Anda di halaman 1dari 12

MEMADUKAN ACTIVE LEARNING DAN SISTEM ICARE : “Sebagai upaya

meningkatkan profesionalitas guru didalam membelajarkan siswa”.

Hartoyo
Kepala SMP Negeri 3 Porong, Jl. WR Supratman 32 Porong Sidoarjo
e-mail: hartoyoame@yahoo.co.id

Abstract: The teacher sertification program is as a good moment for enchanging the teacher’s
paradigm. The teacher who had passed for sertification program will be given a sertificate as a
teacher who has competence to serve teaching and learning activity. The National Education
Ministery Regulation of Indonesia Repulic (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia /Permendiknas) Number 18 Year 2007 as the source for the teacher who wants to join
the sertification competency examination. The competency aspects consist of: (1) Academic
qualification, (2) Education and Trainning experiences, (3) Teaching experiences, (4) Planning and
learning process, (5) The principal and Supervisor’s assessment, (6) Academic Achievement,
(7) Profession development, (8) Joining in Scientific Forum (9) Educational and social
organization experiences, and (10) Having sertificate related with education. All of the
competency aspects will be focused to the teacher’s profesionalism because the main task of the
teacher is to design and teaching the students. By combining Active Learning and ICARE
(Introduction, Connection, Application, Reflection and Extention) System the teachers will be
helped and able to design the teaching and learning professionalism so the aim of the national
education will be succeed.

Abstrak: Sertifikasi bagi guru merupakan momen yang tepat untuk mengubah paradigma guru
didalam membelajarkan siswa. Guru yang telah lulus sertifikasi diberi pengakuan bahwa guru
tersebut telah dianggap memiliki kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan tertentu
setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 sebagai panduan
apa yang harus dimiliki dan dilakukan guru untuk mendapatkan sertifikasi dalam jabatannya
melalui uji kompetensi. Aspek kompetensi guru yang dinilai meliputi: (1) Kualifikasi akademik,
(2) Pendidikan dan Pelatihan, (3) Pengalaman mengajar, (4) Perencanaan dan Pelaksanaan
Pembelajaran, (5) Penilaian dari atasan dan Pengawas, (6) Prestasi akademik, (7) Karya
pengembangan profesi, (8) Keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) Pengalaman organisasi di
bidang kependidikan dan sosial, dan (10) Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Urgensinya dari semua unsur yang dinilai bermuara pada profesionalitas bagaimana guru
merancang dan melaksanakan pembelajaran sehingga kualitas siswa meningkat karena tugas
utama guru adalah membelajarkan siswanya. Dengan memadukan Active Learning dan Sistem
ICARE (Introduction, Connection, Application, Reflection and Extention) diasumsikan para guru
akan terbantu dan mampu merancang dan melaksanakan pembelajaran profesional untuk
mencapai tujuan nasional pendidkan yang diharapkan.

Kata-kata kunci: Sertifikasi, uji kompetensi, kompetensi guru, Active Learning,


Sitem ICARE

Merujuk pada Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003,

Pasal 42 ayat 1 menuntut guru dan dosen wajib memiliki sertifikasi sesuai dengan

jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki

1
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Fungsi dan Tujuan

Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Pasal 3 mengisyaratkan bahwa

Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya Undang Undang Nomor 14

Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada Pasal 2 ayat 2 yang menjelaskan

tentang pengakuan dan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dibuktikan

dengan sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai

pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.

Mulyasa (2007:33) mendefinisikan sertifikasi guru dapat diartikan sebagai proses

pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk

melaksanakan pelayanan pendidikan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang

diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Sebagai penghantar dilaksanakannya

sertifikasi guru maka diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 yang merupakan panduan

tentang apa yang harus dilakukan guru untuk mendapatkan sertifikasi dalam

jabatannya melalui uji kompetensi. Dalam Undang Undang ini khususnya pada

Pasal 2 ayat 2 menjelaskan kompetensi guru yang dinilai adalah sebagai berikut:

(1) Kualifikasi akademik, (2) Pendidikan dan Pelatihan, (3) Pengalaman

mengajar, (4) Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran, (5) Penilaian dari

atasan dan Pengawas, (6) Prestasi akademik, (7) Karya pengembangan profesi, (8)

Keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) Pengalaman organisasi di bidang

kependidikan dan sosial, dan (10) Penghargaan yang relevan dengan bidang

2
pendidikan. Urgensinya dari semua unsur yang dinilai bermuara kepada

bagaimana guru merancang dan melaksanakan pembelajaran secara profesional

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab, seperti yang dikemukakan juga dalam Standar Nasional

Pendidikan (SNP) Pasal 28, ayat 1 menyatakan bahwa pendidik harus memiliki

kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani

dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan

nasional. Kompetensi sebagai agen pembelajaran yang tersebut pada ayat 3

meliputi: (a) Kompetensi Pedagogik, yang merupakan kemampuan guru dalam

merancang dan mengelola pembelajaran (2) Kompetensi Kepribadian,

kemampuan kepribadian yang mantab, stabil, dewasa, arif, bijaksana, menjadi

teladan dan berakhlak mulia, (3) Kompetensi Profesional adalah kemampuan

penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan

membimbing peserta didik memenuhi SNP, dan (4) Kompetensi sosial,

merupakan kemampuan berkomunikasi dan bergaul dengan masyarakat secara

efektif.

Fenomena yang terjadi di lapangan saat ini ternyata kompetensi guru

masih banyak yang rendah dan tingkat profesionalitasnya masih perlu

ditingkatkan. (Isjoni,2007:83). Khoe Yao Tung (2002:112) juga telah

mengungkapkan bahwa:

Semua sumber permasalahan pendidikan lebih banyak tertumpu pada


rendahnya wibawa pendidik. Masalahnya pada bagaimana memberikan
perlakuan, penghargaan dan kesejahteraan bagi guru. Mekanismenya,
walaupun kita memiliki kurikulum yang baik, tetapi selama guru (the man

3
behind the gun) tidak berkualitas, selama itu pula kita akan berkubang
pada masalah rendahnya kualitas lulusan kita. Walaupun kita memiliki
sistem yang baik, tetapi tidak memiliki guru yang mampu memberikan
contoh keteladanan yang baik, maka selama itu pula kita tidak dapat
menghasilkan lulusan yang berbudi pekerti baik. Guru memegang peranan
sentral dalam dunia pendidikan. Kita tidak dapat meningkatkan kualitas
pendidikan selama kita tidak menghiraukan kesejahteraan dan
profesionalitas mereka.

Menyikapi fenomena yang terjadi penulis mencoba memadukan Active

Learning dengan Sistem ICARE sebagai upaya untuk membantu para guru agar

mampu membelajarkan siswa secara profesional.

Active Learning sebagai Pemicu

Active Learning atau Pembelajaran Aktif adalah suatu pembelajaran yang

mengajak siswa untuk belajar secara aktif. (Zaini H, 2004:16). Lebih jauh

dijelaskan bahwa ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka yang

mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan cara ini mereka secara aktif

menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pembelajaran,

memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari

kedalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.

Disisi lain berangkat dari ungkapan Confucius yang menyatakan bahwa:

Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya

lakukan, saya faham. Silberman M (2006:23) sebagai salah satu penggagas Active

Learning selanjutnya mengembangkan ungkapan ini dengan pernyataan bahwa:

Yang saya dengar saya lupa. Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat. Yang

saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai

pahami. Dari yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan

4
pengetahuan dan keterampilan. Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.

Selanjutnya Silberman (2006:9) mengemukakan bahwa agar siswa belajar aktif

siswa harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan

menerapkan apa yang mereka pelajari. Menurutnya belajar aktif siswa harus gesit,

menyenangkan, bersemangat, dan penuh gairah. Siswa bahkan sering

meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras. (moving

about and thinkng aloud). Selaras dengan Active Learning, Danim S (2003:216)

mengetengahkan model pembelajaran Super Camp yang mengemas konsep

pembelajaran yang serupa dengan Active Learning yaitu menggabungkan rasa

percaya diri siswa, keterampilan belajar dan keterampilan komunikasi pada

lingkungan yang menyenangkan.

Tiga prinsip-prinsip yang dapat direduksi dari Active Learning menurut

Silberman M (2006:13) adalah (1) Bagaimana membuat siswa aktif sejak awal,

berikut ini teknik-teknik yang dapat dilakukan antara lain membentuk tim inti

yang memunculkan semangat kerja sama dalam teamwork., dan melakukan

penilaian di tempat/ penilaian proses pembelajaran (2) Bagaimana membantu

siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif, melalui

diskusi kelompok, dialog, debat dan klarifikasi, peer teaching atau aktifitas tutor

sebaya, belajar mandiri, penilaian afeksi, dan mengembangkan keterampilan

tentang apa yang dipelajari dan diaplikasikan, dan (3) Bagaimana menjadikan

belajar tak terlupakan, agar siswa tidak lupa guru dapat membuat ikhtisar tentang

apa yang telah dipelajari, melakukan penilaian diri sendiri, membuat perencanaan

masa yang akan datang, mengkomunikasikan pikiran, perasaan dan perhatian yang

dilakukan pada akhir pembelajaran.

5
Apabila proses pembelajaran berlangsung menyenangkan (Joyful

Learning), maka siswa akan bersemangat dan penuh gairah dalam belajar,

munculah rasa percaya diri mereka untuk berkomunikasi dan berkolaborasi antar

siswa, siswa dan guru yang membawa mereka untuk berkreasi sehingga fungsi

guru menjadi berubah bukan pentransfer pengetahuan saja tetapi akan menjadi

motivator dan faslitator yang membimbing dan membantu siswa untuk mengkaji

gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Perubahan peran guru dalam pembelajaran

Sanjaya W (2007:20) mengulas tentang fungsi guru dalam membelajarkan

siswa yaitu : (1) Guru sebagai sumber belajar, (2) Guru sebagai fasilitator, (3)

Guru sebagai Pengelola, (4) Guru sebagai Demonstrator, (5) Guru sebagai

Pembimbing, (6) Guru sebagai Motivator dan (7) Guru sebagai Evaluator. Senada

dengan Sanjaya W, Mulyasa E (2007:53) juga mengetengahkan peran guru

sebagai agen pembaruan pembelajaran yaitu: (1) Guru sebagai Fasilitator,

(2) Guru sebagai Motivator, (3) Guru sebagai Pemacu dan (4) Guru sebagai

Pemberi Inspirasi. Sedangkan PP 19 Tahun 2005, Pasal 28, penjelasan ayat 1

dipaparkan bahwa Agen Pembelajaran (Learning Agent) adalah peran pendidik

sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta

didik. Keempat peran guru sebagai agen pembelajaran dapat dijelaskan sebagai

berikut: (1) Fasilitator yang diaksudkan adalah guru berperan memberikan

pelayanan, bimbingan dan memfasilitasi siswa selama proses pembelajaran,

fasilitas ini bisa berupa sumber belajar, media, alat peraga, kemudahan belajar,

membantu siswa memecahkan masalah, berdiskusi atau mengambil kesimpulan.

6
(2) Motivator merupakan peran guru yang sangat dinamis dimana guru senantiasa

membangkitkan gairah belajar siswa, pembelajaran menjadi menantang, menarik,

tercipta rasa percaya diri siswa (Self confidence), situasi pembelajaran menjadi

kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. (3) Pemacu yang

dimaksudkan adalah guru sebagai pemacu belajar siswa, sehingga bakat dan

potensi siswa dapat berkembang secara optimal seperti apa yang mereka cita-

citakan. (4) Inspirator merupakan peran guru yang mampu memberikan inspirasi

bagi peserta didik sehingga pembelajaran dapat memunculkan berbagai

pemikiran, gagasan dan ide-ide baru.

Merancang dan melaksanakan pembelajaran

Melaksanakan pembelajaran tentu diawali dengan bagaimana merancang

skenario pembelajaran terlebih dahulu. Seorang guru profesional didalam

merancang dan melaksanakan pembelajaran akan berpatokan pada kriteria

Instrumen Penilaian Kinerja Guru (IPKG) I yang berkenaan dengan kemampuan

guru dalam menyusun RPP dan IPKG II berkenaan dengan kemampuan guru

melaksanakan pembelajaran. Samani (2006:108) memaparkan instrumen tersebut

sebagai berikut: Komponen APKG 1 terkait dengan (1) Bagaimana merumuskan

Tujuan Pembelajaran, (2) Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar, (3)

Pemilihan sumber dan media pembelajaran, (4) Skenario/Kegiatan Pembelajaran,

dan (5) Penilaian Hasil Belajar. Sedangkan Komponen APKG II adalah (1)

Prapembelajaran, terkait dengan bagaimana guru memeriksa kesiapan siswa dan

melakukan apersepsi, (2) Kegiatan Inti Pembelajaran, terkait dengan Penguasaan

guru terhadap materi pembelajaran, menentukan pendekatan atau strategi

pembelajaran, Pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran, Pengelolaan

7
pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa, Penilaian Proses

dan Hasil Pembelajaran, dan Penggunaan Bahasa, (3) Penutup Pembelajaran

meliputi melakukan refleksi dan melakukan tindak lanjut pembelajaran.

Menyusun RPP dan melaksanakan pembelajaran profesional akan tepat bila guru

memadukan Active Learning dengan Sistem ICARE.

Sistem ICARE

Sistem ICARE merupakan langkah-langkah atau urutan aktifitas didalam

membelajarkan siswa. Decentralized Basic Education 3 (DBE-3) mengetengahkan

suatu sistem yang dipergunakan untuk membelajarkan siswa sehingga mencapai

hasil yang optimal. DBE-3 (2006:9) mengulas sistem ICARE tersebut sebagai

berikut: (1) I = Introduction artinya Perkenalan, pada langkah awal ini guru

memperkenalkan topik kepada siswa, menyampaikan apa yang akan dicapai siswa

(Tujuan Pembelajaran) dan memberikan motivasi atau penghangat suasana (Ice

Breaker). Tentunya pekerjaan rutin guru seperti menata lingkungan belajar dan

memantau presensi siswa telah dilakukan, (2) C = Connection mempunyai makna

menghubungan, pada tahap ini guru mencoba menghubungkan topik yang akan

dibelajarkan kepada siswa dengan pengetahuan awal (Prior Knowledge) siswa

atau pengalaman sehari-hari yang relevan. Ausubel dalam Yamin M (2005:103)

menyatakan bahwa belajar merupakan proses mengkaitkan informasi baru pada

konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif orang/

manusia. (3) A= Application ,tahapan ini sangat penting karena siswa diminta

untuk menerapkan atau menggunakan apa yang baru mereka paparkan atau

diskusikan. Pada kegiatan ini siswa terlibat langsung karena mereka

mempraktikkan keterampilan-keterampilan baru yang tengah mereka pelajari. (4)

8
R = Reflection, sering guru memberikan kesimpulan atau rangkuman tentang

materi yang telah dibelajarkan kepada siswanya tetapi hal ini dirasa kurang

mengena karena yang menyusun rangkuman adalah guru bukan siswa. Tetapi

dalam kegiatan refleksi ini siswa diminta untuk menulis di Jurnal Refleksi

masing-masing melalui berdiskusi, atau menulis secara individu tentang apa saja

yang telah mereka pelajari atau yang telah mereka terapkan dengan melakukan

analisa apa saja yang belum mereka fahami, menulis kiat-kiat bagaimana cara

memahaminya dan menulis hal-hal yang menarik yang dapat diaplikasikan dalam

kehidupan sehari-hari. Dalam proses ini terjadi kegiatan remidiasi melalui diskusi

kelompok atau tutor sebaya. Jurnal ini biasanya dibacakan masing-masing

kelompok atau perwakilan kelas, dan (5) E = Extension, apa yang telah dipelajari

siswa pada umumnya guru berasumsi bahwa siswa telah kompeten

menggunakannya. Anggapan ini ternyata kurang akurat. Terbukti bahwa siswa

jarang yang mampu menggunakan apa yang telah dipelajari disekolah untuk

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan Extension atau

Perluaskan merupakan aktifitas dimana siswa diberi kesempatan guru untuk

menerapkan informasi-informasi, keterampilan-keterampilan dan cara-cara yang

telah mereka alami untuk diperluas di masyarakat, kegiatan ini biasa kita sebut

pengayaan atau enrichment. Dengan demikian siswa akan merasakan makna dari

apa yang telah mereka pelajari.

Sisi lain yang berbeda dari format RPP sistem ICARE, bahwa format ini

memuat komponen (1) Rincian waktu pertahapan pembelajaran, (2) Tahapan

proses pembelajaran yang terdiri dari Introduction, Connection, Application,

Reflectin dan Extension, yang setiap tahap dijelaskan dengan kegiatan

9
pembelajaran siswa dan guru, penggunaan sumber belajar dan media, juga

penilaian selama proses pembelajaran. (3) Kisi-kisi soal atau rubrik penilaian.

Format RPP Sistem ICARE ini berbasis komputer, sehingga guru akan

lebih mudah untuk mendesain ulang atau melakukan perbaikan setelah

mengevaluasi program pembelajaran yang telah dilaksanakan. Format RPP

sebagaimana tampak pada gambar 1.

Mata Pelajaran
Kelas
Semester
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator Kompetensi
Tujuan Pembelajaran
Tema/Materi
Strategi/Metoda
Pertemuan ke
Waktu
Rincian Tahapan Media dan
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Penilaian
Waktu Pembelajaran Sumber
Kegiatan Awal

Introduction

Connection

Kegiatan Inti

Application

Penutup

Reflexion

Extension

Kisi-kisi soal/Rubrik Penilaian Terlampir

Gambar 1 Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Sistem ICARE

10
KESIMPULAN

Dengan memadukan Active Learning dan Sistem ICARE, diharapkan para

guru akan terbantu dan mampu menyusun RPP dan melaksanakan pembelajaran

profesional seperti yang diisyaratkan dalam APKG 1 dan APKG II, sehingga

profesionalitas guru akan meningkat, sebagai implikasinya adalah potensi siswa

akan berkembang secara optimal seperti yang diharapkan dalam tujuan nasional

pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, S. 2005. Menjadi Komunitas Pembelajar. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Isjoni. 2007. Saatnya Pendidikan Kita Bangkit. Pustaka Pelajar , Yogyakarta.

Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Fokusmedia,


Bandung.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2003. Undang Undang Republik


Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Sinar Grafika, Jakarta.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2005. Undang Undang Nomor 14


Tahun 2004 Tentang Guru dan Dosen. Pusat Data dan Informasi
Pendidikan, Balitbang-Depdiknas, Jakarta.

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri


Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2007
tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Depdiknas On Line, Jakarta.

Mulyasa,E. 2007. Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. PT Remaja Rosdakarya,


Bandung.

Samani, M.2006. Mengenal Sertifikasi Guru di Indonesia. SIC dan Asosiasi


Peneliti Pendidikan Indonesia, Surabaya.

Sanjaya,W.2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

11
Silberman, Mel.1996. Active Learning. Allyn and Bacon A Simon and Schuster
Company Needham Heights, Massachusetts.

Silberman, Mel.2006. Active Learning. Nusa Media, Bandung.

Tung, KY. 2002. Simphoni Sedih Pendidikan Nasional. Abdi Tandur, Jakarta.

USAID Indonesia, DBE-3.2006. Teknologi Informasi Komunikasi untuk


Kehidupan, Pembelajaran dan Pekerjaan. DBE-3 Jakarta.

Yamin, M.2005. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Gaung Persada


Press, Jakarta.

Zaini,H.2004. Strategi Pembelajaran Aktif. Center for Teaching Staff


Development (CTSD). Yogyakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai