Akhir-akhir ini, kita sering mendengar frasa "mempatenkan X", di mana X bisa merujuk
ke berbagai macam benda mulai dari tempe, kain batik sampai ke ringtone suara artis
muda yang tidak perlu disebutkan namanya (:P ). Apa sih hak paten itu, dan kalau
misalnya ada orang yang "mempatenkan" sesuatu, apa saja konsekuensinya? Di sini saya
akan mencoba membahas apa yang saya ketahui mengenai paten dan HKI (hak kekayaan
intelektual). Saya bukan pengacara, dan modal saya adalah apa yang saya dapat dari mata
kuliah pengantar hukum saat S1 dulu (yang konteksnya adalah hukum Singapura), berita-
berita terkait HKI yang selama ini saya ikuti di situs semacam Groklaw dan Slashdot
(yang konteksnya kebanyakan kasus di Amerika Serikat), ditambah membaca sumber-
sumber informasi seperti Wikipedia, Wikipedia Indonesia, dan situs Ditjen HKI.
Karena itu, mohon maaf bila ada kesalahan, dan bila Anda ingin mencari informasi yang
lebih authoritative tentang HKI di Indonesia secara mendetail, do contact a lawyer :)
Paten
Karena frasa terkait HKI yang lebih sering saya dengar adalah "mempatenkan X", saya
akan memulai entri ini dengan membahas hak paten. Hak paten, yang di Indonesia
dikategorikan sebagai salah satu dari Hak Kekayaan Industri, digunakan untuk
melindungi suatu penemuan / invensi, misalnya saja bahan aktif obat. Masa berlaku hak
paten terbatas dan tidak dapat diperpanjang. Secara praktis, mekanisme paten bisa
dianggap sebagai "barter" antara pemerintah dan penemu. Penemu didorong untuk
mempublikasikan penemuannya secara detail (detail ini tercantum dalam patent
application, contohnya dalam paten ini). Sebagai gantinya, pemerintah memberikan hak
monopoli kepada penemu untuk memanfaatkan penemuan tersebut selama periode
tertentu. Setelah paten tersebut kadaluarsa, masyarakat dapat memanfaatkan penemuan
tersebut tanpa perlu membayar lisensi kepada penemu. Berbagai obat generik misalnya,
dapat diproduksi dengan biaya murah karena bahan aktifnya sudah tidak lagi dilindungi
oleh paten.
Ada batasan terhadap hal-hal yang bisa dipatenkan. Misalnya, tidak semua negara
mengakui paten atas perangkat lunak (yang umumnya sudah dilindungi hak cipta). Ada
berbagai kontroversi mengenai batasan-batasan ini, tapi itu kita bahas lain kali saja :P.
Anyway, selain batasan kategori hal yang bisa dipatenkan, ada kriteria-kriteria lain --
misalnya: penemuan tersebut harus merupakan hal baru (kriteria novelty), inventif, dan
dapat diaplikasikan ke dalam industri. Kriteria-kriteria ini bisa sedikit berbeda di wilayah
yurisdiksi yang berbeda, dan tidak akan saya bahas di sini.
Hak Cipta
Pernah melihat simbol © ? Ini menandakan copyright atau hak cipta. Hak cipta
melindungi suatu karya yang merupakan bentuk ekspresi, tapi tidak melindungi topik dari
ekspresi itu sendiri. Misalnya, saja, kalau kita menulis artikel majalah tentang keindahan
alam di Indonesia, artikel kita dilindungi oleh hak cipta, dan orang tidak boleh, misalnya,
mempublikasikan artikel kita di majalah lain tanpa seizin kita. Akan tetapi, orang sah-sah
saja menulis artikel lain yang juga membahas keindahan alam di Indonesia. Di bidang
musik, lagu-lagu Padi misalnya, dilindungi oleh hak cipta, tapi ini tidak berarti musisi
lain dilarang menciptakan lagu dengan tema atau aliran musik yang sama. Hak cipta juga
mencakup karya turunan (derivative works). Misalnya saja, orang tidak bisa membuat
sekuel Star Wars baru tanpa seizin George Lucas.
Ngomong-ngomong soal karya seni, bagaimana dengan musik klasik? Bila kita bicara
musik klasik dalam artian karya musisi abad lampau seperti Mozart atau J.S. Bach
(bukannya "musik yang dimainkan oleh orkestra" yang bisa mencakup karya komponis
modern seperti John Williams), maka karya-karya tersebut biasanya sudah masuk ke
dalam public domain. Akan tetapi, karya-karya turunannya mungkin masih dilindungi
oleh hak cipta. Sebagai contoh, album rekaman London Classical Players di depan saya,
yang berisi kesembilan simfoni Beethoven, dilindungi oleh hak cipta. Demikian juga
misalnya besok ada orang yang membuat adaptasi karya Brahms untuk duet gitar listrik
dan akordion (mudah-mudahan tidak :P), aransemen tersebut akan dilindungi oleh hak
cipta.
Ada perkecualian-perkecualian dalam hak cipta, yang biasanya dikenal dengan doktrin
fair use (di AS) atau fair dealing. Dalam konteks Indonesia, pembahasan singkat tentang
perkecualian ini dapat dilihat di entri Wikipedia Indonesia terkait. Perkecualian ini
seringkali mencakup penggunaan untuk keperluan akademis.
Mungkin Anda berpendapat kalau semua penemuan ataupun karya seni sebaiknya dapat
dinikmati orang banyak dengan bebas dan gratis. Good news for you, bila Anda misalnya
menciptakan karya seni atau penemuan baru, Anda bisa saja memilih untuk menaruh
ciptaan Anda tersebut ke dalam public domain. NASA misalnya, menyediakan berbagai
konten multimedia dari misi-misi mereka tanpa batasan copyright. Ada juga pihak-pihak
yang tetap melindungi HKI mereka dengan paten atau hak cipta, tapi memberikan lisensi
gratis untuk keperluan tertentu (misalnya penggunaan pribadi atau penggunaan non-
komersial).
Contoh kasus
OK, sekarang coba kita lihat produk Coca-Cola, misalnya, dari sudut hak paten, hak
cipta, dan merek dagang:
Konsekuensinya, formula Coca-Cola saat ini masih dilindungi oleh rahasia dagang (bila
dulu Coca-Cola memilih paten, patennya sekarang sudah kadaluwarsa), tapi perusahaan
lain seperti Pepsi bisa membuat produk cola saingan. Melihat situasi Coca-Cola saat ini,
bisa dikatakan bahwa HKI mereka yang paling berharga adalah merek dagang.
Tebak: apa saja yang mungkin jadi masalah dalam produk ini? :P
Nah, bagaimana misalnya kasusnya seperti ini: kita menemukan teknologi baru untuk
memproduksi kain batik secara cepat dengan menggunakan proses kimia khusus.
Kemudian berbekal teknologi tersebut, kita berniat membuat perusahaan yang
memproduksi batik dengan pola-pola rancangan kita sendiri. Apa saja HKI yang mungkin
terlibat?Dalam pandangan saya, ini akan melibatkan: