Anda di halaman 1dari 22

Referat

GANGGUAN GINJAL AKUT

Pembimbing :
dr. Agoes Kooshatoro, Sp.PD
dr. Rini Zulkifli

Penyusun :
Johny Darmawan (11-2011-007)
Fabianus Arie (11-2011-033)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran UKRIDA
RSU BHAKTI YUDHA
DEPOK
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Gangguan Ginjal Akut (GnGa) atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan sebagai penurunan
cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan
konsentrasi kreatinin serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN [Blood Urea Nitrogen]). Akan
tetapi biasanya segera setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga
yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin.
Angka kematian di AS akibat gagal ginjal akut berkisar antara 20-90%. Kematian di dalam RS 40-
50% dan di ICU sebesar 70-89%. Kenaikan 0,3 mg/dL kreatinin serum merupakan prognostik penting
yang signifikan.
Peningkatan kadar kreatinin juga bisa disebabkan oleh obat-obatan (misalnya cimetidin dan
trimehoprim) yang menghambat sekresi tubular ginjal. Peningkatan tingkat BUN juga dapat terjadi tanpa
disertai kerusakan ginjal, seperti pada perdarahan mukosa atau saluran pencernaan, penggunaan steroid,
pemasukan protein. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang hati-hati dalam menentukan apakah
seseorang terkena kerusakan ginjal atau tidak. (1)
Adapun tanda dan gejala terjadinya gangguan ginjal yang dialami penderita secara akut antara lain
: Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam, kencing sedikit, kencing
merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein, Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri.
(6)

EPIDEMIOLOGI

Di Malaysia dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus gagal ginjal pertahunnya.
Gagal ginjal akut lebih sering terjadi tetapi insidennya tergantung dari defenisi yang digunakan dan dalam
penelitian populasi. Dalam suatu penelitian di Amerika, terdapat 172 kasus gagal ginjal akut berat
(konsentrasi serum kreatinin lebih dari 500 mikromol/L) dalam per juta orang dewasa setiap tahun,
dengan 22 kasus per juta yang mendapat dialysis akut. GGA lebih sering terjadi pada umur tua. GGA
prerenal dan nekrosis tubular akut iskemik terjadi bersamaan sekitar 75% pada kasus GGA.(1)

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Gangguan ginjal akut adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara
mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen
seperti ureum dan kreatinin. Peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dl dari nilai sebelumnya, penurunan
CCT hitung sampai 50% atau penurunan fungsi ginjal yang mengakibatkan kebutuhan akan dialisis. (7)

ANATOMI

2
Ginjal terletak di bagian posterior abdomen, pada bagian posterior masih terlindung oleh costae
XI-XII serta oleh muskulus trasversus abdominis, muskulus kuadratus lumborum, muskulus psoas major.
Pada bagian anterior ginjal dilindungi oleh lapisan usus yang tebal. Ginjal dipertahankan pada posisinya
oleh jaringan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal terletak di atas ginjal (2,5)
Pada orang dewasa panjang ginjal sekitar 13-15 cm, lebar 6 cm, tebal 2,5 cm, dan beratnya sekitar
150 gram. Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal memiliki
bentuk cembung sedangkan tepi medialnya berbentuk cembung karena adanya hilus. Struktur yang
memasuki dan keluar dari hilus ini adalah arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh lymphe, dan ureter.
Ginjal diliputi oleh kapsula fibrosa tipis dan mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di
bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal (2,5)
Potongan longitudinal ginjal adanya daerah korteks dan medulla. Medula dibagi menjadi segitiga-
segitiga yang disebut piramid renalis. Piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut
kolumna Bertini. Apeks dari tiap piramid membentuk duktus papillaris Bellini yang terbentuk dari
persatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu
perluasan ujung pelvis ginjal disebut kaliks minor. Beberapa kaliks minor akan membentuk kaliks major,
yang selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoar utama
sistem pengumpul ginjal. Ureter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesica urinaria. (5)
Vaskularisasi ginjal oleh arteri renalis cabang aorta abdominalis setinggi VL I. Arteri ini
kemudian masuk dan bercabang-cabang di dalam ginjal. Saat arteri renalis masuk, dia bercabang menjadi
arteri interlobaris yang berjalan di antara piramid, selanjutnya membentuk cabang arkuata yang
melengkung pada basis-basis piramid tersebut. Arteri arkuata tersebut membentuk arteriol interlobularis
yang tersusun paralel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya nenbentuk arteriola aferen.
Aliran darah venosa ginjal dibawa oleh vena renalis dan masing-masing ginjal mengalirkan ke dalam
vena cava inferior. (2,5)
Satuan terkecil dalam unit mikroskopis ginjal adalah nefron. Dalam setiap ginjal kurang lebih
terdapat satu juta nefron. Setiap nefron terdiri atas kapsula bowman, yang mengitari rumbai kapiler
glomerolus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri ke ductus koledokus. Manusia normal masih mampu bertahan hanya dengan 1% dari
jumlah nefron total walaupun dengan susah payah.(2)
Kapsula dilapisi oleh epitel. Sel epitel parietalis berbentuk skuamosa dan membentuk bagian
terluar dari kapsula; sel epitel visceralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga
melapisi bagian luar dari glomerolus. Sel visceralis membentuk tonjolan-tonjolan yang dikenal sebagai
podosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak tertentu sehingga ada daerah
yang bebas dari kontak dengan epitel. (5)
Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara epitel-epitel pada satu sisi
3
dan sel-sel endotel pada sisi yang lain. Membrana basalis kapiler menjadi membrana basalis tubulus dan
terdiri dari gel hidrasi yang menjalin serat kolagen. Pada membrana basalis terdapat celah sebesar 70-100
Å .(5)
Sel-sel endotel membentuk bagian terdalam glomerolus. Tidak seperti sel-sel epitel, sel endotel
langsung berbatasan dengan membrana basalis. Namun terdapat beberapa pelebaran fenestrata yang
berdiameter 600 Å. Sel-sel endotel berlanjut dengan endotel yang membatasi aretriola aferen dan eferen.
(5)

Pada ginjal terdapat aparatus jukstaglomerular yang terdiri dari sekelompok sel khusus yang
letaknya dekat dengan kutub vaskular masing-masing glomerolus yang berperan penting dalam mengatur
pelepasan renin dan mengontrol volume cairan ekstravaskuler dan tekanan darah. Aparatus
jukstaglomerular memiliki tiga macam sel : (1) sel granular atau sel jukstaglomerolus (2) makula densa
tubulus distal, dan (3) mesangial ekstraglomerular atau sel lacis. Makula densa adalah sekelompok sel
epitel tubulus distal. Sel ini bersebelahan dengan ruangan yang berisi sel lacis dan sel JG yang
mensekresis renin(5)

ETIOLOGI (8)
Dahulu GnGA dikategorikan sebagai anurik, oligurik, dan nonoligurik. Namun penggolongan
yang lebih praktis kini didasarkan pada lokasi yang menunjukkan lokasi abnormalitas, yaitu pra-renal,
renal/intrinsik, dan post-renal/pasca renal. GnGA pra-renal disebabkan oleh sebab-sebab sistemik, seperti
dehidrasi berat, perdarahan masif, dimana kedaan-keadaan ini sangat menurunkan aliran darah ke ginjal
dan tekanan perfusi kapiler glomerulus yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR).
GnGA renal atau intrinsik terjadi apabila ada jejas pada parenkim ginjal, sebagai contoh glomerulonefritis
akut (GNA), atau nekrosis tubular akut (NTA/ATN). GnGA pascarenal disebabkan oleh uropati
obstruktif. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik disertai dengan pemeriksaan laboratoris dapat
mengklasifikasi serta mendiagnosa GnGA.

GnGA prarenal
I. Hipovolemia
A. Perdarahan, luka bakar, dehidrasi
B. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal; muntah, drainase bedah, diare
C. Kehilangan cairan melaui ginjal; diuretik, diuresis osmotik (diabetes melitus), insufisiensi adrenal
D.Pengumpulan pada ruang ekstravaskular; pankreatitis, peritonitis, trauma, luka bakar, hipoalbuminemia
berat.
II. Penurunan cardiac output
A. Penyakit miokardium, katup, dan perikardium; aritmia, tamponade
4
B. Lainnya; hipertensi pulmonal, embolus pulmoner masif.
III. Gangguan rasio tahanan vaskular sistemik ginjal
A.Vasodilatasi sistemik: sepsis, antihipertensi, reduktor afterload, anestesi, anafilaksis
B. Vasokonstriksi renal: hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, tacolimus, amfoterisin B
C. Sirosis dengan asites (sindrom hepatorenal)
IV. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan respon autoregulasi ginjal
Inhibitor siklooksigenase, Angiotensin-converting enzyme inhibitor
V. Sindrom Hiperviskositas (jarang)
Multiple Myeloma, makroglobulinemia, polisitemia

GnGA renal/intrinsik
I. Obstruksi renovaskular (bilateral atau unilateral)
A. Obstruksi arteri renalis; trombosis, embolus, vaskulitis
B. Obstruksi vena renalis; trombosis, kompresi
II. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal
A. Glomerulonefritis dan vaskulitis
B. Sindrom hemolitik uremik, trombotik trombositopenik purpura, koagulasi intravaskular disseminata,
lupus eritematosus sistemik (SLE), skleroderma
III. Nekrosis tubular akut
A. Iskemia
Untuk GnGA prarenal (hipovolemia, curah jantung rendah, vasokonstriksi renal, vasodilatasi
sistemik).
B. Toksin
1. Eksogen; radiokontras, siklosporin, antibiotik (aminoglikosida), kemoterapi (cisplatin), pelarut
organik (etilen glikol), asetaminofen.
2. Endogen; rhabdomiolisis, hemolisis, asam urat, oksalat, plasma cell dyscrasia (myeloma)
IV. Nefritis interstisial
A. Alergi; antibiotik (β-lactams, sulfonamid, trimetoprim, rifampisin), anti-inflamasi nonsteroid,
diuretika, kaptopril.
B. Infeksi; bakterial (pyelonefritis akut, leptospirosis), viral (cytomegalovirus), fungal (kandidiasis)
C. Infiltrasi; limfoma, leukemia, sarkoidosis
D. Idiopatik
V. Deposisi intratubular dan obstruksi

5
Protein myeloma, asam urat, oksalat, asiklovir, metotreksat, sulfonamid
VI. Penolakan cangkok ginjal

GGA pascarenal (obstruktif)


I. Ureter
Kalkulus, bekuan darah, peluruhan papila, kanker, kompresi eksternal
(fibrosis retroperitoneal)
II. Kandung kemih
Neurogenic bladder, hipertrofi prostat, kalkulus, kanker, bekuan darah
III. Uretra
Striktur, katup kongenital, phimosis

KRITERIA DIAGNOSIS(10)

Kriteria RIFLE
Kriteria GFR Kriteria keluaran urin
Risk Peningkatan kreatinin serum sebanyak Keluaran urin <0,5 ml/kg/jam x 6 jam
1,5 kali atau penurunan GFR > 25 %
Injury Peningkatan kreatinin serum sebanyak Keluaran urin <0,5 ml/kg/jam x 12 jam
2 kali atau penurunan GFR >50%
Failure Peningkatan kreatinin serum sebanyak Oliguria
3 kali atau penurunan GFR >75% Keluaran urin <0,3 ml/kg/jam x 24 jam
Anuria x12 jam
Loss Gagal ginjal akut = kehilangan fungsi ginjal total > 4 minggu
ESKD Kelainan ginjal tahap akhir (>3 bulan)

PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI (8)


Patogenesis GnGA tergantung pada etiologinya, apakah prarenal, renal, atau pascarenal, karena
ketiganya memiliki patogenesis yang berbeda.
6
GnGA pra renal
Karena berbagai sebab pra-renal, volume sirkulasi darah total atau efektif menurun, curah jantung
menurun, dengan akibat darah ke korteks ginjal menurun dan laju filtrasi glomerulus menurun. Tetapi
fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air dan garam terus berlangsung. Oleh karena itu pada GnGA prarenal
ditemukan hasil pemeriksaan osmolalitas urin yang tinggi >300 mOsm/kg dan konsentrasi natrium urin
yang rendah <20 mmol/L serta fraksi ekskresi natrium (FENa) yang rendah (<1%). Sebaliknya bila telah
terjadi nekrosis tubulus (GnGA renal) maka daya reabsorbsi tubulus tidak berfungsi lagi. Ditemukan
kadar osmolalitas urin yang rendah <300 mOsm/kg sedangkan kadar natrium urin tinggi >20 mmol/L dan
FENa urin juga tinggi (>1%). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membedakan apakah pasien GnGA
prarenal yang terjadi sudah menjadi renal. GnGA renal terjadi apabila hipoperfusi prarenal tidak cepat
ditanggulangi sehingga terjadi kerusakan parenkim ginjal.
Beberapa mekanisme terjadi pada hipoperfusi. Peningkatan pelepasan renin dari aparatus
jukstaglomerularis menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, dimana terjadi peningkatan resorbsi
natrium di tubulus kolektivus. Sebagai tambahan, penurunan volume cairan ekstraseluler menstimulasi
pelepasan hormon antidiuretik (ADH), terjadilah peningkatan absorbsi air di medulla. Hasil akhirnya
adalah penurunan volume urin, penurunan kadar natrium urin, dimana semua ini adalah karakteristik dari
GnGA prarenal.
Pembedaan ini penting karena GnGA prarenal memberi respons diuresis pada pemberian cairan
adekuat dengan atau tanpa diuretika. Sedangkan pada GnGA renal tidak.

GnGA renal
Berdasarkan etiologi penyakit, penyebab GnGA renal dapat dibagi menjadi beberapa kelompok;
kelainan vaskular, glomerulus, tubulus, interstisial, dan anomali kongenital. Tubulus ginjal karena
merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, mudah mengalami kerusakan bila terjadi
iskemia atau oleh obat nefrotoksik oleh karena itu kelainan tubulus berupa nekrosis tubular akut adalah
penyebab tersering dari GnGA renal.
Ad.1 Kelainan tubulus (Nekrosis tubular akut)
Bentuk nekrosis tubulus ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya merkuriklorida;
terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi membran basal tubulus tetap utuh. Sel-sel
tubulus yang mengalami nekrosis masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua
akibat iskemia, kerusakan terjadi lebih distal dan setempat dengan kerusakan fokal pada membran basal
tubulus (tubuloreksis). NTA tipe iskemik ditemukan akibat gastroenteritis dehidrasi, sindrom nefrotik,
luka bakar, septikemia gram negatif dan asfiksia perinatal. Sedangkan tipe nefrotoksik ditemukan akibat
karbon tetraklorida, hemoglobin, atau mioglobinuria, obat aminoglikosida. Mekanisme terjadinya gagal
7
ginjal pada NTA masih belum jelas. Beberapa mekanisme yang dianggap berperan adalah perubahan
hemodinamik intrarenal, obstruksi tubulus oleh sel dan jaringan yang rusak dan perembesan pasif filtrat
tubulus melalui dinding tubulus yang rusak masuk ke jaringan interstisial dan peritubular. Beberapa
mediator diduga berperan sebagai penyebab vasokonstriksi ginjal yaitu angiotensin II, menurunnya
vasodilator prostaglandin, stimulasi saraf simpatis, vasopresin, dan endotelin.

Nefrotoksin yang menyebabkan Nekrosis Tubular Akut

Efek Nefrotoksin
Hemodinamik
Toksik terhadap tubulus
Kristaluria AINS, penghambat ACE, penghambat Angiotensin II, siklosporin,
tacrolimus, kontras radiologi, hemoglobin
Antibiotik; aminoglikosid, vankomisin, foscamet, amfoterisin B, pentamidin
Kemoterapi; sisplatin, ifosfamid, mitramisin, 5-FU, tioguanin, sitarabin
Litium, parasetamol
Obat rekreasional; heroin, dll.
Kontras radiologi
Protein light chains
Pigmen: mioglobin, hemoglobin
Toksin: Organik; karbon tetraklorid, kloroform, herbisid, racun yang berasal dari
tanaman, bisa ular atau serangga
Urat, oksalat
Obat; asiklovir, metotreksat, sulfonamid, triamteren, metoksifluran, indinavir

Ad.2. Kelainan vaskular


Kelainan vaskular sebagai penyebab GnGA dapat berupa trombosis atau vaskulitis.
Ad.3 Kelainan glomerulus
GnGA karena kelainan glomerulus dapat ditemukan pada
1. Glomerulonefritis akut pasca streptokok (GNAPS).
2. Glomerulonefritis membranoproliferatif tipe 2 (dense deposit)
3. Glomerulonefritis kresentik idiopatik
4. Sindrom Goodpasture
Pada GNAPS terjadi pada <1% pasien dan disebabkan karena menyempitnya kapiler-kapiler
glomerulus, terhimpit oleh proliferasi sel mesangial dan sel endotel kapiler sendiri.

8
Ad.4 Kelainan interstisial
Ditemukan pada:
1. Nefritis interstisial akut misalnya pada pasien artritis reumatoid juvenil atau pemakaian obat-obat
2. Pielonefritis akut. Lebih sering ditemukan pada neonatus dan sering disertai sepsis.
Ad.5 Anomali kongenital
Anomali kongenital yang dapat menyebabkan GnGA ialah:
 Agenesis ginjal bilateral
 Ginjal hipoplastik
 Ginjal polikistik infantil
Terjadinya GnGA karena jumlah populasi nefron yang sedikit atau tidak ada sama sekali.

GnGA pasca renal


Hambatan aliran urin dapat terjadi pada berbagai tingkat, dari pelvis renalis hingga uretra dan
dapat merupakan manifestasi dari malformasi kongenital, obstruksi intrinsik atau kompresi ekstrinsik dari
traktus urinarius, dan neurogenic bladder. GnGA pasca renal terjadi ketika obstruksi melibatkan kedua
ginjal atau satu ginjal pada orang dengan satu ginjal. Patofisiologi GnGA pasca renal adalah multifaktor,
melibatkan peningkatan tekanan hidrostatik pada ruang Bowman, diikuti oleh perubahan aliran darah
kapiler. Hasil akhir adalah penurunan filtrasi glomerulus. Mirip dengan GnGA prarenal, kerusakan
parenkim ginjal dapat minimal, dan tergantung dari lamanya obstruksi berlangsung serta sifat kepenuhan
obstruksi. GnGA pasca renal biasanya reversibel apabila dikenali dan dikoreksi secara dini.
Adaptasi fungsional ginjal terhadap obstruksi terjadi sejalan dengan waktu. Pada stadium awal,
aliran darah ginjal biasanya meningkat walaupun GFR dan volume urin menurun. Osmolalitas urin dapat
tinggi dengan konsentrasi natrium urin yang rendah seperti yang terlihat pada GnGA prarenal. Stadium
ini berlangsung cepat dan sering tidak dikenali. Stadium akhir ditandai dengan penurunan aliran darah ke
ginjal dan disfungsi tubular sehingga menghasilkan urin yang encer dengan peningkatan konsentrasi
natrium. Hilangnya obstruksi pada fase awal GnGA dapat mengakibatkan diuresis yang berlebihan, disini
berperan faktor intrinsik dalam ginjal dan juga akibat penumpukan cairan pada saat oligo/anuria. Makin
lama obstruksi makin sedikit kemungkinan GFR untuk pulih kembali. Obstruksi kurang dari 7 hari sangat
mungkin dapat mengalami perbaikan GFR secara penuh, tetapi lebih lama kemungkinan ini bertambah
sedikit. Bukti yang ada saat ini menunjukkan bahwa obstruksi jangka pendek (72 jam) ternyata sudah
menimbulkan kerusakan permanen pada nefron, dan pulihnya GFR kembali normal adalah akibat dari
9
hiperfiltrasi nefron yang masih sehat. Tergantung pada derajat dan durasi obstruksi, pengeluaran urin
dapat bervariasi dari tidak sama sekali sampai beberapa liter per hari. Tetapi pengeluaran urin saja tidak
dapat dipakai untuk membedakan GnGA pascarenal dari GnGA prarenal dan renal/intrinsik. Di Indonesia
GnGA pascarenal didapat biasanya adalah akibat dari kristal jengkol (intoksikasi jengkol).

Etiologi GnGA pasca renal (obstruktif)


Malformasi kongenital
• Obstruksi sambungan ureteropelvis
• Katup uretra posterior
• Striktur uretra
• Sindrom Eagle-Barrett
Obstruksi Intrinsik
• Kalkulus
• Bekuan darah
Kompresi ekstrinsik
• Tumor
Neurogenic bladder

DIAGNOSIS
Anamnesa
Pada GnGA perlu diperhatikan banyaknya asupan cairan (input), kehilangan cairan (output)
melalui: urin, muntah, diare, keringat yang berlebih,dll, serta pencatatan berat badan pasien. Perlu
diperhatikan kemungkinan kehilangan cairan ke ekstravaskular (redistribusi) seperti pada peritonitis,
asites, ileus paralitik, edema anasarka, trauma luas (kerusakan otot atau crush syndrome). Riwayat
penyakit jantung, gangguan hemodinamik, adanya penyakit sirosis hati, hipoalbuminemia, alergi yang
mengakibatkan penurunan volume efektif perlu selalu ditanyakan. (8)

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma bila GnGA telah
berlangsung lama. Pasien umumnya menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam (Kussmaul) karena

10
adanya asidosis metabolik. Pada pasien GnGA berat dapat ditemukan sesak nafas yang hebat karena
menderita gagal jantung atau edema paru. Hipertensi sering ditemukan akibat adanya overload cairan.
Tanda-tanda dehidrasi perlu dicari karena merupakan penyebab GnGA pra-renal. Bila ada pasien
ditemukan oliguria, takikardia, mulut kering, hipotensi ortostatik kemungkinan menyebabkan GnGA
prarenal. Pada pemeriksaan fisik perlu dicari tanda-tanda penyakit sistemik multiorgan seperti lupus
eritematosus sistemik yaitu dengan memeriksa kulit, sendi, kelenjar getah bening. Pembesaran ginjal
dapat ditemukan bila penyebabnya ginjal polikistik atau multikistik displastik atau hidronefrosis (uropati
obstruktif). Retensi urin dengan gejala vesika urinaria yang teraba membesar menunjukkan adanya
sumbatan dibawah vesika urinaria a.l katup uretra posterior. (8)
Ada 3 hal penting yang harus di dapatkan pada pemeriksaan fisik pasien dengan GnGA: (6)
1. penentuan status volume sirkulasi
2. apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran kemih
3. adakah tanda-tanda penyakit sistemik yang mungkin menyebabkan gagal ginjal
Tanda Klinis Deplesi Cairan
1. tekanan vena jugular rendah
2. hipotensi; tekanan darah turun lebih dari 10 mmHg pada perubahan posisi (baring-duduk)
3. vena perifer kolaps dan perifer teraba dingin (hidung, jari-jari tangan, kaki)
Tanda Klinis Kelebihan Cairan
1. tekanan vena jugularis tinggi
2. terdengar suara gallop
3. hipertensi, edema perifer, pembengkakan hati, ronki di paru
Pada pemeriksaan fisik perlu di lakukan palpasi, perkusi daerah suprasifisis mencari adanya pembesaran
kandung kemih, yang kemudian konfirmasi dengan pemasangan kateter.

Pemeriksaan Penunjang
1. Prerenal : Tanda vital, tanda perdarahan atau dehidrasi
2. Renal : Periksa urinalisis (silinder eritrosit, silinder leukosit, dismorfik eritrosit)
3. Postrenal : USG

KOMPLIKASI (9)
 Jantung : edema paru, aritmia, efusi perikardium
 Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
11
 Neurologi : iritabilitas neuromuskular, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
 Gastrointestinal : nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal
 Hematologi : anemia, diatesis hemoragik
 Infeksi : pneumonia, infeksi nosokomial, septikemia

PENATALAKSANAAN (9)
Penatalaksanaan secara umum adalah :
1. Diagnosa dan tatalaksana penyebab :
 Kelainan prarenal.
Dilakukan pengkajian klinis meliputi faktor pencetus, keseimbangan cairan, dan status
dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah dikoreksi, diberikan
diuretik, dipertimbangkan pemberian inotropik dan dopamin.
 Kelainan renal.
Dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikroskopik urin, dan pertimbangkan kemungkinan
biopsi ginjal, arteriografi atau tes lainnya.
 Kelainan pascarenal.
Dilakukan pengkajian kllinis meliputi apakah kandung kemih penuh, ada pembesaran prostat,
gangguan miksi, atau nyeri pinggang, Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui
adanya obstruksi juga untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan.
Bila perlu dilakukan USG.
2. Penatalaksanaan gangguan ginjal :
 Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air.
Masukan natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari diluar kekurangan
hari sebelumnya atau 30 ml/jam diluar jumlah urin yang dikeluarkan jam sebelumnya.
Keseimbangan ini harus terus diawasi.
 Memberikan nutrisi yang cukup.
Melalui suplemen tinggi kalori atau hiperalimentasi intravena.
 Kebutuhan kalori 30 Kal/kgBB ideal/hari pada GnGA tanpa komplikasi; ditambah 15-20%
pada GnGa berat (terdapat komplikasi / stress)
 Kebutuhan protein 0,6-0,8 gram/kgBB ideal/hari pada GnGA tanpa komplikasi; 1-1,5
gram/kgBB ideal/hari pada GnGA berat
 Perbandingan karbohidrat dan lemak 70:30(10)

12
 Mencegah dan memperbaiki hiperkalemia.
Dilakukan perbaikan asidosis, pemberian glukosa dan insulin intrvena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
 Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran napas
dan nosokomial
Demam harus segera dideteksi dan diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi
kandung kemih dapat disingkirkan.
 Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna.
Feses diperiksa untuk adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi
dari kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis histamin
H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
 Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi, hiperkalemia,
atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40 mmol/liter.
Indikasi dialisis(10)
 Oliguria
 Anuria
 Hiperkalemia (K >6,5 mEq/L)
 Asidosis berat (pH <7,1)
 Azotemia (ureum >200 mg/dl)
 Edema paru
 Hipertermia
 Kelebihan dosis obat yang dapat didialisis (keracunan)
 Disnatremia berat (Na >160 mEq/L atau <115 mEq/L)

13
PROGNOSIS
Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab, bukan gagal ginjal itu sendiri.
Prognosis buruk pada pasien lanjut usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab kematian tersering
adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung ( 10-20%), gagal napas
(10%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. (9)

14
KASUS

Nama : Tuan A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Lelaki
Agama : Islam
No RM : 259825
Alamat : Depok

Keluhan utama : Mual 3 hari smrs


Keluhan tambahan : Pusing, keringat dingin, demam, badan lemas, nyeri ulu hati, BAK sedikit nyeri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien lelaki 23 tahun datang dengan keluhan mual sejak 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh
sebelumnya badanya sehat, tetapi kemudian 3 hari yang lalu tiba-tiba terasa lemas. Pasien pusing 2 hari
yang lalu. Pasien juga demam 2 hari yang lalu. Demam disertai keringat dingin, dan terjadi terutama pada
sore hari. Pasien mengeluh nyeri ulu hati sejak 2 hari yang lalu. Muntah disangkal oleh pasien. BAB
lancar. Pasien mengeluh BAK sedikit nyeri, warna agak keruh, warna seperti teh disangkal, dan
banyaknya BAK 2 hari yang lalu diakui sedikit. Pasien mengaku pernah punya riwayat batu di saluran
kencing 3 bulan yang lalu, pasien mengaku sudah berobat ke dokter, mengaku minum obat dan sembuh,
tetapi pasien lupa obat yang diberikan.

RPD : Batu di saluran kemih


R sos : -
RPK :-

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, CM
Tekanan darah : 110/70
Respiration Rate : 24x / menit
Nadi : 118x / menit
Suhu : 38,3oC
Kepala : Normocephali
Mata : Ka -/- , Si -/-
15
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax : Simetris kiri-kanan

Paru-paru : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)


Jantung : BjI-II regular, Mur-mur (-), Gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+), nyeri epigastrium (+), ketok CVA (-)
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-)

Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13,5 g/dl
Leukosit : 16,480 / mm3
Trombosit : 282,000 / mm3
Ht : 41 %
LED : 30
Ureum : 70
Creatinin : 3,5

Working Diagnosis :A. GnGA


Atas dasar : 1. Mual
2. Lemas
3. Riwayat batu salurah kemih
4. Ureum 70
5. Creatinin 3,5

B. Observasi Febris e.c. bacterial infection


Atas dasar : 1. Pusing
2. Demam sore hari disertai keringat dingin
3. Mual

C. Gastritis akut
Atas dasar : 1. Mual
2. Nyeri ulu hati

D. UTI
Atas dasar : 1. BAK nyeri
16
2. Leukosit 16,480 / mm3
Penatalaksanaan
 Ringer Asering 20 tetes / menit
 Inj Rantin 2 x 1
 Inj Antrain 3 x 1
 Sanmol 3 x 1 (jika diperlukan)
 Ceftriaxone 1 x 2gr
 OMZ 1 x 1
 Inj Ondancentron 2 x 1
 Musin syrup 3 x 1

FOLLOW UP 3 HARI
Tanggal 13/2/11
Subjektif:
 Panas hari ke-2
 Pusing
 Mual (makan sulit)
 Nyeri ulu hati
 BAK masih nyeri
Objektif:
 TD : 110 / 70
 RR : 20x / menit
 S : 37,5oc
 N : 88x / menit
 Kepala : Normocephali
 Mata : Ka -/- , Si -/-
 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Thorax : Simetris kiri-kanan
Paru-paru : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung : BjI-II regular, Mur-mur (-), Gallop (-)
 Abdomen : Datar, supel, BU (+), nyeri epigastrium (+)

17
 Ekstremitas : Akral hangat, udem (-)
 Lab : 1. Trombosit : 282,000 / mm3
2. Leukosit : 16,480 / mm3
3. Hb : 13,5 g / dl
4. Ht : 41 %
Assesment
 GnGA
 Viral infection
 Gastritis akut
 UTI
Penatalaksanaan
 RA 4 jam / kolf
 Sanmol 3 x 1
 OMZ 1 x 1
 Inj Ondancentron 2 x 1
 Inj Acran 2 x 1
 Musin syrup 3 x 1
 Inj Antrain 3 x 1
 Ceftriaxone 1 x 2 gr

Tanggal 14/2/11
Subjektif:
 Kepala pusing
 Demam hari ke-3
 Nafsu makan masih tidak ada
 BAK masih nyeri
Objektif:
 TD : 100 / 70
 RR : 20x / menit
 S : 37,5oc
 N : 90x / menit
 Kepala : Normocephali

18
 Mata : Ka -/- , Si -/-
 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Thorax : Simetris kiri-kanan
Paru-paru : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung : BjI-II regular, Mur-mur (-), Gallop (-)
 Abdomen : Datar, supel, BU (+), nyeri epigastrium (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, udem (-)

 Lab : 1. CCT : 21,78 (normal 97-137)


2. Creatinin : 3,5
3. Glukosa puasa : 104 mg / dl
4. Glukosa 2 jam PP : 93
5. Tes widal : Titer O dan Titer H salmonella typhii (-)
6. USG Abdomen : Kesan suspect adanya ureterolithiasis
7. Urine : - Asam
- pH =6
- BJ = 1,015
- Protein =+
- Keton =+
- Blood = +++
- Eritrosit = 6-8 plb

Assesment
 GnGA
 Gastritis akut
 UTI

Penatalaksanaan
 RA 4 jam / kolf
 Sanmol 3 x 1
 OMZ 1 x 1
 Inj Ondancentron 2 x 1
 Inj Acran 2 x 1
 Musin syrup 3 x 1
19
 Ceftriaxon 1 x 2 gr

Tanggal 15/2/11
Subjektif:
 Demam hari ke-4
 Pusing
 Rasa nyeri BAK berkurang
Objektif:
 TD : 110 / 80
 RR : 24x / menit
 S : 37oc
 N : 88x / menit
 Kepala : Normocephali
 Mata : Ka -/- , Si -/-
 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Thorax : Simetris kiri-kanan
Paru-paru : Vesikuler, Ronkhi (-), Wheezing (-)
Jantung : BjI-II regular, Mur-mur (-), Gallop (-)
 Abdomen : Datar, supel, BU (+), nyeri epigastrium (-)
 Ekstremitas : Akral hangat, udem (-)
 Lab : 1. Trombosit : 260,000 / mm3
2. Leukosit : 15,440 / mm3
3. Hb : 12,6 g / dl
4. Ht : 39 %
Assesment
 GnGA
 UTI

Penatalaksanaan
 RA 4 jam / kolf
 Inj Antrain 3 x 1
20
 Sanmol 3 x 1
 Ceftriaxon 1 x 2 gr

DAFTAR PUSTAKA

1. http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/ilmu-kesehatan/gagal-ginjal-akut
2. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy 2. Surakarta : Keluarga Besar Anatomi FK
UNS. pp : 43-59
3. Guyton, Arthur C., Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 29. Alih
Bahasa: Irawati setiawan et. al. Jakarta: EGC. pp: 375-379, 397-414, 417-437, 439-477, 481-
502
4. Soebandiri. 2007. Hemopoiesis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 2.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
pp : 619-620
5. Wilson, Lorraine M. 2005. Anatomi dan Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih. Dalam :
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. pp :
867-894
6. http://www.infopenyakit.com/2008/05/penyakit-gagal-ginjal.html
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. pp : 165
8. http://fktrisakti.forumcircle.com/viewtopic.php?p=9429
9. Mansjoer, Arif. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapia. Pp 530-531.
10. Irawan, Cosphiadi. Dkk. 2009. Panduan Tata Laksana Kegawatdaruratan di Bidang IPD
(IMELS). Cetakan kedua. Jakarta : Interna Publishing. Pp 88-91.

21

Anda mungkin juga menyukai