Anda di halaman 1dari 3

Jan 2, '08 3:22 AM

MENGENAL TEORI KONSTRUKTIVISME for everyone


oleh : Ahmad Faqih

Pengantar
Lebih dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori konstruktivisme
sehingga banyak negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik
pendidikan mereka, bahkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul
Suparno dalam “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan” mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme
dalam praktik pendidikan. Berikut ini adalah intisari buku tersebut, sekiranya bisa bermanfaat bagi para pendidik dan
orangtua.

Apakah itu?
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan
(konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia
kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan
membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.

Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme
menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan
perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa.
Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang
pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai. 
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.
Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam
proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.

Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya
dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan
lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan
tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu,
manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan
menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan
selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:

1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami
perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-
kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya
menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan
pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari
disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

Bermakna dan Menghafal


Menurut Ausubel, ada dua macam proses belajar yakni belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna
berarti informasi baru diasimilasikan dalam struktur pengertian lamanya. Belajar menghafal hanya perlu bila
pembelajar mendapatkan fenomena atau informasi yang sama sekali baru dan belum ada hubungannya dalam
struktur pengertian lamanya. Dengan cara demikian, pengetahuan pembelajar selalu diperbarui dan dikonstruksikan
terus-menerus. Jelaslah bahwa teori belajar bermakna Ausubel bersifat konstruktif karena menekankan proses
asimilasi dan asosiasi fenomena, pengalaman, dan fakta baru ke dalam konsep atau pengertian yang sudah dimiliki
siswa sebelumnya.

Berlandaskan teori Piaget dan dipengaruhi filsafat sainsnya Toulmin yang mengatakan bahwa bagian terpenting dari
pemahaman manusia adalah perkembangan konsep secara evolutif, dengan terus manusia berani mengubah ide-
idenya, Posner dkk lantas mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan teori perubahan konsep. Tahap
pertama dalam perubahan konsep disebut asimilasi, yakni siswa menggunakan konsep yang sudah dimilikinya untuk
menghadapi fenomena baru. Namun demikian, suatu ketika siswa dihadapkan fenomena baru yang tak bisa
dipecahkan dengan pengetahuan lamanya, maka ia harus membuat perubahan konsep secara radikal, inilah yang
disebut tahap akomodasi.

Tugas pendidikan adalah bagaimana dua tahap tersebut bisa terus berlangsung dengan terus memberi tantangan
sehingga ada ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada. Praktik pendidikan yang bersifat hafalan seperti yang
selama ini berlangsung jelas sudah tidak memadai lagi, bahkan bertentangan dengan hakikat pengetahuan dan
proses belajar itu sendiri.

Perubahan Dalam Pembelajaran

Lahirnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK) telah mengubah paradigma baru dalam proses pembelajaran. Guru di
sekolah bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan, tetapi merupakan bagian integral dalam sistem pembelajaran.
Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran saat ini, banyak disebabkan oleh perkembangan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Karenanya, konsep pembelajaran saat ini pun berubah dari guru mengajar menjadi
siswa belajar. 

Asumsi pergeseran itu, bertitik tolak pada siswa yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dirinya dalam
memperkaya ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan berdasarkan kompetensi yang ada pada kurikulum.

Pembelajaran sebagai hasil usaha siswa dan pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema,
yaitu aktivitas mental yang digunakan siswa sebagai bahan mentah bagi proses perenungan dan pengabstrakan.
Setiap siswa, sebenarnya telah mempunyai satu aset ide dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif. Untuk
membina siswa dalam menemukan pengetahuan baru, guru sebaiknya memerhatikan struktur kognitif yang ada pada
mereka. Pada proses belajar mengajar, guru tidak lagi hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi siswa sendiri
yang harus membangun pengetahuannya (knowledge is constructed by human).

Mengapa? Karena pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap diterima dan diingat
siswa. Siswa harus mengonstruksi pengetahuannya sendiri dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa
perlu dibiasakan untuk memunculkan ide-ide baru, memecahkan masalah, dan menemukan sesuatu yang berguna
bagi dirinya. Dalam ide-ide konstruktif, biarkan siswa mengonstruksi sendiri pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan
esensi konstruktivisme bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain. Apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.

Melihat konsep dasar tersebut, pembelajaran saat ini setidaknya menggeser paradigma dari pembelajaran yang
berdasar kacamata guru menjadi pembelajaran yang berdasarkan kacamata siswa. Artinya, saat ini bukan
bagaimana guru mengajar, tetapi bagaimana agar siswa dapat belajar. Pengertian belajar, menurut konstruktivisme,
adalah perubahan proses mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang dialami siswa sebagai
hasil interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan yang mereka peroleh sebagai hasil interpretasi
pengalaman yang disusun dalam pikirannya. Secara psikologis, tugas dan wewenang guru adalah mengetahui
karakteristik siswa, memotivasi belajar, menyajikan bahan ajar, memilih metode belajar, dan mengatur kelas.
Caranya? Biarkan mereka belajar sebagai proses mengonstruksi pengetahuan dan guru sebagai fasilitator dalam
menerapkan kondisi yang kolaboratif. Siswa belajar dalam kelompok dan siswa tidak hanya belajar dari dirinya
sendiri, tetapi belajar pula dari orang lain.

Masalahnya sekarang, bagaimana penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran di kelas. Guru akan banyak
dituntut untuk mengubah pembelajaran yang menekankan pada kemampuan siswa berdasarkan pengalaman nyata.
Model itu diharapkan mampu meminimalkan image bahwa siswa belajar hanya duduk, dengar, dan catat. Oleh
karena itu, pelaksanaan pembelajaran di kelas dapat dilakukan sebagai berikut:

Pertama, tetapkan topik yang akan dibahas. Temukan ide, opini dan perhatian siswa melalui wawancara, survei, atau
interaktif pertanyaan siswa. Kedua, respons terhadap interaksi, dengan pikiran siswa melalui pembentukan jembatan
yang dilengkapi tahapan bagi siswa untuk mengkonstruksi ide baru. Ketiga, tarik pikiran siswa dengan mendorong
kreativitas melalui aktivitas yang mampu mendorong siswa untuk belajar mengambil risiko. Keempat, melakukan
refleksi atau evaluasi diri. Setelah itu, taksirlah kemajuan belajar siswa melalui perubahan ide atau peningkatan hasil
tes.

Kemudian, aturlah diskusi kelompok dan berikan kebebasan kepada setiap siswa untuk membahas permasalahan
utama. Berikan pula kesempatan untuk memaparkan hasil belajar kepada siswa lain melalui presentasi. Tugas kita
(guru), mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa. Di sinilah peran guru sebagai fasilitator dan mediator dapat
berfungsi. 
Selamat mencoba. tetap semangat!!!

Anda mungkin juga menyukai