Anda di halaman 1dari 3

Untuk meningkatkan kualitas dan kemandirian posyandu diperlukan intervensi sebagai berikut :

1. Posyandu pratama (warna merah)

Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa
rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya
adalah pelatihan kader ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan
dasar lagi.

2. Posyandu madya (warna kuning)

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun
dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya
(KB, KIA, Gizi, dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian
posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Intervensi untuk posyandu madya ada 2
yaitu :

1. Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah dilengkapi dengan
metoda simulasi.
2. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk menentukan masalah
dan mencari penyelesaiannya, termasuk menentukan program tambahan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.

3. Posyandu purnama (warna hijau)

Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun,
rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan cakupan 5 program utamanya (KB, KIA,
Gizi dan Imunisasi) lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada
Dana Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :

1. Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan masyarakat menetukan


sendiri pengembangan program di posyandu
2. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat yang kuat dengan
cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.

4. Posyandu mandiri (warna biru)

Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan 5 program utama
sudah bagus, ada program tambahan dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK.
Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut
menggunakan prinsip JPKM.
Menurut buku pegangan untuk Manajemen Bencana karangan W. Nick Carter (Carter,
W. Nick. Disaster management : a disaster manager’s handbook. Asian Development Bank,
1991) dibutuhkan siklus manajemen menghadapi bencana untuk tiap negara, yang meliputi :
Prevention (pencegahan); Mitigation (mitigasi atau memperkecil efek bencana); Preparedness
(kesiap-siagaan); Response (respon atau reaksi cepat); Recovery (perbaikan); Development
(pengembangan).

 Prevention  (pencegahan).

Mengukur dan memperkirakan bencana apa saja yang akan terjadi. Memang pada
dasarnya sangat susah untuk memperkirakan dimana bencana akan menghadang akan tetapi kita
bisa (berusaha) mencegah dengan, sebagai contoh : membuat bangunan yang secara konstruksi
kuat menahan goncangan, membangun rumah tidak terlalu dekat dengan laut atau setidaknya
memperhatikan syarat-syarat standar keamanan pembangunan, pengeboran, dan lain sebagainya.

 Mitigation (mitigasi atau usaha memperkecil efek bencana).

Tindakan mitigasi bisa dalam bentuk program yang spesifik. Ini di upayakan agar pada
saat kejadian bencana, program ini dapat memperkecil korban jiwa dan kerusakan. Contohnya :
membudayakan pelatihan menghadapi bencana yang bisa dimulai dari sekolah-sekolah dan
instansi pemerintah.  Selalu memperbaharui standar-standar penanganan bencana, Pelaksanaan
kode-kode standar keamanan pada pembangunan fisik, Peringatan dini bencana (early warning),
regulasi tata guna lahan, regulasi keamanan bangunan tingkat tinggi dan kontrol terhadap
penggunaan bahan-bahan berbahaya. Membentuk sistem perlindungan untuk instalasi kunci,
seperti pembangkit listrik dan bangunan telekomunikasi vital.

Preparedness (Kesiap-siagaan).

Dengan adanya standar tanggap bencana yang sebaiknya ditetapkan oleh pemerintah dan
disosialisasikan kepada publik, diharapkan dapat melatih masyarakat, baik sebagai komunitas
maupun kelompok selalu siap siaga menghadapi yang terburuk dan agar tidak terjadi kepanikan
masal. Karena kepanikan bisa menimbulkan efek yang lebih mematikan daripada bencana itu
sendiri. Standar tanggap bencana ini termasuk formulasi tata cara menghadapi bencana (the
formulation of viable counter-disaster plans). Kejelasan sumber informasi agar tidak terjadi
penyebaran kabar yang diragukan kebenarannya seperti yang terjadi baru-baru ini. Kejelasan
inventaris sumber daya dalam menghadapi bencana dan pelatihan personel  tanggap bencana
yang diharapkan dapat efektif ketika sebelum dan sesudah bencana terjadi.

Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana bisa dibagi menjadi 3 bagian, antara lain :

-         Warning (peringatan). Ketika suatu daerah mengalami tanda-tanda alam ataupun
berita adanya bencana yang mendekat baik oleh BMG maupun dari instansi yang
terkait, maka tanda peringatan harus difungsikan semaksimal mungkin. Kentongan,
pengeras suara di Masjid-masjid, breaking news di televisi dan radio maupun pesan
singkat melalui SMS dapat digunakan untuk memberikan peringatan awal.
-         Threat (ancaman). Ketika gejala dan peringatan sudah dapat dikenali sebagai bencana
yang berpotensi berbahaya, maka penduduk diminta untuk bersiap-siap
mengungsikan diri dengan dibimbing oleh tenaga yang sudah dilatih dalam
manajemen bencana agar tidak terjadi kesimpang-siuran penanganan.

-         Precaution (tindakan pencegahan). Tindakan nyata dilakukan setelah kejelasan berita
bencana yang mendekat adalah betul membahayakan, antara lain : menutup
perkantoran, sekolah dan tempat-tempat umum berkumpulnya massa; membawa
generator atau pembangkit tenaga darurat; mengarahkan ke tempat pengungsian yang
sudah dipersiapkan keamanannya; membawa peralatan yang terdiri atas peralatan
minimal untuk bertahan hidup seperti persediaan air bersih, tenda dan makanan.

Response (reaksi cepat).

Reaksi cepat biasanya dapat dilakukan sesegera mungkin pada saat maupun setelah bencana
menghantam. Dengan adanya personel di dalam masyarakat yang sudah terlatih diharapkan masyarakat
secara mandiri dapat melakukan penanganan dini sebelum bantuan datang. Tindakan yang diharapkan
adalah menyelamatkan hidup korban dan menjaga harta benda yang masih tersisa. Memperbaiki
(minimal) kerusakan yang disebabkan oleh bencana, antara lain dapat berupa; pembersihkan area jalan,
agar transportasi dari dan ke lokasi bencana tidak terhambat. Menetapkan lokasi pengungsian, agar
bantuan logistik dan pelayan kesehatan bisa terpusat sehingga kinerja penanganan pasca gempa bisa
efektif.

Recovery (perbaikan).

Proses perbaikan di utamakan kepada kebutuhan dasar masyarakat korban gempa seperti tempat
tinggal, sanitasi dan MCK kemudian dilanjutkan dengan perbaikan infrastruktur yang mendukung
percepatan pemulihan sektor ekonomi daerah gempa. Perbaikan dan pemulihan ini dilakukan oleh
masyarakat dengan pendampingan dari pemerintah dan lembaga yang berkompeten. Dibutuhkan rencana
jangka panjang untuk perbaikan dan pemulihan ini, proses ini bisa bervariasi  antara 5-10 tahun, atau
bahkan lebih. Bagian ini termasuk aspek-aspek lain seperti restorasi dan rekonstruksi infrastruktur
termasuk pendampingan untuk perbaikan mental korban gempa agar seminim mungkin tidak terjadi
gejala putus harapan.

Development ( pengembangan).

Pengembangan dan moderninsasi penanganan gempa harus selalu dilakukan untuk


mengantisipasi bencana yang tidak bisa ditebak wujudnya. Dengan pengembangan yang terus-menerus
maka budaya ‘lupa’ bisa dihindari. Budaya ‘lupa’ adalah ancaman terselubung dari penanganan bencana,
dengan melupakan kejadian bencana pada masa lalu maka kita juga melupakan hal-hal yang bisa
menyelamatkan hidup dan harta pada saat bencana menghantam. Dibutuhkan pengembangan simulasi-
simulasi berbagai macam bencana yang mungkin menghantam negara kita agar kita selalu siap dalam
menghadapi efek-efek bencana.

Selain itu, sudah saatnya pemerintah membuat sebuah departemen khusus yang bertugas untuk
mempersiapkan dan mematangkan Manajemen Bencana ini. Agar respon Pemerintah (baik daerah
maupun pusat) dalam menghadapi ancaman bencana yang selama ini lambat dapat diperbaiki apabila
terdapat kejadian lain di masa depan, tanpa harus mengunggu bantuan dari luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai