BABV
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini telah dilakukan pengujian tentang pengaruh
infusa daun gandarusa (Justicia gendarusa Burm.f.) terhadap penurunan
volume edema untuk uji efektivitas antiinflamasi dengan cara inhibisi
pembentukan edema telapak kaki tikus yang diinduksi dengan suspensi
karagenin 2%. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui besamya
penurunan volume edema akibat pemberian infusa daun gandarusa sehingga
dapat diketahui apakah daun gandarusa mempunyai khasiat sebagai
antiinflamasi atau tidak.
Daun gandarusa diperoleh dari Kebun Raya Purwodadi dan hasil
identifikasi tumbuhan yang dilakukan oleh UPT Balai Pengembangan
Kebun Raya Purwodadi, berdasarkan buku “Flora of Java" karangan C.A.
Backer jilid 1 (1963) halaman 202 menunjukkan bahwa tumbuhan yang
diteliti adalah Justicia gendarusa Burm. f.
Percobaan dilakukan secara in vivo dengan menggunakan bahan
berupa infusa dan diberikan secara oral, karena cara ini paling mendekati
pemakaian empiris di masyarakat yaitu dengan meminum rebusan daun
tanaman.
6566
Datam percobaan ini digunakan tikus, untuk menyesuaikan volume
terhadap alat plestimometer. Apabila digunakan mencit maka perubahan
volume edema akan sulit untuk diamati sebab volume kaki mencit terlalu
kecil, sedangkan kalau digunakan kelinci maka volume telapak kaki terlalu
besar sehingga sulit untuk dimasukkan ke dalam alat pletismometer.
Metode pengujian efek antiinflamasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode induksi radang secara kimia, karena metode
pengujian ini cukup sederhana yang memungkinkan untuk dilakukan dalam
laboratorium farmakologi sederhana (Departemen Kesehatan, 1993).
Bahan yang dapat digunakan untuk menginduksi radang telapak
kaki tikus antara lain formalin 4% putih telur, dekstran, mustard, kaolin
10% dan karagenin (Thompson, 1990). Dipilih bahan_ penginduksi
karagenin karena pembentukan edema yang terjadi jelas dan konstan yaitu
tidak mengalami penurunan volume edema dengan pertambahan waktu
dibandingkan dengan putih telur yang mengalami penurunan volume edema
dengan pertambahan waktu walaupun tidak diberi perlakuan
Senyawa antiinflamasi dapat dideteksi dari kemampuannya
mengurangi atau mencegah edema (Tumer, 1965). Scbagai pembanding
dalam penelitian ini dipakai indometasin oleh karena termasuk golongan
obat AINS yang kerjanya menghambat pembentukan enzim siklooksigenase
schingga tidak terbentuk prostaglandin yang dapat —menyebabkan67
peradangan. Disamping itu indometasin dengan dosis kecil sudah
memberikan efek antiinflamasi yang besar dibandingkan obat AINS lainnya
dan mempunyai waktu paruh yang tidak terlalu panjang yaitu 4,5 jam
sehingga sesuai untuk percobaan ini (Reynold, 1989; Kalant Roschlau,
1989). Dosis yang dipakai 20 mg/kg BB yang besarnya 1,07 sampai 1,25
kali dosis untuk manusia.
Uji efek antiinflamasi pada tikus dilakukan berdasarkan
kemampuan obat untuk menurunkan radang atau mengurangi radang pada
kaki yang diakibatkan oleh pemberian suspensi karagenin 2 % secara sub
kutan pada telapak kaki tikus. Ukuran intensitas radang pada kaki ini
ditentukan dengan pengukuran volume kaki pada batas tetap tertentu dengan
pletismometer, yaitu dengan cara mengukur perubahan tinggi air raksa pada
alat tersebut akibat perubahan volume telapak kaki tikus yang diinduksi
dengan suspensi karagenin 2 % (Soemardji dkk, 1984),
Untuk menentukan daya antiinflamasi akibat pemberian bahan
penelitian, dihitung hubungan antara AV volume telapak kaki (selisih
volume telapak kaki setiap jam dari jam ke-0) dan waktu pengamatan untuk
masing-masing tikus pada tiap perlakuan yang ditentukan dengan harga luas
area dibawah kurva (AUC) setiap satuan waktu dan AUC total.
Keseluruhan (total) area di bawah kurva dari AV volume telapak kaki vs
waktu pengamatan diperolch dengan penjumlahan tiap area antara 2 jarak68
waktu yang berurutan dengan menggunakan rumus trapesium, seperti yang
terlihat pada lampiran 1 sampai lampiran 5. Kemudian data AUC total
dianalisa secara statistik ANAVA distribusi tunggal pada derajat kemaknaan
5%,
Hasil perhitungan statistik dari AUC total pada perlakuan kontrol,
pemberian indometasin, pemberian infusa daun gandarusa 15 % , 30 % dan
60 %, dapat dilihat pada tabel XI, yang temyata ada perbedaan yang
bermakna antar kelompok. Kemudian perhitungan dilanjutkan dengan uji
LSD (Least Significant Difference) pada derajat kemaknaan 5 %. Dari uji
LSD ini (tabel XII) didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Pemberian indométasin 20 mg/kg BB memberikan perbedaan yang
bermakna dengan kontrol
b, Pemberian infusa daun gandarusa dengan kadar 15 %, 30 % dan 60 %
memberikan perbedaan yang bermakna dengan kontrol
c. Antara kelompok yang diberi indometasin dengan kelompok yang diberi
infusa daun gandarusa 15 %, 30 % dan 60 % juga memberikan perbedaan
yang bermakna.
a
. Kelompok III tidak memberikan perbedaan bermakna dengan kelompok
IV, tetapi berbeda bermakna dengan kelompok V.
Dari hasil perhitungan statistik tersebut diatas, pemberian infusa
daun gandarusa dengan tiga macam variasi dosis yaitu 15 %, 30 % dan69
60%, masing-masing dapat menurunkan volume radang, walaupun pada
kadar 15 % memberikan efek lebih kecil secara bermakna dibandingkan
dengan 30 % dan 60% yang tidak berbeda bermakna.
Cara lain yang digunakan untuk menganalisa data dalam penelitian
ini yaitu dengan menghitung persen inhibisi radangnya seperti yang terlihat
pada lampiran 12 sampai lampiran 15, dengan terlebih dahulu dihitung
persen radangnya seperti yang terlihat pada lampiran 7 sampai lampiran 11.
Apabila harga persen inhibisi radangnya sama dengan atau lebih besar dari
50 % maka bahan penelitian tersebut dikatakan mempunyai efek
antiinflamasi (Soemardji dkk, 1984).
Dari hasil perhitungan persen inhibisi radang dari data yang ada
diketahui bahwa pada pemberian indometasin dengan dosis oral 20 mg/kg
BB mempunyai efek antiinflamasi mulai dari jam ke-1 sampai dengan jam
ke-4; efek antiinflamasi maksimumnya tercapai pada jam ke-2,5 dengan
persen inhibisi radang sebesar 83,82 %. Pada pemberian infusa daun
gandarusa dengan kadar 60 % mempunyai efek antiinflamasi mulai dari jam
ke-0,5 dengan jam ke-2,5 sampai jam ke-4,0; efek antiinflamasi
maksimumnya tercapai pada jam ke-2,5 dengan persen inhibisi radangnya
sebesar 64,27%. Sedangkan kadar 30 % efek antiinflamasinya hanya sampai
dengan jam ke-0,5 - 1,0 dan jam ke-2,0 sampai jam ke-4,0; efek
antiinflamasinya tercapai pada jam ke-3,5 dan 4,0 dengan persen inhibisi70
radang sebesar 69,18%, Sedangkan untuk kadar 15% efek antiinflamasinya
tercapai pada jam ke-3,5 sampai jam ke-4,0; dengan persen inhibisi
maksimum sebesar 57,66 % pada jam ke-3,5.
Dengan menggunakan kriteria efek inhibisi radang 50 % sebagai
ukuran khasiat antiinflamasi, maka ketiga sediaan tersebut mencapai kriteria
ini, Perbedaannya hanya terletak pada awal dan lama kerja serta
kekuatannya, Infusa daun gandarusa yang berupa larutan kemungkinan bisa
lebih cepat diserap schingga efeknya cepat tetapi juga cepat dieliminasi
serta kekuatannya lebih kecil dibandingkan dengan indometasin.
Untuk mengetahui kekuatan efek antiinflamasi dari infusa daun
gandarusa dengan kadar 15%, 30 % dan 60 % dibandingkan dengan efek
antiinflamasi indometasin dapat dilakukan dengan menghitung besarnya
luas area di bawah kurva (AUC) dari persen inhibisi radang rata-rata (tabel
XIV).
Perbandingan efek antiinflamasi dari infusa daun gandarusa,
dengan efek antiinflamasi indometasin berdasarkan atas besamnya Iwas area
di bawah kurva (AUC), maka didapatkan hasilperbandingan sebagai
berikut
a. Sediaan uji kadar 15 % memberikan efek antiinflamasi rata-rata sebesar
50,51 % dari efek antiinflama:
ndometasin dengan dosis 20 mg/kg BB.7
b. Sediaan uji kadar 30 % memberikan efek antiinflamasi rata-rata sebesar
83,14 % dari efek antiinflamasi indometasin dengan dosis 20 mg/kg BB.
°
_ Sediaan uji kadar 60 % memberikan efek antiinflamasi rata-rata sebesar
73,96 % dari efek antiinflamasi indometasin dengan dosis 20 mg/kg BB.
4. Perhitungan persen radang digunakan untuk menghitung besarnya persen
inhibisi radang,
e. Kriteria obat dinyatakan dapat menginhibisi radang yaitu bila obat
mampu menginhibisi radang lebih besar dari $0%, Efek inhibisi radang
50% dapat digunakan sebagai kriteria untuk khasiat antiinflamasi,
Dari ketiga variasi dosis yang digunakan untuk penelitian, infusa
daun gandarusa 30 % memberikan efek paling tinggi walaupun tidak
berbeda bermakna dibandingkan dengan 60%. Oleh karena itu untuk
pengobatan antiinflamasi disarankan untuk digunakan infusa _daun
gandarusa pada kadar 30% (Hembing, 1989).
Dilihat dari hasil persen inbibisi radang. rata-rata, kenaikan
konsentrasi infusa daun gandarusa tidak diikuti dengan meningkatnya daya
antiinflamasi tetapi menurun, Hal ini kemungkinan disebabkan karena
adanya variasi kepekaan pada tikus yang dipakai untuk konsentrasi 15% ,
30% dan 60%. Kemungkinan Jain adalah makin tinggi konsentrasi infusa
daun gandarusa makin banyak jumlah obat untuk menghambat enzim
siklo-oksigenase, sehingya terjadi penjenuhan pada ikatan enzim dengan72
obat. Hal ini mengakibatkan efek antiinflamasi yang terjadi tidak dapat
meningkat lagi, maka kenaikan konsentrasi infusa juga tidak diikuti oleh
kenaikan efek antiinflamasinya.