Anda di halaman 1dari 10

BAB I

Pendahuluan

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas
fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara
fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demkian
secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan
sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus
segera ditangani secara serius.1 Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang yang
dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk dalam
kategori perdarahan postpartum.2

Perdarahan postpartum dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau
setelah plasenta lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum dan selama plasenta lahir lebih dikenal
sebagai perdarahan kala III dan perdarahan setelah plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV.
Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan postpartum dibagi dua yakni perdarahan postpartum
dini (terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir) dan perdarahan postpartum lanjut (terjadi
setelah 24 jam sejak bayi lahir). Perdarahan yang terjadi dalam kala IV sering disebut disebut
juga perdarahan postpartum segera (immediate postpartum bleeding).3

Menurut Wiknjosastro H. (1960), pendarahan, terutama pendarahan postpartum, masih


merupakan salah satu dari sebab utama kematian ibu dalam persalinan. Karena itu, dalam
persalinan dengan komplikasi pendarahan post partum harus diperhatikan penghentian
pendarahan, menjaga jangan sampai timbul syok, dan penggantian darah yang hilang.4

BAB II

1
ISI

1. Nama atau tema blok : Growth and Development System

2. Fasilitator/tutor : dr.Rusdiana, M.kes

3. Data pelaksanaan :

A.Tanggal tutorial: 1 September 2010 dan 4 September 2010

B. Pemicu ke-2

C. Pukul: 10.30-13.00 WIB

D. Ruangan : Ruang diskusi 15

4. Pemicu :

M, 6 tahun, berat badan 15 kg, tinggi badan 115 cm, anak perempuan seorang petani di
Kabanjahe, dibawa ibunya ke Puskesmas karena lemas dan sering pusing. Ibunya bercerita
bahwa karena lemas dan sering pusing itu M sering tidak masuk sekolah, selain itu M jua sering
batuk-batuk.

M terlihat rewel dan cengeng. Ketika dokter memintanya untuk naik ketempat tidur
pemeriksaan serta membuka sanda dan kancing bajunya, Mimi meregek minta dibantu ibunya.
Menurut ibunya, M belum bisa memakai sepatu dan baju yang berkancing sendiri. Pada
pemeriksaan fisik didapati pucat (+), sesak nafas (+), batuk (+), clubbing finger (+).

Apa yang terjadi pada M?

More Info :

2
Pemeriksaan Darah:

Hb: 7,2 g%, leukosit: 8,11x103/µL, hematokrit: 22%

Eritrosit : 3,98x10µL

MCV : 68 fL

MCH : 20 pg

MCHC : 32 g/dL

Eos : 5% ; Baso :04% ; Neut : 56,8% ; Lymp : 31,1% ; Mono : 3,8%

Morfologi :

Eritrosit : Anisositosis, Mikrositer, Hipokrom

Leukosit : bentuk matur/normal

Trombosit : bentuk matur/normal

Hasil pemeriksaan feses rutin :

Makroskopik : warna cokelat, konsistensi: lembek, lendir (-), darah (-)

Mikroskopik : ditemukan telur cacing berbentuk oval, dinding tipis transparan, isi morulla

5. Tujuan Pembelajaran

1. Memahami tentang morfologi, Siklus hidup, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan lab
dan treatment pada soil transmited helmint (STH)

2. Memahami tentang kebutuhan nutrisi pada anak 4-6 tahun

3
3. Memahami tentang dampak STH terhadap tumbuh kembang anak

6. Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat

A. Soil Transmited Helmint (STH) ; Morfologi, Siklus hidup, Patogenesis, Gejala klinis,
Pemeriksaan laboratorium, dan treatment

 Ascaris Lumbricoides

 Ancylostoma Duodenale

 Necator Americanus

 Tricuris Tricura

B. Kebutuhan nutrisi pada anak umur 4-6 tahun

C. Dampak STH terhadap tumbuh kembang anak (malnutrisi)

7. Jawaban Pertanyaan

A. Soil Transmited Helmint (STH) ; Morfologi, Siklus hidup, Patogenesis, Gejala klinis,
Pemeriksaan laboratorium, dan treatment

 Ascaris Lumbricoides

1. Morfologi

Cacing yang putih atau merah muda ini dapat diidentifikasikan karena : (1) ukurannya yang
besar, yan jantan 10-31 cm yang Betina 22-35 cm; (2) lapisan kurtikulum rata dan bergaris halus;
(3) ujung anterior dan posterior membulat (“cornical”); (4) pada cacing jantan ujung osterior
melengkung ke ventral dan mempunyai papil dengan dua spikulum; (5) mulut pada ujung
mempunyai tiga buah bibir lonjong dengan papil peraba dan (6) sepasang alat kelamin pada dua
pertiga bagian posterior cacing betina dan satu saluran panjang yang berkelok-kelok pada cacing
jantan. (sumber: Brown, Harold W. Nematoda Usus Manusia. In Wita Pribadi. Dasar
Parasitologi Klinis. Edisi III. Jakarta: Gramedia 1979; 209)

4
Telur mempunyai ukuran 45-70 x 35-50µ. Dilapisan luar ada lapisan albumoid yang berbenjol-
benjol kasar dan mempunyai gungsi sebagai penambah rintangan dalam hal permeabilitasnya,
tetapi lapisan itu kadang-kadang tidak ada. Telurnya sendiri mempunyai kulit hialin yang tebal,
jernih dengan lapisan luar yang relative tebal sebagai struktur penyokong, dan lapisan dalam
yang tipis dan halus, vitelin dan lipodial, dan tidak dapat ditembus. (sumber: Brown, Harold W.
Nematoda Usus Manusia. In Wita Pribadi. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi III. Jakarta: Gramedia
1979; 209)

Ascaris lumbricoides dewasa

Telur ascaris lumbricoides

5
2. Siklus Hidup

gambar skematik siklus hidup ascaris lumbricoides (sumber :


http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/)

8.Ulasan

Pendarahan postpartum merupakan penyebab tertinggi kematian ibu melahirkan. Pandarahan ini
bisa terjadi oleh karena berbagai sebab, mulai dari kelemahan otot uterus sehingga plasenta tidak
dapat keluar, plasental rest, trauma jalan lahir, dan kelainan pembekuan darah.

Pada kasus diatas, PPH terjadi karena sisa konsepsi yang tertinggal (plasental rest) dalam kavum
uteri yang menyebabkan Sub involutio uterus. Plasental rest ini juga mengakibatkan pendarahan

6
yang biasanya terjadi setelah dua minggu pasca persalinan, jika hal ini tidak ditangani dengan
tepat oleh klinisi maka dapat mengakibatkan gangguan hemodinamik.

Menurut pakar, dengan melakukan pemeriksaan USG dijumpai bayangan hyperekoid yang
menandakan adanya jaringan yang tertinggal dalam kavum uteri ataupun ada gumpalan darah.
Sedangkan bayangan hypoekoid menggambarkan adanya cairan di endometrium. Hal ini
membuktikan bahwa USG sangat membantu dalam penegakan diagnosa PPH yang disebabkan
oleh plasental rest maupun sebab lainnya.

Menurut pakar, penanganan PPH akibat plasental rest ialah memperbaiki keadaan umum ibu,
jika serviks masih terbuka maka akan dilakukan eksplorasi kavum uterus untuk mengeluarkan
sisa plasenta secara manual. Jika cara ini gagal maka akan dilakukan kuretase. Apabila serviks
tertutup maka akan dilakukan induksi dilatasi serviks dengan uterotonika (oksitosin) sehingga
dapat dilakukan kuretase. Jika kuretase gagal, maka akan dilakukan penanganan dengan
histerektomi.

BAB III

KESIMPULAN

7
Ny. RP mengalami late post partum hemorage yang diakibatkan adanya sisa konsepsi didalam
kavum uteri berdasarkan hasil USG.

Daftar Pustaka

1. WHO. World Health Report 2005—Make every mother and child count. Geneva: World
Health Organization; 2005)

8
2. FG, Mc Donald PC, Grant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins GDV, Clark SL.
William Obstetrics 21st ed. Connecticut: Appleton and Lange. 2001)

3. WHO. World Health Report 2005—Make every mother and child count. Geneva: World
Health Organization; 2005)

4. Mochtar, Rustam. Pendarahan Postparum. In Delfi Lutan. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Edisi
2.Jakarta: EGC 1998; 298;300;301-304

5. Prawirohardjo, Sarwomo. Plasenta dan Likuor Amnii. Hanifa Wiknjosastro dkk. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 1984; h.58-59)

6. http://www.wdhospital.com/body.cfm?
xyzpdqabc=0&id=11&action=detail&AEProductIDSRC=Adam2004_1&AEArticleID=1
7010&AEProductID=Adam2004_1&AEProjectTypeIDURL=APT_2)

7. http://www.doereport.com/generateexhibit.php?
A=&ExhibitKeywordsRaw=&ID=1630&TL=

8. Anderson J M and Etches D. Prevention: In. Management of Postpartum Hemorrhage.


Am Fam Physician 2007;75)

9. Anonym. Management of the third stage of labor to prevent postaprtum hemorrhage.


International Joint Policy Statemen of the International Confederation of Midwives
(ICM) and the International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO. J Obstet
Gynaecol Can 2003;25(11):952–3)

10. Anonym. Management of the third stage of labor to prevent postaprtum hemorrhage.
International Joint Policy Statemen of the International Confederation of Midwives
(ICM) and the International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). J Obstet
Gynaecol Can 2003;25(11):952–3)

11. .Prawirohardjo, Sarwomo. Pimpinan Persalinan. In Hanifa Wiknjosastro dkk. Ilmu


Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 1984; h.166

9
12. Prawirohardjo, Sarwomo. Gangguan Dalam Kala III Persalinan. In Hanifa Wiknjosastro
dkk. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka 1984; h.605-606;607;609

13. Marzi I. Hemorrhagic shock: update in pathophysiology and therapy. Acta Anaesthesiol
Scand Suppl 1997;111

14. .Ramanathan, G and Arulkumaran, S. Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can


2006;28(11):967–973

15. Schuurmans N, MacKinnon C, Lane C, and Etches D. SOGC Clinical Practice Guidline.
Prevention and Management of Postpartum Hemorrhage. J Soc Obstet Gynaecol Can
2000;22(4):271-81

16. .Selo-Ojeme. Primary postpartum hemorrhage Journal of Obstetrics and Gynaecology


2002; Vol. 22, No. 5, 463–469

17. Katzung, Bertram G. Obat-obat Endokrin. In Robert A. O’Reilly, MD. Farmakologi


Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC 1997; 597
18. UI. Oksitosik. In Gunawan. G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi5. Jakarta :
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2007; 75; 78; 410; 415-416

19. F.Gary Cunningham., et al. Komplikasi yang Umum Pada Kehamilan. In Huriawati
Hartanto. Obstetri Wiliams Vol.1. Edisi 21. Jakarta: EGC 2006; 705-711

20. F.Gary Cunningham., et al. Masa Nifas. In Huriawati Hartanto. Obstetri Wiliams Vol.1.
Edisi 21. Jakarta: EGC 2006; 443-445

10

Anda mungkin juga menyukai