Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Penyebab Penyakit Tuberculosis

1. Definisi Tuberculosis

Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang


disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan
bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.

2. Sejarah Munculnya Penyakit Tuberculosis

Bakteri penyebab TBC berhasil ditemukan oleh Robert Koch, seorang


dokter dan peneliti asal Jerman pada 24 Maret tahun 1882. Bakteri jenis basil
ini kemudian dinamakan Basil Koch (Mycobacterium tuberculosa) , sesuai
dengan nama penemunya. Dalam usahanya meneliti penyakit TBC, Robert
Koch menghabiskan waktu lebih dari sepuluh tahun, termasuk penelitian di
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Indonesia selama satu setengah tahun.
Pada tahun 1905, Koch dianugerahi hadiah Nobel bidang kedokteran.
Penyakit TBC sendiri adalah sebuah penyakit infeksi bakteri pada paru-paru
yang sangat menular (Anonim, 2008)

• Habitat dan Sifat Bakteri

Bentuk bakteri Tuberculosis umumnya batang/ basil, tergolong


gram positif, dan tahan asam, oleh sebab itu disebut juga Basil Tahan

4
Asam (BTA). Selain itu bakteri ini tidak mempunyai kapsul dan tumbuh lambat pada
perbenihan sehingga membutuhkan waktu 4-6 minggu. Bakteri ini tidak bergerak dan
merupakan obligat aerob. Bakteri ini cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Di alam bakteri terdapat di dalam tanah. Debu-debu di udara, dan


terutama berasal dari sputum penderita. (Entjang, 2003).

3. Penyebab Penyakit Tuberculosis

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri
ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882,
sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch.
Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch
Pulmonum (KP).

Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk


dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi
M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari
beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting
dan paling sering dijumpai.

M.tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ,


tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat
diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram.
Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka
mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA.

5
B. Cara Penularan dan Riwayat Terjadinya TBC

1. Cara Penularan TBC

TBC menular melalui udara apabila orang yang membawa TBC dalam
paru-paru atau tenggorokan batuk, bersin, atau berbicara, lalu kuman
dilepaskan ke udara. Apabila orang lain menghirup kuman ini mereka
mungkin terinfeksi. TBC dapat menular ke semua orang dan yang menularkan
adalah mereka yang di dalam dahaknya terdapat kuman TBC. Kebanyakan
orang mendapat kuman TBC dari orang yang sering berada dekat dengan
mereka, seperti anggota keluarga, teman, atau rekan sekerja. Pada anak-anak
sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. TBC tidak
menular melalui barang dan peralatan rumah, misalnya sendok garpu, periuk,
gelas, seprai, pakaian atau telepon, jadi tidak diperlukan barang dan peralatan
baru untuk kegunaan sendiri.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan


bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC
batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita
TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru
akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya
tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi
hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian
organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

6
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru,
maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular
(bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan
berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh
sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di
sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai
tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan
sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang
banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang
nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan
tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak


dihubungkan dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi
sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang
lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang
memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

TBC juga dapat ditularkan melalui susu. Cara penyebarannya melalui


susu yang tidak steril (biasanya hanya dipanaskan sampai 60 derajat celcius).
Susu ini kemudian dikonsumsi oleh orang yang sehat. Dalam hal ini usus

7
merupakan tempat yang pertama. Kuman TBC ini melalui sapi yang
menderita TBC.

2. Riwayat Terjadinya TBC

Infeksi Primer :

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan


kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB
berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma
TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks
primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah 4 - 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan


besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu
waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan
sekitar 6 bulan.

8
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau


tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis
pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau
efusi pleura.

C. Gejala yang Ditimbulkan Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis
tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.

1) Gejala sistemik/umum

• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul

• Batuk berdahak 2-3 minggu atau lebih, batuk berdahak yang bisa dikuti oleh
gejala dahak yang berdarah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan turun, berat
badan turun, depresi, berkeringat malam hari meski tidak melakukan kegiatan fisik
dan demam meriang lebih dari 1 bulan,perasaan tidak enak.

2) Gejala khusus

• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar

9
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas
melemah yang disertai sesak.

• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai


dengan keluhan sakit dada.

• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.

• Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

D. Data Penderita dan Penegakan Diagnosis yang Terkena TBC

1. Data Penderita TBC

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki,


perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000
kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia
adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia. Jumlah penderita
TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap
menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu
penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Kenyataan mengenai penyakit
TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada
sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC .

10
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun
1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara
0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang
dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun
2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992,


menunjukkan bahwa Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua
penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab
kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance
memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC
baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per
100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan
menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.

WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap


tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan
terinfeksi. Dengan kata lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap
tahunnya. Biasanya 5-10 persen di antara infeksi berkembang menjadi
penyakit, dan 40 persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir
dengan kematian.

Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar


2,8-5,6 juta setiap tahun, dan 1,1-2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena
TBC. Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun, adalah
berdasarkan perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4
orang terinfeksi setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal
karena TBC ini. Kecepatan penyebaran TBC bisa meningkat lagi sesuai

11
dengan peningkatan penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang
resisten terhadap obat.

Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di


Amerika Serikat, hampir 40 persen dari penderita TBC adalah orang yang
lahir di luar negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi sumber
penyebaran TBC. Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat
perang dengan lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan
penyebaran TBC. Diperkirakan sebanyak 50 persen dari pengungsi di dunia
berpeluang terinfeksi TBC.

Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org)


menunjukan bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan
sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara.
Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia,
yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah
India, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat
kedua.

Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama


setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi.
Antara tahun 1979 - 1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi
dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.

Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3


penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah
sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan sisanya belum

12
terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB
diperkirakan 175.000 per tahun.

2. Penegakan Diagnosis TBC

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa

hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:.

1) Pemeriksaan fisik.

2) Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

3) Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

4) Rontgen dada (thorax photo).

5) Uji tuberkulin.

E. Pengobatan dan Pencegahan Penyakit TBC

1. Pengobatan Penyakit TBC

1) Minum obat dengan teratur dan benar sesuai dengan anjuran dokter selama 6
bulan berturut-turut tanpa terputus. Jenis, jumlah, dan dosis obat yang cukup
serta teratur dalam menjalankan proses pengobatan.Bila minum obat tidak
teratur maka dapat berakibat kuman TBC tidak mati, tumbuh resistensi obat,
kuman menjadi kebal sehingga penyakit TBC sulit sembuh.

2) Makan makanan yang baik dengan gizi yang seimbang.

3) Istirahat yang cukup.

4) Berhenti merokok, hindari minum minuman beralkohol, dan obat bius.

13
5) Anggota keluarga ikut aktif dalam memperhatikan si penderita dalam
meminum obatnya secara teratur dan benar.

6) Dianjurkan meminum obat dalam keadaan perut kosong (pagi).

Prinsip Pengobatan TBC

Aktivitas obat

Terdapat dua macam sifat/aktifitas obat terhadap tuberkolosis yaitu

1. Aktifitas bakteritis

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh


(metabolismenya masih aktif).Aktivitas bakteritis biasanya diukur dari
kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman shingga
pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negative (2 bulan dari
permulaan pengobatan)

2. Aktivitas seterrilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhanya


lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktifitas seterilisasi diukur dari
angka kekanbuhan setelah pengobatan dihentikan.

Panduan Obat

Dengan menggunakan panduan obat ini kemungkinan resistensi awal


dapat diabaikan karena:

- jarang ditemukan resistensi terhadap dua macam obat atau lebih.

- Pola resistensi yang banyak ditemukan ialah terhadap INH.

14
Tetapi belakangan ini di beberapa Negara banyak terdapat resistensi
terthadap lebih dari satu obat (multi drug resistance ) terutama
terthadap INH dan rifampisin .

I. Obat Primer

1. Isoniazid

2. Rifampisin

3. Pirazinamid

4. Streptomisin

5. Etabutol

II. Obat Sekunder

1. Kanamisin

2. PAS (Para Amino Salicylic acid)

3. Tiasetazon

4. Etionamid

5. Protionamid

6. Sikloserin

7. Viomisiun

8. Kapreomisin

9. Amikasin

10. Ofloksasin

15
11. Siprofloksasin

12. Klofazimin

Efek Samping Obat

Adapun efek samping dari obat-obat tersebut adalah

a) INH :

- neoropati perifer. Ini dapat dicegah dengan pemberian vitamin


B6,

- hepatotoksik

b) Rifampisin :

- sindrom flu

- hepatotoksik

c) Streptomisin :

- nofrotoksik

- gangguan nevrus VII cranial

d) Etabutol :

- neoritis optika,

- nefrotoksik

- skin rash /dermatitis

e) Etionomid :

16
- hepatotosik

- gangguan pencernaan

f) PAS :

- hepetotoksik

- gangguan pencernaan

2. Pencegahan Penyakit TBC

1) Minum obat secara teratur sampai selesai

2) Menutup mulut waktu bersin atau batuk

3) Tidak meludah di sembarang tempat

4) Meludah di tempat yang kena sinar matahari atau di tempat yang diisi sabun
atau karbol/lisol

Untuk keluarga:

1) Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur

2) Buka jendela lebar-lebar agar udara segar & sinar matahari dapat masuk sebab
kuman TBC akan mati bila terkena sinar matahari

3) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi

4) Bekerja tidak terlalu berat

5) Istirahat cukup dan teratur

17
6) Vaksinasi/Imunisasi BCG kepada bayi 0-3 bulan

7) Kebersihan ruangan dalam rumah terjaga terutama kamar tidur

8) Setiap ruangan dalam rumah dilengkapi jendela yang cukup untuk


pencahayaan alami dan ventilasi untuk pertukaran udara

9) Luas rumah mencukupi sebanding dengan jumlah penghuni

10) Rumah sehat dapat mencegah penularan penyakit TBC

TBC adalah penyakit yang dapat disembuhkan, untuk mencapai hal


tersebut penderita dituntut untuk minum obat secara benar sesuai yang
dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk memeriksakan diri ke
klinik/puskesmas. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi
penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi.

1) Terapi

Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan


TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan
istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse
Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu
mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan
pengawasan langsung.

Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien


yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC
berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga
mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan
dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini,

18
diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop.
Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara
molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa
diterapkan.

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan


memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi
pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah
isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol.
Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya
diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses


peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena
ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah
hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang
dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-benar
sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal
selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum
obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika
ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan
semakin sulit dilaksanakan.

DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani


pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95
persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta
pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri
DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87
persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target
WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi

19
kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk
tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target
WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu
lebih ditingkatkan lagi.

2) Imunisasi

Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini


akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin
TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M
tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini
menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini
dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang
hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh
dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu,
pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi
BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan
sebelum berumur dua bulan.

Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari


serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80
persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus
waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini
tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi
TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika
Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak
melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap
orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa
terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem

20
deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci
pengontorlan TBC di AS.

Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena


tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa
dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang
adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang
telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua
bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan
untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi
kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan
tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang,
dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga
diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.

Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara


yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih
perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan
vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan
berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC,
untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang
terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu
dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.

Cara pengobatannya dapat dilakukan dengan cara:

- Pemberian obat Isoniazid,rifampin,pyrazinamide dan streptomycin


sulfate atau ethambutol.
- Pengobatan dengan terapi DOTS

21
- Minum obat dengan teratur dan benar sesuai dengan anjuran dokter
selama 6 bulan berturut-turut tanpa terputus. Jenis, jumlah, dan dosis
obat yang cukup serta teratur dalam menjalankan proses
pengobatan.Bila minum obat tidak teratur maka dapat berakibat kuman
TBC tidak mati, tumbuh resistensi obat, kuman menjadi kebal
sehingga penyakit TBC sulit sembuh.

- Makan makanan yang baik dengan gizi yang seimbang

- Istirahat yang cukup

- Berhenti merokok, hindari minum minuman beralkohol, dan obat bius

- Anggota keluarga ikut aktif dalam memperhatikan si penderita dalam


meminum obatnya secara teratur dan benar

- Dianjurkan meminum obat dalam keadaan perut kosong (pagi)

22

Anda mungkin juga menyukai