Anda di halaman 1dari 22

Jum'at, 26 November 2010 , 08:54:00

Mimbar Jumat
Sistem Pendidikan Islam di Masa Rasulullah SAW

 
Oleh: Drs H Abd Latif S Pany MMPd Mahasiswa Pascasarjana Program Doktor Unsrat
PADA zaman nabi terdapat 9 buah masjid di Madinah. Setiap masjid juga berfungsi
sebagai sekolah, yang kadang-kadang diadakan kuliah malam. Kuliah ini diikuti oleh
banyak siswa, lebih dari 70 orang. Selain itu nabi juga mengajarkan spesialisasi. Mereka
yang ingin belajar Al Qu’ran harus pergi kepada orang-orang tertentu, dan mereka
yang ingin mendalami tajwid atau syariah harus belajar kepada orang-orang lain yang
mendalam benar pengetahuannya tentang bidang studi tersebut. Pendidikan bagi kaum
wanita juga tak kalah pentingnya. Nabi menyediakan satu hari khusus untuk memberikan
kuliah-kuliah kepada kaum wanita. Nabi juga mengajarkan bagaimana cara memanah,
berenang dan meramu obat-obatan, mengajarkan astronomi, geneologi dan fonetika
praktis yang diperlukan untuk membaca Al Qur’an. Satu hal yang perlu dicatat,
meskipun perhatian dipusatkan kepada Al Qur’an dan Ilmu-ilmu keislaman, namun
pengajaran semua bidang studi yang dinilai membantu pengembangan kepribadian setiap
individu atau masyarakat secara sehat dimasukkan sebagai bagian atau paket dalam
sistem pendidikan Islam kala itu. Pendidikan untuk anak laki-laki dan perempuan juga
sama-sama diutamakan. Orang-orang dewasa diberi tanggung jawab untuk mengajar
yang muda, baik mengenai agama maupun pengalamannya. Hal ini mendorong
berdirinya beberapa buah sekolah dan lembaga pendidikan. Jadi dengan kepemimpinan
nabi yang dinamik itu, tujuan akhir dalam hidup manusia bukan saja ditunjukkan, tetapi
juga diterjemahkan dalam kegiatan praktis, suatu sistem dan organisasi untuk mencapai
tujuan itu pun dibentuk. Begitulah cara nabi mendidik umatnya, sederhana namun
mengena. Di balik kesederhanaan itu kita melihat suatu kompleksitas yakni suatu
kebersamaan dalam mendidik manusia. Tak hanya aspek ruhiyah atau fikriyah saja, tapi
ilmu praktis kehidupan serta jasadiyah turut diperhatikan. Tidak mengherankan jika anak-
anak dan wanita pada zaman Rasulullah tumbuh menjadi manusia yang berani. Mereka
mengerti kapan bersuara dan kapan berdiam diri. Pribadi-pribadi yang tertarbiyah oleh
tangan Rasulullah tumbuh menjadi pribadi yang sehat, tahu persoalan umat sekaligus ahli
dalam bidang yang diminati. Mereka juga terkenal sebagai manusia-manusia kuat,
sanggup menempuh perjalanan panjang serta mampu berjihad dalam waktu yang relatif
lama. Pendek kata hampir semua sisi kebutuhan manusia dipenuhi oleh pendidikan
Rasulullah, sehingga mereka tumbuh menjadi insan kamil (manusia sempurna). Sebagai
bukti keberhasilan pembinaan Rasulullah adalah ungkapan Sayyid Quthb sebagai berikut,
‘’Muhammad SAW telah menang pada hari beliau menjadikan para sahabatnya
sebagai gambaran-gambaran hidup dari keimanannya yang memakan makanan dan
berjalan di pasar-pasar, pada hari beliau membuat tiap kepala di antara mereka sebagai Al
Qur’an yang hidup merayap di permukaan bumi, pada hari beliau menciptakan tiap
individu di antara mereka sebagai contoh yang menjelma bagi Islam, yang dapat dilihat
oleh manusia, sehingga mereka benar-benar dapat melihat Islam. Muhammad SAW telah
berhasil mengubah gagasan-gagasan yang termuat dalam Al Qur’an menjadi
manusia-manusia yang dapat disentuh oleh tangan dan dapat dilihat oleh mata’’.
‘’Muhammad SAW dalam posisi menang ketika berhasil menginternalisasikan Al-
Islam, mengubah keimanan manusia kepada Islam sampai pada tingkah laku dan
mencetak puluhan, ratusan dan ribuan naskah mushhaf. Bukan sekadar mencetak dengan
tinta di atas lembaran-lembaran kertas, tetapi mencetak dengan cahaya di atas kepingan-
kepingan hati untuk bergaul dengan manusia, mengambil dari mereka, memberi dan
berkata kepada mereka dengan ihwal sesuai dengan maksud Al-Islam yang dibawa oleh
Rasulullah dari sisi Allah SWT.’’ Apakah dunia mengetahui ada orang yang lebih
mulia, terhormat, pengasih, penyayang, agung, luhur atau lebih pandai dari mereka?!
Cukuplah bagi mereka untuk dikatakan sebagai orang-orang mulia dan agung, apabila
Alquranul Karim telah mengatakan tentang hak mereka.(48:29/59:9/33:23).(*)
PENDIDIKAN ISLAM PADA ZAMAN BANI ABBASIYAH
A.Pendahuluan

Sejak lahirnya agama islam, lahirlah pendidikan dan pengajaran islam, pendidikan dan
pengajaran islam itu terus tumbuh dan berkembang pada masa khulafaurasyidin dan masa bani Umayyah.

Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan sangat
hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar
di kota sampai ke desa-desa. Anak-anak dan pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan,
pergi kepusat-pusat pendidika, meninggalkan kampung halamannya karena cinta akan ilmu pengetahuan.

Kerajaan islam di Timur yang berpusat di Bagdad dan Cordova telah menunjukan dalam segala
cabang ilmu pengetahuan sehingga kalau kita buka lembaran sejarah dunia pada masa keemasan, yang
bermula dengan berdirinya kerajaan Abbasiyah di Bagdad, pada tahun 750 M dan berakhir dengan kerajaan
Abbasiyah pada tahun 1258 Masehi.

B.Pendidikan Islam dan Segala Aspeknya

Kekuasaan dinasti bani abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani
Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan
Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw, dinasti didirikan oleh Abdullah Alsaffah Ibnu Muhammad Ibn Ali
Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas.1

Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti islam yang sempat membawa kejayaan umat islam pada
masanya. Zaman keemasan islam dicapai pada masa dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat
islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan. Akibatnya pada masa ini banyak para
ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehinnnngga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat.

Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809
M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833 M). Kekayaan yang dimanfaatkan Harun Arrasyid untuk
keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah
terdapat paling tidak sekittar 800 orang dokter. Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya.pada masa inilah Negara islam menempatkan dirinya sebagai Negara terkuat dan tak
tertandingi. Al- Ma’mun pengganti Al- Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.
Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakan, untuk menerjemahkan buku-buku
Yunani, ia mengkaji penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut golongan lain yang ahli.
Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait
Al- Hikmah, pusat penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan

1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 49
1
perpustakaan yang besar dan menjadi perpustakaan umum dan diberi nama ”Darul Ilmi” yang berisi buku-
buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, kekota inilah para pencari datang berduyun-duyun, dan pada
masa ini pula kota Bagdad dapat memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban islam keberbagai penjuru
dunia.

Diantara bangunan-bangunan atau sarana untuk penndidikan pada masa


Abbasiyah yaitu:
• Madrasah yang terkenal ketika itu adalah madrasah Annidzamiyah, yang

didirikan oleh seorang perdana menteri bernama Nidzamul Muluk (456-486 M). Bangunan madrasah
tersebut tersebar luas di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabaristan, Naisabur dan lain-lain.

• Kuttab, yakni tempat belajar bagi para siswa sekolah dasar dan menengah.
• Majlis Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ilmuan, para ulama,
cendikiawan dan para filosof dalam menyeminarkan dan mengkaji ilmu yang
mereka geluti.
• Darul Hikmah, gedung perpustakaan pusat.2
1.Lembaga-lembaga Pendidikan.
a.Lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah
Adapun lembaga-lembaga pendidikan islam yang sebelum
kebangkitan madrasah pada masa klasik, adalah3:
1.Suffah

Pada masa Rasulullah SAW, suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas pendidikan
biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin
disini para siswa diajari membaca dan menghafal al-qur’an secara benar dan hukum islam dibawah
bimbingan langsung dari Nabi, dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan
pelajaran dasar-dasar menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.

2.Kuttab atau maktab.

Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis.
Sedangkan kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan
tulis menulis.

Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan dikuttab ini berorientasi kepada al-
qur’an sebagai suatu tex book, hal ini mencakup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal
bahasa arab. Sejarah Nabi hadits, khususnya yang berkaitan dengan Nabi SAW. Bahkan dalam
perkembangan kuttab dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan non agama
(secular learning) dan kuttab

2 Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung: CV Amirco, 1994), h. 25-26


3 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafika Persada, 2004), h. 32-42
2

yang mengajarkan ilmu agama (religius learning).

Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal
perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan dengan
peradaban helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk
filsafat.

3.Halaqah.

Halaqah artinya lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan dimana murid
dan meringkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya,
atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk
megajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.

4.Majlis.

Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam, mulanya ia merujuk pada
arti tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya disaat dunia pendidikan
islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau berlangsung.

Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam islam, majlis digunakan sebagai kegiatan
transfer ilmu pengetahuan sebagai majlis banyak ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7 (tujuh)
macam

majlis, sebagai berikut:


a.Majlis al-hadits
b.Majlis al-tadris
c.Majlis al-manazharah
d.Majlis muzakarah
e.Majlis al-syu’ara
f.Majlis al-adab
g.Majlis al-fatwa dan al-nazar

5.Masjid

Semenjak berdirinya di zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi
berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun,
yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan.

Perkembangan masjid sangat signifikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat,


terlebih lagi pada saat masyarakat islam mengalami kemajuan. Urgensi masyarakat terhadap masjid
menjadi semakin kompleks, hal ini menyebabkan karakteristik masjid berkembang menjadi dua bentuk
yaitu mesjid sebagai tempat sholat jum’at atau jami dan masjis biasa.

Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh


pejabat-penjabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib dan iman masjid.

6.Khan.
3

Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai
sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti, khan al narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di
bagdad.

7.Ribarth.

Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan
mengkonsentrasikan diri untuk semata- mata ibadah.

8.Rumah – Ulama.

Rumah sebenarnya bukan temapat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun para
ulama dizaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar
mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.

9.Toko-toko buku dan perpustakaan.

Toko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya
memang hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat,
bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu.

Disamping tokobuku, perpustakan juga memilki peranan penting dalam


kegiatan transfer keilmuan islam.
10.Rumah sakit.

Rumah sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati
orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhungan dengan perawatan dan pengobatan.
Pada masa itu, percabaan dalam bidang kedokteran dan obat-oibatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran
dan obat-obatan cukup pesat.

Rumah sakit juga merupan tempat praktikum sekolah kedoteran yang didirikan diluar rumah sakit, rumah
sakit juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan .

11.Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badui)


Badiah merupakan sumber bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap mempertahankan
keaslian dan kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa
arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak khulifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu
pengetahuan pergi kebadiah-badiah dalam rangka mempelajari bahasa dan kesusastraan arab. Dengan
begitu badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan.

b.Madrasah
1.Sejarah dan motivasi pendirian madrasah

Beberapa paradigma dapat digunakan dalam memandang sejarah dan motivasi pendirian
madrasah. Paling tidak ada 3 teori tentang timbulnya madrasah:

a.Madrasah selalu dikaitkan dengan nama nidzam al-mulk (W. 485


H/1092 M), salah seorang wajir dinasti saljuk sejak 456 H/1068 M
4

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ROSUL DAN KHULAFAUR


ROSIDIN
09.35 Diposkan oleh imamgazpada
Label: islamuna, Kuliah, Nabi
Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan utama dari pendidikan Islam. Pada ulama
telah berusaha menanamkan akhlak yang mulia, meresapkan fadhilah dalam jiwa
manusia, membiasakan mereka berpegang teguh kepada moral yang tinggi dan
menghindari hal-hal yang tercela. Ilmu di masa Rasul dan khalifah adalah suatu yang
paling berharga di dunia. Sedangkan ulama yang beramal adalah pewaris para Nabi,
seseorang tidak akan sanggup menjalankan mission (tugas-tugas) ilmiah kecuali bila ia
berhias dengan akhlak yang tinggi, jiwanya bersih dari berbagai celaan. Dengan jalan
ilmu dan amal serta kerja yang baik, rohani mereka meningkat naik mendekati Maha
Pencipta yaitu Allah SWT.
Pendidikan Islam mengutamakan segi kerohanian dan moral, maka segi pendidikan
mental, jasmani, matematik, ilmu sosial dan jurusan-jurusan praktis tidak diabaikan
begitu saja, sehingga dengan demikian pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang
komplit dan pendidikan tersebut telah meninggalkan bekas yang tidak dapat dibantah
dibidang keimanan, aqidah dan pencapaian ilmu karena zat ilmiah itu sendiri. Pada masa
Rasul telah memiliki perkembangan diberbagai bidang, misalnya ilmiah, kesusasteraan
dan kebendaan, tetapi belum sampai ke tingkah rohaniah dan akhlak yang tinggi seperti
yang pernah dicapai oleh kaum muslimin di masa kejayaannya.

A. Lembaga Pendidikan Pada Masa Rasul dan Khalifah


Adapun alasan yang muncul bagi penentuan ilmu, yang menuntutnya dijadikan tugas
agama, satu hal yang pasti adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan Rasul yang
menekankan kepentingan belajar bersama fakta, bahwa simbol sentral dari wahyu Islam
adalah sebuah kitab, menjadikan belajar tidak dapat dipisahkan dari agama yang menjadi
tempat utama dimana pengajaran dilaksanakan dalam Islam adalah masjid, dan sejak
dekade pertama sejarah Islam, lembaga pengajaran sebagian besar tetap tak dapat
dipisahkan dari masjid dan biasanya dibiayai dengan shadaqah agama.
Masjid mulai berfungsi sebagai sekolah sejak pemerintahan khalifah kedua, yaitu “Umar”
yang mengangkat “penutur” sebagai qashsh untuk masjid di kota-kota, umpama Kufa,
Bashrah, dan Damsyik guna membacakan Qur’an dan hadits (sunnah Nabi), dari
pengajaran awal dalam bahasa dan agama ini lahirlah sekolah dasar rakyat (Maktab) dan
juga pusat pengajaran lanjutan, yang berkembang menjadi universitas-universitas
pertama abad pertengahan, dan yang akan menjadi model bagi universitas permulaan di
Eropa pada abad 11 dan ke-12.
Tujuan maktab yang masih bertahan di banyak bagian dunia Islam, yaitu
memperkenalkan remaja dengan ilmu membaca, menulis, dan lebih khusus dengan
prinsip-prinsip agama. Jadi maktab berfungsi disamping sebagai pusat pendidikan agama
dan sastra bagi masyarakat umum, juga sebagai sesuatu yang lebih menarik bagi studi
kita ini tingkat persiapan bagi lembaga pengajaran lanjutan, dimana sains diajarkan dan
dikembangkan.
Pada masa ini pula, muncul kelompok tabi’in yang berguru pada lulusan awal, di antara
yang paling terkenal adalah Rabi’ah al-Razi yang membuka pertemuan ilmiah di Masjid
Nabawi, adapun murid-muridnya adalah Malik bin Anas al-Asbahi pengarang kitab “al-
Muwatta” dan pendiri mazhab Maliki. Sedangkan ulama-ulama tabi’in adalah Sa’id bin
al-Musayyab, Urwah bin al-Zubair, Salim Mawla bin Umar dan lain-lain. Di antara yang
belajar pada Ibnu Abbas adalah Mujahid (w. 105 H), Sa’id bin Jubair (w. 94 H), Ikrimah
Mawla ibn Abbas, Tawus al-Yammani, ‘Ata bin Abi Rabah, semuanya dari Mekah. Di
antara tabi’in itu juga adalah al-Hasan al-Basri yang belajar pada Rabi’ah al-Ra’y di
Madinah, kemudian kembali ke Bashrah yang dikunjungi oleh penuntut-penuntut ilmu
dari seluruh pelosok negeri Islam.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam
Ketika agama Islam diturunkan Allah, sudah ada di antara para sahabat yang pandai tulis
baca. Kemudian tulis baca tersebut ternyata mendapat tempat dan dorongan yang kuat
dalam Islam, sehingga berkembang luas di kalangan umat Islam. Ayat al-Qur’an yang
pertama diturunkan, telah memerintahkan untuk membaca dan memberikan gambaran
bahwa kepandaian membaca dan menulis merupakan sarana utama dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam. Kepandaian tulis baca dalam kehidupan sosial
dan politik umat Islam ternyata memegang peranan penting, sejak nama Nabi
Muhammad saw digunakan sebagai media komunikasi dakwah kepada bangsa-bangsa di
luar bangsa Arab, dan dalam menuliskan berbagai macam perjanjian. Pada masa
Khulafaur Rasyidin dan masa-masa selanjutnya tulis baca digunakan dalam komunikasi
ilmiah dan berbagai buku ilmu pengetahuan. Karena tulis baca semakin terasa perlu,
maka maktab berbagai tempat belajar, menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak,
berkembang dengan pesat. Pada mulanya, di awal perkembangan Islam maktab tersebut
dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah semata-
mata menulis dan membaca, sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang
terkenal pada masanya.
Lembaga Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Sekolah
Amalan Rasulullah saw diikuti oleh para sahabat dan pengikut-pengikutnya dan juga
kaum muslimin kemudian semakin berkembang negara Islam, semakin banyak pula
masjid didirikan untuk memainkan peranannya yang penting dalam masyarakat. Pada
masa pemerintahan Umar bin Khattab, negeri Parsi, Syam, Mesir dan seluruh
semenanjung tanah Arab ditaklukkan, masjid-masjid didirikan di semua kampung sebagai
tempat ibadah dan pusat pendidikan Islam.

B. Pusat Pendidikan Islam Pada Masa Rasul dan Khalifah


Bahwa meluasnya daerah kekuasaan Islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran
Islam kepada penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan
maupun yang kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan
mendidik, maka di luar Madinah, dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasai, berdirilah
pusat pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh
para tabi’in.
Mahmud Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam” menerangkan bahwa pusat
pendidikan tersebar di kota-kota besar seperti:
1. Kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
2. Kota Bashrah dan Kuffah (Irak)
3. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)
4. Kota Fistat (Mesir).
Pada masa itu pula timbullah madrasah, madrasah yang masih merupakan sekedar tempat
memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan yang lain.
C. Madrasah-Madrasah yang Terkenal dan Para Tokohnya
1. Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah adalah Mu’ad bin Jabal, pada masa khalifah
Abdul Malik bin Marwan (65-86 H). Abdullah bin Abbas pergi ke Makkah, lalu dia
mengajar tafsir, hadits, fiqih, dan sastra. Abdullah bin Abbas adalah pembangun
madrasah Makkah. Di antara murid Ibn Abbas yang menggantikannya sebagai guru di
madrasah Mekkah adalah Mujahid bin Jabar (seorang ahli tafsir al-Qur’an yang
meriwayatkannya dari Ibn Abbas), Atak bin Abu Rabah (ahli dalam fiqh), dan Tawus bin
Kaisan (seorang fuqaha) dan mufti di Makkah, dan seterusnya diwariskan kepada
muridnya juga.
2. Madrasah Madinah
Di sinilah madrasah termasyhur, karena khalifah Abu Bakar, Umar dan Usman serta
banyak pula sahabat Nabi yang mengajar. Seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib,
Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar. Zaid bin Sabit adalah seorang ahli qiraat dan
fiqih, beliau mendapat tugas memimpin penulisan kembali al-Qur’an, baik di zaman Abu
Bakar ataupun Usman bin Affan. Sedangkan Abdullah bin Umar adalah ahli hadits,
beliau juga sebagai pelopor madzhab Ahl al-Hadits yang berkembang.
Adapun ulama-ulama sahabat yang gugur kemudian digantikan muridnya adalah :
a. Sa’ad bin Musyayab
b. Urwah bin al-Zubair bin al-Awwan.
3. Madrasah Bashrah
Ulama sahabat yang terkenal di Bashrah adalah Abu Musa al-Asy’ari (sebagai ahli fiqih,
hadits dan ilmu al-Qur’an). Sedangkan Anas bin Malik (terkenal dalam ilmu Hadits),
guru yang terkenal adalah Hasan al-Basari dan Ibn Sirin. Hasan al-Basri disamping
seorang ahli fiqh, ahli pidato dan kisah, juga terkenal sebagai seorang ahli pikir dan ahli
tasawuf. Ia dianggap sebagai perintis mazhab ahl as-sunnah dalam lapangan ilmu kalam.
Sedangkan Ibn Sirin adalah seorang ahli hadits dan fiqh yang belajar langsung dari Zaid
bin Sabit dan Anas bin Malik.
4. Madrasah Kufah
Di Kufah ada Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Ali bin Abi Thalib mengurus
masalah politik dan urusan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud sebagai guru
agama. Ibn Mas’ud adalah utusan resmi khalifah Umar untuk menjadi guru agama di
Kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatkan hadits Nabi
saw, di antara murid Ibn Mas’ud yang terkenal adalah Alqamah, al-Aswad, Masruq, al-
Haris bin Qais dan Amr bin Syurahbil. Madrasah Kufah ini kemudian melahirkan Abu
Hanifah salah imam mazhab yang terkenal dengan penggunaan ra’yu dalam berijtihad.
5. Madrasah Fistat (Mesir)
Tokohnya Abdullah bin Amr bin al-As. Ia adalah seorang ahli hadits, ia tidak hanya
menghafal hadits yang didengarnya dari Nabi Muhammad saw saja, melainkan juga
menuliskannya dalam bentuk catatan, sehingga ia tidak lupa dalam meriwayatkan hadits
kepada para muridnya. Guru termasyhur setelahnya adalah Yazid bin Abu Habib al-Huby
dan Abdullah bin Abu Ja’far bin Rabi’ah. Di antara murid Yazid yang terkenal adalah
Abdullah bin Lahi’ah dan al-Lais bin Sa’id.

D. Cara Pengajaran / Penyampaian Ilmunya


Ada empat orang Abdullah yang besar sekali jasanya dalam mengajarkan ilmu-ilmu
agama kepada muridnya, yaitu :
1) Abdullah bin Umar di Madinah
2) Abdullah bin Mas’ud di Kufah
3) Abdullah bin Abbas di Makkah
4) Abdullah bin Amr bin al-Ash di Mesir.
Sahabat-sahabat itu tidak menghafal semua perkataan Nabi dan tidak melihat semua
perbuatannya. Dia hanya menghafal setengahnya. Maka oleh karena itu, kadang-kadang
hadits yang diajarkan oleh ulama di Madinah belum tentu sama dengan hadits yang
diajarkan ulama di Makkah. Oleh sebab itu, para pelajar harus belajar di luar negerinya
untuk melanjutkan studi. Misalnya, pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah
melawat ke Kufah dan lain-lain seperti hadits Nabi :
‫طَلَبُ ْال ِع ْل ِم َولَوْ بِالس ِّّن‬
“Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina”.
Yang dimaksud di sini adalah pengajaran ilmu al-Qur’an dan sunnahnya. Pada awalnya
saat permulaan turunnya al-Qur’an Nabi mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi.
Mereka berkumpul membaca al-Qur’an dan memahami kandungan setiap ayat yang
diturunkan Allah dengan jalan bertadarus.
Pengajaran al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai Nabi Muhammad saw bersama
pada sahabatnya hijrah ke Madinah. Sejalan dengan itu, berpindahlah pusat pengajaran
al-Qur’an ke Madinah. Penghafalan dan penulisan al-Qur’an berjalan terus sampai masa
akhir turunnya. Dengan demikian al-Qur’an menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Selanjutnya untuk memantapkan al-Qur’an dalam hafalannya, Nabi Muhammad saw
sering mengadakan ulangan terhadap hafalan-hafalan mereka.
Al-Qur’an adalah dasar pengajaran, fondasi semua kebiasaan yang akan dimiliki kelak.
Sebabnya ialah segala yang diajarkan pada masa muda seseorang, berakar lebih dalam
dari pada yang lainnya.
Sedangkan pada masa Khulafaur Rasyidin, cara pengajaran dan penyampaian ilmunya
masih sama pada masa Nabi Muhammad saw, yaitu meneruskan jejak Nabi.

KESIMPULAN
Kesimpulannya bahwa sejarah pendidikan Islam di masa Rasul dan Khulafaur Rasyidin
sangat menekankan pada pemahaman dan penghafalan al-Qur’an. Pada masa ini
keilmuan yang berkembang belum terlalu meluas seperti pada masa setelahnya. Adapun
cara pengajarannya sangat sederhana yaitu dengan bertatapan langsung antara pendidik
dan peserta didiknya, sehingga pelajaran lebih cepat dipahami.
1.

2.

Arti Pentingnya Guru dalam Pembelajaran 9 Juli 2010


Filed under: Pendidikan — Robby @ 09:25

Arti pentingnya kinerja Guru dalam pembelajaran

oleh : Agus Rubiyanto,S.Pd.I

Keberadaan guru dalam pembelajaran di Madrasah masih tetap memegang peranan yang
penting. Peran tersebut belum dapat diganti dan diambil alih oleh apapun. Hal ini
disebabkan karena masih banyak unsur-unsur manusiawi, sikap, sistem nilai, perasaan,
motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang tidak dapat diganti oleh unsur lain. Guru
merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada
umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh
identifikasi diri.

Imam Al Ghazali seorang ahli pendidik Islam juga memandang bahwa pendidik
mempunyai kedudukan utama dan sangat penting. Beliau mengemukakan keutamaan dan
kepentingan pendidik tersebut dengan mensitir beberapa hadist dan atsar.

Nabi SAW bersabda,”Barang siapa mempelajari satu bab dari ilmu untuk diajarkannya
kepada manusia, maka ia diberikan pahala tujuh puluh orang siddiq (orang yang selalu
benar, membenarkan Nabi, seperti Abu Bakar As-Siddiq)”. Nabi Isa as
bersabda,”Barang siapa berilmu dan beramal serta mengajar, maka orang itu disebut
”orang besar” di segala penjuru langit”. Nabi bersabda,”Sebaik-baiknya pemberian dan
hadiah adalah kata-kata bernikmat. Engkau dengan lalu engkau simpan baik-baik.
Kemudian engkau bawakan kepada saudaramu muslim, engkau ajari dia. Perbuatan
yang demikian sama dengan ibadah setahun”. Nabi SAW bersabda pula,”Bahwasannya
Allah SWT, malaikat-malaikatnya, isi langit dan bumi hingga semut yang ada di dalam
lubang dan ikan di dalam laut, semuanya berdoa kebajikan kepada orang yang
mengajarkan  manusia”. Nabi SAW bersabda,”Tiadalah seorang musli memberi faedah
kepada saudaranya, yang lebih utama daripada kabar baik yang ia sampaikan,
kemudian disampaikan pula kepada orang lain. Nabi SAW bersabda,”Sepatah kata
kebajikan yang didengar oleh seorang muslim lalu diajarkannya dan diamalkannya
adalah lebih baik baginya daripada ibadah setahun”. Nabi SAW
bersabda,”Barangsiapa yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan
mengekangnya dengan kekang api neraka”.

Imam Al Ghazali juga mengemukakan tentang mulianya pekerjaan mengajar. Beliau


berkata :

”Seorang alim yang mau mengamalkan apa yang telah diketahuinya, dinamakan
seorang besar disemua kerajaan klangit. Dan seperti matahari yang menerangi alam-
alam yang lain dan mempunyai cahaya dalam dirinya, dan dia seperti minyak wangi
yang mewangikan orang lain, karena ia memang wangi. Barang siapa yang yang
memiliki kerajaan mengajar, ia telah memilih pekerjaan besar dan penting. Maka dari
itu, hendaklah ia mengajar tingkah lakunya dan kewajiban mengajarnya”.
Selain dalil-dalil nas seperti tersebut di atas, Imam Al Ghazali juga mengemukakan
pentingnya pekerjaan mengajar dengan mempergunakan dalil akal. Beliau berkata :

”Mulia dan tidaknya pekerjaan itu diukur dengan apa yang dikerjakan. Pandai emas
lebih mulia dari pada penyamak kulit, karena tukang emas mengolah emas satu logam
yang amat mulia, dan penyamak kulit mengolah kulit kerbau. Guru mengolah manusia
yang dianggap makhluk paling mulia dari seluruh makhluk Allah. Oleh karenanya
pekerjaan mengajar amat mulia, karena mengolah manusia tersebut. Bukan itu saja
keutamaanya, guru mengolah bagian yang mulia dari antara anggota-anggota manusia,
yaitu akal dan jiwa dalam rangka menyempurnakan, memurnikan dan membawanya
mendekati Allah semata”.

Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

1. Perbuatan mendidik/mengajar merupakan perintah yang wajib dilaksanakan dan


barang siapa mengelak dari kewajiban ini diancam dengan siksa kekangan api
neraka.
2. Perbuatan mendidik/mengajar merupakan amal kebajikan jariyah yang akan
mengalirkan pahala selama ilmu yang diajarkan tersebut masih diamalkan orang
yang belajar
3. Perbuatan mendidik/mengajar merupakan amal kebajikan yang dapat
mendatangkan maqfirah dari Allah SWT
4. Perbuatan mendidik/mengajar merupakan perbuatan yang sangat mulia karena
mengolah organ manusia yang mulia.

Begitu pentingnya dan mulianya tugas panggilan seorang guru, maka seorang pendidik
harus memiliki sifat-sifat tertentu agar dia dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya. Sifat-sifat tersebut menurut Prof. Dr.Moh.Athiyah Al-Abrasyi dalam Prof. H.
Bustami A. Ghani (1974) sebagai berikut :

1. Memiliki sifat Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
keridhaan Allah SWT semata.
2. Seorang guru harus jauh dari dosa-dosa besar, sifat riya’ (mencari nama), dengki,
permusuhan, perselisihan dan lain-lain sifat tercela.
3. Ikhlas dalam pekerjaan. Keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam
pekerjaannya merupakan jalan terbaik ke arah suksesnya di dalam tugas dan
sukses murid-muridnya.
4. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri,
menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena sebab-
sebab yang kecil, berkepribadian dan mempunyai harga diri.
5. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya, seperti cintanya terhadap anak-
anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan keadaan
anak-anaknya sendiri. Bahkan seharusnya ia lebih mencintai murid-muridnya
daripada anaknya sendiri.
6. Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan
pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik murid-muridnya.
7. Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya , serta
memperdalam pengetahuannya sehingga mata pelajaran yang diajarkannya tidak
akan bersifat dangkal.

Dari uraian di atas terlihat bahwa seorang guru dituntut untuk profesional dalam
melaksanakan tugas, baik sikap dan kepribadian maupun dalam penguasaan dalam ilmu
dalam mendidik. Sehingga dapat dikatakan, seorang guru akan sukses melaksanakan
tugas apabila ia profesional dalam bidang keguruannya. Di samping itu tugas seorang
guru mulia dan mendapat derajat yang tinggi yang diberikan Allah SWT disebabkan
mereka mengajarkan ilmu kepada orang lain. Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai
pekerjaan profesional maka syarat dan ciri pokok pekerjaan profesional menurut Dr.
Wina Sanjaya, M.Pd. (2005:142-143) sebagai berikut:

1. ”Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang
hanya mungkin didapatkan dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai,
sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
2. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang
spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan
yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas.
3. Tingkat kemampuan dan keahlian suatu profesi didasarkan kepada latar belakang
pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin
tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin
tinggi pula tingkat keahliannya dengan demikian semakin tinggi pula tingkat
penghargaan yang diterimanya.
4. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap
sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat
tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkan dari pekerjaan profesinya itu”.

Untuk memahami bahwa apakah pekerjaan guru telah memenuhi kriteria sebagai
pekerjaan profesional maka ciri dan karakteristik dari proses mengajar sebagai tugas
profesional guru menurut Sanjaya (2005:143-144) sebagai berikut:

1. ”Mengajar bukanlah hanya menyampaikan materi pelajaran saja, akan tetapi


merupakan pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Oleh karena itu
dalam melaksanakannya, diperlukan sejumlah keterampilan khusus yang
didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik. Artinya, setiap
keputusan dalam melaksanakan aktivitas mengajar bukanlah didasarkan kepada
pertimbangan subjektif atau tugas yang dapat dilakukan sekehendak hati, akan
tetapi didasarkan kepada suatu pertimbangan berdasarkan keilmuan tertentu,
sehingga apa yang dilakukan guru dalam mengajar dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang guru profesional diperlukan
latar belakang pendidikan yang sesuai, yaitu latar belakang pendidikan keguruan.
2. Sebagaimana halnya tugas seorang dokter yang berprofesi menyembuhkan
penyakit pasiennya, maka tugas seorang guru pun memiliki bidang keahlian yang
jelas, yaitu mengantarkan siswa ke arah tujuan yang diinginkan. Memang hasil
pekerjaan seorang dokter atau profesi lainnya berbeda dengan hasil pekerjaan
seorang guru. Kinerja profesi non keguruan seperti seorang dokter biasanya dapat
dilihat dalam waktu yang singkat. Namun tidak demikian dengan guru. Hasil
pekerjaan seorang guru seperti mengembangkan minat dan bakat serta potensi
yang dimiliki seseorang, termasuk mengembangkan sikap tertentu memerlukan
waktu yang cukup panjang sehingga hasilnya baru dapat dilihat setelah beberapa
lama, mungkin satu generasi. Oleh karena itu kegagalan guru dalam
membelajarkan siswa berarti kegagalan membentuk satu generasi manusia.
3. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang
keahliannya, diperlukan tingkat pendidikan yang memadai. Menjadi guru bukan
hanya cukup memahami materi yang harus disampaikan, akan tetapi juga
diperlukan kemampuan dan pemahaman tentang pengetahuan dan keterampilan
yang lain, misalnya pemahaman tentang psikologi perkembangan manusia,
pemahaman tentang teori perubahan tingkah laku, kemampuan
mengimplementasikan berbagai teori belajar, kemampuan merancang, dan
memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar, kemampuan mendesain
strategi pembelajaran yang tepat dan lain sebagainya, termasuk kemampuan
mengevaluasi proses dan hasil kerja. Oleh karena itulah seorang guru bukan
hanya tahu tentang what to teach, akan tetapi juga paham tentang how to teach.
Kemampuan semacam itu tidak mungkin datang dengan sendirinya, akan tetapi
hanya mungkin didapatkan dari satu proses pendidikan yang memadai dari satu
lembaga pendidikan yang khusus yaitu lembaga pendidikan keguruan.
4. Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan
berperan aktif di masyarakat. Oleh sebab itu tidak mungkin pekerjaan seorang
guru dapat melepaskan dari kehidupan sosial. Hal ini berarti, apa yang dilakukan
guru akan memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat. Sebaliknya semakin
tinggi derajat keprofesionalan seseorang, misalnya tingkat pendidikan keguruan
seseorang, maka semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan masyarakat.
5. Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis, akan tetapi pekerjaan yang
dinamis, yang selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itulah guru dituntut peka terhadap
dinamika perkembangan masyarakat, baik perkembangan kebutuhan yang
selamanya berubah, perkembangan sosial, budaya, politik termasuk
perkembangan teknologi”.

Berdasarkan ciri dan karakteristik tersebut, pekerjaan guru bukanlah mudah, namun perlu
usaha yang ekstra. Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan
merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang
telah mempercayai madrasah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu
pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan
tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan
pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi
keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.

Menurut Roestiyah (1989 : 80) fungsi guru dalam proses pembelajaran adalah :
a. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengevaluasi hasil belajar siswa dan
mengevaluasi program pengajaran yang telah dilaksanakan . Sebagai pengajar guru
merupakan peranan aktif (medium) antara pesta didik dengan ilmu pengetahuan.” Secara
umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan oleh
guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik dengan dakwah
Islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat baik.

Di dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 104 Allah berfirman:

“Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan,
menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-
orang yang beruntung.”

Profesi seorang guru juga dapat di katakan sebagai penolong orang lain, karena dia
menyampaikan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar orang lain dapat
melaksanakan ajaran Islam. Dengan demikian akan tertolonglah orang lain dalam
memahami ajaran Islam. Musthafa Al-Maraghi (1986 : 31) mengatakan ”Orang yang
diajak bicara dalam hal ini adalah umat yang mengajak kepada kebaikkan, yang
mempunyai dua tugas, yaitu menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat mungkar”,
Dalam tafsir Al-Azhar (1983:31), diterangkan bahwa: “Suatu umat yang menyediakan
dirinya untuk mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat yang
ma’ruf yaitu, yang patut, pantas, sopan, dan mencegah dari yang mungkar.

Berdasarkan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya, guru berkewajiban membantu perkembangan anak menuju
kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam, apalagi di dalam tujuan pendidikan
terkandung unsur tujuan yang bersifat agamis, yaitu agar terbentuk manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b.   Sebagai pendidik (educator) , artinya seorang guru tidak hanya bertugas sebagai
pengajar saja, tetapi juga mendidik (to educase) yaitu mengarahkan anak didik pada
tingkat kedewasaan yang berkepribadian insane kamil seiring dengan tujuan Allah
menciptakannya.

Sehubungan dengan hal itu Abidin (1989 : 29) juga menegaskan bahwa” Tugas dan
tanggung jawab utama yang harus dilaksanakan oleh guru di madrasah adalah
membimbing dan mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian anak didik pada
ajaran Islam. Menurut Al-Ghazali guru harus memiliki akhlak yang baik, karena anak-
anak didiknya selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus diikutinya.

Sedangkan Nur Uhbayati (1997 : 72) mengemukakan tugas dan tanggung jawab yang
harus dilaksanakan oleh pendidik (guru) antara lain:

1.      Membimbing anak didik kepada jalan yang sesuai dengan ajaran agama Islam
2.      Menciptakan situasi pendidikan keagamaan yaitu suatu keadaan di mana tindakan-
tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan hasil yang memuaskan sesuai dengan
tuntutan ajaran Islam.

Pada sisi lain Samsul Nizar (1993 : 44) mengungkapkan tentang rangkaian tugas guru
dalam mendidik: “rangkaian mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum,
memberikan contoh, membiasakan. Imam Barnadib (1993 : 40)  menambahkan dengan
tugas guru terkait dengan perintah, larangan, menasehati, hadiah, pemberian kesempatan,
dan menutup kesempatan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tugas pendidik bukan
hanya sekedar mengajar, di samping itu bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam
proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara
baik dan dinamis.

c.   Sebagai pemimpin (managerial), artinya ia memimpin dirinya sendiri, anak didik,


dan masyarakat terkait, yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengkontrolan, dan partisipasi atas program yang dilakukan. Guru
merupakan pemimpin pendidikan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru
harus dapat mempertanggung jawabkan terhadap Allah atas kepeimipinannya
sebagaimana terdapat dalam hadis yang berbunyi:

‫ كلكم راع وكلكم مسؤل عن راعية (رواه‬: ‫حديث عبد هللا بن عمرى رضى هللا عنهما عن النبي صلى هللا وسلم قال‬
)‫البخارى‬

Artinya : ”Hadis Abdullah bin Umar r.a bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda
“Setiap kamu adalah pemimpin yang akan diminta pertangguna jawaban atas
kepemimpinannya

Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat
pribadi dan sosial. Dalam pendidikan formal (Madrasah) guru adalah pemimpin di dalam
kelas yang bertanggung jawab tidak hanya terhadap perbuatannya, tetapi juga terhadap
perbuatan orang-orang yang berada di bawah perintah dan pengawasannya yaitu siswa.

Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh guru
terutama guru pendidikan Islam/ madrasah, Al-Abrasyi yang mengutip pendapat Al-
Ghazali mengemukakan bahwa:

1.      Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan mereka
seperti perlakuan anak sendiri.

2.      Tidak mengharapkan jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan
mengajar itu mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada tuhan.

3.      Berikanlah nasehat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan gunakanlah setiap
kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya
4.      Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sendirian jika
mungkin dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela

5.      Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan
perbuatannya.

Dalam paparan yang diungkapkan oleh Muhibbin Syah (2000: 250-252), pada dasarnya
fungsi atau peranan penting guru dalam proses belajar mengajar ialah sebagai director of
learning (direktur belajar). Artinya, setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai
mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja
akademik) sebagaimana yang telah ditetapkan dalam sasaran kegiatan proses belajar
mengajar. Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa peranan guru dalam dunia
pendidikan modern seperti sekarang ini semakin meningkat dari sekedar pengajar
menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung jawab guru pun menjadi
lebih kompleks dan berat pula.

Perluasan tugas dan tanggung jawab guru tersebut membawa konsekuensi timbulnya
fungsi-fungsi khusus yang menjadi bagian integral (menyatu) dalam kompetensi
profesionalisme keguruan yang disandang oleh para guru. Menurut Gagne, setiap guru
berfungsi sebagai:

a.   Designer of instruction (perancang pengajaran)

Fungsi guru sebagai designer of instruction (perancang pengajaran) menghendaki guru


untuk senantiasa mampu dan siap merancang kegiatan belajar mengajar yang berhasil
guna dan berdayaguna.

b.   Manager of instruction (pengelola pengajaran)

Fungsi guru ini menghendaki kemampuan guru dalam mengelola (menyelenggarakan dan
mengendalikan) seluruh tahapan proses belajar mengajar.

c.   Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).

Fungsi ini menghendaki guru untuk senantiasa mengikuti perkembangan taraf kemajuan
prestasi belajar atau kinerja akademik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran.

Selanjutnya untuk menjalankan tugas sebagai guru profesional, ada tujuh komponen yang
harus dimiliki seorang guru, yaitu :

a.   Guru sebagai sumber belajar; Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat
dengan penguasaan materi pelajaran dengan baik dan benar. Guru yang profesional
manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar-benar ia
berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa
berkaitan dengan materi pelajaran yang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan
penuh keyakinan. Sebagai sumber belajar, guru harus memiliki bahan referensi yang
lebih banyak dibandingkan dengan siswanya. Guru harus mampu menunjukkan sumber
belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas
rata-rata siswa lainnya. Guru harus mampu melakukan pemetaan materi pelajaran,
misalnya dengan menentukan materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi
tambahan, dan mana materi yang diingat kembali karena pernah di bahas.

b.  Guru sebagai fasilitator; Sebagai fasilitator guru berperan dalam memberikan


pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat
melaksanakan peran sebagai fasilitator, ada beberapa hal yang harus dipahami guru :

Pertama, guru perlu memahami bebagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi
masing-masing media tersebut. Kedua, guru perlu mempunyai ketrampilan dalam
merancang suatu media. Ketiga, guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai
jenis media serta dapat memanfaatkan sebagai sumber belajar, termasuk memanfaatkan
teknologi informasi. Keempat, sebagai fasilitator guru dituntut agar mempunyai
kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa.

c.   Guru Sebagai pengelola; Sebagai pengelola pembelajaran (learning manager), guru


berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar
secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap
kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa. Sebagai menager guru memiliki
empat fungsi umum.

Pertama, merencanakan tujuan belajar. Kedua, mengorganisasikan berbagai sumber


belajar untuk mewujudkan tujuan belajar. Ketiga memimpin yang meliputi memotivasi,
mendorong, dan menstimulasi siswa. Keempat mengawasi segala sesuatu apakah sudah
berfungsi sebagaimana mestinya atau belum dalam rangka pencapaiaan tujuan.

d.   Guru sebagai demonstrator; Peran guru sebagai demonstrator adalah peran guru agar
dapat mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih
mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai
demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sifat-sifat
terpuji dalam setiap aspek kehidupan, dan guru merupakan sosok ideal yang dapat
diteladani siswa. Kedua, sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana
caranya agar setiap materi pelajaran bisa lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa.

e.   Guru sebagai pembimbing; Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan, dan
membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Agar guru
dapat berperan sebagai pembimbing, ada dua hal yang harus dimiliki. Pertama, guru
harus memahami anak didik yang sedang dibimbingnya. Misalnya memahami tentang
gaya dan kebiasaa belajarnya, memahami potensi dan bakatnya. Kedua, guru harus
memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi
yang akan dicapai, maupun merencanakan proses pembelajaran.

f.    Guru sebagai motivator; Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu
aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan
disebabkan oleh kurangnya kemampuan. Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi
untuk belajar. Oleh karena itu untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut
kreatif untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa hal yang patut
diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajar adalah sebagai berikut : (1)
Memperjelas tujuan yang ingin dicapai, (2) membangkitkan minat siswa, (3)
Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (4) Memberi pujian yang wajar
terhadap keberhasilan siswa, (5) Memberikan penilaian yang positif, (6) Memberi
komentar tentang hasil pekerjaan siswa, dan (7) menciptakan persaingan dan kerjasama.

g.         Guru sebagai evaluator; Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan
data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi
tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-
angka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses
pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang
peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang
diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak
diberikan program pembelajaran baru; atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai
standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remedial.

Anda mungkin juga menyukai