Anda di halaman 1dari 11

CA NASOFARING

II.1. Definisi

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah


nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.(5)
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan
pada pria berusia lebih dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia
terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari daerah fosa Rossenmuler. Tumor
ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor primer dapat kecil,
akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya
pada leher.(4)
Penyebab karsinoma nasofaring ada berbagai faktor :

- Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring


adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien karsinoma
nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup tinggi. Titer ini
lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala
lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring
yang lain sekalipun.

- Letak geografis berupa ras Mongoloid, Asia Tenggara, Yunani, Afrika


Utara seperti Aljazair, Tunisia, Eskimo.

- Jenis kelamin , tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki

- Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia,


asap sejenis kayu tetentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau
bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan terlalu panas.
Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan
dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan
dengan keganasan lain tidak jelas.

- Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan


(daging atau ikan) terutama pada musim dingin menyebabkan
tingginya kejadian karsinoma ini.
1
- Faktor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier
dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh
lain.(6)

II.2. Patogenesis

Akhir-akhir ini ada beberapa faktor yang dianggap cenderung


menimbulkan karsinoma nasofaring walaupun tidak merupakan penyebabnya
sendiri. Dugaan adanya predisposisi genetik disokong oleh berbagai faktor
antara lain tingginya angka kejadian pada orang cina bagian selatan dan dalam
pengamatna lebih lanjut angka kejadiannya tetap lebih tinggi dibandingkan
dengan orang kulit putih jika mereka bermigrasi ke daerah yang predominan
orang kulit putih, setidaknya pada generasi pertama. Jika generasi kedua
berinteraksi penuh dengan cara hidup barat (seperti di Hawaii atu California)
resiko terkena karsinoma nasofring menurun, meskipun tidak serendah pada
orang kulit putih. Juga bukti penguat diperoleh dengan pengamatan adanya
hubungan langsung antra karsinoma nasofaring dengan HLA-A 2 dan kurang
dari dua antigen pada lokus B. Perubahan lingkungan yang besar turut berperan.
Faktor lingkungan akan didukung oleh pengamatan cara hidup orang
cina bagian selatan. Cara memasak tradisional sering dilakukan dalam ruangan
tertutup dan dengan menggunakan kayu bakar. Pembakaran ini, terutama jika
tak sempurna menyebarkan partikel-partikel besar (5-10 mikrometer) yang
dapat tersangkut pada hidung dan nasofaring dan kemudian tertelan. Jika
pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit-penyakit hidung, maka
penyakit ini akan menetap lebih lama di nasofaring dan dapat merangsang
tumbuhnya tumor. Beberapa laporan menyebutkan hubungan antara karsinoma
nasofaring dengan makan ikan asin dan rendahnya kadar vitamin C sewaktu
muda. Hal ini juga biasa dalam tradisi masakan cinia. Kekurangan vitamin A
diduga merubah nitrat menjadi zat karsinogen yaitu nitrosamin.
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara
karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). 2
Serum pasien-pasien orang asia dan afrika dengan karsinoma nasofaring
primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G terhadap
antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA);
dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi.
Hubungan ini juga terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma
nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma
nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi yang
aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel
skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.(1)

II.3. Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan


lateral. Ke depan berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga
sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Demikian juga
3
penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat muara tuba Eustachius dan akan
mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga tengah. Kearah
belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah
korpus os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat
penekanan mungkin timbul di tempat-tempat tersebut. Dibelakang atas torus
tubarius terdapat resesus faring atau fosa Rosenmuleri dan tepat di ujung atas
posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat menjalar kearah
intracranial dalam dua arah, masing-masing menimbulkan gejala neurologik
yang khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus
dan fosa kranii media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan
kadang-kadang II. Sebaliknya penyebaran ke kelenjar faring lateral di dan
sekitar selubung karotis atau jugularis pada ruang retroparotis akan
menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf otak ke VII dan
VIII biasanya jarang terkena.
Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke
lateral bermuara kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Terdapat
hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan
mediastinum melalui ruang retrofaring. Metastasis jauh sering terjadi.
Pembagian daerah nasofaring :
1. Dinding posterosuperior : daerah setinggi batas palatum durum dan
mole sampai dasar tengkorak.
2. Dinding lateral: termasuk fosa Rosenmuleri
3. Dinding inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.
Catatan: Pinggir orifisium koana termasuk pinggir posterior septum hidung
dimasukkan sebagai fosa nasal.(1)

II.4. Histopatologi

Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis


sangat tidak berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya.
Lebih dari 85% kemungkinan adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma
4
maligna dan kuang dari 2% tumor jaringan ikat. Sekali-sekali ditemukan
neuroblastoma, silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan
mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan
skuamosa atau lapisan epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring.
Dindinga lateral yang ada fosa Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering
karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior sedikit lebih jarang.
Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada
mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh
didaerah yang gejalanya tidak diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri.
Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai dengan arah penyebaran.
Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor atau
mengikis tulang secara nekrosis tekanan.

II.5. Klasifikasi

Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO


tahun 1978. ada tiga jenis bentuk histologik :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler
dan keratin, dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya, terdapat tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus
yang menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih
berbentuk sinsitium daripada bentuk susunan batubata.
Karsinoma limfoepitelioma didapatkan dalam bentuk kedua atau ketiga.
Ditandai olah tampak banyak limfosit non maligna dan secara klinis sesuai
karena respon terhadap terapi lebih baik disbanding dengan bentuk lain.
Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang
diambil dari 14 pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring
berdiferensiasi buruk yang diperiksa dengan mikrosko electron, semua
menunjukkan adanya fibrilkeratin. Ini menimbulkan keraguan karena Who
5
Dalam symposium internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring than
1977 mendasarkan klasifikasinya atas hasil pemeriksaan mikroskop cahaya
seperti tercantum diats, diman atidak selalu tampak keratin. Meskipun
demikian klasifikasi WHO mengenai tumor nasofaring ini masih tetap
dipakai.(1)
Untuk penetuan stadium dipakai sistim TNM menurut UICC (1992)
NASOFARING
T= Tumor primer
T0- Tidak tampak tumor.
T1- Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan
lain-lain).
T2 Tumor teradapt pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di
dalam rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring)
T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak
atau mengenai saraf-saraf otak.
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
N Pembesaran kelenjar getah bening regional
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral / bilateral dan masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M Metastase jauh
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
STADIUM
Stadium I :
T1 dan N0 dan M0

6
Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0
atau T3 dan N0 dan M0
Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1

II.6. Gejala dan Tanda

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu


gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata, fdan syaraf, serta
metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan
atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat kalau
perlu dengan nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan
tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah
mukosa (creeping tumor).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena
tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan
dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga
(otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian
disadari bahwa penyebabnya adalah karsinma nasofaring.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lobang, maka gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak
dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen
laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke V, shingga
tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter
mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli
saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.
7
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif
jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila
sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula
disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian
biasanya prognosisnya buruk.
Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan
lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau
LHN telah diteliti di RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring
seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan
mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-
tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.(6)

II.7. Differensial Diagnosis

 Angiofibroma Nasofaring.
 Karsinoma adenoid kistik (silindroma).
 Limfoepitelioma
 Plasmasitoma.
 Kista Nasofaring.(1)
 Tumor neurogenik .(4)

II.8. Diagnosis

Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan


daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun
tidak akan terlalu sulit ditemukan.(6)
Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters
menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak
memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media.
8
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan untuk mendeteksi
metastasis.(5)
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-
B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut
ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian
juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik
keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi
dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat
lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical
dengan Xylocain 10%.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka
dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.(6)

9
II.9. Penatalaksanaan

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada


penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus.
Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan,
sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan).
Bebagai macam kombinasi diebangkan, yang trbaik sampai saat ini adalah
kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup
memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi
praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang
cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.
Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral
setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer
memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien
karsinoma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul
kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah
hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi.
Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan,
tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi.

10
Perawatan paliatif

Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan


radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun
minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan
pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun
pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga
merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut
karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah
atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap
dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula
timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada
kedua keadaan tersebut diatastidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan
selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Paisen
akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung
dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-lata
vital akibat metastasis tumor. (6)

II.8. Komplikasi

Metastasis jauh ke tulang , hati, dan paru dengan gejala rasa nyeri pada
tulang, batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati.

11

Anda mungkin juga menyukai