Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi akut perenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitiil.1 ditandai oleh demam, batuk, sesak ( peningkatan frekuensi pernafasan ), nafas
cuping hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang sianosis.2
Virus adalah penyebab paling banyak pneumonia pada anak-anak akan tetapi 20-
30 % penyebabnya merupakan bakteri. Pada pneumonia dapat ditemukan infitrasi atau
konsolidasi jaringan intersisial dan parenkim paru oleh sel-sel radang.2
Gejala klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan pathogen
penyebabnya, sedangkan pada anak-anak bisa tidak muncul gejala. 3 Pada auskultasi,
dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles ( ronki basah halus ) yang khas
pada anak besar, bisa ditemukan pada bayi.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
umumnya dalam batas normal. Sedangkan pemeriksaan radiologis didapatkan hiperinflasi
paru, sela iga melebar, penekanan diafragma dan sudut costoprenikus menyempit.1
Diagnosis dari pneumonia tidak begitu sulit. Adapun diagnosa banding daripada
pneumonia adalah asma bronkiale, bronkopneumonia, bronkitis akut, gagal jantung, dan
aspirasi benda asing. Terapi yang diberikan dapat berupa oksigen, bronkodilator,
kortikosteroid, antibiotika dan juga terapi cairan.1
Prognosis pasien dengan pneumonia biasanya baik bila tanpa disertai penyakit
yang lain. Karena bayi lahir prematur mudah sekali terserang bronchiolitis, pemberian
antibodi protektif dianjurkan sebagai pencegahan.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 Definisi
Pneumonia adalah infeksi akut perenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitiil.1 Ditandai oleh demam, batuk, sesak ( peningkatan frekuensi pernafasan ),
nafas cuping hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang sianosis. Sedangkan
bronkopneumonia adalah pneumonia yang disertai radang yang meluas ke bronkus2

2.2 Epidemiologi
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian utama pada
balita. Hasil penelitian yang dilakukan Departemen Kesehatan mendapatkan pneumonia
penyebab kejadian dan kematian tertinggi pada balita. Berbagai mikroorganisme dapat
menyebabkan pneumonia, antara lain virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek
anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GE, aspirasi, dll.3

2.3 Etiologi
Virus adalah penyebab paling banyak pneumonia pada anak-anak akan tetapi 20-30 %
penyebabnya merupakan bakteri. Banyak faktor yang bisa meningkatkan resiko
pneumonia seperti cacat kongenital, kekurangan sistem imun oleh karena suatu penyakit
atau obat, penyakit genetik seperti tracheoesophageal fistula, fibrosis cistik, sel bulan
sabit, reflux gastroesophageal, aspirasi benda asing, ventilasi mekanik, serta lama
diopname di rumah sakit.3
Pathogen penyebab pneumonia bermacam-macam, virus merupakan penyebab
pada kebanyakan kasus, seperti : adenovirus, respiratory syncytial, parainfluenza, serta
virus influenza. Pneumonia pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh organisme
yang berasal dari organ genital wanita sewaktu dia hamil, termasuk Group B
Streptococci, Moraxella catarrhalis merupakan penyebab yang tidak umum atau jarang,
Haemophillus influenza penyebab yang kasusnya semakin menurun karena telah
ditemukan vaksinnya, Mycobacterium tuberculosis, lung flukes penyebab pneumonia
pada anak-anak.3

2
Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae penyebab paling umum
kasus pneumonia pada anak-anak di atas 6 tahun, Chlamydia pneumoniae menimbulkan
infeksi pada anak-anak (5-14 tahun), beberapa kasus pneumonia disebabkan oleh kontak
langsung dengan binatang, seperti : Francisella tularensis (kelinci), Chlamydia psittaci
(burung), Coxiella burnetti (domba), Salmonella choleraesuis (babi).3
Pneumococcus adalah bakteri diplococcus gram positif yang biasanya sering
ditemukan pada saluran pernafasan atas, infeksi serius biasanya disebabkan oleh 14
serotipe, seperti 14,6,18,19,23,8,9,7,1 dan 33

Immunocompetent Immunocompromised
Bacterial Streptococcus pneumoniae Pseudomonas spp.
Haemophillus influenza Enterobacteriaceae
Staphylococcus aureus Legionella pneumophilia
Group A Streptococci Nocardia spp.
Bordetella pertusis Rhodococcus equi
Moraxella catarrhalis Actinomyces spp.
Yersinia pestis Anaerobis bacteria
Pasteurella multocida Enterococcus spp.
Brucella spp.
Francisella tularensis
Neisseria meningitidis
Salmonella spp.
Bacteria-like agents Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Chlamydia trachomatis
Chlamydia psittaci
Coxiella burnetti
Rickettsia ricketsii
Most Common Baacterial Causes of Pneumonia in Immunocompetent and
Immunocompromised Children Over 1 Month of Age

3
RISK FACTORS FOR PNEUMONIA
OR DEATH FROM ARI

Malnutrition, poor
breast feeding
practices

Lack of immunization Vitamin A deficiency

Young age Low birth weight

Increase
risk of
ARI

Cold weather
Crowding or chilling

High prevalence Exposure to air pollution


of nasopharyngeal Tobacco smoke
carriage of
pathogenic bacteria Environmental air pollution

2.4 Patologi
Infitrasi atau konsolidasi jaringan intersisial dan parenkim paru oleh sel-sel radang.2

2.5 Patogenesis
Infeksi pada paru-paru terjadi bila salah satu pertahanan tubuh diubah (barrier
mekanik, otonom, sistem imun lokal atau sistemik) ketika tubuh diserang oleh organisme
virulent . agen yang menyebabkan infeksi ini berasal dari inhalasi, atau melalui pembuluh
darah (endapan dalam darah). Tubuh berusaha untuk membersihkannya dengan sistem
respon tubuh.3
Pneumonia oleh karena bakteri pada parenkim paru menimbulkan konsolidasi bila
terjadi pada lobular paru (bronchopneumonia), bisa terjadi pada lobar maupun interstitial.

4
Diawali tahap ”Red Hepatization” dengan hiperemi oleh karena pembesaran pembuluh
darah, timbul eksudat intraalveolar, deposit fibrin, infiltrasi neutrofil. Tahap selanjutnya
disebut ”Gray Hepatization” didominasi oleh deposit fibrin, disintegrasi sel inflamasi
secara progresif, kemudian terjadi resolusi (8-10 hari) dimana eksudat yang muncul
dibersihkan melalui mekanisme batuk dan dihancurkan dengan enzym pencernaan.
Konsolidasi dari jaringan paru menurunkan lung compliance dan kapasitas vital paru,
menyebabkan hypoxemia dengan kompensasi meningkatkan aliran darah ke paru
sehingga kerja jantung menjadi meningkat. Apabila meluas ke rongga pleura bisa
menimbulkan empyema. Penebalan fibrous terjadi pada tahap resolusi.3
Bagan3 :
Inokulasi pathogen melalui inhalasi / hematogen

Respon imun tubuh untuk ”Clearing Mechanism”

“Red Hepatization”

“Gray Hepatization”

Resolusi (fibrosis paru) Lung Compliance menurun


Blood flow meningkat
Kerja jantung meningkat

5
Bagan terjadinya bronkopneumonia2:
FOKUS INFEKSI
INHALASI DROPLET (DLM TUBUH)

ASPIRASI DLL SALURAN NAFAS ATAS ALIRAN LIMFE

SALURAN
BAWAH ALIRAN DARAH

JARINGAN INTERSISIAL
PARENKIM PARU

1. PNEMONIA 2. PNEMONITIS BRONKIOLITIS


( BRONKOPNEMONIA)

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang muncul tergantung dari umur pasien, dan pathogen penyebabnya,
sedangkan pada anak-anak bisa tidak muncul gejala.3 Pada neonatus sering dijumpai
takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua
jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis,
batuk, panas, dan iritabel.1
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif /produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif /
produktif ), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur,
akan dijumpai adanya nafas cuping hidung.1
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernapasan menurun. Fine crackles (ronki
basah halus) yang khas pada anak besar, bisa ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak
besar adalah dull ( redup ) pada perkusi, vokal fremitus menurun, dan terdengar fine
crackles (ronki basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan

6
nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi anak berbaring ke arah yang
sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri, dapat menjalar ke leher, bahu, dan perut.1
Pada bronkopneumonia gejala klinisnya adalah sebagai berikut4:
1. Gejala URI :
- Coryza, malaise, febris ringan, sneezing, 2-3 hari
2 Gejala infeksi saluran nafas tengah dan bawah:
- Batuk, malaise, febris, dapat wheezing, sesak
2. Gejala infeksi
Febris:
- Dapat akut, tinggi sampai 39-40 C, meningkat cepat
- Fluktuatif
- Turun secara lisis
- Sering terjadi relaps oleh karena terjadi daerah konsolidasi yang
baru, berlangsung 3-4 minggu
- Pada anak yang lemah kadang-kadang : subfebril
Cardiorespiration :
- Nadi relatif lebih cepat dari lobar pneumonia
- Sesak
- Respirasi cepat dan dangkal dapat sampai 100 X permenit
- Sering dengan grunting
- Pernafasan cuping hidung
- Cyanosis sekitar mulut dan hidung
- Batuk variable, pada awalnya kering, kemudian produktif
Lain-lain:
- Gelisah dan cemas
- Muntah dan diarrhea
- Tampak sakit berat, gangguan respirasi lebih nyata dari lobar
pneumonia, sayu, pucat, lidah kering
fisik :
- Tergantung luas infiltrat
- Sering negatif pada awal, bila menyatu : dullness

7
- Suara respirasi mengeras/ kasar, terutama dekat basal paru-paru
- Ronchi basah, nyaring, halus sampai sedang pada daerah
konsolidasi
- Retraksi ringan pada ICS terutama pada anak dibawah 2 tahun,
karena dinding thorax lemah
- Perkusi : variable, normal, hypersonor ( karena emphysema
komponsantoir ), bila konsolidasi luas : demping yang absolut
Stadium terminal : respirasi dan jantung ireguler  cheyne stoke  apneu 
bradikardia  nadi tak teraba  gasping  eksitus

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Penilaian Laboratorium
Pada pasien pneumonia oleh karena bakteri jumlah sel darah putih meningkat
(neutrofil) (>15000/mm3), thrombocytosis terjadi lebih dari 90 % anak dengan
empyema. Hyponatremia akibat sekunder dari meningkatnya hormon ADH. Sputum
bisa menjadi bahan pemeriksaan pada orang dewasa dan jarang diproduksi pada anak-
anak dibawah 10 tahun, kualitas sputum yang baik mengandung 25
polymorphonucclear sel per field. Kultur darah positif hanya 3-11 % pasien
pneumonia. Pemeriksaan antigen bakteri pada serum dan urin mempergunakan latex
particle aglutination atau CIE memiliki sensitivitas dan spesivisivitas yang rendah.
Teknik invasive pada pasien dengan efusi pleura bertujuan untuk memeriksa cairan
pleura atau dengan Flexible bronchoscopy (FB) dengan bronchoalveolar lavage
(BAL). Ada cara lain yakni open lung biopsy dipergunakan bila cara invasive lainnya
gagal dalam mendiagnosa akan tetapi cara ini memiliki kelemahan seperti dapat
membentuk broncopleural fistula.3
2. Pemeriksaan Radiografi
Gambaran padat radiografi paru secara klasik dibagi menjadi 3, yaitu : alveolar
(disebabkan oleh pneumococcus dan bakteri lain), interstitial pneumonia (disebabkan
oleh virus atau mycoplasma), serta Bronchopneumonia (oleh karena S. aureus atau
bakteri lain) memiliki pola difus bilateral dengan meningkatnya batas peribroncial,
adanya infiltrat fluffy (seperti benang/rambut halus) yang kecil dan meluas ke perifer.

8
Staphylococcal pneumonia terkait dengan gambaran pneumatoceles dan efusi pleura
(empyema). Mycoplasma penyebab pneumonia memiliki pola yang sama dengan pola
bakteri atau virus, ditambah dengan adanya infiltrat retikuler dan retikulonoduler
yang terlokalisir pada satu lobus. Pada anak-anak konsolidasi pneumonia berbentuk
spheris menyerupai tumor pada awalnya dan selanjutnya meluas, single dengan batas
tidak jelas.3

2.8 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.4

2.9 Diagnosa Banding


1. Asthma Bronchiale5
Umumnya asthma terdapat pada usia lebih dari 9-12 bulan, tapi terbanyak di atas usia
2 tahun. Perlu pula diketahui, bahwa 10-30 % dari anak yang menderita bronchiolitis
setelah agak besar menjadi penderita asthma.
Yang dapat membantu diagnosis asthma diantaranya, ialah :
- Anamnesa keluarga : penderita asthma positif atau penyakit atopik
- Serangan asthma lebih dering berulang atau episodic
- Mulai lebih akut seringkali tidak perlu didahului oleh adanya infeksi saluran
pernapasan bagian atas.
- Ekspirasi yang sangat memanjang
- Ronchi lebih terbatas
- Pulmonary inflation lebih ringan
- Laboratoris ditemukan eosinophilia
- Reaksi terhadap bronchodilator pada umumnya nyata, juga epinephrine.
2. Bronchiolitis akut5
- inflamasi di bronkiolus
- menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun
- karakteristik: nafas yang cepat, dada tertarik, dan wheezing
- ditandai dengan respiratory distress dan overdistensi pada paru

9
- Gambaran radiologis didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan
diafragma dan sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP meningkat pada
fotolateral.
3. Bronchitis Acuta5
- Terjadi di bronchus
- Gejala obstruksi dan gangguan pertukaran tidak nyata atau ringan.
Ronchi : basah, kasar.
- Dapat berkembang menjadi bronchiolitis.

Pneumonia dengan penyebab bakteri maupun non bakteri dapat dilihat dengan
perbedaan diagnosis3 :
Bacterial Viral Mycoplasma
Umur Semua Semua 5-15 tahun
Waktu Musim dingin Musim dingin Semua tahun
Permulaan Abrupt Variabel Tiba-tiba
Demam Tinggi Variabel Rendah
Nafas cepat Umum Umum Tidak umum
dan dangkal
Batuk Produktif Nonproduktif Nonproduktif
Gejala yang Mild coryza, sakit Coryza (rhinitis akut) Bullous myringitis,
menyertai abdomen pharingitis
Keadaan fisik Konsolidasi, sedikit Variabel Fine crackle,
crackle wheezing
Leukositosis Umum Variabel Tidak umum
Radiografi Konsolidasi Infiltrate difus Variabel
bilateral
Ufusi pleura Umum Jarang Kecil dalam 10-20%

2.10 Penatalaksanaan2
1. Oksigen
Bila terdapat tanda hipoksemia; gelisah, sianosis dan lain-lain. Cukup 40 %.
Kecepatan diperkirakan dari volume tidal dan frekuensi pernafasan. Di bawah 2
tahun biasanya 2 ltr/ mnt; di atas 2 tahaun hingga 4 ltr/ mnt
Perkiraan volume tidal menurut umur dan panjang badan
Bayi 5 tahun 10 tahun 15 tahun
( 50 cm ) ( 110 cm ) ( 130 cm ) ( 160 cm )
18 ml 200 ml 300ml 500 ml

10
2. Humiditas
Hanya bila udara terlalu kering, atau anak dengan intubasi/ trakeostomi. Biasanya
dengan mengalirkan melalui cairan.
3. Deflasi abdomen
Bila distensi abdomen mengganggu pernafasan.Dengan sonde lambung (maag
slang) atau sonde rektal ( darm buis ).
4. Cairan dan makanan bergizi
4.1. Cairan: a ) komposisi paling sederhana D5; komposisi lain tergantung
kebutuhan. b ) jumlah : 60-75 % kebutuhan total; beberapa penulis
menyatakan dapat diberikan sesuai kebutuhan maintenance.
4.2. Makanan : Bila tidak dapat peroral dapat dipertimbangkan intravena: asam
amino, emulasi lemak dan lain-lain.
5. Simtomatis
5.1 Antipiretika bila terdapat hiperpireksia. Hindari asetosal karena dapat
memperberat asidosis.
5.2. Mukolitik/ ekspektorans. Tidak menunjukan faedah yang nyata.
5.3. Antifusif umumnya tidak diberikan.
5.4. antikonvulsan; dapat dipertimbangkan bila kejang bukan karena hipoksemia;
dapat dicoba kloralhidrat 50mg/kg/hari ( dibagi 3 dosis ) atau diazepam 05-
0.73/kg/kali, im/IV
6. Antiviral / antibiotika
6.1. Antiviral
Hanya untuk pnemonia viral yang berat/ cenderung menjadi berat ( disertai
kelainan jantung atau penyakit dasar yang lain ).
Virus Anti virus Virus Anti virus
Resp. sinsitial Ribavirin Influensa- A Amantdin
Varisela Ansiklovir Sitomegalovirus Ganiklovir

11
6.2. Antibiotika
6.2.1. Berdasarkan usia
Usia Etiologi Rawat jalan Rawat inap
0-2 minggu Strep gr ( + ) (-) Ampi + genta
Enterrobakt gr ( - ) (-) Ampi + sefotaksin
2-4 minggu Idem = H. Influensa (-) Ampi + seftriaksin
1-6 bulan Pnemokok, H influ- Eritro/ Seftriakson /
ensa, Staf Aureus Sulfisoksasol nafsilin +
mungkin klamidia kloramfenikol
Eritromisin
6 bulan – 6 tahun Pnemokok, H Eritra / Seftriakson atau
influensa, Staf. sulfisoksasol naf- silin +
Aureus atau kloramfenikol
amoksisilin/
klavulanat
atau
trimetoprimsu
lfa metoksasol
6 tahun M. pnemonia, Nafsilin atau eritro
Dengan pnemokok Banyak Eritro atau Vankomisin dan
gangguan penyebab penisilin (- ) sef tasidim
imunologis

6.2.2. Berdasarkan perkiraan asal infeksi

Asal infeksi Perkiraan Berat Antibiotika


Kuman Sakit
Lingkungan Pnemokokus, Ringan Aminopenisilin:
( komonitas ) H influensa, amoksisilin atau
Mikoplasama makrolid: eritomisin
Berat Sefalosporin generasi
II/II: sefuroksim +
makrolid: eritomisin

Nosokomial Enterobakteri gr Ringan Sefalosporin generasi


( -) II/III: sefuroksim
Staf, Aureus Berat Sefalosporin generasi
II/III: sefuroksim +
aminoglikosida:
gentamisin
Aspirasi Staf. Aureus, Aminopenisilin:
Pnemo-kok, H amoksilin +
influensa metronidasol

12
7. Obat khusus: tuberkulostatika dan lain-lain tergantung sebab
8. Kortikosteroid: Kadang-kadang diberikan pada kasus yang berat ( konsolidasi
masif ), atelektasis, Infiltrasi milier ( dengan sesak dan sianosis ). Jangka pendek.

2.11 Prognosis
Dengan terapi adekuat, mortalitas kurang dario 1%. Tergantung pada umur anak,
beratnya penyakit dan penyulit yang menyertai seperti3:
- Apneu yang berkepanjangan
- asidosis respiratorik berat yang tidak terkompensasi
- dehidrasi berat yang tidak segera ditanggulangi
- disertai dengan kelainan lain seperti penyakit jantung
congenital, cystic fibrosis pancreas dan immunodefisiensi

2.12 Pencegahan
- perbaikan sosial ekonomi: perumahan, sanitasi, nutrisi,
hygienene4
- imunisasi: terhadap infeksi lain, kadang menurunkan pula
pneumonia4
- bila ada faktor predisposisi: pengobatan dini dan adekuat,
bila mungkin menjauhkan infeksi.4
- Vaksin khusus: pneumococcus dengan vaksin 23-valent
pneumococcal, Haemophillus Influenza dengan Vaksin konjugat H. Influenza
memiliki jadwal yang rutin diberikan pada anak-anak, atau dengan rifampin
prophylaxis untuk yang beresiko tinggi terkena.3

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : By Kadek Susani Dewi

13
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 24 hari
Alamat : Desa Ringdikit
MRS : Selasa, 26 juni 2007
CM : 228443

3.2 Heteroanamnesa
3.2.1 Keluhan utama
Sesak nafas
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang
o Penderita dikeluhkan sesak sejak 1 minggu SMRS, kadang-kadang sesak
yang timbul baik waktu siang ataupun malam hari. Sesak disertai dengan
suara grok-grok, tanpa suara ngik-ngik. Sesak tidak berkurang atau
memberat dengan perubahan posisi, kebiruan (+).
o Panas sejak 1 minggu SMRS, panas yang dirasakan awalnya sumer-sumer,
kemudian mendadak naik, tapi tidak terlalu tinggi, panas mau turun dengan
obat penurun panas.
o Pilek sejak 1 minggu SMRS, sekret kental berwarna putih, darah (-).
o Batuk sejak 5 hari SMRS, suara batuk seperti menggonggong, dahak (-),
darah (-)
o Muntah-muntah sejak 2 hari SMRS, setiap diberikan susu penderita
dikeluhkan muntah-muntah. Frekuensi ± 5 kali sehari, setiap kali muntah ±
3 sendok makan, isi muntahan minuman yang dikonsumsi, warna putih.
Menyemprot (-), proyektil (-), darah (-)
o Nafsu minum berkurang sejak sakit (1 minggu SMRS)
o BAB (+) biasa, BAK (+) biasa.

3.2.3 Riwayat penyakit dahulu


Tidak pernah menderita keluhan yang sama seperti ini.
3.2.4 Riwayat Pengobatan

14
o Berobat ke bidan pada tanggal 25 juni 2007, karena keluhan sesak, batuk
dan muntah-muntah, diberi 2 macam sirup. Orang tua pasien lupa nama
sirupnya.
o Berobat ke Sp.A tanggal 25 juni 2007, langsung dirujuk ke RSUD
Singaraja, tanpa diberi obat.
3.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga dan riwayat sosial
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sesak. Bapak pasien pernah mengalami
batuk dan pilek kira-kira 2 minggu yang lalu. Riwayat merokok pada keluarga (+)
yaitu bapak pasien.
3.2.6 Riwayat persalinan
Penderita lahir spontan di bidan umur kehamilan 9 bulan dengan berat badan saat
lahir 2700 gram, panjang badan 45 cm, dan langsung menangis.
3.2.7 Riwayat imunisasi
BCG 1 kali, Hepatitis B 1 kali
3.2.8 Riwayat Nutrisi
Asi : Tidak diberikan
Susu : 0 bulan - sekarang
BS : belum diberikan
BN : belum diberikan
3.2.9 Riwayat tumbuh kembang
Mengangkat kepala : belum bisa
Berbalik : belum bisa
Duduk : belum bisa
Berdiri : belum bisa

3.3 Pemeriksaan Fisik (29 Juni 2007)


Status present :

15
KU : Sedang
Kesadaran : CM
Nadi : 120x/menit isi cukup.
RR : 52x/menit.
T ax : 36,6 0C
BB : 2520 gram
TB : 47 cm
LK : 35 cm, menurut kurva Nellhaus terletak di antara +2 SD dan -2SD
(normochephali)

Status general :
Kepala : Normocephali, UUB datar
Mata : anemia -/-, ikterus -/-, Rp +/+ isokor, odem palpebra (-)
THT : Nafas cuping hidung (-), sianosis (-), sekret (-), faring hyperemi (-), tonsil
hyperemi (-)
Mukosa bibir : pucat (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thoraks
Jantung : S1S2 Tunggal regular, mur mur (-)
Paru :simetris (+), retraksi subcostal dan intercostal (+)
BVes +/+, Wh -/-, Rh +/+ basah halus
Abdomen :
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba
Turgor : menurun

Extremitas :
Inspeksi : Normal
Palpasi : Akral hangat (+)

16
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan darah lengkap (29 Juni 2007) diperoleh:
DL dan Elektrolit Hasil Nilai Normal Satuan
3
WBC 19,1 4,8-10,8 10 /uL
HGB 12,1 14-18 g/dl
HCT 32,9 42-52 %
PLT 413 150-450 103/uL
MCV 92,2 80-94 fl
MCH 33,9 27-31 pg
MCHC 36,8 33-37 g/dl
Lymp 51,4 19-48 %

Pemeriksaan Thorak Foto ( 29 juni 2007)


• Cor : besar dan bentuk normal
• Pulmo : infiltrat (-), apex bersih
Corakan bronkovaskuler normal
• Sinus pleura kanan-kiri tidak tampak kelainan
• Diaphragma normal
• Tulang-tulang tidak tampak kelainan

Kesan: Thorax normal

3.5 Diagnosa kerja


Bronkopneumoni + dehidrasi ringan -sedang
3.6 Penatalaksanaan
- 02 1 liter/menit
- IVFD KAEN 4A 16 tetes µ/menit
- Injeksi Ampicillin 2 x 125 mg iv
- Injeksi Gentamycin 2 x 6,25 mg iv
- Ambroxol syrup 3 x cth 1/4
3.7 Monitoring
- Vital sign
- Sesak

17
Follow Up Pasien
Tanggal S.O.A. Planning

26 Juni S: Sesak (+) - 02 1


2007 Batuk (+) liter/mnt
Panas (-) - KAEN-4A
Muntah (+) 4 kali 16 tts µ/mnt

18
- Ampicillin 2
Status present x 125 mg iv
KU: tampak sesak - Dexametaso
Kes: Iritabel n 3 x ¼ ampul
HR: 132 x/menit
RR: 64 x/menit
T’ax: 37 °C

Status general:
Kepala
Inspeksi : N cephali
Palpasi :Ubun-ubun datar
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil
+/+ isokor, Pinpoint pupil
THT
- napas cuping hidung
(-),
- sianosis ( - ), faring
hyperemia(-), tonsil hyperemia (-)
Leher
Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Kaku kuduk (-)
Thoraks : Retraksi (+)
Jantung : S1S2 tunggal regular,
murmur ( - )
Paru : Bronkovesiculer +/+ ,
Ronchi +/+, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
Turgor : Menurun
Ekstremitas : hangat (+), odem (-)

Ass/ BP + dehidrasi ringan -sedang


29 juni
2007 S. Batuk (+) - KAEN-4A
Sesak berkurang 16 tts µ/mnt
Panas (-) - Ampicillin 2
Muntah 2 kali x 125 mg iv
- Gentamycin
Status present 2 x 6,25 mg iv
KU: Sedang - Ambroxol
Kes: CM syr 3 x cth 1/4
HR: 124 x/menit

19
RR: 54 x/menit P/ thorak foto
T’ax: 36.5°C DL

Status general:
Kepala
Inspeksi : N cephali
Palpasi :Ubun-ubun datar
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil
+/+ isokor
THT
- napas cuping hidung
(-),
- sianosis ( - ), faring
hyperemia(-), tonsil hyperemia (-)
Leher
Palpasi : pembesaran kelenjar (-)
Kaku kuduk (-)
Thoraks : Retraksi (+)
Jantung : S1S2 tunggal regular,
murmur ( - )
Paru : Bronkovesiculer +/+ ,
Ronchi +/+, Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
Turgor : Menurun
Ekstremitas : hangat (+), odem (-)

Ass/ BP+ dehidrasi ringan -sedang

30 Juni S. Batuk (+) - KAEN-4A


2007 Panas (-) 16 tts µ/mnt
Sesak berkurang - Ampicillin 2
Muntah (-) x 125 mg iv
Status present - Gentamycin
KU: Sedang 2 x 6,25 mg iv
Kes: CM - Ambroxol

20
HR: 134 x/menit syr 3 x cth 1/4
RR: 50 x/menit
T’ax: 36,5 °C
Status general:
Kepala
N cephali
Ubun-ubun datar
Mata : anemia -/-, Ikterus -/- ,Refleks pupil
+/+ isokor
THT
- napas cuping hidung
(-), sianosis (-)
- Faring hyperemia(-),
tonsil hyperemia (-)
Thoraks : Retraksi (+)
Jantung : S1S2 T regular, murmur ( - )
Paru : vesiculer +/+ , Ronchi +/+,
Wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Distensi ( - )
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : Hepar tidak teraba, lien
tidak teraba
Turgor : Menurun
Ekstremitas
Inspeksi : Normal
Palpasi : Akral hangat (+)

Ass/ BP + dehidrasi ringan -sedang

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2004

21
2. Lab/SMF ILmu Kesehatan Anak FK Unud/RSUP Sanglah. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan II. 2000
3. Chernick V, Boat TF, Edwin L. Disorders of The Respiratory Tract in Children. 6th ed.
USA: WB Saunders Company. 1998; 22:473-483
4. Ali J, Summer WR, Levidzky MG. Pulmonary Pathophysiology. USA: Mc Graw Hill.
1999; 12:277-280
5. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics. 17th ed.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2002; 378:1415-1417

22

Anda mungkin juga menyukai