Pd
Oleh:
Andi Akbar
Donny Kurniawan
Hadzalie Gharaufi
Indah Zuliarti
Israyandi
M. Asraf Hazzamy
Yogi Herstiawan
Produk yang dihasilkan: songket melayu, pakaian melayu, selendang melayu, ulos(dipesan
khusus), dll.
Kata songket berasal dari istilah sungkit dalam bahasa Melayu dan bahasa Indonesia,
yang berarti "mengait" atau "mencungkil". Hal ini berkaitan dengan metode pembuatannya;
mengaitkan dan mengambil sejumput kain tenun, dan kemudian menyelipkan benang emas.
Selain itu, menurut beberapa orang, kata songket juga mungkin berasal dari kata songka,
peci khas Palembang yang dipercaya pertama kalinya kebiasaan menenun dengan benang
emas dimulai. Isitilah menyongket berarti ‘menenun dengan benang emas dan perak’.
Songket adalah kain tenun mewah yang biasanya dikenakan saat kenduri, perayaan atau
pesta. Songket dapat dikenakan melilit tubuh seperti sarung, disampirkan di bahu, atau
sebagai destar atau tanjak, hiasan ikat kepala. Tanjak adalah semacam topi hiasan kepala
yang terbuat dari kain songket yang lazim dipakai oleh sultan dan pangeran serta bangsawan
Kesultanan Melayu. Menurut tradisi, kain songket hanya boleh ditenun oleh anak dara atau
gadis remaja; akan tetapi kini kaum lelaki pun turut menenun songket. Beberapa kain
songket tradisional sumatra memiliki pola yang mengandung makna tertentu.
Songket harus melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih
ditenun secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa
motif-motifnya pun dipolakan dengan flora dan fauna lokal. Motif ini juga dinamai dengan
kue lokal Melayu seperti seri kaya, wajik, dan tepung talam, yang diduga merupakan favorit
raja.
Ditinjau dari bahan, cara pembuatan, dan harganya; songket semula adalah kain
mewah para bangsawan yang menujukkan kemuliaan derajat dan martabat pemakainya.
Akan tetapi kini songket tidak hanya dimaksudkan untuk golongan masyarakat kaya dan
berada semata, karena harganya yang bervariasi; dari yang biasa dan terbilang murah,
hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat mahal. Kini dengan digunakannya benang
emas sintetis maka songket pun tidak lagi luar biasa mahal seperti dahulu kala yang
menggunakan emas asli. Meskipun demikian, songket kualitas terbaik tetap dihargai sebagai
bentuk kesenian yang anggun dan harganya cukup mahal.
Sejak dahulu kala hingga kini, songket adalah pilihan populer untuk busana adat
perkawinan Melayu, Palembang, Minangkabau, Aceh dan Bali. Kain ini sering diberikan
oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hantaran persembahan
perkawinan. Di masa kini, busana resmi laki-laki Melayu pun kerap mengenakan songket
sebagai kain yang dililitkan di atas celana panjang atau menjadi destar, tanjak, atau ikat
kepala. Sedangkan untuk kaum perempuannya songket dililitkan sebagai kain sarung yang
dipadu-padankan dengan kebaya atau baju kurung. Sebagai benda seni, songket pun sering
dibingkai dan dijadikan penghias ruangan. Penerapan kain songket secara modern amat
beraneka ragam, mulai dari tas wanita, songkok, bahkan kantung ponsel.
Di Indonesia, pusat kerajinan tangan tenun songket dapat ditemukan di Sumatera,
Kalimantan, Bali, Sulawesi, Lombok dan Sumbawa. Di pulau Sumatera pusat kerajinan
songket yang termahsyur dan unggul adalah di daerah Riau, Pandai Sikek, Minangkabau,
Sumatera Barat, serta di Palembang, Sumatera Selatan. Di Bali, desa pengrajin tenun
songket dapat ditemukan di kabupaten Klungkung, khususnya di desa Sidemen dan Gelgel.
Sementara di Lombok, desa Sukarara di kecamatan Jonggat, kabupaten Lombok Tengah,
juga terkenal akan kerajinan songketnya. Di luar Indonesia, kawasan pengrajin songket
didapati di Malaysia; antara lain di pesisir timur Semenanjung Malaya khususnya
Terengganu dan Kelantan; serta di Brunei.
(sumber: Wikipedia.org)
Dalam pembuatan kain songket, menurut Murni benang yang digunakan sebagai
bahan tenunan terbuat dari bahan katun, polister, sutera, dan benang mas. Benang polister
dipakai untuk membuat songket terlihat mengkilat. Benang dari sutera untuk membuat
songket lebih halus. Sedangkan benang mas dipakai untuk membentuk motif dari songket
sesuai keinginan pelanggan ataupun si pemilik toko. Benang mas ini diperoleh dari Singapur
dan yang lainnya dipesan dari Jawa atau Sumatera Barat.
Songket dijual dengan harga yang bervariasi dari Rp 150.000 sampai Rp 1.500.000
tergantung dari panjang dan motif songket tersebut, serta banyaknya benang mas yang
digunakan. Karena harga benang mas relatif mahal daripada benang yang lainnya. Panjang
songket yang tawarkan si penjual pun bervariasi. Dimulai dari 2 meter sampai 30 meter yang
berbentuk gulungan besar.
Songket sangat banyak diminati oleh warga pekanbaru khususnya, karena digunakan
sebagai bahan pembuat baju adat melayu dan sering juga digunakan pada saat acara
pernikahan. Songket memang banyak peminatnya, bahkan songket dari Riau juga diekspor
ke Negara tetangga kita, seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura, tutup Murni.
Kami juga sempat menanyakan mengenai asal-usul kain songket kepadanya, akan
tetapi ia juga kurang mengetahui seluk beluknya. Sayang sekali ibu Winda tidak ada di
tempat, jadi kami tidak bisa bertanya langsung kepada beliau.
Songket memang begitu mengagumkan, karena keindahan dan corak motifnya yang
bervariasi dan indah hingga zaman dahulu dianggap sebagai barang mewah yang hanya bisa
digunakan oleh keluarga raja dan pembesar kerajaan. Tapi kini, tiap orang bisa memilikinya
dengan harga yang beragam. Selama masih ada pengrajin yang melestarikan songket
Melayu, maka tidak akan hilang songket melayu di bumi. Maka dengan begitu, tidak hilang
Melayu di bumi, meski termakan waktu.
LAMPIRAN 1. FOTO-FOTO ANGGOTA
Hadzalie Garaufi
Israyandi
Yogi Herstiawan
Dari kiri: Donny Kurniawan, Mhd. Taufik Kurniawan, Hadzalie Garaufi, kak
Murni, Indah Zuliarti, Yogi Herstiawan, Israyandi
Dari kiri: Andi Akbar, M. Asraf, Hadzalie, Taufik, Andri, Ferdianesa, Agus,
Israyandi, Donny, Indah Febrina, Kak Murni, Yogi
LAMPIRAN 2. FOTO ALAT, BAHAN DAN PRODUK