Anda di halaman 1dari 13

 

BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah
satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis
sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum.
Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia
jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga
sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi
mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang
terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-
an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara
wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun pada pria.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab yang dominan dan
merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis. Kuman-kuman yang merupakan flora normal pada
usus dapat berubah menjadi patogen, menurut Schwartz kuman terbanyak penyebab apendisitis akut
adalah Bacteriodes Fragilis bersama E.coli.

Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis; merupakan
peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain adalah salah cerna akibat makan makanan
yang merangsang lambung, seperti alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik.
Sedangkan produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung
dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau
lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan
pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau peradangan pada
lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut apendisitis.

Di dalam makalah ini kami akan membahas seputar gangguan pencernaan pada apendiks atau biasa
dikenal dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan, diagnosis, penatalaksanaan, dan komplikasinya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apendiks Vermiformis

2.1.1 Pengertian Apendiks 


Apendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum yang terletak pada proximal
colon. Apendix dalam bahasa latin disebut sebagai Appendix vermiformis, ditemukan pada manusia,
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Apendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan
yang tidak mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi apendiks adalah sebagai organ
imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A) walaupun dalam jumlah kecil.
Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena
pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan
terutama rentan terhadap infeksi.

2.1.2 Anatomi 
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm dan berpangkal pada
sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum kuadran kanan bawah. Apendiks memiliki
lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian distal. Saat lahir, apendiks pendek dan
melebar dipersambungan dengan sekum. Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke
dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal. Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu
dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks.
Posisi apendiks terbanyak adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%),
Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).
Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari bagian bawa arteri ileocolica.
Arteri apendiks termasuk akhir arteri. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi
mesoapendiks menuju ke nodus limfe ileocaecal.

Anatomi lokasi apendiks :

2.1.3 Fisiologis
Walaupun apendiks kurang memiliki fungsi, namun apendiks dapat berfungsi seperti organ lainnya.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari. Lendir dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan maka
akan terjadi patogenesa apendisitis akut. GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada
apendiks menghasilkan Ig-A. Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks
kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.

2.2 Apendisitis Akut

2.2.1 Pengertian
Apendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid,
fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Apendisitis
akut adalah proses radang bakteria yang timbul secara mendadak, apendisitis disebabkan oleh berbagai
faktor.
2.2.2 Sejarah 
Ada beberapa fakta – fakta dalam buku ilmiah bahwa pada tahun 1500an para ahli mengakui adanya
hubungan yang sebenarnya dengan inflamasi yang membahayakan dari daerah sekum yang disebut
“pertyphilitist”. Meskipun dilaporkan keberhasilan apendiktomi pertama pada tahun 1776, pada 1886 baru
Reginal Flitz yang membantu membuat aturan bedah dalam pengangkatan apendiks yang meradang
sebagai pengobatan, yang sebelumnya dianggap fatal. Pada tahun 1889, Charles McBurney
mengenalkan laporan lama sebelum New York Surgical Society mengemukakan akan pentingnya operasi
apendisitis akut dini serta kelembapan titik maksimum dari perut yang ditentukan dengan menekan satu-
tiga jari di garis yang menghubungkan antara spina iliaca anterior superior dengan umbilicus. Lima tahun
kemudian ia menemukan pemisahan otot dengan pemotongan yang kini dikenal dengan namanya.

2.3 Etiologi
Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang
dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor
apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan
penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya : 

1.    Faktor sumbatan


Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar
60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4%
karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi
yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ;
fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut
ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.

2.    Faktor Bakteri


Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam
lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan
stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi
antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes
splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan
aerob<10%.

3.    Kecenderungan familiar


Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu
panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga
dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat
memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.
4.    Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang
dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak
serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka
ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.

5.    Faktor infeksi saluran pernapasan


Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah
kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.

2.4 Patofisiologi
Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau perforasi appendisitis. Walau
bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang dini lumen appendiks masih utuh walaupun
sudah ada inflamasi mukosa dan hiperplasia limfoid.
Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon inflamasi pada lumen appendiks yang
sempit sehingga timbul obstruksi luminal. Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan
eksudat inflamasi akan meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal
Capacity Appendic adalah 0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap obstruksi akan
meningkatkan tekanan intraluminal 50cm H20.5,6

Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat menghasilkan sekresi pada
tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan terus meningkat. Distensi ini akan merangsang
ujung saraf viseral yang mensarafi appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada
umbilikal dan kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus. Nyeri ini dirasakan
pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang lokasinya pada umbilikal.
Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered Pain.5,6

Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga menimbulkan nyeri kolik.
Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman
komensal dalam appendiks yang bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada
kondisi ini resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya berlanjut,
distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan obstruksi vena dan iskemia pada
dinding appendiks.

Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan
oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti
vaskular appendiks. Kongesti ini akan menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri
viseral ynag semakin meningkat.

Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan kehadiran Muscularis Hiatus
dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri
bertambah dalam, akan muncul gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin
bakteri dan produk dari jaringan yang mati.

Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis akut. Peritonitis terjadi akibat
migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui
abses appendiks yang lanjut. Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut,
immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic appendic dan riwayat
operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum untuk menutupi penyebaran kontaminan
peritonitis.

Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis yang berakhir dengan
peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.
2.4.1 Apendisitis Akut Katarhalis 
Bila terjadi obstruksi, sekresi mukosa menumpuk dalam lumen apendiks, terjadi peninggian tekanan
dalam lumen, tekanan ini mengganggu aliran limfe, mukosa apendiks jadi menebal, edem dan
kemerahan. Pada apendiks edema mukosa ini mulai terlihat dengan adanya luka-luka kecil pada mukosa.

2.4.2 Apedisitis Akut Purulenta


Tekanan dalam lumen yang terus bertambah yang disertai edema, menyebabkan terbendungnya aliran
vena pada dinding apendiks dan menimbulkan thrombus. Hal ini akan memperberat iskemik dan edema
pada apendiks. Bakteri yang dalam normal terdapat di daerah ini berinvasi ke dalam dinding,
menimbulkan infeksi serosa, sehingga serosa jadi suram, karena dilapisi eksudat dan fibrin. Karena
infeksi akan terbentuk nanah terjadi peritonitis lokal.

2.4.3 Apendisitis Akut Gangrenosa


Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu terutama bagian ante
mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga terjadi infrak dan ganggren.

2.4.4 Apendisitis Perforata


Bila apendiks yang sudah ganggren itu pecah, terjadilah perofasi.

2.4.4 Apedisitis Infiltrat yang Fixed


Perforasi yang terjadi pada daerah ganggren sehingga nanah dan produksi infeksi mengalir ke dalam
rongga perut dan menyebabkan peritonitis generalisata serta abses sekunder. Bila mekanisme
pertahanan tubuh cukup baik, tubuh berusaha melokalisir tempat infeksi tersebut dengan cara
membentuk “walling off” oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum, yaitu membentuk
gumpalan masa phlegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. Dalam keadaan ini tubuh
berhasil melokalisir daerah infeksi secara sempurna.

2.4.5 Apendisitis Abses 


Bila masa lokal yang terbentuk berisi nanah.

2.4.6 Apendsitis Kronis 


Jika apendisitis infiltrat menyembuh dengan adanya gejala hilang timbul.

2.5  Gambaran Klinis


Perjalanan penyakit apendisitis akut memiliki gejala yang sangat luas. gejalanya berupa gejala nyeri perut
yang difus yang sering berlokasi di epigastrium atau periumbilical area yang diikuti muntah. Setelah 4-
6jam nyeri berlokasi di kuadran kanan bawah. Namun lokasi nyeri berbeda untuk tiap – tiap orang karena
perbedaan letak anatomis tiap orang.

Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya titik area nyeri dan mengamati tekanan jari yang
diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat sakitnya. Hasilnya tindakan ini sering memberikan bukti
tegas bagi iritasi peritoneum lokalisata. Anoreksia hampir selalu ditemui pada apendisitis yaitu sekitar
95% dari pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose pasien akan
tetap dipertanyakan. Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya tidak bersifat terus-menerus tapi
mulanya hanya satu sampai dua kali. Ada sebagian pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi
dan merasakan nyeri berkurang dengan cara buang air besar.

Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang dating dengan posisi
membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikit ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu
ringan yaitu sekitar 37,50-38,50. Jika lebih maka ditemukan perforasi. Pasien apendisitis cenderung untik
tidur menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan nyeri dan jika
diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik, pada peeriksaan abdomen selelu harus
dilakukan dengan lembut untuk mendapat kepercayaan pasien dan memungkinkan deteksi peritoneum.
Pemeriksaan dari kiri ke kanan untuk menilai ridgiditas atau defans muskuler ringan. Palpasi lembut
demikian tidak akan mengeksarsbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen untuk mementukan apakah pasien
menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi peritoniumadalah nyeri tekan lokalisata ; ridgiditas
atau atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi dokter.
Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri diperut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukan nyeri dari
umbilicus dan pindah serta menetap pada perut sebelah kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam
tanda diantaranya McBurney’s Sign, Rovsing’s Sign, Psoas Sign, Obturator Sign dan Mefadden’s Sign.
Letak nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan dengan dengan titik McBurney, titik ini terletak pada 5-2
inch dari procesus spinosus anterior pada ileum diatas garis lurus yang menghubungkan antara procesus
dengan umbilicus.

Pada Rovsing’s Sign nyeri pada saat palpasi pada kuadran kanan dan kiri bawah, karena terjadi
penekanan oleh udara yang menunjukan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi
sering dihubungkan dengan tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas dilakukan dengan cara
penderita berbaring, paha difleksikan akan terasa nyeri karena otot psoas berkontak dengan peritoneum
dekat apendiks. Keadaan ini khas pada difleksikan dan diemdorotasikan dengan otot obturator interna.
McFaden Sign dilakukan dengan cara apendiks posisis pelvis bisa merangsang kandung kening, sering
pada anak –anak terjadi miksi setelah nyeri.

Tanda –tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita yang datang
dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikti ditekuk. Kita akan menemukan
peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,5-38,5 0C. Jika lebih maka akan terjadi perforasi. Pasien
apendisitis cenderung untuk tidur menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan
meningkatkan nyeri dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.

Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik. Pemeriksaan fisik abdomen selalu harus
dilakukan dengan lembut untuk mendapatkan kepercayaan pasien dan memungkinkan untuk deteksi
tanda peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan dapat menilai rigiditas atau defans meskuler ringan.
Palpasi lembut demikian tidak mengeksaserbasi nyeri-nyeri dalam area nyeri tekan maksimum. Tujuan
palpasi abdomen untuk menentukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi
peritoneumadalah nyeri tekan lokalisata, rigiditas atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas
merupakan tanda yang bermakna bagi dokter.

Jika batuk akan terasa nyeri di perut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukkan nyeri dari
umbilicus dan pindah serta menetap pada perut kanan bawah. Ada ditemukan beberapa macam tanda
diantaranya Mc Burney’s Sign, Rovsing’s Sign, Psoas Sign, Obturator Sign dan Mc Fadden Sign. Letak
nyeri pada apendisitis akut diproyeksikan dengan titik Mc Burney, dimana titik ini terletak pada 5-2 inchi
dari procesus dengan umbilicus. Pada Rovsing’s nyeri pada saat palpasi pada quadrant kanan dan kiri
bawah, karena terjadi penekanan oleh udara menunjukkan adanya iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada
saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat keparahan proses radang. Tanda psoas berkontak
dengan peritoneum dekat apendik. Keadaan ini khas pada difleksikan dan diendorotasikan, akan terasa
nyeri karena terjadi kontak apendiks denagn otot obrurator interna. Mc Fadden’s Sign dilakukan denagn
cara pada apendiks posisi pelvis bisa merangsang kandung kencing, sering pada anak-anak terjadi miksi
setelah nyeri.

Diagnosis klinis apendisitis akut masih bisa salah 15%-20% walaupun telah dilakukan pemeriksaan
dilakukan dengan teliti dam cermat. Angka ini tinggi untuk pasien perempuan dibanding laki-laki. Hal ini
disebabkan perempuan yang masih muda sering memiliki gejala yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu
biasanya berasal dari genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis apendisitis, para klinisi telah berhasil mengembangkan
berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan menggunakan indeks alvarado, berikut adalah
indeks alvarado:
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor, kemudian kemungkinan
diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian interval nilai yang diperoleh tersebut.

1.    Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil tindakan
pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan
patologi anatomi.

2.    Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini sbaiknya dikerjakan
pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT scan.

3.    Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di evaluasi
lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap dilakukan follow up pada pasien ini. 

Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat dibagi menjadi beberapa tingkat
sesuai dengan perubahan dan tingkat peradangan apendiks, yaitu:

1.    Apendisitis Akut Sederhana 


Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati / daerah pusat, mungkin disertai dengan kolik,
muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya
leukositosis. Pada fase ini apendiks dapat terlihat normal, hiperemi atau udem, tak ada eksudet serosa.

2.    Apendisitis Akut Supurativa


Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik McBurney,
adanya defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat teIjadi
pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda periotnitis umum, seperti demam tinggi. Bila perforasi
barn terjadi, Leukosit akan pergi ke jaringan-jaringan yang meradang tersebut, maka mungkin kadar
leukosit di dalam darah dapat turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon kebutuhan leukosit yang
tiba-tiba meninggi.

Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah leukosit akan meninggi di dalam
darah tepi.  Apendisitis akut supurativa ini kebanyakan terjadi karena adanyaobstruksi. Apendiks dan
meso apendiks udem, hiperemi, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen.

3.    Apendisitis Akut Gangrenosa


Tampak apendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu, dinding apendiks berwama
ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann. Pada apendiksitis akut gangrenosa ini bisa terdapat
mikroperforasi.

4.    Apendisitis Akut Perforasi


Pada dinding apendiks telah teIjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

5.    Apendisitis Akut Abses


Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum, retrocaecal dan pelvis. Mengandung pus
yang sangat banyak dan berbau.

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi
pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan
apendiks, sekum dan keluk usus.

1.    Perforasi
Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis akut. Perforasi disertai
dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C). Biasanya perforasi tidak terjadi pada
12 jam pertama. Pada apendiktektomi yang dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih
dari 50 tahun, ditemukan 50 % nya telah mengalami perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi
mulai dari peritonitis umum, sampai hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi
manifestasi kliniknya.

2.    Peritonitis
Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum dikarenakan telah
terjadinya perforasi yang nyata. Bertambahnya nyeri dan kekakuan otot, ketegangan abdomen dan
adinamic ileus dapat ditemui pada pasien apendisitis dengan perforasi.

3.    Apendikal abses (massa apendikal)


Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh omentum dan viseral
yang berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna dengan apendisitis biasa disertai dengan ditemukannya
massa di kwadran kanan bawah. Pemeriksaan USG dan CT scan bermanfaat untuk menegakan
diagnosis.

4.    Pielofleblitis
Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena portal. Dernam tinggi,
menggigil, ikterus yang samar-samar, dan nantinya dapat ditemukan abses hepar, merupakan pertanda
telah tetjadinya komplikasi ini. Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena portal yang
paling baik adalah CT scan.

Pada beberapa keadaan apendisitis akut agak sulit di diagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya
dan terjadi kornplikasi misalnya:

- Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau makan, tidak bisa melukiskan nyerinya, sehingga
dalam beberapa jam kemudian terjadi muntah-muntah, lemah dan letargi. Gejala ini tidak khas pada anak
sehingga apendisitis diketahui setelah terjadi komplikasi.

- Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah nyeri perut mual dan muntah. Pada wanita hamil
trimester pertama juga terjadi mual muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan.

- Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar sehingga sering terjadi terlambat diagnosis. Akibatnya
lebih dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi.

Hal yang dilakukan untuk mendiagnosa apendisitis adalah pemeriksaan melalui anus. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan fisik yang paling akhir dilakukan, karena kurang penting dibandingkan dengan
pemeriksaan abdomen. Dapat untuk menduga posisi apendiks yang meradang tersebut.

Pemeriksaan masih diperlukan untuk apendisitis akut. Tes laboratorium untuk apendisitis akut bersifat
nonspesifik. Nilai hitung leukosit pada 90% pasien apendisitis akut yang lebih dari 100.000 permikroliter
dan kebanyakan juga pergeseran ke kiri dalam hitung jenis (Sabiston, 1994). Nilai ambang untuk leukosit
yaitu sekitar 10.000 sampai 18.000 mm3. jika nilai lebih dari nilai ambang yang di atas maka
berkemungkinan terjadinya apendisitis yang perforasi dengan abses ataupun tanpa abses.

Seringkali penelitian sebelumnya, penghitungan sel darah putih yang normal bisa didapat pada awal
penyakit dan peningkatan mungkin diantisipasi sesuai dengan keparahan penyakit. karena alasan ini,
ukuran berkala dari penghitungan sel darah putih bisa meragukan pembuktian dari keakutan dari tes.
Berdasarkan keadaan klinis, harusnya diperlihatkan secara rutin yaitu:

a.    Analisa urin 


Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari infeksi saluran
kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.

b.    Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.

c.    Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.

d.    Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.
Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta
perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

Kebanyakan kasus apendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan kelainan radiologi. Kelainan
rongtenollogi yang menggambarkan apendisitis akut dini adalah deus ringan apendikolitiasis. Foto polos
bisa memperlihatkan densitas jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan
abnormal, gas dalam lumen apendiks dan ileus lebih menonjol. Foto pada keadaan berbaring bermanfaat
dalam mengevaluasi keadaan-keadaan patologi yang meniru apendisitis akut. Contohnya udara bebas
intra . peritoneum yang mendokumentasi perforasi berongga seperti duodenum atau kolon.

Kelainan berupa radioopaq, benda asing serta batas udara cairan di dalam usus yang menunjukkan
obstruksi usus. Sejumlah laporan tentang manfaat enema barium telah jelas mencakup beberapa
komplikasi. Pemeriksaan enema barium jelas tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus apendisitis akut
dan mungkin harus dicadangkan bagi kasus yang lebih rumit, terutama yang dengan resiko operasinya
berlebihan. 

2.6 Differensial Diagnosa


Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya, karena itulah pada sekitar
15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit yang memiliki gejala mirip antara lain:

2.6.1 Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan terbatas tegas.
Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukosit kurang menonjol dibandingkan apendisitis akut.
laboratorium biasanya normal karena hitung normal.

2.6.2 Limfedenitis Mesenterika


Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit perut, terutama kanan disertai
dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut samar terutama kanan.

2.6.3 Demam Dengue


Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil positif untuk Rumple Leed,
trombositopeni, hematokrit yang meningkat.

2.6.4 Infeksi Panggul


Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada
apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai
keputihan dan infeksi urin. Pada gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk
diagnosis banding. Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan.

2.6.5 Gangguan alat kelamin perempuan


Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus
menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin
dapat mengganggu selama dua hari, pada anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.

2.6.6 Kehamilan di luar kandungan


Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak menentu Ruptur tuba, abortus
kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa
terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal
dan didapatkan pada kuldosintesis.

2.6.7 Divertikulosis Meckel


Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan sebelum operasi hanya teoritis
dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang rnirip pada apendisitis
akut dan diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.

2.6.8 Intussusception
Ini harus dibedakan dengan apendisitis akut karena pengobatan berbeda umur pasien sangat penting,
apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi
di bawah umur 2 tahun.

2.6.9 Ulkus Peptikum yang Perforasi


Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap turun ke daerah usus
bagian kanan (Saekum).

2.6.10 Batu Ureter


Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis retrocecal. Nyeri menjalar ke
labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam atau leukosotosis membatu. Pielography
biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis
terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien
diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis
rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi
medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.

Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan
drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian
antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24
jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi.

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan pertama
yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi.

1.    Cairan intravena 


cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan intravena, jika
terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur
tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus
secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin 
pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara
bersamaan.

2.    Antibiotik
Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik initial diberikan
termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin– sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin
untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas.
Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki
keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan
pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitis perforasi.

Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga peritonium untuk
mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria. Pencucian cukup dengan larutan
kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan antibiotik untuk irigasi cenderung tidak
berguna bahkan malah berbahaya karena menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine),
anti biotik yang diberikan secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid.

Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg dalam 1 ml larutan
garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini antibiotik bersifat bakterisid
terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat kerusakan pada permungkaan peritonial
tapi tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer.
Setelah pencucian seluruh cairan di rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi terbuka merupakan
operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi.
Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle
spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi,
diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa
orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah sukses dilakukan pada 90-
94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi. Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih
disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus,
kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan
operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran kiri
bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks kemudian dipindahkan dari
lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter,
endoloops, stapling devices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari abdomen
menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain
bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa
penelitian juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di
rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga
pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama
pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik
apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan. 

2.8 Komplikasi
 Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra abdominal/pelvis, sepsis, syok,
dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas maupaun perforasi pada apendiks yang telah
mengalami pendindingan, sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan
keluk usus. Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat
seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila
diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca
appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan
dengan besar infeksi intra-abdomen.

2.9 Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka kematian pasien
apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat
intervensi tindakan.

PENUTUP
Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu organ
sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi sebagai imun.
Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit (massa keras dari
feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh parasit E. 

Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan terjadinya
apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan konstipasi
yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis. 

Dalam menangani usus buntu sebaiknya jangan terlalu banyak makan zat non hidrohenik, seperti cabai-
cabaian. Bila sering makan satu cabai, maka zat ini akan awet dalam tubuh sampai meninggal dunia,
tidak keluar; kenyang terus; sehingga tidak ada gantian zat. Tetapi bila cabai dibuat sambal dengan
seluruh jenis cabai merah, cabai hijau, cabai kuning; cabai hitam dan lain-lain, maka tidak berpengaruh
terhadap kesehatan tubuh. Pasca operasi hindari makan makanan yang dapat menyebabkan alergi,
konsumsi makanan anti-oksidan (tomat, dll.) Hindari konsumsi makanan yang menstimulasi (kopi,
alkohol, rokok), dan minum air 6-8 gelas/hari. 

Anda mungkin juga menyukai