Tanah terlantar di atur dalam PP No. 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang mengatur hal hal : Definisi tanah terlantar (Pasal 1 ayat (5)). Ruang lingkup tanah terlantar (Pasal 2). Kriteria tanah terlantar (Bab III (Pasal 3 – Pasal 8)) adalah sebagai berikut: o Tanah dengan HM, HGB, dan HP yang tidak dipecah. o Tanah dengan HGU dan sebagian bidang tanah tersebut. o Tanah dengan HGB/HP yang dimaksudkan untuk dipecah. o Tanah dengan HPL atau sebagian bidang tanah tersebut. o Tanah yang belum dimohonkan haknya atau sebagian bidang tanah tersebut. 2. Luas tanah terbesar yang dapat di miliki oleh perorangan dan perusahaan Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada perorangan adalah 25 hektar. Luas maksimum tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada badan hukum ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang usaha yang bersangkutan, dengan mengingat luas yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu satuan usaha yang paling berdaya guna dibidang yang bersangkutan.
Sedangkan untuk perusahaan luas maksimum lahan usaha perkebunan adalah 20.000 ha untuk seluruh Indonesia kecuali tebu luas maksimumnya adalah 60.000 ha dalam satu provinsi atau 150.000 ha untuk seluruh Indonesia.
3. Persen RTH yang harus di sediakan di perkotaan
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat; proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal