Anda di halaman 1dari 5

BAGAIMANA MENGAMALKAN KANDUNGAN ASYHADU ANNA

MUHAMMADARRASULULLAH
Para pembaca yang semoga dimuliakan Allah subhanahu wata'ala, sebenarnya
ikrar dua kalimat syahadat yang sering kita ucapkan itu tidak cukup
sekedar di lisan saja. Namun di dalamnya terdapat beberapa konsekuensi
yang harus dipenuhi. Bila seseorang tidak sanggup memenuhi kosekuensi-
konsekuensi apa yang telah diikrarkan maka ibarat sebuah pengakuan tanpa
bukti. Sehingga sia-sialah (percuma) pengakuannya itu. Bahkan hal itu
justru menambah hina bagi dirinya, ia telah mengikrarkan sesuatu yang pada
kenyataannya justru amalannya menyelisihi apa yang ia ikrarkan. Bukankah
Allah subhanahu wata'ala telah memberikan peringatan kepada kita kaum
mukminin yang tidak mau beramal dengan perkara yang telah kita ucapkan dan
kita ikrarkan? Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya):
"Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengucapkan apa-apa yang
tidak kalian lakukan? Sungguh besar kemurkaan Allah jika kalian
mengucapkan perkara-perkara yang kalian sendiri tidak mau mengamalkannya."
(Ash Shaff: 2-3) Kita semua telah tahu bahwa dua kalimat syahadat
merupakan kalimat yang mulia yang dengannya akan terbedakan antara muslim
dan kafir. Ketika seseorang telah menyatakan Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah
maka di antara konsekuensi yang harus dia lakukan adalah dia harus
mengikhlaskan dan mempersembahkan seluruh peribadatannya hanya kepada
Allah subhanahu wata'ala. Berdo'a, istighotsah, tawakkal, meminta rizki,
takut, menyembelih hewan kurban, dan seluruh jenis ibadah lainnya harus
dipersembahkan kepada Allah subhanahu wata'ala semata.
Demikian juga dengan syahadat Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah, di
dalamnya terkandung beberapa konsekuensi yang harus kita perhatikan dan
kita amalkan. Dan Insya Allah pada buletin edisi kali ini, bahasan kita
lebih terfokus pada kalimat yang kedua dari Asy Syahadatain tersebut.
Karena hal ini merupakan perkara yang sangat penting untuk kita ketahui
dan kita amalkan.
Dua Pokok Penting
Ketahuilah, wahai saudaraku seislam dan seiman, kalimat syahadat Asyhadu
Anna Muhammadarrasulullah (atau dengan redaksi yang lebih lengkap: Asyhadu
Anna Muhammadan 'Abduhu Wa Rasuluhu) itu terkandung padanya dua pokok
penting yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Dua pokok
penting itulah yang Allah subhanahu wata'ala ingatkan dalam ayat-Nya
(artinya):
"Katakanlah (wahai Muhammad): Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti
kalian, yang diberikan wahyu kepadaku bahwa sesungguhnya sesembahan kalian
itu adalah sesembahan Yang Esa." (Al Kahfi: 110)
Demikian pula Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wasallam juga ingatkan
dalam haditsnya. Dari shahabat 'Ubadah bin Ash Shamit radhiallahu 'anhu,
bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang benar
kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah
hamba Allah dan Rasul-Nya …." (Muttafaqun 'Alaihi)
Dari ayat dan hadits tersebut, kita bisa mengetahui bahwa dua pokok
penting tersebut adalah:
Pokok pertama; bahwa beliau adalah manusia biasa seperti kita. Beliau
mengalami apa yang selayaknya dialami pada seorang manusia. Mengalami
sakit, luka, haus, lapar dan selainnya dari sifat-sifat manusia. Beliau
pun tidak memiliki sifat-sifat ilahiyyah. Beliau mengajarkan kepada para
shahabatnya untuk memohon kepada Allah subhanahu wata'ala dari apa yang
mereka butuhkan. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, bahwa Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam berdo'a sebelum salam pada shalat shubuh
dengan do'a:
Allahumma inni as'aluka ilman nafi'an wa 'amalan mutaqobbalan wa rizqon
thoyyiban
Demikian pula ketika datang musim kemarau yang berkepanjangan, Nabi
shalallahu 'alaihi wasallam pun berdo'a kepada Allah subhanahu wata'ala
supaya diturunkan hujan dan juga pernah shalat istisqa' bersama para
shahabatnya.
Ini semua adalah pengajaran Nabi kepada umatnya bahwa yang berhak dimintai
pertolongan itu hanyalah Allah subhanahu wata'ala semata. Nabi shalallahu
'alaihi wasallam itu adalah seorang hamba yang menghamba kepada Allah
subhanahu wata'ala.
Lalu pantaskah kita meminta rizki, berdo'a, meminta untuk dihilangkan
kesulitan kita kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam? Padahal Allah
subhanahu wata'ala telah menegaskan (artinya):
Katakanlah (wahai Muhammad ?): aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat.
Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku." (Al An'am: 50)
Pokok kedua; bahwa beliau adalah Rasulullah (utusan Allah subhanahu
wata'ala). Allah subhanahu wata'ala telah memilih Muhammad bin 'Abdillah
sebagai utusan-Nya. Allah subhanahu wata'ala berhak memilih siapa di
antara hamba-Nya yang terpilih untuk menyampaikan risalah dan syari'at-Nya
ini kepada umat manusia. Allah subhanahu wata'ala berfirman (artinya):
"Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan." (Al
An'am: 124)
Dalam kedudukan beliau shalallahu 'alaihi wasallam sebagai seorang rasul
maka kedudukannya itu tidak boleh disamakan dengan hamba Allah subhanahu
wata'ala yang lain. Perintah beliau harus ditaati, nasehat dan petuah
beliau harus didengarkan dan diamalkan, sabda-sabda dan kabar yang beliau
sampaikan haruslah diterima dan tidak boleh didustakan, karena setiap
ucapan yang keluar dari lisan beliau shalallahu 'alaihi wasallam merupakan
wahyu sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala (artinya): "Dan tidaklah
yang diucapkannya (Nabi Muhammad) itu menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan." (An Najm: 3-4)
Dua pokok inilah yang seyogyanya dipahami oleh setiap muslim sehingga dia
tidak terjatuh ke dalam perbuatan Ifrath (berlebihan dalam mengkultuskan
beliau shalallahu 'alaihi wasallam sehingga memposisikan beliau melebihi
posisi dan kedudukannya sebagai hamba Allah), dan tidak pula terjatuh ke
dalam perbuatan Tafrith (meremehkan dan merendahkan kedudukan beliau
shalallahu 'alaihi wasallam sebagai seorang rasul sehingga dia cenderung
untuk menolak atau meragukan tentang kebenaran risalah beliau).
Perbuatan seperti inilah yang pernah diperingatkan Rasulullah shalallahu
'alaihi wasallam dalam sebuah sabdanya:
"Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang
Nasrani berlebihan dalam memuji (Isa) bin Maryam, sesungguhnya aku adalah
seorang hamba-Nya, maka katakanlah: (Muhammad adalah) hamba Allah dan
Rasul-Nya." (HR. Al Bukhari, Muslim)
Konsekuensi yang Harus Diperhatikan
Di antara konsekuensi dari pernyataan Asyhadu Anna Muhammadarrasulullah
adalah sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama, yaitu:
1. Mentaati Seluruh Perintahnya
Sudahkah kita berupaya untuk mendengar dan mentaati seluruh nasehat dan
perintah Nabi shalallahu 'alaihi wasallam? Bukankah Allah subhanahu
wata'ala mengutus Rasul-Nya sebagai qudwah (teladan) bagi umatnya?
Meneladani prilaku dan akhlaknya, mengikuti petunjuknya, mematuhi
perintahnya, dan menelusuri jejak dan sunnahnya. Allah subhanahu wata'ala
berfirman (artinya):
"Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul melainkan agar ditaati dengan
izin Allah." (An Nisa': 64)
"Dan apa yang diberikan (diperintahkan) Rasul kepadamu, maka ambillah
(laksanakanlah) …" (Al Hasyr: 7)
Demikian pula sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasallam:
"Dan setiap apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka laksanakanlah
semampu kalian." (Muttafaqun 'Alaihi)
Inilah bukti kasih sayang beliau shalallahu 'alaihi wasallam kepada
umatnya. Tidaklah beliau memerintahkan sesuatu kepada mereka melainkan
perintah itu dibatasi dengan kemampuan yang mereka miliki.
Tetapi, tahukah anda bahwa siapa saja dari umat beliau yang berupaya untuk
mengikuti dan mentaati Nabinya dengan ikhlas, maka sungguh dia akan
mendapatkan sekian banyak keutamaan yang dijanjikan oleh Allah subhanahu
wata'ala dan Rasul-Nya ??
Bukankah anda ingin untuk mendapatkan kecintaan dari Allah subhanahu
wata'ala? Kecintaan dari Allah subhanahu wata'ala itu hanya akan
didapatkan oleh orang-orang yang mau mengikuti dan mentaati Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam sebagaimana firman-Nya (artinya): "Katakanlah
(wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya
Allah pasti akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian." (Ali
'Imran: 31)
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Setiap umatku akan masuk Al Jannah (surga) kecuali orang yang enggan.
Para shahabat bertanya: Siapa orang yang enggan itu wahai Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam Beliau bersabda: Barangsiapa yang mentaatiku,
dia akan masuk Al Jannah, dan barangsiapa yang bermaksiat kepadaku, maka
sungguh dia telah enggan." (HR. Al Bukhari)
2. Membenarkan Seluruh Berita yang Disampaikan Beliau shalallahu 'alaihi
wasallam
Sudahkah kita membenarkan seluruh berita yang disampaikan Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam? Pernahkah terbetik di benak kita perasaan
ragu akan berita yang disampaikan beliau ??
Pembaca yang semoga Allah subhanahu wata'ala memuliakan kita, jangan ada
sedikitpun perasaan ragu apalagi sampai mengingkari berita-berita yang
dibawa oleh Nabi shalallahu 'alaihi wasallam. Karena tidaklah beliau
bersabda melainkan itu merupakan sebuah wahyu yang Allah subhanahu
wata'ala wahyukan kepada beliau shalallahu 'alaihi wasallam . Allah
subhanahu wata'ala berfirman (artinya):
"Dan tidaklah yang diucapkannya (Nabi Muhammad) itu menurut hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan." (An Najm: 3-4)
Beliau shalallahu 'alaihi wasallam adalah Ash Shadiqul Mashduq (yang jujur
dan bisa dipercaya), setiap kabar dan berita yang disampaikan oleh
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam, baik kabar tentang kejadian umat
terdahulu maupun kejadian yang dialami Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam sendiri seperti Isra' dan Mi'raj, dan juga kejadian yang akan
datang seperti akan datangnya hari kiamat, akan adanya hari pembalasan,
dan yang lainnya, maka wajib bagi kaum mukminin untuk membenarkan dan
mengimaninya.
Pantaskah bagi seorang muslim untuk meragukan dan apalagi mendustakan
segala berita dari Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, padahal beliau pernah
bersabda:
"Tidakkah kalian mempercayaiku padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang
ada di langit (Allah)? Senantiasa datang kepadaku kabar dari langit pagi
dan petang." (Muttafaqun 'Alaihi)
3. Menjauhi Semua Larangannya
Sudahkah kita meninggalkan dan menjauhi setiap perkara yang dilarang oleh
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam? Berapa banyak peringatan dan
larangan dari beliau shalallahu 'alaihi wasallam yang kita langgar dan
kita selisihi? Pertanyaan ini hendaknya menjadi renungan bagi kita semua
karena sungguh Allah subhanahu wata'ala telah menegaskan dalam Al Qur'an
(artinya):
"… dan apa yang dilarangnya (Rasulullah), maka tinggalkanlah." (Al Hasyr:
7)
Demikian pula sabda beliau shalallahu 'alaihi wasallam :
"Setiap yang aku larang bagi kalian, maka jauhilah …" (Muttafaqun 'Alaihi)
Para pembaca yang semoga Allah memberikan hidayah kepada kita, kalau
masihkah ada di antara kita yang menyelisihi apa-apa yang dilarang oleh
junjungan kita shalallahu 'alaihi wasallam , maka hendaknya segera
bertaubat dan beristighfar sebelum ajal menjemputnya. Rahmat Allah itu
luas, pintu taubat masih terbuka lebar-lebar. Padahal Allah subhanahu
wata'ala itu benar-benar mencintai hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat
kepada-Nya. Karena dikhawatirkan kalau sekiranya kita menyelisihi dan
melanggar sabda Rasul-Nya, Allah akan menurunkan adzab-Nya kepada kita.
Sebagaimana firman-Nya (artinya):
"Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam) takut akan ditimpa fitnah (bencana) dan adzab
yang pedih." (An Nur: 63)
4. Beribadah kepada Allah subhanahu wata'ala Sesuai dengan Tuntunan Beliau
shalallahu 'alaihi wasallam
Sudahkah ibadah yang kita lakukan sesuai dengan tuntunan beliau ??
Sudahkah amal ibadah yang kita lakukan sesuai dengan bimbingan beliau ??
Tentunya kita khawatir akan terjerumus ke dalam apa yang pernah diingatkan
Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam sabdanya:
"Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak pernah kami
tuntunkan, maka amalan tersebut tertolak." (HR. Muslim)
Wahai saudaraku yang mulia, seyogyanya bagi kita semua selalu berupaya
untuk menyesuaikan segala amal ibadah kita dengan tuntunan Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam. Karena tujuan utama diutusnya Rasulullah
shalallahu 'alaihi wasallam ke muka bumi ini adalah dalam rangka mengajari
umat manusia bagaimana cara ibadah yang benar kepada Allah subhanahu
wata'ala. Itulah hikmah kenapa syahadat Muhammadar Rasulullah diletakkan
syahadat Laa Ilaaha Illallah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah subhanahu
wata'ala untuk mencontoh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dalam
setiap amal ibadah yang kita lakukan. Amien, ya Rabbal 'alamin.

Anda mungkin juga menyukai