Anda di halaman 1dari 3

Mahasiswa Dalam Aksi dan Pergulatan Pemikiran

(sebuah Sumbang Saran )

Oleh: Febry Arisandi

Memulai semua ini dengan mengingat pepatah para ilmuan Prancis, La Historie Se
Pete (sejarah Akan selalu berulang). Pepatah singkat padat makna yang patut di jadikan
rujukan Mahasiswa Hari ini, Generasi Penikmat Demokrasi, Generasi Bebas ekspresi. Sedikit
mengulang sejarah pergerakan Mahasiswa setiap Zaman yang kerap menjadi cerita Heroik di
setiap Kegiatan-kegiatan Kepemimpinan Mahasiswa atau kegiatan terkait lainnya.
diantaranya adalah Pergerakan Mahasiswa Angkatan 66 dengan membumikan isu otoritarian
state dengan icon Tritura, angkatan 74 dengan peristiwa Malari (Malapetaka 15 Januari) yang
menuntut otonomisasi negara dari Intervensi Asing, angkatan 78 mengangkat isu perluya
realisasi Demokrasi, akuntabilitas, serta pelaksanaan pancasila dan UUD 1945 secara Murni,
dan yang tak kalah heroik adalah Angkatan 98 yang menggemakan Isu Reformasi yang
kemudian di jawab Presiden Soeharto dengan mengundurkan Diri dari kursi “kerajaannya”.
Lalu bagaimana dengan Pergerakan Mahasiswa saat ini?

Mahasiswa Dalam Aksi dan Pergolakan Pemikiran (sebuah sumbang saran) adalah
upaya mewujudkan kesatuan Pergerakan Mahasiswa. Hari ini kita masih merasakan adanya
perpecahan di kalangan mahasiswa, hal itu dianggap suatu hal yang biasa sebagai
konsekuensi logis dari Demokrasi dengan kebebasan berserikat dan berpendapat. Tetapi
sampai kapan harus Berpecah Belah? Dalam bahasa sederhannya masih ada penerapan
“management kepiting” di lingkungan mahasiswa sendiri. Padahal masih banyak Agenda-
agenda penting Kampus, Masyarakat, Negara yang kemudian membutuhkan sentuhan
Mahasiswa di dalamnya. Idealisme itu bukan hanya berada di luar sistem yang ada, terkadang
kita harus masuk kedalam sistem dan perbaiki sistem itu dari dalam.

Aksi hari ini janganlah di sempitkan maknanya hanya sekedar turun ke jalan menuntut
ini dan itu. Tetapi kita buka jalan dan defenisi seluas-luasnya untuk Aksi Mahasiswa yang
tentu niatan awalnya murni dari suara hati. Bukan Hasil Intervensi Partai Politik, Ormas,dan
pihak ketiga yang berkepentingan. Pergerakan Mahasiswa berbasiskan Ilmu Pengetahuan
(student movement based on knowledge) bisa menjadi salah satu alternatif pilihan gerakan
mahasiswa yang hendak mengimplementasikan Aksi-aksi perbaikan Kampus, Mayarakat, dan
Negara. Bagaimana dengan Disiplin Ilmu yang kita pelajari, kita mampu berkontribusi buat
lingkungan di sekitar kita. Boleh lah di katakan kita belajar sekaligus menerapkan Ilmu yang
kita dapat di “laboratorium kehidupan’ yang luas ini.

Vertical Movement dan Horizontal Movement adalah dua Hal pengamplikasian Aksi
yang sering di dikotomikan rekan-rekan mahasiswa. Vertical Movement disini maksudnya
adalah Pergerakan mahasiswa dalam melakukan studi evaluatif, memberikan kritik terhadap
pemerintah, memberikan solusi dan rekomendasi untuk perbaikan kedepannya. Baik tingkat
kota, provinsi sampai tingkat pusat. Vertical movement ini merupakan salah satu bentuk
pengaplikasian dari pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 dimana di katakan Bahwa “setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Pergerakan atau
Aksi berikutnya disebut dengan Horizontal Movement, maksudnya adalah pergerakan
Mahasiswa dimana rekan-rekan mahasiswa bergelut dengan misi-misi sosial kemasyarakatan
bisa saja dengan membuat desa binaan, “sekolah langit” buat anak jalanan, kewirausahaan,
parade seni dan budaya nusantara guna melestarikan ke unikan indonesia sebelum di klaim
negara asing, menjadi relawan-relawan dalam bencana (pengelolaan bencana), misi-misi
akademis dan prestasi seperti mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah dan masih banyak lagi.

Pergerakan mahasiswa di tingkat kampus kerap di pengaruhi gerakan-gerakan


ekstraparlementer (KAMMI,HMI,GMNI,PMII,IMM, dll) yang kemudian masuk kedalam
ranah pergulatan pemikiran mahasiswa yang berdampak pada Aksi-Aksi yang di lakukannya
buat Kampus, Masyarakat dan Negara. Gerakan Mahasiswa Ekstraparlementer pada
hakekatnya baik untuk wadah pengembangan kepribadian mahasiswa itu sendiri tapi
terkadang Gerakan Ekstraparlementer ini di anggap sebagai “biang kerok” perpecahan
mahasiswa. Ada beberapa alasan yang menyebabkan Gerakan Ekstraparlementer di Cap
sebagai “alat pemecah persatuan Mahasiswa” diantaranya adalah “rebutan” kader dari
internal kampus, keterlibatan aktif dalam pergerakan internal kampus yang di lakukan oleh
kader-kader hasil rekruitment dari kampus yang bersangkutan. contoh kasus dalam pemilihan
raya kampus (pemilihan ketua BEM,SENAT dll) ajang ini menjadi penting buat pendidikan
demokrasi di kampus, tapi karena dampak “ketidakdewasaan” dalam berdemokrasi, yang
menjadi pemenang terkadang menjadi sombong dan “menutup pintu” bagi Gerakan ektra
lain yang menjadi “lawan politik” dalam ajang “pemilu kampus” tersebut. Dan yang kalah
cenderung menjauh dan menjadi “oposisi permanen kampus”. Bolehlah kita menganggap hal
ini sebagai suatu hal yang biasa dalam proses belajar. Tetapi kalau kebiasaan saling tarik
menarik, menjatuhkan sana-sini, mempertahankan Hagemoni guna mengawal kepentingan
Golongan. Maka yang tergolong kategori kebiasaan Buruk ini akan “merasuk ke alam bawah
sadar Mahasiswa”. Mudahnya saja, kalau urusan kekuasaan di kampus mahasiswa sudah
begitu gampangnya saling membenci, bagaimana dengan urusan yang lebih besar?, sudah
barang pasti energi kita akan habis mengurusi perdebatan dan pertarungan buta ini. Lalu,
kapan kita Kontribusinya buat Rakyat? maka dosa besar kalau kemudian Kebencian-
kebencian itu “diwariskan” ke adik-adik angkatannya.

Aksi dan Pergulatan Pemikiran mahasiswa sering sekali menjadi “batu besar” yang
menghalangi jalannya “air” dari hulu ke hilir. Di mana mahasiswa sering sekali berdebat
hebat tentang mana yang lebih penting, mana yang harus di dahulukan, mana yang cocok
dengan kondisi kekinian antara vertical Movement dan horizontal Movement. Padahal kedua
pergerakan ini menjadi “Ruh Perjuangan Mahasiswa” yang kemudian menjadi elemen unik
pembentuk karakter Gerakan Mahasiswa. Pergulatan pemikiran yang tak berujung membuat
mahasiswa “sibuk” dengan urusan hagemoni dan agenda-agenda Golongannya. Padahal
dalam sila ke-3 pancasila kita di ajarkan tentang “persatuan Indonesia”. Kebebasan itu boleh-
boleh saja, karena konstitusi menjamin hal itu. Tapi jangan “kebablasan” berujung
“egosentris” dan suka membeda-bedakan diri dari yang lainnya. Mahasiswa itu satu, untuk
Kampus, Masyarakat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di tegaskan dalam pasal 27 ayat 3 di katakan bahwa “setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.. termasuk di dalamnya mahasiswa punya
tanggung jawab yang besar di dalamnya. Kampus merupakan laboratorium kecil kehidupan
masyarakat. Kalau sudah dari kampus kita di ajarkan, di didik, dan “terbiasa” dengan
ideologi pecah belah, benci membenci maka kebiasaan buruk itu akan terbawa sampai kita
mendapat kesempatan melanjutkan tongkat estafet perbaikan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sebuah keniscayaan, bahwa Mahasiswa dalam Aksi dan Pergulatan Pemikiran
hendaknya mengambil pancasila sebagai Rujukan ideologi Pemersatu. Yang telah di sepakati
bersama oleh semua kalangan dan lapisan masyarakat. Lakukan yang bisa kita lakukan untuk
perbaikan kampus, Masyarakat dan Indonesia tercinta. Hakekat pergerakan Mahasiswa
adalah bergerak. Kalau mahasiswa sudah “diam” berarti itulah tanda-tanda redupnya Lentera
perubahan Bangsa. Saling belajar dan menghargai sesama adalah wujud dari mahasiswa yang
Negarawan. Akhirnya, perbedaan adalah sebuah keniscayaan, dia menguatkan bukan
melemahkan, semoga.

Salam Pergerakan Mahasiswa, Jayalah Indonesia, Harapan Itu masih ada !!!

Anda mungkin juga menyukai