A. IDENTITAS
Nama : Tn. R
No CM :
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
BB : 65 kg
Agama : Islam
Alamat :
Tanggal masuk : 3 Oktober 2010
B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit
1. Keluhan utama : tidak dapat BAK
2. Keluhan tambahan : BAK nyeri, demam menggigil, sebelum tidak
bisa kencing, buang air kecil terasa anyang-anyangan
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan utama tidak dapat buang
air kecil. Tidak dapat buang air kecil terjadi secara tiba-tiba sejak 2 hari
yang lalu. Pasien merasa ingin buang air kecil, namun tidak dapat
mengeluarkannya. Jika pasien berusaha mengedan, ia merasa sakit pada
perut bagian bawah. Sehari sebelum pasien tidak dapat buang air kecil, ia
mengalami anyang-anyangan saat mau buang air kecil, kemudian ia juga
mengeluhkan demam hingga keluar keringat.
Pasien menyangkal mengalami buang air kecil yang terputus-putus,
air seni disertai dengan darah, berwarna keruh, dan frekuensi buang air
kecil bertambah. Menurut pengakuan pasien ia sering mengkonsumsi teh,
kopi dan sayur-sayuran seperti bayam, kacang-kacangan dan daging, serta
banyak minum air putih. Ia menyangkal sering mengkonsumsi soda, susu,
coklat dan obat-obatan anti maag.
4. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat penyakit alergi obat disangkal
- Riwayat operasi hernia dan pembiusan 20 tahun yang lalu
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis; GCS: E4 V5 M6
Vital sign : TD 160/100 mmhg
Nadi 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukup
RR 28 x/menit
Suhu 36, 5 C
Primary survey :
A : clear, MP I
B : spontan, SD vesikuler Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 28 x/menit
C : N : 72 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 160/100 mmHg,
s1>s2 m (-) G (-)
D : GCS E4M6V5
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 4 Oktober 2010
Darah lengkap
Hb : 13,4 gr/dl
Lekosit : 5100 /l
Hematokrit : 39 %
Trombosit : 261.000 / mm³
PT : 11,6 dtk
APTT : 32,3 dtk
Total protein : 7,76 g/dl
Albumin : 4,95 g/dl
Globulin : 2,81 g/dl
SGOT : 30 U/L
SGPT : 37 U/L
Ureum darah : 31,5 mg/dl
Kreatinin : 1,12 mg/dl
Glukosa sewaktu : 95 mg/dl
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 4,1 mmol/L
Chlorida : 110 mmol/L
Kalsium : 9,4 mg/dl
Urine lengkap
Warna : kuning
Kejernihan : agak keruh
Berat jenis : 1,025
pH : 5,0
sedimen
eritrosit : 25-30
leukosit : 1-3
Epitel : 1-3
Bakteri : +2
E. KESIMPULAN KONSUL ANESTESI
- Status fisik ASA II
Status Anestesi
Persiapan Anestesi
1. informed concent
2. Puasa ± 8 jam sebelum Operasi
Penatalaksanaan Anestesi
- Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA)
- Premedikasi : Ondansentron 1 amp (4 mg/2ml)
- Medikasi : Buvanest 1 amp (Bupivacain 5mg/ml)
O2 4 liter/menit
Efedrin HCL 100 mg
Ketorolac 30 mg
Asam tranexamat 250 mg
Chrome 50 mg
Vitamin K 10mg
Vitamin C 200 mg
- Teknik anestesi : * Pasien dalam posisi duduk dan
kepala menunduk.
* Dilakukan desinfeksi di sekitar
daerah tusukan yaitu di regio vertebra
lumbal 3-4.
* Dilakukan Sub Arakhnoid Blok
dengan jarum spinal no.27 pada regio
vertebra Lumbal 3-4.
* LCS keluar (+) jernih.
* Barbotage (+).
- Respirasi : Spontan
- Posisi : Supine
- Jumlah cairan yang masuk : Kristaloid = ±1000 cc (RL 2)
Koloid = 500 cc ( HES)
- Perdarahan selama operasi : ± 300 cc di tabung suction
Pemantauan selama anestesi :
- mulai anestesi : 10.45
- mulai operasi : 10.55
-selesai anestesi : 12.00
- selesai operasi : 11.55
Durasi Operasi : 60 menit
Tekanan darah dan frekuensi nadi :
Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)
10.45 126/68 88
11.00 90/50 90
11.15 148/78 100
11.30 149/72 94
11.45 152/88 98
12.00 154/90 108
G. PROGNOSA
Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Vesikolitiasis
Definisi
Vesikolitiasis (batu kandung kemih) adalah batu pada vesika urinaria atau
kandung kemih. Batu perkemihan dapat timbul pada berbagai tingkat dari sistem
perkemihan (ginjal, ureter, kandung kemih), tetapi yang paling sering ditemukan
ada di dalam ginjal. Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air
kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula
lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri
Etiologi
Batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas
(drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). Faktor- faktor
yang mempengaruhi terjadinya batu kandung kemih adalah
a. Hiperkalsiuria
Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena,
hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi
natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan
kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.
b. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,
khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap
atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein
tinggi.
c. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
d. Penurunan jumlah air kemih dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
e. Jenis cairan yang diminum. Minuman yang banyak mengandung soda seperti
soft drink, jus apel dan jus anggur merupakan resiko terjadinya batu saluran
kemih
f. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan
oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan
penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu
absorbsi garam empedu.
g. Ginjal Spongiosa Medula.
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak
dijumpai predisposisi metabolik).
h. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan
hiperurikosuria (primer dan sekunder).
i. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease.
Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :
1. 75 % kalsium
2.15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat)
3.6 % batu asam urat
4.1-2 % sistin (cystine)
Manifestasi Klinis
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi
obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa
menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan
pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut
kembung. Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka
gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya
penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut)
biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara
rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan
berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan
gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:
1. Urine
o apH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting,
organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH
yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.
o Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita
dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
o Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi
dalam proses pembentukan batu saluran kemih.
o Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat
apakah terjadi hiperekskresi.
2. Darah
o Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
o Lekosit terjadi karena infeksi.
o Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
o Kalsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
o Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
o Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada
keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan
dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang
memadai.
4. USG (Ultra Sono Grafi)
Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.
5. Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga yang menderita batu saluran
kemih, jika ada untuk mengetahui pencegahan, pengobatan yang telah
dilakukan, cara mengambilan batu, dan analisa jenis batu.
Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi adalah sebagai berikut:
1. Sistem Pernafasan
Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh
analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi
tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia
terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi
emboli pulmonal.
2. Sistem Sirkulasi
Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya
jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan
syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi
yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa
menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.
3. Sistem Gastrointestinal
Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga
bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar
perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta
konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.
4. Sistem Genitourinaria
Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena
hilangnya tonus otot.
5. Sistem Integumen
Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi,
buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan
tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada
dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi
bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump
(parotitis).
6. Sistem Saraf
Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.
B. Striktur Uretra
Definisi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen urethra karena dindingnya mengalami
fibrosis dan kehilangan elastisitasnya.
Etiologi
a. Congenital
b. Sering terdapat di daerah :
- Fossa navicularis
- Pars membranasea
c. Traumatik
Terutama akibat “ Straddle injury “ : ruptur urethra dengan ciri gross
hematuri
Gejala :
Pancaran kecil, lemah dan sering mengejan
Bisanya karena retensi urin causa cystitis
Diagnosa :
Uretthrocystogrfi Bipoler untuk melihat :
· Lokasi striktur ( proksimal / distal ) à untuk
tindakan operasi
· Besar kecilnya striktur
· Panjang striktur
· Jenis striktur
Kateterisasi à ukuran 18F - 6F à bila gagal
kemungkinan :
· Retenssio urin total
· Massa tumor
Terapi :
a. Konservatif
Bila cateter 6F gagal à masukkan bougie filliform à
berhasil ganti dengan cateter Nellaton 14F/16F
b. Operatif
Indikasi :
· Panjang striktur 1 cm atau lebih
· Jaringan fibrotik peri urethral hebat
Metode :
a. Reseksi anatomose end to end ( panjang striktur ¾ – 1
cm )
b. Prosedur JOHNSON
· Johnson I
Ditempat striktur disayat longitudinal à eksisi
jaringan fibrotik à mukosa urethra dijahitkan
pada kuluit penis pendulans à pasang cateter 5-7
hr à cateter diangkat, urin keluar lewat artificial
hipospadia à biarkan sampai 6 bln à jaringan
daerah striktur lunak à Lakukan Johnson II
· Johnson II yaitu pembuatan uretra baru
c. Urethroplasty : bila striktur pada pars prostatika
C. Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah salah satu anestesi regional blok sentral (blok
neuroaksial) Anestesia regional merupakan hambatan impuls nyeri suatu bagian
tubuh sementara dengan menghambat impuls syaraf sensorik. Fungsi motorik saraf
dapat terpengaruh baik sebagian maupun seluruhnya. Neuroaksial blok (spinal dan
epidural anestesi ) akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok
motoris tergantung dari dosis, konsentrasi dan volume obat anestesi lokal.
Terdapat perbedaan fisiologis dan farmakologis bermakna antara anestesi
spinal dan epidural, yaitu :
Efek fisiologis yang diberikan blok neuroaksial :
- Efek Kardiovaskuler
Akibat dari blok simpatis, terjadi penurunan tekanan darah. Efek
simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal : 2-6 dermatom
diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural: pada level yang sama.
Pencegahan efek hipotensi adalah dengan pemberian cairan (pre-loading)
untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum
dilakukan spinal/epidural anestesi. Selain opemberian cairan, obat-obatan
vasopressor (efedrin) juga dapat diberikan.
Bila terjadi high spinal (blok pada cardioaccelerator fiber di T1-T4) dapat
terjadi bradikardi sampai cardiac arrest.
- Efek Respirasi
Bila terjadi spinal tinggi (blok lebih dari dermatom T5) dapat terjadi
hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak sehingga dapat terjadi
respiratory arrest. Kemudian efek respirasi bisa juga terjadi jika blok
mengenai nervus phrenicus sehingga menganggu gerakan diafragma dan
otot perut yg dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.
- Efek Gastrointestinal
Mual muntah dapat terjadi akibat blok neuroaksial sebesar 20%, yaitu
hiperperistaltik GI oleh aktivitas parasimpatis vagal yang disebabkan oleh
simpatis yg terblok.
Mual muntah juga bisa diakibatkan oleh efek hipotensi yaitu
menyebabkan hipoksia otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar
ventrikel ke IV).
1. Penderita usia tahun 55 tahun dengan retensio urin suspek divertikel dan striktur
uretra, kemudian mempunyai hipertensi tanpa adanya gangguan sistemik berarti.
Oleh karena itu pasien digolongkan ASA II
2. Jenis anestesi yang dilakukan adalah anestesi regional (spinal)
3. Premedikasi yang digunakan adalah ondansentron 1 ampul untuk mencegah mual
dan muntah
4. Induksi anestesi menggunakan buvanest dengan dosis 1 ampul diberikan secara
bolus intravena
5. Selama perjalanan anestesi, pasien diberikan analgetik berupa ketorolak sebagai
anti nyeri dan diberikan kalnex, vitamin K dan chrome karena pasien mengalami
perdarahan yang cukup banyak
6. Pemberian cairan saat operasi berjumlah 520 cc dan cairan di bangsal diberikan
43 tetes/menit
7. Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan
baik dan diberikan instruksi paska operasi, sebagai penanganan jika terjadi efek
anestesi yang masih tersisa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua,
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta, 2002.
2. Himendra, A: Teori Anestesiologi, Yayasan Pustaka Wina, Bandung, 2004.
3. Muhiman, Roesli Thaib, Sunatrio, Dahlan, : ANESTESIOLOGI , Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 1989.
4. Mansjoer, Arif. dkk. Anestesi spinal. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi III
hal.261- 264. 2000. Jakarta.
5. Syarif, Amir. Et al. Kokain dan Anestetik Lokal Sintetik. Dalam: Farmakologi
dan Terapi edisi 5 hal.259-272. 2007. Gaya Baru, jakarta.