Anda di halaman 1dari 26

Faktor Risiko dan Predisposisi Terjadinya Carcinoma

Faktor predisposisi terjadinya carcinoma:


a. Faktor geografik dan lingkungan
Karsinogen lingkungan banyak ditemukan di lingkungan sekitar. Contohnya seperti sinar matahari, dapat
ditemukan terutama di perkotaan, atau terbatas pada pekerjaan tertentu. Hal tertentu dalam makanan
dilaporkan mungkin merupakan faktor predisposisi. Termasuk diantaranya merokok dan konsumsi alkohol
kronik.
b. Usia
Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia. Hal ini terjadi akibat akumulasi mutasi
somatik yang disebabkan oleh berkembangnya neoplasma ganas. Menurunnya kompetensi imunitas yang
menyertai penuaan juga mungkin berperan.
c. Hereditas
Saat ini terbukti bahwa pada banyak jenis kanker, terdapat tidak saja pengaruh lingkungan, tetapi juga
predisposisi herediter. Bentuk herediter kanker dapat dibagi menjadi tiga kategori.
Sindrom kanker herediter, pewarisan satu gen mutannya akan sangat meningkatkan risiko terjangkitnya kanker
yang bersangkutan. Predisposisinya memperlihatkan pola pewarisan dominan autosomal.
Kanker familial, kanker ini tidak disertai fenotipe penanda tertentu. Contohnya mencakup karsinoma kolon,
payudara, ovarium, dan otak. Kanker familial tertentu dapat dikaitkan dengan pewarisan gen mutan. Contohnya
keterkaitan gen BRCA1 dan BRCA2 dengan kanker payudara dan ovarium familial.
Sindrom resesif autosomal gangguan perbaikan DNA. Selain kelainan prakanker yang diwariskan secara
dominan, sekelompok kecil gangguan resesif autosomal secara kolektif memperlihatkan cirri instabilitas
kromosom atau DNA (Kumar dkk, 2007).

Faktor- Faktor Risiko Karsinoma Payudara diantaranya mencakup usia, lokasi geografis, ras, status sosioekonomi, status
perkawinan, paritas, riwayat menstruasi, riwayat keluarga, bentuk tubuh, penyakit payudara lain, terpajan radiasi, dan
kanker primer kedua (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan etiologinya, patogenesis karsinogenesis dapat disebabkan oleh:
1) Karsinogen kimiawi,
2) Virus,
3) Karsinogen fisik,
4) Hormon, dan
5) Kokarsinogen, berupa: Diet, Umur, Keturunan, Rangsang menahun, dan Trauma (Tjarta dkk, 1973).
Patogenesis Terjadinya Carcinoma (Karsinogenesis)
Model klasik karsinogenesis membagi proses menjadi 3 tahap: inisiasi, promosi, progresi.
a. Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam DNA sel.
b. Promosi adalah suatu tahap ketika sel mutan berproliferasi.
c. Progresi adalah tahap ketika klon sel mutan mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas
seiring berkembangnya tumor, sel menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan. Selama stadium porgresif,
massa tumor yang meluas mendapat lebih banyak perubahan yang memungkinkan tumor mnginvasi jaringan
yang berdekatan, membentuk pasokan darah sendiri (angiogenesis), penetrasi ke pembuluh darah, dan
bermetastasis untuk membentuk tumor sekunder (Price dan Wilson, 2006).
Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel dapat dibagi menjadi langkah-
langkah sebagai berikut:
(1) factor pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel;
(2) reseptor factor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein transduser;
(3) sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messager menuju inti sel;
(4) factor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi asam deoksiribonukleat (DNA).
Ketika keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel terus melalui fase replikasi sel, Siklus sel tersebut dibagi
menjadi empat fase: G1 (gap 1), S (sintesis), G2 (gap 2), dan M (mitosis). Sel tidak aktif yang terdapat dalam keadaan
tidak membelah disebut G 0.
Proses dasar yang sering terdapat pada semua neoplasma adalah perubahan gen yang disebabkan oleh mutasi pada sel
somatik.
Ada empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan
siklus sel itu sendiri, yaitu protoonkogen, gen supresi tumor, gen yang mengatur apoptosis, dan gen yang memperbaiki
DNA.
a. Protoonkogen, berfungsi untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan normal dan pembelahan sel.
Sel yang memperlihatkan bentuk mutasi dari gen ini disebut onkogen dan memiliki kemungkinan yang
besar untuk berkembang menjadi ganas setelah pembelahan sel dalam jumlah yang terbatas.
b. Gen- Gen Supresor Tumor, berfungsi untuk menghambat atau “mengambil kerusakan” pada pertumbuhan
sel dan siklus pembelahan. Mutasi pada gen supresor tumor menyebabkan sel mengabaikan satu atau lebih
komponen jaringan sinyal penghambat, memindahkan kerusakan dari siklus sel dan menyebabkan angka
yang tinggi dari pertumbuhan yang tidak terkontrol¬–kanker. Neoplasia adalah akibat dari hilangnya fungsi
kedua gen supresor tumor. Gen supresor tumor Rb yang menyandi protein pRb penting untuk mengontrol
siklus sel (master brake) pada titik pemeriksaan G1-S, sedangkan gen TP53 (yang mengkode untuk protein
p53) adalah emergency brake di titik pemeriksaan G1-S namun biasanya tidak dalam perjalanan replikasi
normal. Tapi bila terjadi kerusakan DNA, p53 akan memengaruhi transkripsi untuk menghentikan siklus sel
(melalui ekspresi p21). Jika kerusakan terlalu berat, maka p53 merangsang apoptosis. Contoh lain gen
supresor tumor adalah BRCA1 dan BRCA2 yang berkaitan dengan kanker payudara dan ovarium.
c. Gen- Gen yang Mengatur Apoptosis. Kerja gen ini mengatur apoptosis, dengan menghambat apoptosis,
mirip dengan gen bcl-2, sedangkan yang lain meningkatkan apoptosis (seperti sebagai bad atau bax).
d. Gen- Gen Perbaikan DNA. Mutasi dalam gen perbaikan DNA dapat menyebabkan kegagalan perbaikan DNA,
yang pada gilirannya memungkinkan mutasi selanjutnya pada gen supresor tumor dan protoonkogen untuk
menumpuk. (Price dan Wilson, 2006).

Karsinogenesis
Dasar Molekular Kanker
 Kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan genetic
mungkin di dapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, virus, atau diwariskan dalam
sel germinativum. Hipotesis genetic pada kanker mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat
ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik (yaitu tumor bersifat
monoklonal).
 Tiga kelas gen regulatorik normal--protoonkogen yang mendorong pertumbuhan; gen penekan
kanker (tumor supressor gene) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen); dan gen yang
mengatur kematian sel terprogram atau apoptosis—adalah sasaran utama pada kerusakan genetik.
Alel mutan protoonkogen disebut onkogen. Alel ini dianggap dominan karena menyebabkan
transformasi sel walaupun pasangan normalnya ada. Kedua alel normal pada gen penekan tumor harus
mengalami kerusakan sebelum transformasi yang disebut sebagai onkogen resesif.
 Gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak. Gen yang memperbaiki DNA ini memengaruhi
proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsungdengan memengaruhi kemampuan
organism memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor,
dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA dapat
memudahkan terjadinya mutasi luas di genom dan transformasi neoplastik.
 Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotip maupun genotype.
Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatu
fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi terjadi akibat akumulasi
kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA.
Enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang bersama-sama menentukan fenotipe ganas:
1. Self-sufficiency (menghasilkan sinyal sendiri) sinyal pertumbuhan
2. Insentivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
3. Menghindari apoptosis
4. Potensi replikasi tanpa batas (yaitu mengalahkan penuaan sel)
5. Angiogenesis berkelanjutan
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar
Mutasi pada gen yang mengendalikan sifat sel ini ditemukan pada semua kanker. Terjadinya mutasi pada gen
penyebab kanker dikondisikan oleh sigapnya perangkat perbaikan DNA yang dimiliki sel. Apabila gen yang
secara normal mendeteksi dan memperbaiki kerusakan DNA ini terganggu atau lenyap, instabilitas genom
yang terjadi akan cenderung memudahkan terjadinya mutasi pada gen yang mengendalikan keenam
kemampuan didapat sel kanker di atas.

Menghasilkan Sendiri Sinyal Pertumbuhan


Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker disebut onkogen. Berasal dari mutasi di
protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal
pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini, yang disebut onkoprotein, mirip dengan produk normal
protoonkogen, kecuali bahwa onkoprotein tidak memiliki elemen regulatorik yang penting, dan produksi gen
tersebut dalam sel yang mengalami transformasi tidak bergantung pada faktor pertumbuhan atau sinyal
eksternal lainnya.
Pada keadaan fisiologik, proliferasi sel dapat dengan mudah dibagi menjadi langkah-langkah berikut :
1. terikatnya faktor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membran sel
2. aktivasi reseptor faktor pertumbuhan secara transien dan terbatas, yang kemudian mengaktifkan
beberapa protein transduksi-sinyal di lembar dalam membran plasma
3. transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua
4. induksi dan aktivasi faktor regulatorik inti sel yang memicu transkripsi DNA
5. sel masuk ke dalam dan mengikuti siklus sel yang akhirnya menyebabkan sel membelah
Dengan langkah ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan sel kanker untuk
memperoleh self-suffiency dalam sinyal pertumbuhan.

Insensitivitas Terhadap Sinyal yang Menghambat Pertumbuhan


Dibagian ini, kita membahas berbagai gen penekan kanker/tumor, produknya, dan kemungkinan mekanisme
hilangnya fungsi gen ini berperan menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali.
Sinyal yang menghambat pertumbuhan dapt berasal dari luar sel dan menggunakan reseptor, sinyal
transducter ,dan regulator transkripsi inti sel untuk menyelesaikan efeknya. Gen penekan tumor mengkode
berbagai kompenen pada jalur inhibisi pertumbuhan ini.
Sinyal anti pertumbuhan dapat mencegah proliferasi sel melalui dua mekanisme komplementer. Mekanisme
pertama menyebabkan sel yang sedang membelah masuk ke dalam G 0 (tenang), yang selnya tersebut
bertahan sampai isyarat eksternal mendorongnya masuk kembali ke siklus proliferasi. Mekanisme kedua
adalah sel mungkin masuk ke tahap pascamitotik dan berdiferensiasi serta kehilangan potensi replikatifnya.
Ditingkat molekular sinyal antipertumbuhan menimbulkan efek ditahap G 1→ S pada siklus sel, transisi ini diken
dalikan oleh gen RB.
Gen RB dan siklus sel
Produk gen RB adalah suatu protein pengikat-DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein
tersebut berada dalam bentuk terhipofosforilaasi aktif dan terhiperfosforilasi tidak aktif. Pada keadaan aktif,
RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel dari fase G 1 ke S pada siklus sel. Apabila sel
dirangsang oleh faktor pertumbuhan, protein RB di inaktifkan melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati
tahap G1→S. Saat masuk fase S, sel bertekad untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor
pertumbuhan tambahan. Selama fase M beriutnya, gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat selular
sehingga kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi.
Dasar molekular pengereman ini. Sel tenang (quiescent, pada G 0 atau G1) mengandung RB betuk
terhipofosforilasi yang inaktif. Pada status ini, RB mencegah replikasi sel dengan mengikat, dan mungkin
menyebabkan sekuetrasi, famili E2F dari faktor transkripsi. Apabila sel yang tenang ini dirangsang oleh faktor
pertumbuhan, konsentrasi siklin D dan E meningkat, dan aktivasi siklin D/ CDK4, siklin D /CDK6, dan siklin
E/CDK2 yang terjadi menyebabkan fosforilasi RB. RB betuk terhirefosforilasi membebaskan faktor transkripsi
E2F dan mengaktifkan transkripsi beberapa gen sasaran. Apabila tidak terdapat protein RB, atau apabial
kemampuannnya untuk menyingkirkan faktor transkripsi terganggu akibat mutasi, rem molekular terhadap
siklus sel akan lepas, dan sel berpindah secara semangat ke dalam fase S.
Paradigma yang berkembang adalah bahwa hilangnya kontrol siklus sel normal merupakan hal pokok bagi
transformasi keganasan dan bahwa pada sebagian besar kanker manusia paling sedikit satu dari empat
regulator kunci siklus sel (CDKN2A, siklin D, CDK4, RB ) mengalami mutasi.

Jalur Transforming growth Factor-β


Molekul yang menyalurkan sinyal antipoliferasi ke sel. TGF-β, suatu anggota dari famili faktor pertumbuhan
dimerik yang mencakup, baik protein morfogenik tulang maupun aktivin. Pada sebagian sel epitel, endotel ,
dan hematopoieik normal, TGF-β adalah inhibitor kuat bagi poliferasi. Molekul ini mengendalikan proses sel
dengan berikatan dengan tiga reseptor, yang disebut tipe I, II, II. Efek antipoliferasi TGF-β diperantarai
terutama oleh pengendalian jalur RB. TGF-β menghentikan sel di fase G1 siklus sel dengan merangsang
produksi CDKI p15 dan dengan menghambat transkripsi CDK2, CDK4, serta siklin A dan E. Perubahan ini
menyebabkan fosforilasi RB menurun dan siklus sel berhenti.
Pada banyak kanker, efek jalur TGF-β menghambat pertumbuhan terganggu oleh mutasi di jalur penghantaran
sinyal TGF-β. Mutasi ini dapat mengenai reseptor TGF-β tipe II atau molekul SMAD yang berfungsi
menyalurkan sinyal antiproliferasi dari reseptor ke inti sel. Mutasi mengenai reseptor tipe II ditemukan pada
kanker kolon, lambung, dan endometrium. Inaktivasi SMAD4, salah satu dari 10 protein yang berperan dalam
penyaluran sinyal TGF-β, akibat mutasi sering ditemukan pada kanker pankreas. Pada 100% kanker pankreas
dan 83% kanker kolon, paling tidak satu jalur TGF-β mengalami mutasi.
Jalur Polopsis Coli Adenomatosa-β Catenin
Gen APC, yang sering hilang pada kanker kolon, menimbulkan efek anti proliferasi melalui cara yang tidak
lazim. Ini merupakan suatu protein sitoplasma yang fungis utamanya adalah mengatur kadar intrasel β-
katenin, suatu protein yang memiliki banyak fungsi. Di satu pihak β-katenin berikatan dengan bagian
sitoplasma dari E-kaderin, suatu protein permukaan yang mempertahankan perlekatan antarsel; dipihak lain,
β-katenin dapat mengalami perpindahan ke inti sel dan mengaktifkan proliferasi sel. Di bagian ini, fokusnya
adalah pada fungsi yang terakhir. Β-katenin adalah suatu komponen penting dari apa yang disebut sebagai
jalur sinyal WNT. WNT adalah suatu faktor larut yang dapat memicu proliferasi sel. WNT melakukan nya
dengan berikatan dengan reseptornya dan menyalurkan sinyal yang mencegah penguraian β-katenin, β-
katenin kemudian dapat masuk kedalam inti sel dan bekerja sebagai aktivator transkripsi bersama molekul
lain, yang disebut TcF. Pada sel yang tenang, yang tidak terpajan WNT, β-katenin di sitoplasma terurai oleh
kompleks destruksi, yaitu APC-nya merupakan salah satu bagian integralnya. Pada sel dalam keadaan istirahat,
APC mencegah sinyal β-katenin dengan mendorong penguraian zat tersebut. Dengan hilangnya APC (pada sel
ganas), penguraian β-katenin terhambat dan respons terhadap sinyal WNT terus diaktifkan. Hal ini
menyebabkan terjadinya transkripsi gen yang mendorong pertumbuhan, seperti siklin D1 dan MYC.
APC berprilaku seperti suatu gen penekan tumor. Orang yang lahir dengan satu alel mutan membentuk
ratusan samapi ribuan polip adenimatosa di koln pada masa remaja atau usia 20-an tahun. Satu atau lebih
polip hampir selalu berubah menjadi ganas. Seperti gen penekan tumor lainnya, kedua salinan gen APC haus
lenyap sebelum tumor dapat terbentuk. Mutasi APC ditemukan pada 70% hingga 80% kanker kolon sporadik.
Kanker kolon yang memiliki gen APC normal memperlihatkan mutasi pengaktifan pada β-katenin sehingga
kanker tersebut refrakter terhadap efek merusak APC.
Gen TP53 Pengawal Genom
Gen penekan tumor TP53 (dahulu p53) adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi pada
kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi dan tidak dapat diklasifikasikan dengan mudah ke dalam
kelompok fungsional tertentu yang serupa dengan gen lain yang dijelaskan dibagian ini. TP53 dapat
menimbulkan efek antiproliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendaliakan apoptosis.
Secara mendasar , TP53 daapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel untuk
memberikan tanggapan yang sesuai,abaik berupa penghentian siklus sel maupun apoptosis. Berbagai stres
dapat memicu jalur respons Tp53, termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misal, MYC), dan
kerusakan pada integeritas DNA. Dengan mengendalikan respons kerusakan DNA, TP53 berperan penting
dalam mempertahankan integeritas genom.
TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stres memiliki waktu paruh yang pendek (20 menit). Waktu
paru yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2, suatu protein yang mencari TP53 untuk
menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan
meningkatkan waktu paruhnya. Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai
suatu faktor transkripsi.
Penghentian siklus sel yang diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respon primodial terhadap
kerusakan DNA. Hal ini terjadi di akhir fase G 1 dan disebabkan terutama oleh transkripsi CDKI dependen-TP53
CDKN1A (p21). Gen CDKN1A menghambat kompleks siklin/ CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting
agar sel dapat masuk ke fase G 1. Penghentian ini disambut baik karena “memberi nafas” bagi sel untuk
memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses dengan menginduksi protein tertentu, seperti
GADD45 (penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan
DNA dapat diperbaiki, TP53 meningkatkan transkripsi MDM2, yang kemudian menekan TP53, sehingga
hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki.
TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya dengan
memicu gen pencetus apoptosis seperti BAX. Salah satu sensor kerusakan DNA semacam ini mungkin adalah
protein ATM yang mengalami mutasi pada ataksiatelangiektasia.
Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak diketahui dan membantu
perbaikan DNA dengan menyebabkan penghentian G1dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Sel yang
mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis.
Berdasarkan aktivitas ini, TP53 layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara
jomozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi di sel yang membelah sehingga sel
akan masuk jalan satu arah menuju transformasi keganasaan.
Seperti protein RB, TP53 normal juga dapat dibuat nonfungsional oleh beberapa virus DNA tertentu. Protein
yang dikode oleh HPV onkogenik, virus hepatitis B (HPV), dan mungkin virus Epstien-Barr (EBV) dapat
meningkatkan protein TP53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Oleh karena itu, virus DNA dapat
menumbangkan dua dari gen penekan tumor yang peling terkenal, RB dan TP53.

Menghindar dari Apoptosis


Akumulasi sel neopalstik dapat terjadi tidak saja karena aktivasi onkogen yang mendorong pertumbuhan
tumor dan inaktivasi gen penekan tumor yang menekan pertumbuhan, tetapi juga karena mutasi di gen yang
mengendalikan apoptosis. Telah berhasil diidentifikasikan suatu famili besar gen yang mengendalikan
apoptosis.
Sel kanker mengacaukan apoptosis di banyak tempat. Dimulai dari permukaan, penurunan kadar CD95 pada
karsinoma hepatoselular menyebabkan sel tumor kurang rentan terhadap apoptosis oleh FasL. Kadar CD95
diatur oleh TP53, dan hilangnya TP53 mungkin berperan menyebabkan turunnya CD95. Beberapa tumor
memperlihatkan peningkatan kadar FLIP, suatu protein yang dapat mengikat kompleks pemicu-kematian dan
mencegah pengaktifan kaspase 8. Dari semua gen, mungkin yang sudah dipastikan adalah peran BCL2 dalam
melindungi sel tumor dari apoptosis.

Kemampuan Replikasi Tanpa Batas


Sebagian besar sel manusia normal memiliki kapasitas menggandakan diri 60 sampai 70 kali. Setelah itu, sel
kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa pensiun nonreplikatif. Fenomena ini terjadi karena
pemendekkan progresif telomer di ujung-ujung kromosom. Pada setiap kali pembelahan, telomer memendek,
dan setelah titik tertentu, hilangnya telomer menyebabkan kelainan masif kromosom dan kematian.
Menuanya fibroblas manusia dalam biakan dapat dihindari secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan
TP53. Namun, sel ini akhirnya juga mengalami krisis, yang ditandai dengan kematian sel masif. Dapat
diperkirakan bahwa agar tumor tumbuh tanpa batas, seperti yang biasanya terjadi, hilangnya hal-hal yang
membatasi pertumbuhan belumlah memadai. Sel tumor juga harus menciptakan cara untuk menghindar dari
proses penuaan, hal ini diperoleh dengan mengaktifkan enzim telomerase, yang dapat mempertahankan
panjang telomer. Telomerase aktif pada sel bakal normal, tetapi ditemukan pada sebagian besar sel somatik.
Sebaliknya, di hampir semua jenis kanker ukuran telomer dapat dipertahankan.

Terjadinya Angiogenesis Berkelanjutan


Angiogenesis dibutuhkan tidak saja untuk berkelanjutan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk metastasis.
Tanpa akses ke pembuluh darah, sel tumor tidak dapat bermetastasis. Angiogenesis merupakan aspek biologik
yang sangat penting pada keganasan.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tumor mengandung faktor yang mampu mempengaruhi seluruh
rangakaian kejadian yang berperan dalam pembentukkan kapiler baru. Faktor angiogenik terkait tumor
mungkin dihasilkan oleh sel tumor atau mungkin dari sel radang yang menyebuk tumor. Dua faktor angiogenik
yang paling penting adalah vascular endothelial growth factor dan basic fibroblast growth factor.
Pada awal pertumbuhannya, sebagian besar tumor manusia tidak memicu angiogenesis. Tumor tetap kecil
atau in situ selama bertahun-tahun sampai terjadi angiogenic switch yang mengakhiri stadium quiescene
vaskular. Dasar molekular angiogenic switch ini masih belum jelas, tetapi mungkin melibatkan peningkatan
produksi faktor angiogenik atau hilangnya inhibitor angiogenesis. Gen TP53 wild type tampaknya menghambat
angiogenesis dengan menginduksi sintesis molekul antiangiogenik trombospondin-1.
Hipoksia di tumor yang sedang tumbuh memudahkan terjadinya angiogenesis melalui pembebasan HIF-1 yang
mengendalikan transkripsi VEGF. Transkripsi VEGF juga berada di bawah kendali onkogen RAS, dan aktivasi
RAS akan meningkatkan produksi VEGF. Protease juga berperan dalam mengendalikan keseimbangan antara
faktor angiogenik dan antiangiogenesis. Banyak protease yang dapat membebaskan basic fibroblast growth
factor yang tersimpan di dalam matriks ekstrasel; sebaliknya pemecahan plasmin akan menghasilkan
angiostatin, suatu inhibitor angiogenesis yang poten. Karena peran penting angiogenesis dalam pertumbuhan
tumor, banyak perhatian yang dicurahkan pada terapi antiangiogenesis.

Kemampuan Melakukan Invasi dan Metastasis pada Karsinogenesis


Invasi matriks ekstrasel
Jaringan manusia tersusun menjadi serangkaian dan kompartemen yang dipisahkan satu sama lain oleh dua
jenis matriks ekstrasel yaitu membran basal dan jaringan ikat interstisium. Komponen matriks ekstraseluler ini
terdiri atas kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Dalam bermetastasis, sel tumor ganas harus berinteraksi
dengan matriks ekstraseluler dalam beberapa tahap.
Invasi matriks ekstraseluler pada tumor ganas terdiri dari empat langkah :
1. Terlepasnya sel tumor satu sama lain
2. Melekatnya sel tumor ke komponen matriks
3. Penguraian matriks ekstraseluler
4. Migrasi sel tumor

Langkah pertama dalam proses metastatik adalah meregangnya sel tumor (melepasnya sel tumor satu sama
lain). E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel , dan bagian E-kaderin yang berada di sitoplasma berkaitan
dengan β-katenin. Molekul E-kaderrin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetp menyatu. E-kaderin
menyalurkan sinyal antipertumbuhan melalui β-katenin. β-katenin bebas dapat mengaktifkan transkripsi gen
yang mendorong pertumbuhan. Fungsi E-kaderin lenyap di hampir semua kanker sel epitel , baik akibat
mutasi inaktivasi gen E-kaderin maupun oleh aktivasi β-katenin.
Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai protein matriks ekstraseluler, seperti laminin dan
fibronektin yang penting untuk invasi dan metastasis. Sel karsinoma memiliki lebih banyak reseptor dari pada
sel normal untuk protein matriks ekstraseluler dan reseptor ini tersebar di seluruh membran sel. Perubahan
pola ekspresi integrin juga mendorong invasi. Pada banyak sel karsinoma, perlekatan ke stroma di permudah
oleh hilangnya integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler normal dan digantikannya integrin
tersebut oleh integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler yang telah diuraikan oleh protease.
Langkah ketiga dalam invasi adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan ikat interstisium. Sel tumor
itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitik atau menginduksi sel pejamu untuk mengeluarkan protease.
Beberapa enzim penghancur matriks yang di sebut metaloproteinase, termasuk gelatinase kolagenase, dan
stromelisin, ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV epitel
dan membran basal vaskular. Pada tumor ganas memperlihatkan ekspresi berlebihn dari enzim kolagenase
tipe IV ini. Sementara itu kadar inhibitor metaloproteinase berkurang sehingga keseimbangan bergeser ke
arah penghancuran jaringan.
Langkah terakhir adalah pergerakan atau mendorong sel tumor ganas berjalan menembus membran basal
yang telah rusak dan matriks yang telah mengalami lisis. Migrasi tampaknya diperantarai oleh berbagai
sitokin yang berasal dari sel tumor. Selain itu produk penguraian komponen matriks (misal kolagen dan
laminin) dan sebagian faktor pertumbuhan (misal insulin-like growth factor I dan II) memiliki aktivitas
kemotaktik untuk sel tumor. Sel stroma juga menghasilkan efektor parakrin untuk motilitas sel, seperti
hepatocyte growth factor/scatter factor (HGF/SCF), yang berikatan dengan reseptor di sel tumor.
Penyebaran vaskular dan sasaran sel tumor
Saat berada di dalam sirkulasi, sel tumor rentan terhadap destruksi oleh sel imun pejamu. Di dalam aliran
darah, sebagian sel tumor membentuk embolus dengan membentuk gumpalan dan melekat ke leukosit,
terutama trombosit; sel tumor yang menggumpal tersebut akan sedikit banyak memperoleh perlindungan dari
serangan sel efektor antitumor pejamu. Namun, sebagian besar sel tumor masuk dalam sirkulasi sendiri-
sendiri. Ekstravasi sel tumor bebas atau embolus sel memerlukan perlekatan ke endotel vaskular yang diikuti
oleh pergerakan melalui membran basal dengan mekanisme yang serupa dengan yang berperan dalam invasi.
Instabilitas Genom – Hal yang Memungkinkan Keganasan
Bagaimana kanker dapat muncul? Walaupun manusia hidup dalam agen lingkungan yang (misal zat kimia,
radiasi, sinar matahari), perjumpaan ini jarang berakhir dengan timbulnya kanker. Keadaan ini terjadi karena
kemampuan sel normal memperbaiki kerusakan DNA. Tampaknya kecenderungan untuk mengalami mutasi
terjadi akibat kelainan pada kemampuan memperbaiki DNA. Orang yang lahir dengan mutasi herediter
perbaikan DNA sangat beresiko mengalami kanker.

Progresi Heterogenitas Tumor

Progresi tumor adalah tumor menjadi lebih agresif dan semakin ganas. Penelitian klinis dan eksperimental
yang teliti mengungkapkan bahwa peningkatan keganasan (contoh : pertumbuhan semakin cepat, invasif, dan
kemampuan bermetastasis) sering diperoleh secara akumulatif. Hal ini berkaitan dengan kemunculan secara
berurutan sebagai subpopulasi sel yang berbeda dalam beberapa aspek fenotipe, misal : daya invasi,
kecepatan pertumbuhan, kemampuan metastasis, kariotipe, respon terhadap hormon dan kerentanan
terhadap obat antineoplastik yaitu obat yang menghambat perkembangan neoplasma, memeriksa
pematangan dan proliferasi sel-sel ganas.
Walaupun sebagian besar tumor memiliki asal monoklonal(berasal dari sel tunggal), pada saat bermanifestasi,
secara klinis sel konstituennya sangatlah heterogen.
Ditingkat molekular, progresi dan heterogenitas tumor kemungkinan besar terjadi akibat mutasi multipel yang
terakumulasi secara independen pada sel yang berbeda-beda sehingga sehingga terbentuk subklona dengan
sifat berbeda. Beberapa mutasi mungkin bersifat letal, yang lain mungkin memacu pertumbuhan sel karena
memengaruhi protoonkogen atau gen penekan tumor lain. Subklona yang dihasilkan tersebut mengalami
tekanan imun dan non imun.

Perubahan Kariotipe Pada Tumor


Kerusakan genetik yang mengaktifkan onkogen atau menginaktifkan gen penekan tumor mungkin samar
(contoh : mutasi titik) atau cukup besar sehingga dapat dideteksi dengan kariotipe. Contoh aktivasi melalui
mutasi titik pada onkogen RAS.
Pada neoplasma tertentu, kelainan kariotipe bersifat tidak acak dan sering ditemukan. Contohnya pada
sebagian besar leukimia dan limfoma semakin banyak ditemukan pada tumor non hematopoietik.
Jenis kelainan struktur non acak yang umum ditemukan pada sel tumor:
1. Translokasi Seimbang
Sangat sering ditemukan terutama pada neoplasma darah.

2. Delesi
Kelainan struktural kedua tersering pada sel tumor. Dibandingkan dengan translokasi, delesi lebih sering
ditemukan pada tumor padat nonhematopoietik

3. Amplifikasi Gen
Terdapat dua manifestasi kariotipik amplifikasi gen : regio yang terwarnai homogen di kromosom tunggal dan
double minutes. Yang tampak seagai potongan kecil berpasangan kromatin.

Etiologi Kanker
AGEN KARSINOGENIK
3 Golongan agen karsinogenik:
A. Karsinogen kimiawi
B. Karsinogenesis radiasi
C. Onkogenesis virus dan mikroba

A. Karsinogen Kimiawi
Memiliki struktur sangat beragam dan mencakup zat alami dan zat buatan. Zat yang bekerja secara langsung
tidak membutuhkan transformasi kimiawi untuk menyebabkan kariokinesis, disebut dengan “ultimate
carcinogen”. Zat yang bekerja secara tidak langsung akan aktif setelah perubahan metabolic, disebut
“prokarsinogen”. Ultimate carcinogen merupakan elektrofil (memiliki ato yang kekurangan elektron) yang
sangat reaktif dan bereaksi dengan atom kaya electron di RNA, protein sel, dan terutama DNA.
Karsinogenisitas sebagian bahan kimiadiperkuat oleh promoter.
Beberapa karsinogen kimiawi dapat bekerjasama dengan pengaruh karsinogenik lain untuk meimbulkan
neoplasma (missal: virus atau radiasi).

Karsinogen kimiawi utama:


1. Karsinogen bekerja langsung
 Zat pengalkil (basa)
- Obat antikanker (siklofosfamid, klorambusil, nitrosourea, dan lain-lain)
 Zat pengasil (asam)
- 1-asetil-imidazol
- dimetilkarbamil klorida

2. Prokarsinogen yang memerlukan aktivasi metabolic


 Hidrokarbon aromatic polisiklik dan heterosiklik
- Benz[a]ntrasena
- Benzo[a]pirena
- Dibenz[a,h]antrasena
- 3-metilkolantrena
- 7,12-Dimetilbenz[a]anrasena
 Amina aromatic, amida, zat warna azo
- 2-Naftilamin (-naftilamin)
- 2-Asetilaminofluorena
- Dimetilaminoazobenzena (butter yelow)
 Tumbuhan alami dan produk mikroba
- Aflatoksin B1
- Griseofulvin
- Buah pinang
 Lain-lain
- Nitrosamin dan amida
- Vinil klorida, nikel, kromium
- Insektisida, fungisida
- Bifenil poliklorin (PCB)
- Arsen
- Asbes

1. Agen yang Bekerja Langsung


Tidak memerlukan konversi metabolic untuk menjadi karsinogenik. Zat berupa karsinogen lemah, tapi penting
karena sebagian adalah obat kemoterapi kanker (misal: zat pengalkil) yang berhasil menyembuhkan ,
mengontrol, atau menunda kambuhnya kenker tipe tertentu (misal: leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin, dan
karsinoma ovarium), tapi biasanya menyebabkan kanker bentuk kedua, biasanya leukemia. Penyakit Hodgkin
adalah bentuk limfoma maligna yang ditandai dengan tak ada nyeri, pembesaran kelenjar getah bening yang
menghebat, limpa, dan semua jaringan limfoid.

2. Agen yang Bekerja Tidak Langsung


Memerlukan perubahan metabolic sebelum menjadi aktif.
 Beberapa yang paling potensial dalam hidrokarbon polisiklik terdapat dalam bahan
bakar fosil:
 Benza[a]ntrasena menimbulkan kanker apabila:
- Dioleskan ke kulit: kanker kulit
- Disuntikkan secara subkutis

Zat polisiklik juga terbentuk dalam pembakaran bahan organic:


 Benzo[a]pirena dan karsinogen lain terbentuk pada pembakaran suhu tinggi tembakau dalam
rokok, menyebabkan kanker paru pada perokok.

CH polisiklik juga dihasilkan dari lemak hewan saat pemanggangan daging, juga pada ikan dan daging yang
diasap.

 Produk aktif utama pada CH adalah epoksida yang membentuk adisi kovalen dengan
berbagai molekul di sel, terutama DNA, juga RNA dan protein. Epoksida adalah senyawa organic yang
mengandung sebuah grup reaktif yang terjadi akibat adanya penyatuan satu atom oksigen dengan atom
lain, biasanya karbon.

 Zat warna azo


Zat warna azo biasa dugunakan untuk pewarna makanan. Misalnya butter-yellow (agar margarin lebih
menarik) dan scarlet-red (untuk buah ceri maraschino)

 Amina dari makanan + nitrit dari pengawet = penyebab kanker

B. Karsinogenesis Kimiawi
Bukti-bukti:
 Banyak pelopor dalam pengembangan sinar rontgen menderita kanker kulit
 Penambang unsure radioaktif mengalami peningkatan 10x lipat insiden kanker paru

Radiasi menyebabkan:
 Pemutusan DNA
 Translokasi kromosom
 Mutasi titik pada kromosom

C. Onkogenesis Virus dan Mikroba


1. Virus Onkogenik RNA
Merupakan satu-satunya retrovirus manusia penyebab kanker: virus leukemia sel T manusia tipe 1,
menyebabkan leukemia/limfoma sel T yang endemik di beberapa tempat di Jepang dan lembah Karibia. Infeksi
manusia terjadi akibat penularan sel T yang terinfeksi melalui hubungan seks, produk darah, atau ASI.

2. Virus Onkogenik DNA


 Virus Papiloma Manusia (HPV)
Menyebabkan: - Papiloma skuamosa jinak (kutil)
- Karsinoma sel skuamosa di serviks
- Kanker anus, perianus, vulva, dan penis
 Virus Epstein Barr (EBV)
Di antaranya menyebabkan limfoma Burkitt, limfoma SSP pada pasien AIDS, karsinoma nasofaring.
 Virus Hepatitis B (HBV)
Penyebab karsinoma hepatoselular

3. Helicobacter pylori
Penyebab karsinoma lambung dan limfoma lambung

IMUNOLOGI TUMOR
Dari berbagai pengamatan pada hewan dan manusia, telah disimpulkan bahwa sistem imun mempunyai peran
dalam pengendalian pertumbuhan tumor. Fenomena yang memberi petunjuk tersebut antara lain adalah : 1)
adanya regresi spontan tumor tertentu, misalnya melanoma dan neorublastoma; 2) adanya tumor dengan
pertumbuhan indolen dalam periode lama, namun suatu saat berubah menjadi cepat dan bermetastasis; 3)
adanya sebukan sel mononuklear di sekitar jaringan tumor; 4) uji kulit reaksi hipersensitifitas tipe lambat
positif terhadapa ekstrak antigen tumor autolog pada penderita kanker; dan 5) resiko menderita kanker yang
lebih tinggi pada penderita dalam keadaan imunodefisiensi.
Antigen sel tumor
Adanya respon imun terhadap sel tumor sesuai dengan pengenalan sel yang mengalami perubahan
neoplastik oleh sistem imun. Karena sel yang menjadi tumor adalah sel dari unsur self maka sifat antigenitas
sel tumor menjadi suatu hal yang menarik untuk dipelajari. Dari berbagai pecobaan pada hewan dan manusia
akhirnya diyakini bahwa sel tumor mempunyai unsur yang bersifat antigenik dan imunogenik.
Sejalan dengan teori karsinogenesis, sel tumor adalah pada dasarnya unsur self yang telah berubah sifatnya
baik secara fenotip maupun secara genotip. Perubahan yang mendasar adalah perubahan genotip dimana
terjadi mutasi gen sebagai akibat pemajanan faktor luar seperti fisika, kimia ataupun virus. Perubahan genotip
ini menyebabkan sel tumor berbeda secara fenotip dari sel normal, termasuk ekspresi antigenya. Penampilan
antigen baru inilah yang membedakan sel normal dari sel tumor, sehingga dapat menjadi sasaran sel imun,
karena dianggap sebagai benda asing.
Mekanisme yang diduga menyebabkan penampilan yang berbeda dari sel tumor antara lain: 1) biosintesis
antigen baru; 2) perubahan struktur molekul normal; 3) pemaparan molekul baru yang secara normal
terselubung; 4) assembly atau perangkaian abnormal antigen multimerik; dan 5) penyimpangan ekspresi
antigen fetal atau antigen diferensiasi.
Dikenal beberap jenis antigen tumor antara lain:
1. Antigen khas tumor (Tumor specific antigen) atau antigen tumor yang unik (unique tumor antigen),
yaitu antigen yang hanya terdapat pada sel tumor dan tidak ditemukan pada sel normal. Tiga penjelasan
bagaimana timbulnya antigen yang bersifat unik/spesifik ini, dicoba diterangkan melalui 3 mekanisme.
a. Selama proses transformasi ganas terjadi mutasi gen baik onkogen, gen supresor tumor maupun gen
lain yang menyandi protein-prroyein normal. Sebagai akibatnya, terbentuk protein “baru” yang dihasilkan oleh
gen mutan, dan pada saat membentuk kompleks dengan molekul MHC kelas I dan ditampilkan dipermukaan
sel, akan dikenal oleh sistem imun sebagai protein asing.
b. Mutasi gen dapat mengubah suatu peptida sedemikian rupa, sehingga bentuk semula yang tidak
pernah ditampilkan oleh MHC ke permukaan sel menjadi dimungkinkan karena dapat membentuk kompleks
dengan MHC.
c. Mutasi gen dapat menjadikan suatu gen yang semula tidak aktif menyandi protein, menjadi aktif
sehingga protein yang dibentuk bersifat antigenik/imunogenik.
2. Antigen yang berkaitan dengan sel tumor (Tumor associated antigen), yaitu antigen yang ditemukan
juga pada sel normal, namun pada tahap diferensiasi atau maturasi yang berbeda, atau pada sel normal dari
jenis yang berbeda. Sebagai contoh adalah antigen onkofetal alfa feto protein (AFP) dan carcinomembrionic
antigen (CEA). AFP dibentuk oleh sel hati fetal dan menghilang pada sel hati dewasa. Pada saat karsinoma sel
hati, AFP akan dibentuk kembali dan juga dapat ditemukan pada tumor ovarium atau testis. CEA juga dibentuk
pada fase embrional usus, menghilang pada saat dewasa namun akan muncul kembali pada saat usus berubah
menjadi kanker.
Respon imun terhadap sel tumor
Respon sel T
Respon sel T merupakan yang terpenting karena selain sebagai efektor juga sebagai pemacu sel B dan
unsur lainnya. Sel T penolong akan bereaksi pada pemajanan antigen tumor yang berikatan dengan MHC
kelas II. Karena pada umumnya sel tumor menampilkan molekul MHC kelas I , maka sel T akan bergantung
pada sel-sel penyaji yang menampilkan molekul MHC kelas II. Setelah sensitisasi, T penolong akan
menghasilkan berbagai limfokin yang selanjutnya akan memacu efektor lain seperti makrofag, dan sel
killer lainnya untuk menginfiltrasi dan melisiskan tumor. T penolong juga menghasilkan limfotoksin Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dapat melisiskan sel tumor. Sel tumor sitotoksik akan teraktifasi oleh antigen
yang berikatan dengan MHC kelas I, dan sel T ini dapat langsung menjalankan fungsi lisisnya.
Respon sel B
Limfokin sel T penolong akan membantu diferensiasi san ploriferasi sel B sehinggga sel B siap mensintesis
antibodi spesifik terhadapa antigen tumor. Antigen ini akan memusnahkan sel tumor melalui mekanisme
ADCC atau melalui fiksasi komplemen. Antibodi spesifik ini telah dibuktikan keberadaannya pada manusia
dimana serum penderita tumor mengandung antibodi spesifik terhadap tumor tersebut. Di sisi lain, sel B
mempunyai molekul Ig permukaan yang spesifik terhadap tumor dapat mengikat antigen tumor dan
kemudian menyajikan kepada sel T penolong. Hal ini merupakan salah satu cara sensitisasi atau aktivasi sel
T penolong.
Makrofag
Makrofag bekerja sebagai APC serta sel pemusnah sel tumor. Sebagai sel pemusnah, makrofag bergantung
pada T penolong yang mengeluarkan macrophage activating factor (MAF). Makrofag sendiri mampu
menghasilkan zat-zat yang bersifat tumorisidal antara lain TNF, interferon dan enzim hidrolitik.
Natural killer (NK)
Sel NK ini mampu melisiskan sel tumor tanpa memerlukan sensitisasi terlebih dahulu. Belum jelas
mengapa sel ini dapat membedakan antara sel normal dan sel tumor. Dari perkembangan terakhir
diketahui bahwa sel NK terutama akan melisiskan sel tumor dengan ekspresi antigen MHC kelas I yang
sedikit. Aktifitas sel NK dapat ditingkankan oleh IL2 dan interferon; sel NK juga dapat turut berperan dalam
proses ADCC.
Mekanisme yang menyebabkan sel tumor terhindar dari respon imun
Walaupun pejamu dilengkapi dengan sistem imun yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan sel tumor,
namun pada kenyataannya sistem imun ini tidak efektif. Hal ini antara lain disebabkan adanya seleksi
imunologik terhadap populasi sel tumor, dimana sel tumor bersifat imunogenik, yaitu yang mengandung
banyak neoantigen akan dimusnahkan oleh sistem imun, sehingga tersisa sel tumor yang tidak imunogenik
yang akan terus tumbuh tanpa diganggu oleh sisitem imun.
Selama pertumbuhan, sel tumor juga dapat dengan cepat mengalami perubahan antigen secara kontinu
sejalan dengan mutasi genetik yang terjadi. Sel tumor juga dapat berubah sifat dari non imunogenik pada
status imunologik kuat menjadi imunogenik pada status imunologik lemah.
Antigen tumor juga dapat dilepaskan dari sel kedalam sirkulasi, kemudian terpajan pada limfosit T atau B
dalam sirkulasi. Antigen tersebut akan terikat pada reseptor antigen dipermukaan sel T atau imunoglobulin
dipermukaan sel B. Keadaan ini menyebabkan fungsi tumorisidal sel T dan B hanya akan terjadi pada
molekul antigen ini saja. Blocking sisi aktif sel T maupun sel B oleh molekul antigen ini, akan menghambat
fungsi serupa sel T dan sel B terhadap sel tumor sehingga sel tumor terhindar dari pengendalian sistem
imun dan dapat tumbuh terus.
Sel tumor juga mampu menghassilkan zat-zat yang bersifat mengaktifkan sel T supresor sehingga respon
imun dapat ditekan; zat-zat terssebut antara lain transforming growth factor beta (TGF-β).
Disamping itu, berbagai metoda pengobatan tumor seperti kemoterapi dan radiasi juga bersifat
imunosupresif.
Imunoterapi
Pengetahuan mengenai mekanisme respon imun terhadap tumor, kemudian mengilhami dan
dimanfaatkan para ahli sebagai upaya untuk mengobati tumor. Manipulasi berbagai aspek, baik dari sisi sel
tumor maupun dari efektor sistem imun, telah dicoba sejak lama. Cara yang pernah ditempuh antara lain
adalah imunisasi, terpi seluler adoptif, terapi sitokinin adoptif, dan terapi antibodi.
Imunisasi baik dengan sel tumor maupun dengan antigen tumor pada pejamu yang bertumor sejauh ini
kurang memuaskan. Beberapa modifikasi telah ditempuh; antara lain dengan menyuntikan DNA yang
menyandi MHC asing ke dalam sel tumor vaksin, dengan tujuan menjadikan vaksin ini bersifat lebih
imunogenik; atau menyuntikan gen penyandi IL2 yang diharapkan akan meningkatkan intensitas efektor
sistem imun. Hingga saat ini hasilnya cukup memuaskan pada hewan, namun pada manusia perlu diteliti
lebih lanjut.
Pada terapi seluler adoptif, dilakukan pengeraman in vitro sel limfosit darah tepi penderita dengan IL-2,
yang kemudian menghasilkan limfokine activated killer (LAK) yang efektif membunuh sel tumor secara in
vitro. Suspensi sel ini kemudian disuntikan kembali kepada si penderita bersama IL-2. Namun ternyata
hasilnya juga kurang memuaskan pada tumor stadium lanjut. Modifikassi cara ini juga dilakukan dengan
mengambil limfosit dan jaringan tumor, kemudian selain dibiak dengan IL-2 juga ditransfeksi dengan grn
TNF alfa, sitokinin yang poten membunuh tumor, kemudian suspensi ini disuntikkan kembali kepada
penderita.
Pada terapi sitokinin adoptif, kepada penderita diberikan berbagai jenis sitokin seperti TNF alfa, IFN alfa
dan gamma serta IL2. IFN alfa tampaknya dapat diharapkan, karena selain mengaktifkan NK juga
meningkatkan ekspresi molekul MHC sel tumor dan juga bersifat sitostatik.
Pada saat tumor menjadi masif dan solid, antibodi ternyata tidak efektif karena tidak mampu menembus
massa tumor. Maka terapi antibodi telah dicoba untuk membuat magic bullet yaitu dengan
mengkonjungasikan sitostatik atau radioisotop pada antibodi monoklonal. Pada tumor yang masif,
konjungasi dengan radioisotop akan lebih efektif karena jangkauan emisinya cukup jauh. Namun perlu
diwaspadai jika antibodi tersebut spesifitasnya adalah terhadap tumor associated antigen; karena yang
menjadi sasarannya adalah juga sel normal.

DETEKSI DINI KANKER


TUMOR MARKER
Tumor marker adalah senyawa protein, antigen atau hormon yang dapat dideteksi peningkatannya di dalam
darah, urin, atau jaringan tubuh seseorang yang mengidap suatu jenis kanker. Tumor marker dapat berasal
dari jaringan kanker itu sendiri atau dari jaringan tubuh pasien, sebagai bentuk respon terhadap jaringan
kanker. Tes tumor marker dilakukan dengan mengambil sampel darah, urin atau jaringan tubuh pasien.
Sampel kemudian dikirim ke laboratorium untuk dilakukan beberapa pemeriksaan.
 
Tumor marker dapat digunakan untuk tujuan :
1. Skrining atau deteksi dini terhadap kanker
2. Alat diagnostik terhadap kanker dan jenis kanker
3. Memperkirakan prognosis dari penderita kanker
4. Monitor tingkat keberhasilan terapi kanker (seperti operasi, radiasi atau kemoterapi)
5. Deteksi kekambuhan kanker
Sesuai dengan tujuannya maka pemeriksaan tumor marker dapat dilakukan pada saat penetapan diagnosa,
sebelum, selama atau sesudah terapi dan dilakukan secara berkala untuk mendeteksi adanya kekambuhan.
 
Tumor marker yang berbeda ditemukan pada jenis kanker yang berbeda dan peningkatan nilai suatu jenis
tumor marker dapat ditemukan pada lebih dari satu jenis kanker. Tidak semua kanker dapat menyebabkan
peningkatan nilai tumor marker terutama pada stadium awal, namun kadang kala dapat ditemukan
peningkatan nilai tumor marker pada pasien yang tidak mengidap kanker. Karena sifatnya yang kurang sensitif
dan spesifik, tes tumor marker harus disertai dengan pemeriksaan penunjang lainnya (seperti x-ray).
 
Lokasi kanker
Tumor marker Lokasi kanker Positif palsu Penyakit lain** Nilai normal***
*
lain
ADH (Antidiuretic Kanker paru   Radang paru Gangguan 1 ?C 5 pg/ml
Hormone) tipe small cell, (pneumonia) metabolism
adenocarcinom porfirin
a (porphyria)
AFP (Alpha Feto Hati, kanker Perut Kehamilan Sirosis, 0 ?C 6.4 IU/ml
Protein) indung telur hepatitis,
atau testis toksisitas hati,
radang saluran
cerna, ataksia,
teleangiektasia,
Wiscott Aldrich
syndrome
BTA (Bladder Kandung kemih   Prosedur   Tidak
Tumor Antigen) invasif yang terdeteksi
baru saja
diterima,
infeksi saluran
kemih, kanker
ginjal atau
ureter
CA 15-3 Payudara     Kanker < 31 U/ml
(Carbohydrate payudara dan
Antigen 15-3) hati jinak
CA 19-9 Pankreas, usus     Infeksi < 33 U/ml
besar-anus pankreas,
infeksi ulkus
kolon, radang
saluran cerna
CA 125 Indung telur Payudara, usus Kehamilan, Endometriosis, 0 ?C 35 U/ml
besar-anus, menstruasi kista indung
rahim, mulut telur, sirosis,
rahim, peritonitis,
pankreas, hati, infeksi
paru pancreas, efusi
pleura, radang
rongga panggul
Kalsitonin Kanker tiroid Tumor yang     Basal :
tipe medular memproduksi ?? 0.155 ng/ml
kalsitonin (pria)
(jarang) ?? 0.105 ng/ml
(wanita)
CEA Usus besar Ginjal, tiroid, Perokok Infeksi < 3 ng/ml (non
(Carcinoembryoni hati, kelenjar pancreas, perokok)
c Antigen) limfe, paru, hepatitis, < 5 ng/ml
perut, infeksi paru, (perokok)
melanoma, radang
kandung saluaran cerna,
kemih, indung obstruksi
telur, mulut saluran
rahim, empedu
payudara,
pancreas
CK (Creatin Payudara,     Gagal ginjal, 40 ?C 200 u/l
Kinase) indung telur, infark saluran (pria)
usus besar, cerna, stroke 35 ?C 150 u/l
prostat (wanita)
hCG (human Penyakit Tumor germ Kehamilan, Ulkus usus 12 > 31 IU/ml
Chorionic tropoblas, cell perokok jari, sirosis,
Gonadotropin) choriocarcinom marijuana, radang saluran
a kerusakan cerna, tumor
testiskular jinak payudara,
kanker paru,
pancreas,
indung telur
atau saluran
cerna
LDH (Lactic Kelenjar limfe,     Hepatitis, 100 ?C 200 u/l
Dehydrogenase) leukemia akut, infark miokard
metastase
kanker
NSE (Neuron- Neuroblastoma,       < 13 ng/ml
Specific Enolase) kanker paru tipe
small cell
NMP 22 Kandung kemih   Prosedur   < 10
invasif yang
baru saja
diterima,
kemoterapi,
infeksi saluran
kemih, batu
saluran kemih
atau ginjal
PAP (Prostatic Metastase Testicular,   Infeksi prostat, 0.5 ?C 1.9 u/l
Acid kanker prostate, leukemia, hipertrofi
Phosphatase) myeloma, limfoma non- prostat tipe
kanker paru, Hodgkin??s nodular,
osteogenic Gaucher??s
sarcoma disease,
osteoporosis,
sirosis hati,
emboli paru,
hiperparatiroid
PSA (Prostate Prostat     Hipertrofi < 4 ng/ml
Specific Antigen) prostat jinak,
hyperplasia
prostat tipe
nodular, infeksi
prostat
*           : Kanker yang dapat menyebabkan peningkatan nilai tumor marker, dengan kemungkinan > 50%
**          : Penyakit selain kanker yang dapat menyebabkan peningkatan nilai tumor marker
***        : Nilai normal dapat berbeda, tergantung dari nilai rujukan masing-masing laboratorium

Komplikasi Kanker
SINDROMA PARANEOPLASTIK
Sindroma Paraneoplastik adalah sekumpulan gejala yang bukan disebabkan oleh tumornya sendiri, tetapi
oleh zat-zat yang dihasilkan oleh kanker. Beberapa zat yang dapat dihasilkan oleh tumor adalah hormon,
sitokinese dan berbagai protein lainnya. Zat-zat tersebut mempengaruhi organ atau jaringan melalui efek
kimianya.
Bagaimana tepatnya kanker mengenai sisi yang jauh belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa kanker mengeluarkan zat ke dalam aliran darah yang merusak jaringan yang jauh melalui suatu reaksi
autoimun.
Kanker lainnya mengeluarkan zat yang secara langsung mempengaruhi fungsi dari organ yang berbeda atau
merusak jaringan.
Bisa terjadi kadar gula darah yang rendah, diare dan tekanan darah tinggi.
Sering mengenai sistem saraf.

Beberapa efek dari Sindroma Paraneoplastik

Organ Yg
Efek Kanker Penyebab
Terkena
Otak, saraf &
Kelainan neurologis, nyeri otot, kelemahan Kanker paru-paru
otot
Darah & Anemia, jumlah trombosit yg tinggi, jumlah sel
jaringan darah putih yg tinggi, pembekuan yg menyebar luas
Semua kanker
pembentuk dalam pembuluh darah, mudah memar, jumlah
darah trombosit sedikit
Kanker usus besar atau
Glomerulonefritis membranous akibat adanya indung telur, limfoma,
Ginjal
antibodi dalam aliran darah penyakit Hodgkin,
leukemia
Tulang Ujung jari tangan membengkak (clubbing Kanker paru-paru atau
kanker metastase dari
berbagai kanker
Kanker saluran
Sejumlah lesi kulit, sering berupa pewarnaan kulit
Kulit pencernaan atau hati,
(mis. akantosis nigrikans)
limfoma, melanoma
Leukemia, limfoma,
Seluruh tubuh Demam penyakit Hodgkin, kanker
ginjal atau hati

Beberapa gejala dapat diobati secara langsung, tetapi untuk mengobati sindroma paraneoplastik biasanya harus
dilakukan pengendalian terhadap kanker penyebabnya.

KEDARURATAN KANKER
Yang termasuk ke dalam kedaruratan kanker adalah:
 Tamponade jantung
 Efusi pleura
 Sindroma vena kava superior
 Sindroma penekanan tulang belakang
 Sindroma hiperkalemik.

Tamponade Jantung
Tamponade jantung adalah pengumpulan cairan di dalam kantong jantung (kantong perikardium, kantong
perikardial), yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan kemampuan memompa jantung.
Pengumpulan cairan terjadi jika kanker menyusup ke dalam perikardium dan menyebabkan terjadinya iritasi.
Kanker yang paling mungkin menyusup ke dalam perikardium adalah kanker paru-paru, payudara dan limfoma.
Tamponade jantung terjadi secara mendadak jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat
berdenyut secara normal.
Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang
akan bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak.
Penderita mengalami gangguan pernafasan yang berat dan selama menghirup udara, vena-vena di leher
membengkak.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- rontgen dada
- EKG
- ekokardiogram.
Untuk mengurangi penekanan, dimasukkan jarum ke dalam kantong perikardium dan cairan dikeluarkan
dengan bantuan alat suntik. Prosedur ini dinamakan perikardiosintesis.
Contoh cairan diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat apakah cairan mengandung sel-sel kanker.
Selanjutnya dibuat sayatan pada perikardium untuk mencegah kambuhnya tamponade.
Pengobatan lainnya tergantung kepada jenis kanker yang terjadi.

Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan di dalam kantong yang mengelilingi paru-paru (kantong pleura),
yang bisa menyebabkan sesak nafas.
Pengumpulan cairan di kantong pleura bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kanker.
Untuk mengeluarkan cairan, dimasukkan jarum suntik diantara tulang iga menuju ke kantong pleura.
Jika setelah prosedur ini cairan dengan cepat mulai terkumpul kembali, akan dimasukkan selang melalui
dinding dada menuju ke kantong pleura, yang akan tetap terpasang disini sampai keadaan penderita membaik.
Zat kimia khusus bisa dimasukkan ke dalam kantong pleura untuk mengiritasi dindingnya dan menyebabkan
kedua lapisan kantong melekat satu sama lain.
Hal ini akan menghilangkan rongga dimana cairan terkumpul dan mengurangi kemungkinan kambuhnya efusi
pleura.

Sindroma Vena Kava Superior


Sindroma vena kava superior terjadi jika kanker menyumbat sebagian atau seluruh vena-vena (vena kava
superior), yang mengalirkan darah dari tubuh bagian atas ke dalam jantung.
Penyumbatan vena kava superior menyebabkan vena-vena di dada bagian atas dan di leher membengkak,
sehingga terjadi pembengkakan di wajah, leher dan dada bagian atas.

Sindroma Penekanan Tulang Belakang


Sindroma penekanan tulang belakang terjadi jika kanker menekan tulang belakang atau saraf-saraf tulang
belakang, dan menyebabkan nyeri serta hilangnya fungsi.
Semakin lama penderita mengalami kelainan neurologis, semakin kecil kemungkinan kembalinya fungsi saraf
yang normal.
Biasanya pengobatan akan memberikan hasil yang terbaik jika dilakukan dalam 12-24 jam setelah timbulnya
gejala.
Diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) intravena untuk mengurangi pembengkakan dan terapi
penyinaran.
Meskipun jarang, jika penyebabnya tidak diketahui, pembedahan akan membantu diagnosis yang tepat dan
mengobati keadaan ini karena memungkinkan ahli bedah untuk mengurangi tekanan pada korda spinalis.

Sindroma Hiperkalemik
Sindroma hiperkalemik terjadi jika kanker menghasilkan hormon yang akan meningkatkan kadar kalsium darah
atau hormon yang secara langsung mempengaruhi tulang.
Penderita mengalami kebingungan, yang bisa berlanjut menjadi koma dan menyebabkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai