Faktor- Faktor Risiko Karsinoma Payudara diantaranya mencakup usia, lokasi geografis, ras, status sosioekonomi, status
perkawinan, paritas, riwayat menstruasi, riwayat keluarga, bentuk tubuh, penyakit payudara lain, terpajan radiasi, dan
kanker primer kedua (Price dan Wilson, 2006).
Berdasarkan etiologinya, patogenesis karsinogenesis dapat disebabkan oleh:
1) Karsinogen kimiawi,
2) Virus,
3) Karsinogen fisik,
4) Hormon, dan
5) Kokarsinogen, berupa: Diet, Umur, Keturunan, Rangsang menahun, dan Trauma (Tjarta dkk, 1973).
Patogenesis Terjadinya Carcinoma (Karsinogenesis)
Model klasik karsinogenesis membagi proses menjadi 3 tahap: inisiasi, promosi, progresi.
a. Inisiasi adalah proses yang melibatkan mutasi genetik yang menjadi permanen dalam DNA sel.
b. Promosi adalah suatu tahap ketika sel mutan berproliferasi.
c. Progresi adalah tahap ketika klon sel mutan mendapatkan satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas
seiring berkembangnya tumor, sel menjadi lebih heterogen akibat mutasi tambahan. Selama stadium porgresif,
massa tumor yang meluas mendapat lebih banyak perubahan yang memungkinkan tumor mnginvasi jaringan
yang berdekatan, membentuk pasokan darah sendiri (angiogenesis), penetrasi ke pembuluh darah, dan
bermetastasis untuk membentuk tumor sekunder (Price dan Wilson, 2006).
Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai proliferasi sel dapat dibagi menjadi langkah-
langkah sebagai berikut:
(1) factor pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel;
(2) reseptor factor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein transduser;
(3) sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messager menuju inti sel;
(4) factor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi asam deoksiribonukleat (DNA).
Ketika keadaan menguntungkan untuk pertumbuhan sel, sel terus melalui fase replikasi sel, Siklus sel tersebut dibagi
menjadi empat fase: G1 (gap 1), S (sintesis), G2 (gap 2), dan M (mitosis). Sel tidak aktif yang terdapat dalam keadaan
tidak membelah disebut G 0.
Proses dasar yang sering terdapat pada semua neoplasma adalah perubahan gen yang disebabkan oleh mutasi pada sel
somatik.
Ada empat golongan gen yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal mekanisme faktor pertumbuhan dan
siklus sel itu sendiri, yaitu protoonkogen, gen supresi tumor, gen yang mengatur apoptosis, dan gen yang memperbaiki
DNA.
a. Protoonkogen, berfungsi untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan normal dan pembelahan sel.
Sel yang memperlihatkan bentuk mutasi dari gen ini disebut onkogen dan memiliki kemungkinan yang
besar untuk berkembang menjadi ganas setelah pembelahan sel dalam jumlah yang terbatas.
b. Gen- Gen Supresor Tumor, berfungsi untuk menghambat atau “mengambil kerusakan” pada pertumbuhan
sel dan siklus pembelahan. Mutasi pada gen supresor tumor menyebabkan sel mengabaikan satu atau lebih
komponen jaringan sinyal penghambat, memindahkan kerusakan dari siklus sel dan menyebabkan angka
yang tinggi dari pertumbuhan yang tidak terkontrol¬–kanker. Neoplasia adalah akibat dari hilangnya fungsi
kedua gen supresor tumor. Gen supresor tumor Rb yang menyandi protein pRb penting untuk mengontrol
siklus sel (master brake) pada titik pemeriksaan G1-S, sedangkan gen TP53 (yang mengkode untuk protein
p53) adalah emergency brake di titik pemeriksaan G1-S namun biasanya tidak dalam perjalanan replikasi
normal. Tapi bila terjadi kerusakan DNA, p53 akan memengaruhi transkripsi untuk menghentikan siklus sel
(melalui ekspresi p21). Jika kerusakan terlalu berat, maka p53 merangsang apoptosis. Contoh lain gen
supresor tumor adalah BRCA1 dan BRCA2 yang berkaitan dengan kanker payudara dan ovarium.
c. Gen- Gen yang Mengatur Apoptosis. Kerja gen ini mengatur apoptosis, dengan menghambat apoptosis,
mirip dengan gen bcl-2, sedangkan yang lain meningkatkan apoptosis (seperti sebagai bad atau bax).
d. Gen- Gen Perbaikan DNA. Mutasi dalam gen perbaikan DNA dapat menyebabkan kegagalan perbaikan DNA,
yang pada gilirannya memungkinkan mutasi selanjutnya pada gen supresor tumor dan protoonkogen untuk
menumpuk. (Price dan Wilson, 2006).
Karsinogenesis
Dasar Molekular Kanker
Kerusakan genetik nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan genetic
mungkin di dapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia, radiasi, virus, atau diwariskan dalam
sel germinativum. Hipotesis genetic pada kanker mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat
ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah mengalami kerusakan genetik (yaitu tumor bersifat
monoklonal).
Tiga kelas gen regulatorik normal--protoonkogen yang mendorong pertumbuhan; gen penekan
kanker (tumor supressor gene) yang menghambat pertumbuhan (antionkogen); dan gen yang
mengatur kematian sel terprogram atau apoptosis—adalah sasaran utama pada kerusakan genetik.
Alel mutan protoonkogen disebut onkogen. Alel ini dianggap dominan karena menyebabkan
transformasi sel walaupun pasangan normalnya ada. Kedua alel normal pada gen penekan tumor harus
mengalami kerusakan sebelum transformasi yang disebut sebagai onkogen resesif.
Gen yang mengatur perbaikan DNA yang rusak. Gen yang memperbaiki DNA ini memengaruhi
proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsungdengan memengaruhi kemampuan
organism memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk protoonkogen, gen penekan tumor,
dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA dapat
memudahkan terjadinya mutasi luas di genom dan transformasi neoplastik.
Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotip maupun genotype.
Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik. Sifat ini diperoleh secara bertahap, suatu
fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molekular, progresi terjadi akibat akumulasi
kelainan genetik yang pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA.
Enam perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang bersama-sama menentukan fenotipe ganas:
1. Self-sufficiency (menghasilkan sinyal sendiri) sinyal pertumbuhan
2. Insentivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
3. Menghindari apoptosis
4. Potensi replikasi tanpa batas (yaitu mengalahkan penuaan sel)
5. Angiogenesis berkelanjutan
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar
Mutasi pada gen yang mengendalikan sifat sel ini ditemukan pada semua kanker. Terjadinya mutasi pada gen
penyebab kanker dikondisikan oleh sigapnya perangkat perbaikan DNA yang dimiliki sel. Apabila gen yang
secara normal mendeteksi dan memperbaiki kerusakan DNA ini terganggu atau lenyap, instabilitas genom
yang terjadi akan cenderung memudahkan terjadinya mutasi pada gen yang mengendalikan keenam
kemampuan didapat sel kanker di atas.
Langkah pertama dalam proses metastatik adalah meregangnya sel tumor (melepasnya sel tumor satu sama
lain). E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel , dan bagian E-kaderin yang berada di sitoplasma berkaitan
dengan β-katenin. Molekul E-kaderrin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetp menyatu. E-kaderin
menyalurkan sinyal antipertumbuhan melalui β-katenin. β-katenin bebas dapat mengaktifkan transkripsi gen
yang mendorong pertumbuhan. Fungsi E-kaderin lenyap di hampir semua kanker sel epitel , baik akibat
mutasi inaktivasi gen E-kaderin maupun oleh aktivasi β-katenin.
Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai protein matriks ekstraseluler, seperti laminin dan
fibronektin yang penting untuk invasi dan metastasis. Sel karsinoma memiliki lebih banyak reseptor dari pada
sel normal untuk protein matriks ekstraseluler dan reseptor ini tersebar di seluruh membran sel. Perubahan
pola ekspresi integrin juga mendorong invasi. Pada banyak sel karsinoma, perlekatan ke stroma di permudah
oleh hilangnya integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler normal dan digantikannya integrin
tersebut oleh integrin yang berikatan dengan matriks ekstraseluler yang telah diuraikan oleh protease.
Langkah ketiga dalam invasi adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan ikat interstisium. Sel tumor
itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitik atau menginduksi sel pejamu untuk mengeluarkan protease.
Beberapa enzim penghancur matriks yang di sebut metaloproteinase, termasuk gelatinase kolagenase, dan
stromelisin, ikut berperan. Kolagenase tipe IV adalah suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV epitel
dan membran basal vaskular. Pada tumor ganas memperlihatkan ekspresi berlebihn dari enzim kolagenase
tipe IV ini. Sementara itu kadar inhibitor metaloproteinase berkurang sehingga keseimbangan bergeser ke
arah penghancuran jaringan.
Langkah terakhir adalah pergerakan atau mendorong sel tumor ganas berjalan menembus membran basal
yang telah rusak dan matriks yang telah mengalami lisis. Migrasi tampaknya diperantarai oleh berbagai
sitokin yang berasal dari sel tumor. Selain itu produk penguraian komponen matriks (misal kolagen dan
laminin) dan sebagian faktor pertumbuhan (misal insulin-like growth factor I dan II) memiliki aktivitas
kemotaktik untuk sel tumor. Sel stroma juga menghasilkan efektor parakrin untuk motilitas sel, seperti
hepatocyte growth factor/scatter factor (HGF/SCF), yang berikatan dengan reseptor di sel tumor.
Penyebaran vaskular dan sasaran sel tumor
Saat berada di dalam sirkulasi, sel tumor rentan terhadap destruksi oleh sel imun pejamu. Di dalam aliran
darah, sebagian sel tumor membentuk embolus dengan membentuk gumpalan dan melekat ke leukosit,
terutama trombosit; sel tumor yang menggumpal tersebut akan sedikit banyak memperoleh perlindungan dari
serangan sel efektor antitumor pejamu. Namun, sebagian besar sel tumor masuk dalam sirkulasi sendiri-
sendiri. Ekstravasi sel tumor bebas atau embolus sel memerlukan perlekatan ke endotel vaskular yang diikuti
oleh pergerakan melalui membran basal dengan mekanisme yang serupa dengan yang berperan dalam invasi.
Instabilitas Genom – Hal yang Memungkinkan Keganasan
Bagaimana kanker dapat muncul? Walaupun manusia hidup dalam agen lingkungan yang (misal zat kimia,
radiasi, sinar matahari), perjumpaan ini jarang berakhir dengan timbulnya kanker. Keadaan ini terjadi karena
kemampuan sel normal memperbaiki kerusakan DNA. Tampaknya kecenderungan untuk mengalami mutasi
terjadi akibat kelainan pada kemampuan memperbaiki DNA. Orang yang lahir dengan mutasi herediter
perbaikan DNA sangat beresiko mengalami kanker.
Progresi tumor adalah tumor menjadi lebih agresif dan semakin ganas. Penelitian klinis dan eksperimental
yang teliti mengungkapkan bahwa peningkatan keganasan (contoh : pertumbuhan semakin cepat, invasif, dan
kemampuan bermetastasis) sering diperoleh secara akumulatif. Hal ini berkaitan dengan kemunculan secara
berurutan sebagai subpopulasi sel yang berbeda dalam beberapa aspek fenotipe, misal : daya invasi,
kecepatan pertumbuhan, kemampuan metastasis, kariotipe, respon terhadap hormon dan kerentanan
terhadap obat antineoplastik yaitu obat yang menghambat perkembangan neoplasma, memeriksa
pematangan dan proliferasi sel-sel ganas.
Walaupun sebagian besar tumor memiliki asal monoklonal(berasal dari sel tunggal), pada saat bermanifestasi,
secara klinis sel konstituennya sangatlah heterogen.
Ditingkat molekular, progresi dan heterogenitas tumor kemungkinan besar terjadi akibat mutasi multipel yang
terakumulasi secara independen pada sel yang berbeda-beda sehingga sehingga terbentuk subklona dengan
sifat berbeda. Beberapa mutasi mungkin bersifat letal, yang lain mungkin memacu pertumbuhan sel karena
memengaruhi protoonkogen atau gen penekan tumor lain. Subklona yang dihasilkan tersebut mengalami
tekanan imun dan non imun.
2. Delesi
Kelainan struktural kedua tersering pada sel tumor. Dibandingkan dengan translokasi, delesi lebih sering
ditemukan pada tumor padat nonhematopoietik
3. Amplifikasi Gen
Terdapat dua manifestasi kariotipik amplifikasi gen : regio yang terwarnai homogen di kromosom tunggal dan
double minutes. Yang tampak seagai potongan kecil berpasangan kromatin.
Etiologi Kanker
AGEN KARSINOGENIK
3 Golongan agen karsinogenik:
A. Karsinogen kimiawi
B. Karsinogenesis radiasi
C. Onkogenesis virus dan mikroba
A. Karsinogen Kimiawi
Memiliki struktur sangat beragam dan mencakup zat alami dan zat buatan. Zat yang bekerja secara langsung
tidak membutuhkan transformasi kimiawi untuk menyebabkan kariokinesis, disebut dengan “ultimate
carcinogen”. Zat yang bekerja secara tidak langsung akan aktif setelah perubahan metabolic, disebut
“prokarsinogen”. Ultimate carcinogen merupakan elektrofil (memiliki ato yang kekurangan elektron) yang
sangat reaktif dan bereaksi dengan atom kaya electron di RNA, protein sel, dan terutama DNA.
Karsinogenisitas sebagian bahan kimiadiperkuat oleh promoter.
Beberapa karsinogen kimiawi dapat bekerjasama dengan pengaruh karsinogenik lain untuk meimbulkan
neoplasma (missal: virus atau radiasi).
CH polisiklik juga dihasilkan dari lemak hewan saat pemanggangan daging, juga pada ikan dan daging yang
diasap.
Produk aktif utama pada CH adalah epoksida yang membentuk adisi kovalen dengan
berbagai molekul di sel, terutama DNA, juga RNA dan protein. Epoksida adalah senyawa organic yang
mengandung sebuah grup reaktif yang terjadi akibat adanya penyatuan satu atom oksigen dengan atom
lain, biasanya karbon.
B. Karsinogenesis Kimiawi
Bukti-bukti:
Banyak pelopor dalam pengembangan sinar rontgen menderita kanker kulit
Penambang unsure radioaktif mengalami peningkatan 10x lipat insiden kanker paru
Radiasi menyebabkan:
Pemutusan DNA
Translokasi kromosom
Mutasi titik pada kromosom
3. Helicobacter pylori
Penyebab karsinoma lambung dan limfoma lambung
IMUNOLOGI TUMOR
Dari berbagai pengamatan pada hewan dan manusia, telah disimpulkan bahwa sistem imun mempunyai peran
dalam pengendalian pertumbuhan tumor. Fenomena yang memberi petunjuk tersebut antara lain adalah : 1)
adanya regresi spontan tumor tertentu, misalnya melanoma dan neorublastoma; 2) adanya tumor dengan
pertumbuhan indolen dalam periode lama, namun suatu saat berubah menjadi cepat dan bermetastasis; 3)
adanya sebukan sel mononuklear di sekitar jaringan tumor; 4) uji kulit reaksi hipersensitifitas tipe lambat
positif terhadapa ekstrak antigen tumor autolog pada penderita kanker; dan 5) resiko menderita kanker yang
lebih tinggi pada penderita dalam keadaan imunodefisiensi.
Antigen sel tumor
Adanya respon imun terhadap sel tumor sesuai dengan pengenalan sel yang mengalami perubahan
neoplastik oleh sistem imun. Karena sel yang menjadi tumor adalah sel dari unsur self maka sifat antigenitas
sel tumor menjadi suatu hal yang menarik untuk dipelajari. Dari berbagai pecobaan pada hewan dan manusia
akhirnya diyakini bahwa sel tumor mempunyai unsur yang bersifat antigenik dan imunogenik.
Sejalan dengan teori karsinogenesis, sel tumor adalah pada dasarnya unsur self yang telah berubah sifatnya
baik secara fenotip maupun secara genotip. Perubahan yang mendasar adalah perubahan genotip dimana
terjadi mutasi gen sebagai akibat pemajanan faktor luar seperti fisika, kimia ataupun virus. Perubahan genotip
ini menyebabkan sel tumor berbeda secara fenotip dari sel normal, termasuk ekspresi antigenya. Penampilan
antigen baru inilah yang membedakan sel normal dari sel tumor, sehingga dapat menjadi sasaran sel imun,
karena dianggap sebagai benda asing.
Mekanisme yang diduga menyebabkan penampilan yang berbeda dari sel tumor antara lain: 1) biosintesis
antigen baru; 2) perubahan struktur molekul normal; 3) pemaparan molekul baru yang secara normal
terselubung; 4) assembly atau perangkaian abnormal antigen multimerik; dan 5) penyimpangan ekspresi
antigen fetal atau antigen diferensiasi.
Dikenal beberap jenis antigen tumor antara lain:
1. Antigen khas tumor (Tumor specific antigen) atau antigen tumor yang unik (unique tumor antigen),
yaitu antigen yang hanya terdapat pada sel tumor dan tidak ditemukan pada sel normal. Tiga penjelasan
bagaimana timbulnya antigen yang bersifat unik/spesifik ini, dicoba diterangkan melalui 3 mekanisme.
a. Selama proses transformasi ganas terjadi mutasi gen baik onkogen, gen supresor tumor maupun gen
lain yang menyandi protein-prroyein normal. Sebagai akibatnya, terbentuk protein “baru” yang dihasilkan oleh
gen mutan, dan pada saat membentuk kompleks dengan molekul MHC kelas I dan ditampilkan dipermukaan
sel, akan dikenal oleh sistem imun sebagai protein asing.
b. Mutasi gen dapat mengubah suatu peptida sedemikian rupa, sehingga bentuk semula yang tidak
pernah ditampilkan oleh MHC ke permukaan sel menjadi dimungkinkan karena dapat membentuk kompleks
dengan MHC.
c. Mutasi gen dapat menjadikan suatu gen yang semula tidak aktif menyandi protein, menjadi aktif
sehingga protein yang dibentuk bersifat antigenik/imunogenik.
2. Antigen yang berkaitan dengan sel tumor (Tumor associated antigen), yaitu antigen yang ditemukan
juga pada sel normal, namun pada tahap diferensiasi atau maturasi yang berbeda, atau pada sel normal dari
jenis yang berbeda. Sebagai contoh adalah antigen onkofetal alfa feto protein (AFP) dan carcinomembrionic
antigen (CEA). AFP dibentuk oleh sel hati fetal dan menghilang pada sel hati dewasa. Pada saat karsinoma sel
hati, AFP akan dibentuk kembali dan juga dapat ditemukan pada tumor ovarium atau testis. CEA juga dibentuk
pada fase embrional usus, menghilang pada saat dewasa namun akan muncul kembali pada saat usus berubah
menjadi kanker.
Respon imun terhadap sel tumor
Respon sel T
Respon sel T merupakan yang terpenting karena selain sebagai efektor juga sebagai pemacu sel B dan
unsur lainnya. Sel T penolong akan bereaksi pada pemajanan antigen tumor yang berikatan dengan MHC
kelas II. Karena pada umumnya sel tumor menampilkan molekul MHC kelas I , maka sel T akan bergantung
pada sel-sel penyaji yang menampilkan molekul MHC kelas II. Setelah sensitisasi, T penolong akan
menghasilkan berbagai limfokin yang selanjutnya akan memacu efektor lain seperti makrofag, dan sel
killer lainnya untuk menginfiltrasi dan melisiskan tumor. T penolong juga menghasilkan limfotoksin Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dapat melisiskan sel tumor. Sel tumor sitotoksik akan teraktifasi oleh antigen
yang berikatan dengan MHC kelas I, dan sel T ini dapat langsung menjalankan fungsi lisisnya.
Respon sel B
Limfokin sel T penolong akan membantu diferensiasi san ploriferasi sel B sehinggga sel B siap mensintesis
antibodi spesifik terhadapa antigen tumor. Antigen ini akan memusnahkan sel tumor melalui mekanisme
ADCC atau melalui fiksasi komplemen. Antibodi spesifik ini telah dibuktikan keberadaannya pada manusia
dimana serum penderita tumor mengandung antibodi spesifik terhadap tumor tersebut. Di sisi lain, sel B
mempunyai molekul Ig permukaan yang spesifik terhadap tumor dapat mengikat antigen tumor dan
kemudian menyajikan kepada sel T penolong. Hal ini merupakan salah satu cara sensitisasi atau aktivasi sel
T penolong.
Makrofag
Makrofag bekerja sebagai APC serta sel pemusnah sel tumor. Sebagai sel pemusnah, makrofag bergantung
pada T penolong yang mengeluarkan macrophage activating factor (MAF). Makrofag sendiri mampu
menghasilkan zat-zat yang bersifat tumorisidal antara lain TNF, interferon dan enzim hidrolitik.
Natural killer (NK)
Sel NK ini mampu melisiskan sel tumor tanpa memerlukan sensitisasi terlebih dahulu. Belum jelas
mengapa sel ini dapat membedakan antara sel normal dan sel tumor. Dari perkembangan terakhir
diketahui bahwa sel NK terutama akan melisiskan sel tumor dengan ekspresi antigen MHC kelas I yang
sedikit. Aktifitas sel NK dapat ditingkankan oleh IL2 dan interferon; sel NK juga dapat turut berperan dalam
proses ADCC.
Mekanisme yang menyebabkan sel tumor terhindar dari respon imun
Walaupun pejamu dilengkapi dengan sistem imun yang berfungsi mengendalikan pertumbuhan sel tumor,
namun pada kenyataannya sistem imun ini tidak efektif. Hal ini antara lain disebabkan adanya seleksi
imunologik terhadap populasi sel tumor, dimana sel tumor bersifat imunogenik, yaitu yang mengandung
banyak neoantigen akan dimusnahkan oleh sistem imun, sehingga tersisa sel tumor yang tidak imunogenik
yang akan terus tumbuh tanpa diganggu oleh sisitem imun.
Selama pertumbuhan, sel tumor juga dapat dengan cepat mengalami perubahan antigen secara kontinu
sejalan dengan mutasi genetik yang terjadi. Sel tumor juga dapat berubah sifat dari non imunogenik pada
status imunologik kuat menjadi imunogenik pada status imunologik lemah.
Antigen tumor juga dapat dilepaskan dari sel kedalam sirkulasi, kemudian terpajan pada limfosit T atau B
dalam sirkulasi. Antigen tersebut akan terikat pada reseptor antigen dipermukaan sel T atau imunoglobulin
dipermukaan sel B. Keadaan ini menyebabkan fungsi tumorisidal sel T dan B hanya akan terjadi pada
molekul antigen ini saja. Blocking sisi aktif sel T maupun sel B oleh molekul antigen ini, akan menghambat
fungsi serupa sel T dan sel B terhadap sel tumor sehingga sel tumor terhindar dari pengendalian sistem
imun dan dapat tumbuh terus.
Sel tumor juga mampu menghassilkan zat-zat yang bersifat mengaktifkan sel T supresor sehingga respon
imun dapat ditekan; zat-zat terssebut antara lain transforming growth factor beta (TGF-β).
Disamping itu, berbagai metoda pengobatan tumor seperti kemoterapi dan radiasi juga bersifat
imunosupresif.
Imunoterapi
Pengetahuan mengenai mekanisme respon imun terhadap tumor, kemudian mengilhami dan
dimanfaatkan para ahli sebagai upaya untuk mengobati tumor. Manipulasi berbagai aspek, baik dari sisi sel
tumor maupun dari efektor sistem imun, telah dicoba sejak lama. Cara yang pernah ditempuh antara lain
adalah imunisasi, terpi seluler adoptif, terapi sitokinin adoptif, dan terapi antibodi.
Imunisasi baik dengan sel tumor maupun dengan antigen tumor pada pejamu yang bertumor sejauh ini
kurang memuaskan. Beberapa modifikasi telah ditempuh; antara lain dengan menyuntikan DNA yang
menyandi MHC asing ke dalam sel tumor vaksin, dengan tujuan menjadikan vaksin ini bersifat lebih
imunogenik; atau menyuntikan gen penyandi IL2 yang diharapkan akan meningkatkan intensitas efektor
sistem imun. Hingga saat ini hasilnya cukup memuaskan pada hewan, namun pada manusia perlu diteliti
lebih lanjut.
Pada terapi seluler adoptif, dilakukan pengeraman in vitro sel limfosit darah tepi penderita dengan IL-2,
yang kemudian menghasilkan limfokine activated killer (LAK) yang efektif membunuh sel tumor secara in
vitro. Suspensi sel ini kemudian disuntikan kembali kepada si penderita bersama IL-2. Namun ternyata
hasilnya juga kurang memuaskan pada tumor stadium lanjut. Modifikassi cara ini juga dilakukan dengan
mengambil limfosit dan jaringan tumor, kemudian selain dibiak dengan IL-2 juga ditransfeksi dengan grn
TNF alfa, sitokinin yang poten membunuh tumor, kemudian suspensi ini disuntikkan kembali kepada
penderita.
Pada terapi sitokinin adoptif, kepada penderita diberikan berbagai jenis sitokin seperti TNF alfa, IFN alfa
dan gamma serta IL2. IFN alfa tampaknya dapat diharapkan, karena selain mengaktifkan NK juga
meningkatkan ekspresi molekul MHC sel tumor dan juga bersifat sitostatik.
Pada saat tumor menjadi masif dan solid, antibodi ternyata tidak efektif karena tidak mampu menembus
massa tumor. Maka terapi antibodi telah dicoba untuk membuat magic bullet yaitu dengan
mengkonjungasikan sitostatik atau radioisotop pada antibodi monoklonal. Pada tumor yang masif,
konjungasi dengan radioisotop akan lebih efektif karena jangkauan emisinya cukup jauh. Namun perlu
diwaspadai jika antibodi tersebut spesifitasnya adalah terhadap tumor associated antigen; karena yang
menjadi sasarannya adalah juga sel normal.
Komplikasi Kanker
SINDROMA PARANEOPLASTIK
Sindroma Paraneoplastik adalah sekumpulan gejala yang bukan disebabkan oleh tumornya sendiri, tetapi
oleh zat-zat yang dihasilkan oleh kanker. Beberapa zat yang dapat dihasilkan oleh tumor adalah hormon,
sitokinese dan berbagai protein lainnya. Zat-zat tersebut mempengaruhi organ atau jaringan melalui efek
kimianya.
Bagaimana tepatnya kanker mengenai sisi yang jauh belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa kanker mengeluarkan zat ke dalam aliran darah yang merusak jaringan yang jauh melalui suatu reaksi
autoimun.
Kanker lainnya mengeluarkan zat yang secara langsung mempengaruhi fungsi dari organ yang berbeda atau
merusak jaringan.
Bisa terjadi kadar gula darah yang rendah, diare dan tekanan darah tinggi.
Sering mengenai sistem saraf.
Organ Yg
Efek Kanker Penyebab
Terkena
Otak, saraf &
Kelainan neurologis, nyeri otot, kelemahan Kanker paru-paru
otot
Darah & Anemia, jumlah trombosit yg tinggi, jumlah sel
jaringan darah putih yg tinggi, pembekuan yg menyebar luas
Semua kanker
pembentuk dalam pembuluh darah, mudah memar, jumlah
darah trombosit sedikit
Kanker usus besar atau
Glomerulonefritis membranous akibat adanya indung telur, limfoma,
Ginjal
antibodi dalam aliran darah penyakit Hodgkin,
leukemia
Tulang Ujung jari tangan membengkak (clubbing Kanker paru-paru atau
kanker metastase dari
berbagai kanker
Kanker saluran
Sejumlah lesi kulit, sering berupa pewarnaan kulit
Kulit pencernaan atau hati,
(mis. akantosis nigrikans)
limfoma, melanoma
Leukemia, limfoma,
Seluruh tubuh Demam penyakit Hodgkin, kanker
ginjal atau hati
Beberapa gejala dapat diobati secara langsung, tetapi untuk mengobati sindroma paraneoplastik biasanya harus
dilakukan pengendalian terhadap kanker penyebabnya.
KEDARURATAN KANKER
Yang termasuk ke dalam kedaruratan kanker adalah:
Tamponade jantung
Efusi pleura
Sindroma vena kava superior
Sindroma penekanan tulang belakang
Sindroma hiperkalemik.
Tamponade Jantung
Tamponade jantung adalah pengumpulan cairan di dalam kantong jantung (kantong perikardium, kantong
perikardial), yang menyebabkan penekanan terhadap jantung dan kemampuan memompa jantung.
Pengumpulan cairan terjadi jika kanker menyusup ke dalam perikardium dan menyebabkan terjadinya iritasi.
Kanker yang paling mungkin menyusup ke dalam perikardium adalah kanker paru-paru, payudara dan limfoma.
Tamponade jantung terjadi secara mendadak jika begitu banyak cairan terkumpul sehingga jantung tidak dapat
berdenyut secara normal.
Sebelum timbulnya tamponade, penderita biasanya merasakan nyeri samar-samar atau tekanan di dada, yang
akan bertambah buruk jika berbaring dan akan membaik jika duduk tegak.
Penderita mengalami gangguan pernafasan yang berat dan selama menghirup udara, vena-vena di leher
membengkak.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- rontgen dada
- EKG
- ekokardiogram.
Untuk mengurangi penekanan, dimasukkan jarum ke dalam kantong perikardium dan cairan dikeluarkan
dengan bantuan alat suntik. Prosedur ini dinamakan perikardiosintesis.
Contoh cairan diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat apakah cairan mengandung sel-sel kanker.
Selanjutnya dibuat sayatan pada perikardium untuk mencegah kambuhnya tamponade.
Pengobatan lainnya tergantung kepada jenis kanker yang terjadi.
Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan di dalam kantong yang mengelilingi paru-paru (kantong pleura),
yang bisa menyebabkan sesak nafas.
Pengumpulan cairan di kantong pleura bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kanker.
Untuk mengeluarkan cairan, dimasukkan jarum suntik diantara tulang iga menuju ke kantong pleura.
Jika setelah prosedur ini cairan dengan cepat mulai terkumpul kembali, akan dimasukkan selang melalui
dinding dada menuju ke kantong pleura, yang akan tetap terpasang disini sampai keadaan penderita membaik.
Zat kimia khusus bisa dimasukkan ke dalam kantong pleura untuk mengiritasi dindingnya dan menyebabkan
kedua lapisan kantong melekat satu sama lain.
Hal ini akan menghilangkan rongga dimana cairan terkumpul dan mengurangi kemungkinan kambuhnya efusi
pleura.
Sindroma Hiperkalemik
Sindroma hiperkalemik terjadi jika kanker menghasilkan hormon yang akan meningkatkan kadar kalsium darah
atau hormon yang secara langsung mempengaruhi tulang.
Penderita mengalami kebingungan, yang bisa berlanjut menjadi koma dan menyebabkan kematian.