Anda di halaman 1dari 5

Surah Al-Ahzab (bahasa Arab:‫ )اْلحزاب‬adalah surah ke-33 dalam al-Qur'an.

Terdiri atas 73 ayat, surah ini termasuk golongan surah-surah Madaniyah, diturunkan
sesudah surah Ali Imran. Dinamai Al-Ahzab yang berarti golongan-golongan yang
bersekutu karena dalam surah ini terdapat beberapa ayat, yaitu ayat 9 sampai dengan ayat
27 yang berhubungan dengan peperangan Al-Ahzab, yaitu peperangan yang dilancarkan
oleh orang-orang Yahudi yang bersekutu dengan kaum munafik serta orang-orang
musyrik terhadap orang-orang mukmin di Madinah.

1. Keimanan: Cukuplah Allah saja sebagai Pelindung; takdir Allah tidak dapat
ditolak; Nabi Muhammad SAW adalah contoh dan teladan yang baik; Nabi
Muhammad SAW adalah rasul dan nabi yang terakhir; hanya Allah saja yang
mengetahui kapan terjadinya kiamat.
2. Hukum-hukum: Hukum zhihar; kedudukan anak angkat; dasar waris mewarisi
dalam Islam ialah hubungan nasab (pertalian darah); tidak ada iddah bagi
perempuan yang ditalak sebelum dicampuri; hukum-hukum khusus mengenai
perkawinan Nabi dan kewajiban istri-istrinya; larangan menyakiti hati Nabi.
3. Kisah-kisah: Perang Ahzab (Khandaq); kisah Zainab binti Jahsy dengan Zaid;
memerangi Bani Quraizhah.
4. Dan lain-lain: Penyesalan orang-orang kafir di akhirat karena mereka
mengingkari Allah dan Rasul-Nya; sifat-sifat orang munafik.

Karakteristik Masyarakat Islam Dalam Surat Al-Ahzab (10): Kisah Perang Al-Ahzab dan
Perang Bani Quraizhah

Pada pembahasan ini terdiri dari 5 sub bahasan :

1.Gambaran umum perang al-ahzab ( dari aya ke 9 sampai ayat ke 11 )

2.Sikap yang hina dari kaum munafikin dan yahudi dalam perang al-ahzab ( dari ayat ke
12 sampai ayat ke 21 )

3.Sikap pengorbanan dan juang dari kaum muslimin ( dari ayat ke 22 sampai ayat ke 24 )

4.Kemenangan kaum mu’minin dan kekalahan kaum kafirin ( ayat ke 25 )

5.Gambaran umum perang Bani Quraidzhah ( dari ayat ke 26 sampai ayat ke 27 )

Pertama:

Gambaran umum perang al-ahzab ( dari aya ke 9 sampai ayat ke 11 )

Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan)
kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka
angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. dan adalah Allah Maha
melihat akan apa yang kamu kerjakan. (yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas
dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik
menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan
bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan
(hatinya) dengan goncangan yang sangat” (Al-Ahzab:9-11)

Inilah ayat-ayat yang “menjelaskan sejarah besar dalam perjalanan da’wah islam, dan
perjalanan jamaah islam; gambaran tentang sikap dari ujian yang berat, yaitu perang
ahzab, yang terjadi pada tahun ke 4 Hijriyah, ujian terhadap jamaah yang sedang
melangkah ke depan, memiliki nilai-nilai dan persepsi-persepsinya yang utuh”. [1]

Sebab Turunnya Ayat

Diantara sebab turunnya ayat ini adalah : “Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari
Hudzaifah ra, berkata: sungguh kami telah melihat pada malam ahzab, dan kami bershaf-
shaf dalam keadaan duduk, dan Abu Sufyan serta orang-orang yang bersamanya dari para
sekutu berada di atas kami, sementara Bani Quraidzah berada di bawah kami, kami
khawatir terhadap anak-anak dan keluarga kami, dan tidak ada suatu malam yang begitu
gelap kecuali pada malam itu, dan tidak angin yang begitu kencang dan udara dingin
kecuali pada saat itu, sementara orang-orang munafik banyak yang minta izin kepada
Rasulullah saw, mereka berkata bahwa rumah-rumah kami dalam keadaan terbuka,
padahal sebenarnya tidaklah terbuka, namun tidak ada yang meminta izin kepada nabi
saw diantara mereka kecuali beliau mengizinkannya, sehingga mereka pergi, dan ketika
itu nabi memanggil kami satu persatu hingga diriku, beliau berkata: bawalah kepada
kami berita tentang keadaan kaum, maka akupun menghampirinya, dan saat itu angin
topan menimpa kemah-kemah mereka, sehingga berantakan, dan demi Allah aku
mendengar suatu batu menimpa kendaraan dan kuda-kuda mereka, angin kencang telah
menimpa mereka sehingga mereka berkata: ayi kita pergi… ayo kita pergil.!! lalu akupun
pulang dan mengabarkan berita yang aku dapatkan, sehingga turunlah ayat:

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan)
kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka
angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. dan adalah Allah Maha
melihat akan apa yang kamu kerjakan”. (Al-Ahzab:9)

Hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya

Adapun hubungan ayat ini dengan ayat sebelumnya; bahwa ayat ini merupakan
penggambaran “dari realisasi terhadap apa yang terjadisebelumnya; yaitu perintah
bertaqwa kepada Allah, sehingga tidak ada yang ditakuti kepada selain Allah, yaitu ketika
terjadi persekutuan orang-orang kafir dan kondisi yang begitu mencekam terhadap para
sahabat, saat itu orang-orang musyrik telah berkumpul bersama dengan sekutu-sekutunya;
baik yahudi dan orang-orang kafir yang ada disekitarnya, mereka turun ke Madinah
sehingga nabi melakukan siasat dengan membuat parit, kondisi itu sangat mencekam dan
menakutkan, namun Allah berkehendak lain sehigga umat Islam mampu mengalahkan
mereka tanpa melakukan peperangan, sehingga dengan ini mengisyaratkan bahwa
seorang hamba tidak boleh takut kepada selain Allah, karena cukup bagi seorang muslim
Allah sebagai pelindung dan memberikan keamanan dari segala tipu daya dan makar,
karena Allah Maha Kuasa atas segala yang mungkin terjadi dan tidak mungkin terjadi,
berkuasa memenangkan umat Islam atas musuhnya orang-orang kafir, padahal saat itu
mereka dalam keadaan lemah, dan orang-orang kafir Quraisy dan yahudi memiliki
kekuatan yang besar, persenjataan lengkap dan jumlah pasukan yang banyak”. [3]

Sebelum kita membahas ayat tentang perang Al-Ahzab dan perang bani Quraizhah, ada
baiknya kita bahas terlebih dahulu sekelumit sejarah tentang perang Al-Ahzab, agar bisa
kita jadi ibrah (pelajaran) dan memahami kondisi sebenarnya tentang perang Al-Ahzab.

Bahwa perang Khandak atau yang dikenal dengan perang Al-Ahzab merupakan perang
yang masyhur dalam sejarah Islam, yaitu sebagai salah satu perang yang dipimpin
langsung oleh Rasulullah saw, sebagaimana perang ini juga dikenal dengan perang tanpa
baku hantam dan saling bunuh, sehingga tidak banyak jatuh korban, baik yang syahid dari
kalangan umat Islam atau mati konyol dari kalangan orang-orang kafir yang telah lama
menunggu saat perang, kecuali hanya sedikit yang menjadi korban, hal tersebut terjadi
karena pertolongan Allah dan rahmat-Nya, sehingga Rasulullah saw dan para sahabatnya
tidak perlu turun ke medan perang.

Dan perang ini dinamakan dengan perang ahzab karena ayat ini menjelaskan bahwa para
sekutu agresor dengan ahzab (sekutu) yang berkumpul dari berbagai macam suku dan ras
serta kelompok untuk memerangi Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman, dan
dinamakan juga dengan perang khandak karena nabi saw dan umat Islam menetapkan
untuk menggali tanah menjadikan parit untuk dijadikan sebagai penghalang dan
penghambat laju musuh dan serbuan para musuh dalam perang perang tersebut.

Tulisan ini tidak bermaksud merinci kisah perang ahzab -seperti yang secara uslubnya
dijelaskan pada buku-buku sirah- namun hanya sekedar mengisyaratkan di dalamnya
beberapa sikap dan pengaruh-pengaruhnya seperti yang termaktub dalam hikmah Al-
Quran; yaitu sebagai pelajaran, peringatan dan ancaman, sebagaimana yang kita fahami
bersama dalam nash-nash Al-Quran dari berbagai kisah atau peristiwa tentang perang
pada masa nabi dalam bentuk yang umum.

Sebagaimana pula “bahwa nash Al-Quran tidak menyebutkan sosok, atau orang tertentu,
untuk menggambarkan contoh dari manusia dan tipenya. Tidak merinci peristiwa namun
hanya bagian-bagiannya saja, untuk menggambarkan akan nilai-nilai yang tetap dan
sunnah yang kekal. Inilah yang tidak akan habis dengan habisnya peristiwa, tidak akan
terputus dengan hilangnya sosok, dan tidak akan hilang dengan hilangnya pelaku, karena
itu kaidah ini akan terus ada dan menjadi contoh bagi setiap generasi dan zaman. Penuh
dengan sikap dan peristiwa dengan takdir Allah yang Maha Menguasai atas segala
peristiwa dan kejadian, dan menampakkan di dalamnya akan kekuasaan Allah yang Maha
Kuasa dan tadbirnya yang Maha Lembut, berdiri pada setiap marhalah dalam setiap
perang untuk mengarahkan dan mengikat dengan pondasinya yang agung”. [4]

“Perang yang akan kita pelajari ini (perang ahzab) terjadi pada bulan Syawwal tahun
kelima hijriyah, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishak dan Urwah bin Az-Zubair,
Qatadah, Baihaqi dan para ulama sejarah lainnya, karena peristiwa ini terjadi setelah
berlalu 2 tahun dari perang uhud, sementara perang uhud terjadi pada tahun tiga hijriyah,
dan antara perang uhud dengan perang ahzab terjadi beberapa peperangan kecil; seperti
yaum Ar-raji’, dan rahtu adhal dan Al-Qarah, dan pada peristiwa tersebut banyak yang
syahid para sahabat seperti Zaid bin Ad-datsnah dan Khabib dan sahabat yang lainnya di
daerah ma hudzail, kemudian bi’ru ma’unah, kemudian ijla bani An-Nadhir, Ghazwah
Dzatu riqo, badar al-Akhirah, kemudia Ghazwah daumatul jundul kemudian Khandak”.
[5]
Adapun diantara sebab terjadinya perang ini adalah ketika nabi saw tinggal di Madinah
dan melakukan perjanjian damai dengan beberapa kelompok Yahudi di Madinah; Bani
Quraizhah dan Bani An-Nadhir untuk hidup berdampingan di kota Madinah, namun Bani
Nadhir melanggar perjanjian, dan diantara pemimpin Yahudi Huyay bin Akhtab, dari
kalangan Yahudi Khaibar yang memiliki ikatan perjanjian dengan mereka, karena mereka
tinggal di desa yang disebut dengan Zuhrah.

Ketika Nabi saw pergi untuk suatu kebutuhan dan bersamanya para sahabat, kemudian
Nabi duduk disamping rumah mereka, dan ketika itu dari orang yahudi berniat ingin
membunuhnya, hingga dia naik ke atap rumah untuk menjatuhkan batu besar atasnya dan
membunuhnya, kemudian datang wahyu dari Allah memberitahukan niat buruk mereka,
maka nabipun bangkit dan pergi dengan segera ke kota Madinah, dan ketika diketahui
bahwa mereka telah melanggar perjanjian dengan rasulullah saw, nabi mengutus
Muhammad bin Salamah mengabarkan kepada mereka untuk keluar dari kota Madinah,
namun salah seorang dari pemuka Yahudi (Huyay bin Akhtab) melarang mereka untuk
pergi, maka nabi dan para sahabat keluar dan mengepung mereka hingga 6 hari lamanya,
sehingga dalam hati mereka tertimpa rasa takut, dan merekapun meminta kepada nabi
untuk melepas mereka dan membiarkan mereka pergi dari kota Madinah, diantara mereka
ada yang pergi ke Khaibar dan ada yang pergi ke kota Adra’ di negeri Syam.

Dan setelah Rasulullah saw dan sahabatnya berhasil mengusir mereka, pemuka Yahudi
yaitu Huyay bin Akhtab dan beberapa pemuka Yahudi lainnya pergi menuju Mekkah
menjumpai suku Quraisy, mengompori mereka untuk memerangi Rasulullah saw, dan
mereka berkata kepada suku Quraisy bahwa kami akan bersama kalian dalam satu barisan
untuk menghancurkan mereka (nabi dan umat Islam), maka suku Quraisy menyutujuinya
karena permusuhan mereka terhadap Rasulullah saw yang begitu kental, dan ditegaskan
oleh ibnu Ishak tentang kisah ini : “Adapun yang mengompori perang untuk melawan
Rasulullah saw pada bulan Syawal, adalah karena pengusiran yang dilakukan oleh
Rasulullah saw terhadap Bani Nadhir dari tempat tinggal mereka”.[6]

Dan bukan hanya Huyay bin Akhtab yang mengajak Quraisy dan sekutunya untuk
memerangi nabi dan sahabatnya di Madinah, namun juga di sertai oleh partnernya; yaitu
Salam bin Abi Al-haqiq An-nadhari, Rasbi bin Abi Al-Haqiq An-Nadhari, Haudzah bin
Qais Al-Waili, Abu Ammar Al-Waili, mereka adalah para pemuka yang sangat benci dan
dengki terhadap Rasulullah saw saat beliau tinggal di kota Madinah dan mengusir salah
satu kaum dari Yahudi, mereka juga ikut keluar menuju Quraisy di Mekkah; mengajak
mereka untuk memerangi Nabi saw, mereka berkata; Kami akan bersama kalian hingga
kita bisa menghancurkannya. Maka Quraisy pun berkata kepada mereka: wahai bangsa
Yahudi; sesungguhnya kalian adalah ahlu kitab pertama, dan memahami apa yang terjadi
dari perbedaan kami dengan Muhammad, apakah agama kami yang lebih baik atau
agamanya? Mereka berkata: “Agama kalian adalah yang lebih baik dari agamanya,
karena kalian lebih berhak darinya”. Dia berkata: maka dari itulah turun ayat kepada
mereka:

‫“ َأ‬Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al kitab?
mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir
(musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang
beriman”. (An-Nisa:51)

Maka setelah mereka berkata demikian, suku Quraisy bergembira dan bersemangat untuk
memerangi nabi, dan merekapun akhirnya bersatu dan menyiapkan segala perbekalan
untuknya”.
surat al ahzab :59 tentang "keharusan wanita memakai jilbab bila keluar rumah"

Artinya "Hai Nabi,katakanlah kepada istri-istrimu,anak-anak perempuanmu,dan istri-


istri kaum mukmin:"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka."Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah di kenal,karena itu mereka tidak
diganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang "(Al-Ahzab:59)

tafsir:
Allah Ta`ala menyuruh Rasulullah agar dia menyuruh wanita-wanita mukimin,terutama
istri-istri dan anak-anak perempuan beliau karena keterpandangan mereka,agar
mengulurkan jilbab keseluruh tubuh mereka.Sebab cara berpakaian demikian
membedakan mereka dari kaum jahiliah dan budak-budak perempuan.Jilbab berarti
selendang yang lebih lebar daripada kerudung.Demikianlah menurut Ibnu
mas`ud,Ubaidah,Qatadah,dan sebagainya.Kalau sekarang,jilbab itu seperti kain
panjang.Al-Jauhari berkata,"Jilbab ialah kain yang dapat di lipatkan."

Ali Bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas,dia berkata,"Allah menuyruh kaum
wanita mukmin,jika mereka hendak keluar rumah untuk suatu kepentingan,agar menutup
wajah mereka mulai dari atas kepala dengan jilbab.Yang boleh tampak hanyalah kedua
matanya saja."
Muhammad Bin Sirrin berkata,"Aku bertanya kepada Ubaidah as Salmani mengenai
firman Allah,"hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya.dia
berkata"yaitu menutup wajah,kepala dan hanya boleh menampakkan mata kirinya".
Ikrimah berkata,"Berarti wanita harus menutup lehernya dengan jilbab yang dilipatkan
kedadanya."

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ummu salamah,dia berkata,"Setelah ayat di atas
turun,maka kaum wanita anshar keluar rumah dan seolah-olah di kepala mereka terdapat
sarang burung gagak.Merekapun mengenakan baju hitam."

Az-Zuhri ditanya tentang anak perempuan yang masih kecil.beliau menjawab,"Anak


yang demikian cukup mengenakan kerudung,bukan jilbab".

Firman Allah Ta`ala,"Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal,karena itu
mereka tidak di ganggu."Mujahid menafsirkan,"Jika mereka mengenakan jilbab,maka
diketahuilah bahwa mereka merupakan wanita-wanita merdeka sehingga tidak diganggu
oleh orang fasik dengan sesuatu gangguan atau ejekan."

Firman Allah Ta`ala,"Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang."Maha


Pengampun atas perbuatan yang dilakukan pada masa jahiliah,pada saat mereka belum
mengenakan jilbab.

dikutip dari:Tafsir Ibnu Katsir jilid 3,surah Al Ahzab :59 hal.902-904.

untuk lebih jelasnya terdapat penjelasan para ulama tentang apakah di wajibkannya
memakai cadar (penutup muka) atau sunnah muaqadah..

Anda mungkin juga menyukai