KUTIPAN
by Karsam Sunaryo
Indonesian Language for English major
STKIP KN
3. Prinsip-prinsip Mengutip
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat kutipan adalah :
a. Jangan mengadakan perubahan
Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh mengubah kata-kata atau teknik
dari teks aslinya. Bila pengarang menganggap perlu untuk mengadakan perubahan tekniknya,
maka ia harus menyatakan atau memberi keterangan yang jelas bahwa telah diadakan perubahan
tertentu. Misalnya dalam naskah asli tidak ada kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan
dalam huruf miring (kursif) atau digaris-bawahi, tetapi oleh pertimbangan penulis kata-kata atau
bagian kalimat tertentu itu diberi huruf tebal, huruf miring, atau diregangkan.
Pertimbangan untuk merubah teknik itu bisa bermacam-macam :
untuk memberi aksentuasi. contoh, pertentangan dan sebagainya.
Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan dalam tanda kurung segi empat
[. . .] bahwa perubahan teknik itii dibuat sendiri oleh penulis, dan tidak ada dalam teks aslinya,
Keterangan dalam kurung segi empat itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huruf miring dari
saya, Penulis].
Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak; seharusnya makna. Namun dalam
kutipan, penulis tidak boleh langsung memperbaiki kesalahan itu. la harus memberi catatan
bahwa ada kesalahan, dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks aslinya. Untuk karya-karya
ilmiah penggunaan sic! dalam tanda kurung segi empat yang ditempatkan langsung di belakang
kata atau bagian yang bersangkutan, dirasakan lebih mantap.
4. Cara-cara mengutip
Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi) akan membawa akibat
yang berlainan pada saat memasukkannya dalam teks. Begitu pula cara membuat kutipan
langsung akan berbeda pula menurut panjang pendeknya kutipan itu. Agar tiap-tiap jenis kutipan
dapat dipahami dengan lebih jelas, perhatikanlah cara-cara berikut :
footnote:
1 R.M; Koentjaraningrat. Beberapa Metode Antropologi, (Djakarta. 1958). hal. 355. Teks sudah
disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan
Nomor urut penunjukan mempunyai pertalian dengan nomor urut penunjukan yang terdapat pada
catatan kaki. Nomor penunjukan ini bisa berlaku untuk tiap bab, dapat pula berlaku untuk
seluruh karangan tersebut. Masing-masing cara tersebut akan membawa konsekuensi tersendiri.
Pada nomor urut penunjukan yang hanya berlaku pada tiap bab :
(1) Pada tiap bab akan dimulai dengan nomor urut 1;
(2) Untuk penunjukan yangpertama dalam tiap bab, nama pengarang harus disebut secara
lengkap, sedangkan penuniukan selanjutnya dalam bab tersebut cukup dengan menyebut nama
singkat pengarang, ditambah penggunaan singkatan-singkatan ibid., op. cit., atau loco cit. 2.
Sebaliknya bila nomor urut penunjukan berlaku untuk seluruh karangan, maka hanya untuk
penyebutan yang pertama, nama pengarang ditulis secara lengkap; penyebutan selanjutnya hanya
mempergunakan nama singkat, dan singkatan-singkatan sebagaimana tersebut di atas.
Misalnya :
Guru tak dapat memperhatikan muridnya seorang demi seorang. Dalam seminar "The teaching of
modern languages" oleh sekretariat UNESCO di Nuwara Eliya, Sailan, pada bulan Agustus 1953
dikatakan: Because of the very special nature of language, teaching us well on general
educational grounds, it is vital that classes should be small" (hal. 50). Untuk waktu yang . . . 3
Jadi kalimat Because of the very special nature of language, . .. dst. merupakan suatu kutipan,
tetapi kutipan itu tidak lebih dari empat baris ketikan. Oleh karena itu kutipan itu harus
diintegrasikan dengan teks, serta spasi antara baris adalah spasi rangkap. Tetapi sebagai pengenal
bahwa bagian itu merupakan kutipan, maka bagian itu ditempatkan dalam tanda kutip.
..Bila mempergunakan cara yang kedua, maka sesudah kutipan langsung ditempatkan nama
pengarang (singkat), tahun, dan halaman dalam kurung.
footnote:
3 Harimurti Kridalaksana Seminar Bahasa Jndorresia 1968, (Ende, 1971), hal. 225 -226
3 Singkatan ibid., op. cit., dan loc. cit. Biasanya digunakan untuk menyebut karya yang sudah
disebut dalam penunjukan sebelumnya. Keterangan Iebih lanjut Iihat bab mengenai catatan kaki.
Hal itu menunjukkan kepada kita bahwa inti dari teks tersebut di atas sebenamya adalah suatu
sari dari uraian yang lebih panjang,
Walaupun di atas telah dikemukakan juga bahwa kutipan yang panjang sekali lebih baik
ditempatkan dalam Apendiks atau Lampiran, namun ada juga pengarang yang beranggapan
bahwa kutipan semacam itu lebih baik "ditempatkan pada catatan kaki, agar lebih mudah bagi
pembaca untuk memeriksanya.
Contoh:
………………………………………………………………………………………………
Berbagai penyelidikan tentang akulturasi yang dilakukan oleh para sarjana ilmu anthropologi-
budaya bangsa Amerika memang telah menunjukkan bahwa penyelidikan-penyelidikan akan
peristiwa perpaduan kebudayaan yang dipandang dari sudut kompleks-kompleks unsure-unsur
yang khusus, telah memberi hasil yang memuaskan. Karena itu Herskovits beranggapan bahwa
pandangan serupa itulah pandangan yang paling berguna di dalam penyelidikan akulturasi. 2
…………………………………………………………………………………………….7
Pada catatan kaki halaman yang sama, di bawah nomor urut penunjukan 2 dapat dibaca sebuab
kutipan langsung seperti di bawah ini:
2 Kata beliau: "However desirable studies of changes in ‘whole culture’ may thus be, it seems
most advantageous in practice for the student to analyse into its components the culture that has
experienced contact... one can no more study 'whole cultures' than one take as the subject for a
specific research project the human body in its entirety. . ." (M.J. Herskovits, 1948:536)
kutipan itu dibuat dalam spasi rapat; kata 'whole culture' mempergunakan tanda kutip tunggal,
karena tanda kutip ganda sudah dipergunakan untuk seluruh kutipan itu. Perhatikan bagaimana
bagian-bagian yang ditinggalkan dari teks asli diganti dengan tiga titik berspasi.
pendapat yang dikutip itu dari segala sudut. Kutipan-kutipan itu akan turut meletakkan dasar-
dasar bagi kesimpulan yang akan diturunkannya, baik dalam bab tersebut, maupun yang akan
direkapitulasinya dalam kesimpulan terakhir dari tulisan itu.
Kadang-kadang orang-orang terpesona dengan ucapan-ucapan atau fakta-fakta yang diajukan
oleh orang-orang yang tinggi kedudukannya seolah-olah itu adalah seluruh kebenaran yang harus
diikuti tanpa mengadakan penilaian sejauh mana ucapan itu dapat diterima. Begitu pula ahli-ahli
yang kenamaan bisa saja membuat kesalahan tertentu. Semua yang ditulis dalam buku, belum
tentu dapat diterima seluruhnya. Sebab itu mengutip sebuah pendapat baru harus disertai
kebijaksanaan dan ketajaman, untuk bisa mempertanggungjawabkannya seolah-olah pendapat
sendiri, bukan lagi pendapat pengarang yang dikutip.
Diposkan oleh SAM² di Rabu, Juni 03, 2009