentang Penulis
Hamah sagrim, lahir di lembah perbukitan Hamah Yasib, di daerah
perkampungan Sauf-Kanisabar wilayah Maybrat, West Papua,
Indonesia. Anak kedua dari empat bersaudara, Jeri, Itas, dan Desi.
Orang tua ayah Nixon Sagrim dan ibu Marlina Sesa. Hamah dikenal
sebagai seorang pendiam sabar dalam segala kekurangan dan
kelebihannya dengan prinsip hidupnya “uang dan harta duniawi
tidak aku punya, tetapi aku memiliki Talenta luarbiasa dari Tuhan”.
Catatan prestasi :
Juara II Sayembara Arsitektur, tingkat Mahasiswa arsitektur Asia – Pasifik, 2003. menerima
penghargaan dan sertifikat internasional oleh Evangelis Eksplotion internasional Malang Indonesia,
2004. Menjabat sebagai Koordinator Pelajar Arsitektur Asia-Pasifik Region II Indonesia tengah DIY,
2006. Menerima Penghargaan sebagai salah satu Mahasiswa berprestasi dalam penilaian Tahunan
Mahasiswa Kristen DIY, 2007. Menjabat sebagai Direktur Program LSP DIY, 2007. Menerima
Penghargaan dan sertivikat dalam Konferensi Asia Afrika di Mindanao Philipines, dalam karya
penelitiannya yang mengungkapkan Umur Penghuni di pulau Papua, 2009. Member of
International Working Group for Asia Afrika to Globalized (IWG) sekarang. Menjabat sebagai
sekretaris IKMAPAS Surabaya, rangkap ketua, 2005. sebagai anggota GMNI 2005, dan GMKI 2007.
Menjabat sebagai pendiri dan Sekretaris Umum LIP, DIY 2009. peneliti tamu di YPR DIY. Sebagai
Anggota Team Perumusan Metode Belajar Nusantara pada 2006, bersama DIKTI. Seorang Penulis
dan Peneliti Lepas yang fokus meneliti dan menulis tentang budaya Papua. Sebagai pembicara pada
seminar – seminar nasional dan internasional baik didalam Negeri dan diluar Negeri, dan masih
banyak prestasi yang diperolehnya. Saat ini masih aktif sebagai mahasiswa Teknik Arsitektur di
Universitas Widya Mataram Yogyakarta.

Hamah Sagrim 416

Anda mungkin juga menyukai