Anda di halaman 1dari 24

Wuchereria bancrofti

• TAKSONOMI
• Filum : Platyhelminthes
• Kelas : Nematoda
• Subclass : Secernentea (Phasmidia)
• Ordo : Spiruridia
• Superfamily : Filarioidea
• Family : Filariidae
• Genus : Wuchereria
• Species : Wuchereria bancrofti (Zaman,
1997).
• FILARIASIS
• Filariasis adalah penyakit menular (Penyakit Kaki
Gajah) yang disebabkan oleh cacing Filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini
bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki lengan dan alat kelamin baik
perempuan maupun laki-laki. Akibatnya, penderita
tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya
tergantung kepada orang lain sehingga memnjadi
beban keluarga, masyarakat dan negara.
• Filariasis disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.
Penyakit Kaki Gajah umumnya banyak terdapat pada
wilayah tropis. Menurut WHO, negara yang penduduknya
menderita penyakit kaki gajah adalah Asia Selatan (India
dan Bangladesh), Afrika, Pasifik dan Amerika. Belakangan
banyak pula terjadi di Negara Thailand dan Indonesia (Asia
Tenggara). Hasil survai laboratorium, melalui pemeriksaan
darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate (Mf rate) 3,1 %. Ini
berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria
dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk
ketularan karena nyamuk penularnya tersebar luas. Tidak
seperti malaria dan demam berdarah, Filariasis dapat
ditularkan oleh kurang lebih 23 spesies nyamuk dari genus
Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Coquillettidia.
Karena banyaknya vektor penular inilah, Filariasis dapat
menular dengan sangat cepat.
• MORFOLOGI
• Cacing filaria merupakan nematoda yang hidup di
dalam jaringan subkutan dan sistem limfatik. Tiga
spesies filaria yang menimbulkan infeksi pada manusia
adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan
Brugia timori. Brugia timori merupakan penyebab
infeksi filaria yang serius. Parasit filaria ditularkan
melalui spesies nyamuk khusus atau artropoda lainnya,
memiliki stadium larva serta siklus hidup yang
kompleks. Anak dari cacing dewasa berupa mikrofilaria
bersarung, terdapat di dalam darah dan paling sering
ditemukan di aliran darah tepi.
• Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah enam bulan
sampai satu tahun kemudian dan dapat bertahan
hidup hingga 5 – 10 tahun. Pada Wuchereria bancrofti,
mikrofilaria berukuran 250–300 × 7–8 mikron.
Sedangkan pada Brugia malayi dan Brugia timori,
mikrofilaria berukuran 177 – 230 mikron (Syariffauzi,
2009).
• Wuchereria bancrofti berbentuk panjang, silindris dan
tidak bersegmen. Dinding badannya dapat dibagi
menjadi lapisan kutikulum bagian luar, hipodemis dan
sel otot somatik. Berikut ini adalah struktur dinding
badan Wuchereria bancrofti.
• Cacing dewasa jantan dan betina hidup di saluran
dan kelenjar limfe, bentuknya halus seperti
benang dan berwarna putih susu. Panjang cacing
jantan 4 cm dan luasnya 0,1 mm. Cacing jantan
berukuran 40 mm x 0,1 mm (Gandahusada,
1998). Alat kelamin jantan berbentuk pipa yang
dapat dibagi dalam duktus ejakulatoris kecil,
vesica seminalis, vas deferens dan testis. Duktus
ejakulatorius bersama dengan rectum terbuka
kedalam kloaka (Zaman, 1997).
• Cacing betina panjangnya 8-10 cm dan luasnya
0,2 sampai 0,3 mm. Cacing betina berukuran 65-
100 mm x 0,25 mm. Cacing betina mengeluarkan
mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran 250-
300 mikron x 7-8 mikron (Gandahusada, 1998).
Alat kelamin betina juga berbentuk pipa yang
mungkin didelphic atau monodelphic. Tiap pipa
terdiri atas ovarium, oviduktus, reseptakum
seminalis, uterus, vagina dan vulva. Bentuknya
halus seperti benang dan berwarna putih susu
• Siklus hidup di dalam tubuh nyamuk:
• Mikrofilia yang dihisap oleh nyamuk akan berkembang
dalam otot nyamuk dengan tahapan perkembangan
sebagai berikut :
• Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh nyamuk ketika
nyamuk menghisap darah manusia yang telah
terinfeksi cacing filaria.
• Mikrofilaria yang masuk ke tubuh nyamuk akan
kehilangan pelindungnya (pembungkusnya) karena
mengalami lisis kemudian mikrofilaria ini akan
menembus saluran usus pertengahan dan akan
bermigrasi menuju otot torachalis.
• Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya
menyerupai sosis dan disebut larva stadium I
(L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang
lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh
menjadi lebih gemuk dan panjang dan disebut
larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14
selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi
tumbuh makin panjang dan lebih kurus dan
disebut larva stadium III (L3). Gerak larva
stadium III ini sangat aktif
• Bentuk ini bermigrasi mula-mula ke rongga
abdomen dan kemudian ke kepala dan alat tusuk
nyamuk. bila nyamuk yang mengandung larva
stadium III (bentuk infektif) ini menggigit manusia
maka larva tersebut secara aktif masuk melalui
tusukan ke dalam tubuh hospes dan bersarang di
saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes
larva ini mengalami dua kali pergantian kulit,
tumbuh menjadi larva stadium IV (L4), stadium V
(L5) atau cacing dewasa.
• L3 akan bermigrasi ke kepala nyamuk dan
belalainya, melalui hemocoel nyamuk yang
nantinya akan diinfeksikan kembali ke tubuh
manusia
• Siklus hidup di dalam tubuh manusia:
• Larva L3 masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk, menembus dermis, dan menuju
saluran limfe.
• Larva L3 berkembang menjadi larva L4 9-14 hari
setelah infeksi dan berkembang menjadi cacing
dewasa di dalam kelenjar limfe dalam 6-12 bulan.
• Cacing dewasa menghasilkan mikrofilaria yang
terbungkus (larva infektif) yang akan bermigrasi ke
saluran limfe dan pembuluh darah. Cacing dewasa
yang terdapat dalam pembuluh limfe akan
menyebabkan dilatasi pada pembuluh limfe tersebut,
sehingga akan menghambat aliran cairan limfe dan
akhirnya mengakibatkan pembengkakan pada bagian-
bagian tubuh tertentu.
• PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
• Pada penyakit filariasis, perubahan patologi yang
utama terjadi akibat kerusakan inflamatorik pada
sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa
dan bukan disebabkan oleh mikrofilaria. Cacing
dewasa ini hidup dalam saluran limfatik aferen atau
sinus – sinus limfe sehingga menyebabkan dilatasi
limfe. Dilatasi ini mengakibatkan penebalan pembuluh
darah di sekitarnya. Akibat kerusakan pembuluh darah,
terjadi infiltrasi sel plasma, eosinofil, dan makrofag di
dalam dan sekitar pembuluh darah yang terinfeksi,
serta bersama dengan proliferasi endotel dan jaringan
ikat, menyebabkan saluran limfatik berkelok – kelok
sehingga katup limfatik menjadi rusak. Limfedema dan
perubahan statis yang kronik terjadi pada kulit
diatasnya.
• Gejala Klinis Akut
• Keadaan yang terlihat pada kondisi gejala klinis akut adalah
berupa peradangan saluran limfe (limfangitis) dan
pembesaran kelenjar limfe (limfadenitis). Sedangkan untuk
peradangan yang terjadi pada kelenjar dan saluran limfe
sekaligus disebut adenomalimfangitis. Pada umumnya
gejala klinis akut yang terjadi adalah disertai dengan
demam, sakit kepala, rasa lemah atau kelelahan dan dapat
pula disertai abses (bisul) yang kemudian pecah dan
sembuh. Biasanya abses yang sembuh akan meninggalkan
bekas parut. Bekas dalam bentuk parut sering kita lihat dan
ditemukan di daerah lipatan paha dan ketiak. Pada gejala
filariasis oleh Wuchereria bancrofti ini, demam akan
semakin parah dengan adanya riwayat orkitis, yaitu suatu
peradangan pada salah satu atau kedua testis (buah zakar);
epididimitis, yaitu peradangan pada epididimis; dan
funikulitis, yaitu perdangan pada tali sperma yang
menghubungkan kedua testis
• Secara umum, gejala klinis akut filariasis terdiri dari :
• Demam berulang ulang selama 3-5 hari, demam dapat
hilang bila istirahat dan timbul lagi setelah bekerja berat
• Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) di
daerah lipatan paha, ketiak (limfadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan terasa sakit
• Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas
dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki
atau dari pangkal lengan ke arah ujung jari
• Abses filaria terjadi akibat seringnya pembengkakan
kelenjar getah bening, di mana kelenjar getah bening dapat
pecah dan dapat mengeluarkan darah serta nanah
• Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, alat kelamin
perempuan atau laki-laki yang tampak kemerahan dan
terasa panas.
• Gejala Klinis Kronis
• Pembagian gejala kronis secara umum dapat dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu :
• Limfedema (elephantiasis)
• Merupakan gejala kronis yang dialami penderita
mengenai seluruh kaki atau lengan, skrotum, vagina
dan payudara. Gejala ini biasanya terdapat pada
penderita yang terinfeksi cacing filaria dengan spesies
Wuchereria bancofti. Sedangkan untuk penderita yang
terinfeksi oleh jenis spesies Brugia malayi dan Brugia
timori, bentuk gejala klinisnya dapat mengenai kaki
atau lengan.
• Hidrokel
• Gejala klinis pada penderita ini terjadi adanya
pelebaran kantung buah skrotum yang berisi
cairan limfe. Penderita yang mengalami gejala
klinis ini dapat dijadikan sebagai penentuan
atau indikator terhadap penilaian endemisitas
penularan penyakit filariasis yang disebabkan
oleh cacing filaria dengan spesies Wuchereria
bancrofti.
•  
• Kiluria
• Gejala klinis yang dialami oleh penderita ini adalah
cairan air seni atau air kencing seperti susu. Cairan
seperti susu ini disebabkan oleh adanya kebocoran
saluran limfe di daerah pelvic ginjal, sehingga cairan
limfe tersebut masuk ke dalam saluran kencing. Kasus
kiluria ini ditemukan pada daerah penyebaran atau
penularan penyakit kaki gajah oleh cacing filaria
spesies Wuchereria bancrofti, namun kasus kiluria ini
jarang ditemukan (Depkes RI, 2006).
Pencegahan
• Menghilangkan sumber infeksi.
• Menghindari gigitan nyamuk.
• Memberantas vektor.
7.1. Pengobatan

– Dietilkarbamazin (DEC)
• Meksnisme Kerja
• Obat utama yang digunakan adalah
dietilkarbamazin sitrat (DEC). DEC bersifat
membunuh mikrofilaria dan juga cacing
dewasa pada pengobatan jangka panjang.
Hingga saat ini, DEC merupakan satu-satunya
obat yang efektif, aman, dan relatif murah.
– Ivermectin
• Mekanisme Kerja
• Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari
golongan makrolid yang mempunyai aktivitas
luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat
ini hanya mmpu membunuh mikrofilaria. Dengan
alasan tersebut, ivermectin bukan merupakan
obat pilihan utama untuk filariasis meskipun obat
ini memiliki efek samping yang lebih ringan
daripada DEC.
DIAGNOSIS
– Diagnosis Klinik
• Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis
dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting
dalam menentukan angka kesakitan akut dan
menahun (Acute and Chronic Disease Rate). Pada
keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang
mendukung dalam diagnosis filariasis adalah
gejala dan tanda limfadenitis retrograd,
limfadenitis berulang dan gejala menahun.
•  
– Radiodiagnosis
• Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum
dan kelenjar limfe inguinal penderita akan memberikan
gambaran cacing yang benrgerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan ini berguna terutama untuk evaluasi hasil
pengobata
– Diagnosis Immunologi
• Diagnosis imunologi dilakukan dengan teknik ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) dan ICT
(Immunochromatographic Test). Kedua teknik ini pada
dasarnya menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik
untuk mendeteksi antigen W. Bancrofti dalam sirkulasi
darah. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya infeksi
aktif walaupun mikrofilaria tidak ditemukan dalam darah.
Pada stadium obstruktif, mikrofilaria sering tidak
ditemukan lagi di dalam darah. Kadang- kadang mikrofilaria
tidak dijumpai di dalam darah tetapi di dalam cairan
hidrokel atau cairan kiluria.
– Diagnosis Parasitologik
• Diagnosis parasitologik ditegakkan melalui dua cara,
yaitu :
• Deteksi parasit yaitu menemukan mikrofilaria di dalam
darah, cairan hirokel atau cairan chyluria pada
pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi
Knott dan membran filtrasi. Diferensiasi spesies dan
stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak
DNA yang spesies spesifik dan antibodi monoklonal
untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh
dan dalam tubuh nyamuk vector, sehingga dapat
dibedakan antara larva filarial yang menginfeksi
manusia dengan yang menginfeksi hewan.

Anda mungkin juga menyukai