Anda di halaman 1dari 4

Saya sangat membenci Harry dengan segala kelakuan yang tidak menyenangkan di dalam

kelas. Harry adalah temna kelasku sejak SD dan Ia sudah memberikan ku mimpi buruk yang tidak
terhitung. Biasanya dia sering memukulku, memberikan ejekan-ejekan kotor serta Ia suka mencari
perhatian untuk dirinya sendiri. Hal ini sangat buruk sampai-sampai Aku sangat tidak suka pergi ke
sekolah.
Saya mencoba memberi tahu orang tua saya mengenai Harry tapi mereka tidak punya waktu
untuk mendengarkan Aku. “Jangan pedulikan dia,” jawab Ibuku.
Untuk Ayahku, Terakhir kali kulihat Ia berbaring di kamar tidur, setelah minum-minum dan
berjudi. Dia bahkan tidak bisa mencari kerja. Tetapi Ia masih mempunyai keberanian untuk meminta
uang pada Ibu! Ibu sangat mencintai Ayah, berpura-pura tidak melihat segala sesuatu yang telah
Ayah buat dan tetap memberinya unag. “Aku pasti akan membayarmu lagi!” Janji Ayahku. Dia tidak
pernah gagal untuk melupakan janjinya itu.
Di sekolah, Guru-guru tidak mempedulikan sikap Harry yang nakal. Dia seperti jamur-jamur
yang menempel pada daging segar yang mereka harus tangani sehari-hari.
Jadi Aku seorang diri, menghadapi kelakuan yang menjengkelkan, kesombongan dan
kelakuan yang keji dari Harry tanpa ada bantuan dari orang lain. Kelakuannya membuatku
meneteskan air mata secara diam-diam. Aku sadar bahwa aku sedikit gemuk tapi Harry tampak
senang dan selalu memberikan ejekan: “Dasar gendut!” “ Heh gendut, Kamu sangat jelek, Ibumu
pasti membencimu!” “Dengan wajah sejelek itu pasti susah untuk mencari pacar kan?”. Ya, inilah
kata-kata yang biasa Harry lontarkan padaku.
Tahukah kalian bagaimana rasanya tidak punya teman dan tidak mendapatkan masalah?.
Teman-teman kelasku semua berasal dari keluarga kaya, dengan kebutuhan-kebutuhan yang
mewah. Aku beruntung dapat masuk ke sekolah ini. Pastinya Aku sadar bahwa sebenarnya Aku tidak
pantas masuk ke sekolah elite seperti ini.
Suatu malam, di situasi di mana Aku terkuasai emosi dan rasa bingung, Aku memegang
sebuah silet di tanganku, siap untuk mengakhiri semua masalah yang sudah kudapat, untuk
selamanya. Tetapi Ayah menyadari keputusasaanku dan seketika mengehentikanku.
“hey, silet itu untuk apa ah?” Ia bertanya dengan senyumnya setiap kali Ia melihatku.
“Bukan urusanmu Yah!” jawabku. Tapi Ayah, melihat air mataku menetes, muka yang pucat
dan badan yang lemas.
“Aduh kamu ini,” katanya , dengan nada lembut memanggil namaku seperti nada ketika dia
menangis tersedu. “Tenanglah. Jangan melihat masalahmu dengan serius. Apapun masalahmu, tidak
perlu harus mati kan! Aku tahu Aku adalah Ayah yang buruk tapi Aku sangat menyayangimu dan
Ibumu. Kamu mempunya masa depan yang bagus... Jangan cemas tentang Harry... Anak kurang ajar
itu... Ayah akan mengajarkanmu cara untuk memberikan anak itu pelajaran yang bagus!”
Aku menolak untuk mengatakan kata-kata tapi mendengar kata Harry yang diucapkan Ayah
membuat Aku sedikit senang.
“Nak! Kamu hanya berumur 15 tahun,” tambah Ayah. “Segala sesuatu pasti berubah! Jangan
cemas, cerialah!”
Dan ddisinilah aku menuangkan segala isi pikiranku ke Ayah. Ayahku menanggapinya dan
kita berbicara sangat lama. Banyak sekali yang ingin Aku katakan pada Ayah. Malam itu merupakan
segalanya bagiku. Ayah memegang tanganku membuatku tenang dan aman. Suatu kesempatan nin,
Ia ada di saat aku membutuhkan Dia. Itu merupakan dukungan yang sudah lama Aku tunggu selama
masa-masa yang terlewati dan pada malam itu juga , untuk sekali saja, beberapa jam yang terlewati
terasa indah, Ayahku yang tersesat itu menghibur hatiku yang berteriak kesakitan. Aku menangis
hingga pagi hari karena kelelahan. Ketika Aku bangun Ayah terbaring di lantai, di sampin ranjangku.
“yah, bangun,’ kataku. “Kamu pasti lelah, tidur di tempat tidur sana.”
Pagi itu Aku terlahir kembali. Menguasai kelemahan dan kekuatanku. Tidak akan lagi aku
ditekan lagi. Dan Aku tidak akan lagi berpikir bodoh untuk melukai diri sendiri. “Maafkanlah Aku
Tuhan karena tindakanku semalam,” Doaku, sedikit kutambah, “Berikan Aku kekuatan untuk
menghadapi hari demi hari. Ambilah ketakutanku... dan tolonglah hambamu ini.”
Di sekolah, Aku tetap bersiaga walaupun aku sangat lelah. Aku bertekad untuk mendapat
nilai yang bagus untuk hasil belajarku. Di sekolah , Kami diperkenalkan dengan murid baru, seorang
laki-laki asal Inggris. Raphael Roses, Anak baru yang tampan dengan pakaian yang tampak keren dan
itu membuat perempuan kelasku menjadi tergila-gila.
Raphael sangat berbeda. Jiwa yang tenang, Dia mengambil tempat duduk kosong yang
terletak di sebelahku. Dia tidak banyak bicara. Tampaknya Ia membenamkan dirinya pada pikirannya
sendiri. Ketika Ia berbicara, hanya beberapa kata saja yang diucapkannya.
Raphael seperti orang yang menaruh beban hidupnya di pundaknya. Ia tidak pernah
tersenyum maupun mengajak berbicara. Tidak lama Harry menghampiri Raphael. Mereka sedang
berada di kantin.
“Heh, Tampan!” Kata Harry
Raphael tidak menghiraukan Harry, dan tetap membaca buku yang selalu Ia pegang. Harry
mengambil buku itu dari Raphael dan berkata, “Aku berbicara padamu tahu!”
Untuk sesaat pandangan Raphael terarah pada mata Harry tanpa ekspresi, lalu tangan
Raphael bergerak dengan kecepatan yang sangat cepat mengambil kembali bukunya. Lalu Ia kembali
membaca seakan tidak ada yang terjadi padanya sama sekali! Banyak orang menyaksikan kejadian
ini karena pada saat itu kantin penuh dengan murid-murid.
“Pengecut!” kata Harry yang kemudian menyingkir darinya. Untuk pertama kali Aku melihat
rasa takut di mata Harry.
Suatu ketika, aku sedang makan siang di kantin sekolah. Harry melihat makananku dan
kembali mengejekku dengan suaranya yang keras, “Ihh, apa itu... makanan babi atau apa? Tidak
punya uang untuk membeli makanan sehat ya? Mungkin karena itu wajahmu terlihat seperti babi ha
ha ha...” Harry menirukan suara babi untuk mengejekku.
Semua orang di kantin melihatku. Pipiku memerah dan Harrypun dengan sengaja
menjatuhkan semua makananku ke lantai. Aku tidak memilih ingin mempunyai orang tua yang
miskin dan Tuhan tidak membuatku seperti Raphael. Tapi Aku mempunya pikiran yang bersih.
Pikiran untuk mengetahui bahwa Aku mempunyai warna darah yang sama dengan semua orang, dan
aku memiliki perasaan, perasaan yang tidak dapat dipahami orang dengan hati busuk. Aku tahu
dengan menjadi kaya berati memiliki banyak teman, dan tidak ada orang yang ingin berteman
dengan orang miskin. Aku tahu, Aku tahu... Tuhan memberikan pikiran yang bersih padaku... untuk
mengetahui mengapa hati bisa terpecah menjadi beberapa belahan yang harus dipasang kembali.
Ketika orang telah terpojok dalam masalah, sangatlah sulit untuk kita memprediksi apa yang
akan terjadi selanjutnya. Tapi Aku dapat memberitahumu pada saat itu, pikiranku mendapat sebuah
pandangan akan kristal putih bening yang sulit untuk dideskripsikan. Seperti buruan yang akan
menerima ajalnya , Aku merasa tidak ada lagi yang bisa kutinggalkan.
“Harry, kamu selalu menjahili orang-orang,” kataku, berakting sedikit dingin. “Kamu selalu
menjahili orang yang lebih lemah darimu. Kamu bukan apa-apa melainkan seorang PENGECUT!”
Aku bersumpah, pada saat itu kalian pasti bisa mendengar detak jantungku yang sangat
cepat di kesunyian itu. Harry tampak seperti gunung merapi yang akan meletus setelah mendengar
kata-kataku. Dan meletuslah dia.
“Babi gendut! Kamu harus mendapat balasannya!” Teriak dia, mengarahkan seluruh
amarahnya padaku.
Ayahku, merupakan mantan preman, dan ia telah mempersiapkan aku akan situasi seperti
ini, Ketika Harry mendekat, Aku mengambil tasku dan dengan cepat aku memakai logam pemukul
yang bisa dipakai di tangan.
Aku berdiri tegak menghadapi segala sesuatu yang menghampiriku. Ketika Harry mendekat
dan memegangku, Aku menendang dia di sekitar pergelangan kaki dengan sekuat tenaga. Harry
berteriak kesakitan. Lalu aku menggunakan tangan kananku yang sudah dilengkapi alat pemukul
logam milik Ayah dan mengarahkannya di bawah dagunya. Aku bisa merasakan logam besi itu
menghancurkan tulangnya. Hal berikutnya yang Aku tahu Harry terbarring di lantai.
Dengan cepat aku selipkan kembali alat pemukulku ke dalam tas. Murid-murid yang
menyaksikan tersenyum senang melihat aksiku. Aku sangat senang dengan apa yang sudah
kuperbuat, tanpa kusadari Harry sudah bangkit kembali dan sudah memanggil enam kawannya.
Ketika kusadari situasi itu, semua sudah terlambat. Ayah belum mengajariku cara melawan tujuh
laki-laki kuat!
Ketika kupikir aku akan mati, Raphael berdiri di depanku.
“Minggir kamu Raphael,” Kata Harry kaget melihat Raphael. Semua murid berkumpul
melihat kejadian itu dan tidak menyangka mereka melihat sesuatu yang mustahil di lakukan oleh
murid sekolah.
“Harry kamu memang pengecut,” kata Raphael. “Kamu memanggil orang-orang bodoh ini
untuk melawan satu orang temanku?” Murid-murid yang berkumpul setuju dengan kata-kata
Raphael dan mulai mengejek Harry.
“Kamu akan kubunuh terlebih dahulu, barulah babi gendut disebelahmu itu yang kau sebut
temanmu!”kata Harry. Ia benar-benar kehilangan reputasinya.
“Pengecut, kamu tidak akan menjahili orang lain lagi setelah hari ini!” kata Raphael tegas.
Harry dan kawannya menyerang Raphael. Raphael mengangkat Harry dan melemparnya ke arah
jendela seakan Raphael sedang melempar gelas. Ketika Harry terjatuh ke lantai terdengar bunyi
tulang yang patah. Dengan beberapa pukulan dan tendanga Raphael menghabisi semua kawan
Harry. Darah merah banyak bercucuran di lantai. Murid-murid tertawa senang. Akhirnya, si Jahil dan
temannya mendapat balasannya.
Aku terkagum melihat keahlian bertarung Raphael. Dari mana Ia mendapat tenaga sehebat
itu? Dia bahkan lebih hebat dari pada Jet Li. Mungkin dia adalah seorang guru ilmu bela diri yang
profesional?.
Berita tersebut dengan cepat tersebar ke ruang guru, dan Raphael dikeluarkan dari sekolah
karena kekerasan! Aku merasa bahwa hal tersebut tidak adil, karena dia hanya berusaha
melindungiku dan melakukan apa yang seharusnya seorang guru lakukan untuk menghentikan anak
nakal.
Harry berubah menjadi orang yang berbeda. Dia selalu sopan, dan tidak pernah ada kata
tidak baik keluar melalui mulutnya lagi. Aku berharap setidaknya ia meminta maaf padaku akan
kelakuannya itu tapi dia bangga akan kelakuannya.
Kehidupan di sekolah menjadi lebih damai saat Harry menerima balasannya. Saya senang
belajar dalam ketenangan dan memberikan yang terbaik di sekolah. Aksi Raphael memberikanku
keberanian yang kubutuhkan.
Aku merasa bersalah karena tidak berterima kasih padanya akan kebaikannya. Dia seperti
bintang jatuh yang memberikan keterangan dalam hatiku. Aku berharap masa depannya tidak
musnah karena masalahku ini.
Tidak ada orang yang tahu keberadaan Raphael. Aku sangat berharap untuk bisa berbicara
dan mengucapkan rasa terima kasihku padanya. Ayahku mendengar berita yang terjadi di sekolah
dan ia merasa senang. Ayah juga sudah mendapat pekerjaan dan meninggalkan gaya hidupnya yang
tidak sehat. Ibu sangat bahagia. Kami menjadi satu keluarga kembali.
Tidak lama kemudia setelah insiden itu, libur telah tiba dan aku menemukan dirika sedang
duduk di taman yang sangat indah dengan bunga-bunga berwarna-warni, yang dekat denga
rumahku. Taman ini dekat dengan pantai dimana tempat ini merupakan tempat favoritku.
Aku sedang berada di taman, tersesat di dalam pikiranku, lalu tiba-tiba turun hujan tanpa
peringatan. Aku tidak punya pilihan selain mencari tempat berteduh, matahari baru saja terbenam
dan tidak ada orang di taman saat itu. Di saat itu pula aku melihat sesosok orang berjalan
mendekatiku di tengah hujan. Aku sanga takut melihat sosok itu tapi sosok itu tampak tidak asing
lagi dan ternyata sosok itu adalah Raphael!.
Aku mempunyai banyak sekali kata-kata yang ingin kusampaikan padanya dan banyak
pertanyaan yang ingin kutanyakan. Aku tidak bisa mengendalikan tubuhka seolah Ia bergerak sendiri
berterima kasih degan meneteskan air mata. Dan aku meminta maaf padanya karena diriku ini
Raphael harus dikeluarkan dari sekolah.
“Aku masih bersekolah,” katanya
“Di mana sekolahmu?” tanyaku.
“Sekolah Surga.”
“Semua sekolah yang kamu masuki pasti terasa seperti di surga karena kehadiranmu,”
kataku.
“Bukan aku bersekolah karena itu Surga.”
Aku merasa bingung untuk sesaat sampai aku melihat Raphael berubah dengan kedua
mataku ini. Dia memancarkan cahaya yang memberikan tempat untuk berlindung dari hujan. Lalu
kulihat dua sayap besar di balik punggungnya. Ia sangat berwibawa dan tegas sampai aku terhanyut
dalam ketakutanku sendiri. Aku tidak bisa bergerak karena tidak percaya akan apa yang kulihat.
“Doamu telah terjawab,” kata Raphael dengan nada yang lembut. “Aku adalah malaikat yang
diutus Tuhan untuk membantumu.”
Dia tidak perlu berbicara apa-apa lagi. Aku percaya padanya. Malaikata utusan Tuhan. Itu
menjelaskan semua kekuatan yang melebihi manusia, ketenangannya dan kata-katanya yang halus,
kebaikannya serta kelembutannya. Aku tahu itu Raphael terlalu baik untuk menjadi lebih benar. Ia
merupakan orang yang kehadirannya terasa di surga karena dia berasal dari surga. Ketika dia
kembali menjadi wujud manusia, Aku berterima kasih sebanyak-banyaknya dan ingin mengajaknya
bicara tetapi Ia sudah harus pergi.
“Tugasku selesai,”katanya. Dan dia meninggalkan ku seperti saat Ia menampakkan dirinya
padaku; Ia berjalan melewati hujan, mendekati pantai, dan meninggalkan aku dengan pikiranku. Aku
tidak pernah melihatnya lagi. Tapi pengalaman yang diberkati itu selalu berada dalam hatiku hingga
akhir hayat hidupku, dan aku percaya dapat bertemu kembali dengan Raphael ketika Aku memasuki
Surga.

Anda mungkin juga menyukai