Anda di halaman 1dari 3

Tingkatkan kecerdasan linguistik “selama” Ramadhan

Minggu pagi ini saya terkekeh-kekeh saat membaca Komik Benny dan Mice di harian Kompas.
Menyajikan sentilan kepada kita semua (termasuk saya tentunya), bahwa ada kecenderungan
bertobat sementara di bulan puasa ini. Diperlihatkan bahwa si Benny dan Mice awalnya mau
membakar majalah Playboy dan film porno serta benda maksiat lainnya untuk membuang pikiran
kotor dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.

Sejurus kemudian keinginan ini dicegah temannya seraya mengatakan : “Eiit entar dulu,
disimpan di gudang aja dulu, .. hehhehe, Ntar kalo ramadhan dah lewat, mungkin barang-
barang ini masih bisa bermanfaat ….”

Hahaha, suatu sentilan halus yang semoga menginspirasi kita semua, dan semoga kita cukup
dewasa untuk mau terketuk dengan komik itu, bukannya marah. Mungkin fenomena ini yang
sering disebut sebagai Tomat : Tobat sementara lalu Kumat lagi.

Well, setiap tahun, media massapun juga menyuguhi kita berita yang senantiasa berulang-ulang
sehingga sebenarnya masyarakat sudah hapal bahwa tahun depan pasti akan terjadi lagi. Setiap
awal bulan puasa, tiba-tiba marak berita yang bertema : penggrebekan diskotik, penyegelan cafe,
pemusnahan miras, razia PSK, himbauan warung / restoran / diskotik untuk tutup, dan
sejenisnya.

Logika yang dikemukakan untuk mendasari tindakan itu, biasanya adalah menghormati bulan
puasa. Jelas, secara prinsip saya juga mendukung upaya menghormati bulan puasa, karena bulan
puasa adalah bulan yang suci…, dan terlebih tentunya juga untuk menghormati orang yang
berpuasa.

Ohya, pembaca yang budiman, mohon bersabar, tulisan ini bukan antipati pada fenomena itu
kok, bukan pula kritik tajam, namun bahan kita belajar bersama untuk lebih mengarifi situasi.
Tentunya, saya ingin membahasnya dari sudut pandang NLP di bidang komunikasi bawah sadar.

Oke, jika kita perhatikan, selalu ada orang yang mengucapkan kalimat ini di awal puasa atau
hari-hari sebelumnya : “Kami menghimbau cafe, selama bulan puasa restoran dan warung
ditutup terutama di siang hari, untuk menghormati bulan puasa ini. Atau minimal diberikan
kerai / gordyn sehingga tidak terlihat dari luar”.

Di dalam kalimat di atas, terkandung sebuah makna presuposisi (asumsi yang tidak perlu
dikatakan lagi) bahwa himbauan ini adalah selama bulan puasa, sehingga sebelum atau
setelahnya mereka boleh membuka cafe /restoran / warungnya secara bebas.

Tentunya kita setuju penjelasan di atas mudah sekali dipahami, tidak melibatkan kerumitan
logika apapun. Tidak ada kesalahan logika apapun dalam kalimat di atas. Yang pelu kita catat
adalah suatu kata “selama” (during), maka secara otomatis kalimat ini memiliki presuposisi
yang meng-exclude peristiwa ini tidak berlaku untuk sebelum dan setelahnya.
Nah, setiap kali kata “selama” diucapkan seseorang, maka secara otomatis bersemai ide di
kepala pendengar bahwa ini tidak berlaku untuk sebelum dan setelahnya. Jika dilakukan
dengan kesengajaan, maka peristiwa persemaian ide ini disebut sebagai seeding atau installation
: tidak perlu dikatakan secara eksplisit namun tersampaikan. Hal semacam ini dalam pelajaran
tata bahasa disebut sebagai makna tersirat. NLP melakukan utilisasi proses makna tersirat ini
dengan teknik yang disebut sebagai presuposisi dan masuk dalam bahasan Milton Model.

Oke, saya harap contoh diatas cukup menjelaskan proses terjadinya suatu seeding , karena kita
baru akan masuk ke esensi permasalahan di bawah ini.

Mari kita lihat contoh kalimat lain yang biasanya juga diucapkan oleh para pesohor masyarakat
sebelum puasa, lihat berikut ini:

“Selama Ramadhan, kami menghimbau artis dan penyanyi untuk menutup aurat, untuk
menghormati bulan puasa ini.”

Nah apa presuposisinya?

Dalam konteks menghormati bulan puasa, pesan itu sangat baik, namun di sisi lain, peristiwa
seeding apa yang terjadi? Tanpa perlu dijelaskan lagi, pesan itu malah mengirimkan pesan bawah
sadar yang memperkuat pemahaman sepotong-sepotong mengenai penutupan aurat. Seolah
penutupan aurat hanya perlu di tutup SELAMA bulan puasa.

Nah!

Peace man, peace!

Stop, sebentar… Tulisan ini bukan usulan untuk membiarkan artis membuka aurat selama bulan
puasa, atau bermaksud mengkritik para pesohor yang mengucapkan hal itu. Jauh…, jauh dari niat
itu kok!

Tulisan ini adalah bermaksud belajar bersama untuk meningkatkan kecerdasan linguistik supaya
kita tidak lagi melakukan : menyemai ide yang keliru tanpa kita sadari.

Ini yang penting, bukanlah jauh lebih baik jika kalimatnya semacam berikut ini :

“Berpuasa adalah cara agama untuk menyadarkan pada kita agar selalu mengendalikan hawa
nafsu. Hormati bulan puasa ini dengan lebih dari sekedar menutup aurat, dan tegakkan
kehormatan diri kita semua dengan selalu menutup aurat sekalipun bukan di bulan puasa.”

Tentunya kita semua dapat membuat kalimat yang lebih baik, rambu-rambunya adalah hindari
melakukan sedding secara tidak sengaja di benak masyarakat sehingga terhindar dari kontra
produktif.

Nah…, mungkin Anda ingin menyumbangkan kalimat lain untuk ide orang-orang ini, silahkan
ditulis di tanggapan di bawah ini…
Oke…, mari berlatih dan berpraktek menajamkan ilmu linguistik selama bulan ramadhan ini…

Lho….? Setelah dan sebelum ramadhan bagaimana ya?

Ya tetap terus berlatih dan berpraktek menajamkan lingustik lah ya…

Untuk info lebih lengkap tentang NLP klik : www.belajarNLP.com

Anda mungkin juga menyukai