Anda di halaman 1dari 18

FRAKTUR

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas keringan baik total/maupun sebagian,
dimana terjadi kerusakan jaringan, perdarahan dan adanya spasme otot, penyebab
terjadinya adalah trauma dan ada juga sekunder terhadap penyakit (Barbara
Engram, 1993).

Fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik,
kekuatan dan sudut dari tulang tersebut, tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Silvia Prince, 1995).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya


kontuinitas jaringan tulang baik total/sebagian dimana disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik atau kekuatan.

2. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebab utama terjadinya fraktur adalah trauma, kecelakaan lalu lintas, olah
raga, dan latihan yang terlalu berat, kontribusi mal nutrisi juga akan
meningkatkan terjadinya fraktur.

b. Proses Penyakit
Faktor 4 penyebab utama/trauma

Trauma

Fraktur

Bengkak, deformitas, nyeri.

Trauma yang keras yang berbenturan dengan benda tumpul maupun tajam
dapat menyebabkan terjadinya fraktur, yang disertai gejala bengkak, deformitas
dan nyeri setiap fraktur akan didapati tiga akibat lanjut fraktur tadi.

c. Manifestasi Klinis
Tidak semua gejala ini terdapat secara bersamaan :
1. Nyeri tekan.
2. Deformities: angulasi dan pemendekan.
3. Mobilitas abnormal: tempat patah menjadi sendi palsu.
4. Bengkak.
5. Spasme otot.

d. Deskripsi Fraktur
Fraktur terbuka dan fraktur tertutup adalah istilah yang sering dipakai untuk
menietaskan fraktur. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus
oleh figmen tulang sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
Sedangkan fraktru terbuka adalah dimana kulit dan ekstremitas yang terlibat
telah ditembus.
e. Klasifikasi patah tulang:
1) Menurut keadaan fraktur :
- Fraktur complete yaitu pemisahan tulang menjadi 2 fragmen.
- Fraktur incomplet yaitu patah sebagian dari tulang.
- Fraktur simple atau dorse yaitu tulang patah kulit utuh.
- Fraktur komplikata yaitu tulang patah menembus kulit, tulang
terlihat.
- Fraktur tanpa perubahan posisi yaitu tulang patah, posisi pada
tempat yang abnormal.
- Committed fraktur tulang patah menjadi beberapa fragmen.
- Impacted fraktur sala hsatu tulang yang patah menancap pada
ujung yang lain.
2) Menurut garis tulang :
- Green stick, retak pada sebelah sisi dari tulang (sering terjadi pada
anak dengan tulang yang lembut).
- Transerxe patah yang menghilang.
- Oblique patah yang miring.
- Spiral patah tulang yang melingkari tulang.
- Comminuted.

3. Komplikasi
a. Syok dan perdarahan.
b. Trombo emboli karena mobilisasi dalam waktu lama.
c. Infeksi, dapat terjadi pada semua jaringan tubuh, yang akan mengganggu
sistem pertahanan tubuh hal ini disebabkan karena kerusakan jaringan
supervisial yang menyebabkan abses.
d. Hekrosis avaskuler disebabkan oleh aseptik, iskemik jaringan dan
osteonekrosis yang disebabkan oleh gangguan suplay darah tulang.
e. Delayed union, non union dan mal union adalah fraktur yang mengalami
penyembuhan luka lamanya ± 6 bulan setelah injuri.
f. Compartemen sindrom, mis kontraktur iskemik vokls mans dan carpaltoyspi
syndrom

4. Penatalaksanaan
a. Medis
1) Reduksi untuk memperbaiki kontuinitas tulang.
a) Reduksi tertutup : fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan
traksi manual memperbaiki kesejajaran.
b) Reduksi terbuka : dengan fiksasi internal digunakan sampai tulang
padat.
2) Penggantian endoprostetik.
a) Penggantian fragmen fraktur dengan alat logam terinplintasi.
b) Digunakan bila fraktur terganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan
adalah pengganti tulang.
3) Analgesik diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada
paska operasi.
4) Pembreian infeksi TT.
b. Keperawatan
- Penatalaksanaan kedaruratan dengan pembebatan fraktur di atas dan
dibawah sisi cedera memberikan kompres dingin dan
meningkatkan/meninggikan tungkai untuk menurunkan edema.
- Kontrol perdarahan dan memberi pengganti cairan untuk mencegah
syok.
- Traksi digunakan untuk fraktur tulang panjang.
- Fiksasi eksterna untuk menstabilkan fraktur kompleks dan terbuka
dengan penggunaan kerangka logam dan sistem pen.
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pada klien dengan fraktur akan didapati data :
a. Pemeriksaan fisik berdasarkan neurovaskular dari fraktur anggota gerak
menyatakan :
1. Nyeri pada lokasi fraktur terutama pada saat digerakkan.
2. Pembengkakan.
3. Pemendekatan ekstemitas yang sakit.
4. Paralisis (kehilangan daya gerak).
5. Angulasi ekstremitas yang sakit.
6. Chepitasi (sensasi kripik yang ditimbulkan bila mengalpasi patahan tulang).
7. Spasme otot.
8. Pralese (penurunan sensasi).
9. Pucat pada bagian distal disertai nadi tak ada pada lokasi fraktur bila aliran
darah arteri terganggu oleh fraktur.
b. Mengkaji riwayat imunisasi tetanus bila ada fraktur yang terbuka.
c. Kemampuan untuk melakukan aktivitas kebutuhan sehari-hari sebagai contoh:
mandi, toilet raning, makan, dan berpakaian (mengkaji).
d. Aktivitas istirahat, kehilangan fungsi efektif.
e. Sirkulasi : hipertensi (sebagai respon dari nyeri/luka) atau hipotensi (kehilangan
darah/pendarahan).
f. Saraf kehilangan pergerakan/kontraktur, otot spasme, ketakutan (parathesia).
g. Nyeri, nyeri yang tiba-tiba dari fraktur mungkin dapat lokal pada area jaringan
(tulang) yang mengalami kerusakan dapat mengakibatkan imobilitas, nyeri
tidak ada pada syaraf yang rusak.
h. Keamanan, adanya laserasi pada kulit, perubahan warna kulit.
i. Pemeriksaan diagnostik.
Foto sinar-X dari extremitas yang sakit dan lokasi fraktur.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul menurut Teori :


a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang.
b. Nyeri berhubungan dengan cidera pada jaringan lunak.
c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neuroxaskuler perifer berhubungan dengan
cidera vaskular langsung.
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan perturakan gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah.
e. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan neorovaskular.
f. Gangguan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pilem.
g. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
h. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang.
Tujuan : Mempertahankan stabilisasi dan posis fraktur.
Kriteria Hasil : - Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkat stabilisasi
pada sisi fraktur.
- Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur
dengan tepat.

Intervensi
- Pertahankan tirah baring/ekstremitas sesuai indikasi. Berikan
sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila bergerak/membalik.
R / : Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan
posisi/penyembuhan.
- Letakkan papan di bawah tempat tidur/tempatkan pasien pada
tempat tidur ortopedik.
R / : Tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang
masih basah.
Gips/Bebat.
- Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut, pertahankan posisi
netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan
trokanter, papan kaki.
R / : Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi
yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada
gips yang ada/kering.
- Tugaskan petugas yang cukup untuk membalikan pasien. Hindari
gangguan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips spika.
R / : Gips panggul/tubuh atau multipel dapat membuat berat dan tidak
praktis secara ekstremitas kegagalan untuk menyokong ekstremitas
yang di gips dapat menyebabkan gips patah.
Traksi
- Pertahakan posisi/integritas traksi.
R / : Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan
mengatasi ketegangan otot/pemendekan untuk memudahkan
posisi/penyaktuan. Traksi tulang (pengkawat tegangan)
memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk penarikan traksi
daripada digunakan untuk jaringan kulit.
Kolaborasi
- Kaji ulang foto/evaluasi
R / : Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/proses
penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan
perubahan/tambahan terapi.

b. Nyeri berhubungan dengan cidera pada jaringan lunak.


Tujuan : Menyatakan nyeri tulang.
Kriteria Hasil : - Menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas / tidur / istirahat dengan cepat.
- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan
aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Intervensi
- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat, traksi.
R / : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesehatan posisi tulang/jaringan
yang cidera.
- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
R / : Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan
menurunkan nyeri.
- Hindari penggunaan sprei/bantal plastik dibawah ekstremitas dalam
gips.
R / : Dapat meningkatkan ketidaknyamanan karena peningkatan produksi
panas dalam gips yang kering.
- Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokalisasi dan
karakteristik.
R / : Memberikan pilihan/pengawasan keefekfitan intervensi, tingkat
ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.
- Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cidera.
R / : Membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien dapat merasakan
kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.
- Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan.
R / : Memungkinkan pasien untuk siap mental untuk aktivitas, juga
memotivasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
- Berikan obat sebelum perawatan aktivitas.
R / : Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi.
- Dorong meningkatkan teknik manajemen stress, ex : relaksasi
progresif dan latihan napas dalam.
R / : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan
dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri,
yang mungkin menetap untuk periode lama.
Kolaborasi
- Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non narkotik.
R / : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan spasme otot.

c. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan


cidera vaskuler langsung.
Kriteria Hasil : Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan adanya rodi, kulit
hangat/kering.
Intervensi
- Adanya evaluasi/kualitas rod porifer distal terhadap cidera melalui
palpasi. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
R / : Penurunan/tak adanya rodi dapat menggambarkan cidera vaskuler
dan perlunya evaluasi medik segera terhadap sirkulasi.
- Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
R / : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik) warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial scanosis diduga adanya gangguan
vena.
- Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motor/sensori, minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan.
R / : Gangguan perasaan kebas, kecemutan, peningkatan/ penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
- Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput
antara ibu jari pertama dan kedua dan kaji kemampuan untuk dorsfleksi ibu
jari bila diindikasikan.
R / : Panjang dan posisi saraf perineal meningkatkan resiko cidera pada
adanya fraktur kaki.
- Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar/tekanan, selidiki
keluhan rasa terbakar di bawah gips.
R / : Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan/iskemia
menimbulkan kerusakan/rekrosis.
Kolaborasi
- Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi.
R / : Menurunkan edema/pembentukan hematoma yang dapat
mengganggu sirkulasi.

d. Resti terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


aliran darah.
Kriteria Hasil : Mempertahankan fungsi pernapasan adekuat, dibuktikan oleh
tidak adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernapasan dan GDA
dalam batas normal.
Intervensi
- Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya, perhatikan stridor dan
penggunaan otot bantu retraksi, terjadinya sianosis sentral.
R / : Takiphea dan dispnea perubahan dalam mental dan tanda dini
insupisrensi pernapasan dan mungkin adanya indikator terjadinya
emboli paru tahap awal.
- Auskultasi bunyi nafas, perhatikan adanya ketidaksamaan bunyi.
R / : Perubahan dalam/adanya bunyi oduentisius menunjukkan terjadinya
komplikasi pernapasan.
Contoh : atelektasis, pneumonia; emboli paru.
- Atasi jaringan cidera/tulang dengan lembut, khususnya selama
beberapa hari pertama.
R / : Meningkatkan/dapat mencegah terjadinya emboli lemak (terlihat pada
12/2 jam).
- Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk.
Reposisi dengan sering.
R / : Meningkatkan vertilisasi alveolar dan perfusi. Reposisi meningkatkan
drainase sekret dan menurunkan korgesti pada area paru dependen.
- Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi, stupor.
R / : Gangguan pertukaran gas/adanya emboli paru dapat menyebabkan
penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien.
Kolaborasi
- Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: seri GOA.
R / : Menurunkan Pa D2 dan peningkatan Pa Go2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas/terjadinya kegagalan.
- Hb, kalsium, IED, lipase serum, lemak, trombosit.
R / : Anemia hipokalsemia, peningkatan IED, dan kadar lipase, gelembung
lemak dalam darah/urine/sputum dan penurunan jumlah trombosit
sering berhubungan dengan emboli lemak.
- Berika nobat sesuai indikasi.
• Heparin dosis rendah
R / : Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya
pembekuan pada adanya tromboflebitis.
• Kortikosteroid
R / : Steroid telah digunakan dengan beberapa keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,


kerusakan neuromuskuler.
Tujuan : Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling
tinggi yang mungkin.
Kriteria Hasil : - Mempertahankan posisi/fungsional.
- Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh.
- Menunjukkan adanya teknik yang memampukan melakukan
aktivitas.

Intervensi
- Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cidera/pengobatan dan
perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
R / : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang
keterbatasan fisik aktula, memerlukan informasi/ intervensi
meningkatkan kesehatan.
- Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien/aktif
pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot, mempertahankan gerak sendi mencegah kontraktur / attopi
dan resopsi kalsium.
- Bantu / dorong perawatan diri / kebersihan, contoh : mandi,
bercukur.
R / : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol
pasien dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
- Berikan/bantu dalam mobilisasi dini dengan kursi roda, kruk,
tongkat, instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas.
R / : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (ex : flebitis) dan
meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. Belajar
memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk mempertahankan
mobilisasi optimal dan keamanan pasien.
- Awasi TD dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pusing.
R / : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama
dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kekeringan meja
dan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak).
- Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/nafas
dalam.
R / : Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernafasan.
- Dorong peningkatan masukan cairan samal 2000-3000 ml/hari.
R / : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius
pembentukan batu dan konstipasi.
Kolaborasi
- Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan rehabilitasi spesialis.
R / : Berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan.
- Lakukan program defekasi (pelurak feces, edema, laksatif).
R / : Dilakukan untuk meningkatkan evakuasi usus.

- Rukus keperawatan spesialis psikratik/ahli terapi sesuai indikasi.


R / : P/atau orang terdekat memerlukan tindakan intensif lebih untuk
menerima kenyataan kondisi/prognosis, mobilisasi lama, mengalami
kehilangan kontrol.

f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk, fraktur


terbuka.
Tujuan : Menyatakan ketidaknyamanan hilang.
Kriteria Hasil : - Menunjukkan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit /
memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
Intervensi
- Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin yang disebabkan oleh alat/pemasangan gips/bebat.
- Ubah posisi dengan sering.
R / : Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit.
- Observasi untuk potensial area yang tertekan.
R / : Tekanan dapat menyebabka ulserasi.
- Letakkan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan
tulang.
R / : Meminimalkan tekanan pada area ini.
Kolaborasi
- Gunakan tempat tidur busa.
R / : Karena mobilisasi bagian tulang lebih dari area yang sakit oleh gips
mungkin sakit karena penurunan sirkulasi.

g. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


Tujuan : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen, eri temo dan demam.
Kriteria Hasil : Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen, eri temo dan demam.
Intervensi
- Inspeksi kulit adanya iritasi atau cobekan kontiruitas.
R / : Pen/kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi,
kemerahan atau obrasi (dapat menimbulkan infeksi tulang).
- Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan
warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tidak enak/asam.
• Bantu klien teknik mobilisasi.
R / : Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien, pemindahan yang
tepat mencegah operasi kulit.
- Lakukan/bantu gerak pada sendi tak sakit.
R / : Pasien dengan penyakit degenerasi sendi dapat secara tepat
kehilangan fungsi sendi edema selama periode pembatasan.
• Dorong partisipasi aktivitas sehari-hari.
R / : Meningkatkan harga diri, meninggikan kontrol dan kemandirian.
Kolaborasi
- Konsul pada teorapi fisik/kejuruan, ahli rehabilitasi.
R / : Berguna dalam membuat program aktivitas (latihan individual). Pasien
dapat memerlukan bantuan lanjut dalam pergerakan, peregangan dan
aktivitas beban serta alat bantu contoh: walker, kruk, tongkat,
peninggalan dudukan kakus, dan mengangkat.

DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn E. et. all, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta, EGC.
Enggram Barbara, 1998, Perawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.
Prince Sylvia A. et. all, 1995, Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta, EGC.
Mansloer Arif, 2002, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 2, Jakarta, EGC.
Nettina Sandra M, 2003, Pedoman Praktek Keperawatan, Jakarta, EGC.

CIDERA KEPALA RINGAN

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Cedera kepala adalah cedera atau trauma yang langsung dan tidak langsung
mengenai kepala yang dapat menyebabkan fraktur dalam tulang tengkorak dan
cedera pada jaringan lunakyang dapat berupa kontusio, edema, hemoragia,
laserasi.

Tulang tengkorak yang fraktur dapat perhatian apabila disertai dengan depresi /
penekanan jaringan otak , kebocoran cairan serebospinal.

Akibat tersering dari trauma kepala adalah adanya penuurunan / kehilangan


kesadaran, kehilangan kesadaran biasanya berkaitan dengan adanya edema
serebral, hipoxia seluller dan adanya pebingkatan tekanan intrakranial.

2. Etiologi
Cedera kepala disebabkan oleh deselerasi / efek rotasi akibat dari pukulan pada
kepala. Mekanisme ini dapat menibulkan hilangnya kesadaran yang disertai oleh
kerusakan otak ataupun tanpa disertai kerusakan otak.

3. Tipe Cedera Kepala


a. Cedera Kepala terbuka
Cedera kepala jenis ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi duramater. Misalnya trauma kepala yang disebabkan oleh benda tajam
/ tembakan.
Macam – macam cedera kepala terbuka
1) Fraktur linier di daerah temporal
2) Fraktur yang melintang garis tengah
3) Fraktur di daerah basisi
4) Fraktur di daerah fosa anterior.
b. Cedera Kepala Tertutup
1) Gegar otak / commusio serebri
2) Memar otak / contusio serebri

4. Patofisiologi
Cedera kepala sering kali akan mengalami proses fisiologis dalam otak. Di dalam
otak energi yang dihasilkan melalui proses oksidasi dan otak tidak mempunyai
cadangan O2, jadi apabila terjadi penurunan aliran darah ke otak walaupun dalam
waktu relatif sengkat akan menyebabkan gangguan fungsi otak. Kebutuhan
glukosa di otak sebanyak 25 % akan terjadi gejala penurunan disfungsi serebral
dan apabila terjadi 20 mg akan menyebabkan koma, bila terjadi hipoxia dalam otak
proses ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah.

Dalam keadaan normal, cerebral blood flow ( CBF ) adalah 50 s/d 60 ml/mnt. 10 gr
jaringan otak yang berarti 15 % dan cardiac output, pembuluh darah akan
berkontraksi bila tekanan menurun. Persarafan simpatik dan parasimpatik tidak
begitu berpengaruh pada pembuluh darah arteri akan mempengaruhi aliran darah
bila PO2 aliran darah bertambah nyata ( vasodilatasi ).

Edema otak disebabkan oleh penumpukan cairan yang berlebihan dalam jaringan
otak. Edema yang disebabkan trauma adalah bentuk pasogenik, maka pembuluh
darah kapile akan robek sehingga timbul kemmatian otak ( iskemi infark nekrosis ).
Trauma kepala dapat pula menyebabkan gangguan fungsi metabolisme, penahan
natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Demikian yang terjadi
perubahan faktor kardiovaskuler, gastrointestinal, bila asam lambung meningkat.

5. Tanda dan Gejala


a. fase emergency
1) tanda eksternal / tampak
- laserasi
- memar
- hematoma
- keluar darah dari telinga
- keluar cairan serebrospinal dari telinga
- fraktur tulang tengkorak
2) status mental
- kesadaran menurun
- kejang
- disfungsi serebral
3) reflek batuk dan Gag
4) disfungsi Medula
5) disfungsi motorik
6) Gangguan sensori
7) Disfungsi cardio pulmonal
- Aritmia
- Hipertensi
- Nafas ireguler

b. Fase akut
1) Cedera ringan sampai sedang
- Hilang memori sesaat
- Sakit kepala
- Gangguan pendengaran
2) Tanda potensial yang berkembang ( kompilkasi yang serius )
- Perubahan kesadaran ( lebih 8 jam, GCS > 8 )
- Mual semakin hebat
3) Cedera sedang sampai berat
- Tidak sadar dalam waktu yang lama ( > 24 jam )
- Kejang
- Gangguan akibat kerusakan saraf kranial
- Edema otak peningkatan TIK
c. Fase Penyembuhan
- Sakit kepala
- Pusing
- Konsentrasi menurun
- Gangguan memori
- Insomnia
- Epilepsi

d. Post Koma
Tanda eksternal / tampak
- Tidur lebih lama
- Tingkah laku kompulsif
- Tidak interest terhadap lingkungan
- bicara sedikit

6. Penatalaksanaan Medis
a. Respiratory management
b. Oksigenasi
c. Pengobatan
- Diuretik
- Kortikosteroid
- Analgetik
d. Surgical Repair
e. Monitor TIK
f. Monitor Jantung
g. Management Cairan dan Elektrolit

7. Diagnosa yang mungkin muncul


a. Resti gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 yang tidak
adequate
Intervensi :
1) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai
GCS
2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
3) Mengobservasi TTV setiap 8 jam
4) Pertahankan kepala atau leher pada posisi netral dan hindari
pemakaian bantal besar pada kepala.
5) Kaji adanya refleks-refleks tertentu seperti menelan, batuk, babinsky dll
b. Resti terhadap tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler, kerusakan persepsi, obstruksi trakeobronkial.
Intervensi :
1) Monitor frekuensi, keadaan pernafasan ,catat ketidakberturan
pernafasan
2) Angkat kepala tempat tidur sesuasi aturan , posisi miring sesuai
indikasi.
3) Anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam dan efektif jika klien sadar
4) Pantau obat-obat depresan pernafasan example sedatif
c. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik
fisiologis
Intervensi :
1) Kaji rentan perhatian, kebingungan dan catat ketidak ansietas klien
2) Pertahankan bantuan yang konsisten oleh staf sebanyak mungkin
3) Kurangi stimulasi yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi
dan konfrontasi
4) Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan klien
d. Resti gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang tidak adequate
Intervensi :
1) Monitor dan catat status nutrisi klien, adanya perubahan turgor kulit,
tingkat kehilangan berat badan integritas membran mukosa mulut dan
mual.
2) Pastikan kebiasaan pola diet klien makanan yang disukai dan tidak
disukai.
3) Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan tinggi kalori tinggi
protein.
4) Anjurkan klien untuk membersihkan mulut sebelum makan
5) Dorong klien makan sedikit tapi sering
6) kolaborasi tentang pemberian therapi anti emetik
7) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian dietnya

e. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan agen pencedera


biologis
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri klien
2) Berikan lingkungan yang tenang pada klien.
3) dukung untuk menemukan posisi yang nyaman seperti kepala agak
dipinggirkan
4) berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara tepat
5) Kolaborasi dengan tim kes lain tentang pemberian analgetik
f. Resti infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka
Intervensi :
1) Berikan perawatan septik atau anti septik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
2) Lakukan perawatan luka ( ganti balutan ) sesuai indikasi.
3) Observasi daerah kulit yang mengalami luka jahitan dan catat adanya
tanda-tanda inflamasi.
4) Pantau suhu tubuh secara teratur dan catat adanya demam.
5) Pertahankan integritas kulit yang baik dan anjurkan untuk minum yang
adequate
6) Pantau hasil lab terutama leukosit.
7) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik
g. gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan perubahan fisiologis, konflik
fisiologis
Intervensi :
1) periksa kembali kemampuan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi
2) kaji derajat mobilisasi klien dengan menggunakan skala ketergantungan
3) letakan klien dalam posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena
tekanan dan ubah posisi kliebn minimal 2 jam

8. Evaluasi
a. Tidak terjadinya perubahan perfusi jaringan otak
b. Resiko tinggi tidak efektifnya pola nafas tidak terjadi
c. Tidak terjadi perubahan proses pikir
d. Kebuthan nutrisi dapat terpenuhi
e. Nyeri berkurang
f. Resiko infeksi dapat dihindari
g. Gangguan mobilisasi fisik tidak terjadi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan


edisi 2. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC .

Engram, Barbara , 1999. Medical Surgical Nursing Care Plans. Edisi 2. Jakarta. EGC.

Long, Barbara C . 1996. Perawatan Medical Bedah. Edisi 1,2,3. Jakarta .

Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Bedah. Edisi 8 Volume 3.
Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

SPONDILITIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Spondilitis adalah bagian spingiosa/inflamasi pada vertebrata yang ditandai
dengan vertebrata yang kaku akibat oksifikasi ligament yang terutama menyerang
sendi sakroiliaka dan sendi pada tulang belakang.
Spondilitis adalah radang ruas belakang (kamus kedokteran, Ed revisi 2002).

Adapun jenis-jenis spondilitis adalah:


a. Spon infestiosa
b. Spon muscular
c. Spon traumatic
d. Spon tuberkulosa
e. Spon tyosa

2. Etiologi
Penyebab pasti dari penyebab spondilitis tidak diketahui tetapi pada sebagian
besar pasien dengan ini memiliki antigen HLA-B-27+. Penyakit ini sering mengenai
laki-laki yang biasanya dimulai pada usia akhir remaja dan awal dewasa muda.

3. Manifestasi Klinis:
a. Nyeri punggung bawah
b. Pemeriksaan fisik adanya kifosis serfikalis
c. Pengembangan dada terbatas
d. Demam dan anemia
e. Adanya ureitis dan komplikasi CV
f. Arthritis perifer
g. Nyeri tekan pada sakroiliaka

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lab: biasanya LED meningkat, anemia, HL-A-B27+, factor rematik
b. Sinar-X vertebra: memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi,
osteoarthritis, scoliosis.
c. Computed tomography (CT): berguna untuk mengetahui penyakit yang
mendasari seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna
vertebralis.
d. Ultra sonografi: dapat mendiagnosa penyakitnya kanalis spinalis
e. Magneting resonance imaging (RMI): memungkinkan fisualisasi sifat dan lokasi
patologik kurang belakang.
f. Mielogram dan discogram: dilakukan untuk discus yang mengalami regenerasi
atau protrusi discus.
g. Fenogram epidural: mengkaji penyakit discus lumbalis yang memperlihatkan
adanya perbesaran vena epidural.
h. Elektromiogram (EMG) dan pemeriksaan hantaran saraf: digunakan untuk
mengevaluasi penyakit serabut saraf tulang belakang (radikulopati).

5. Penatalaksanaan
a. Nyeri punggung bisa hilang dengan sendiri dan akan semduh dalam
enam minggu dengan tirah baring, pengurangan stress, dan relaksasi.
b. Physiotherapy: untuk mengurangi nyeri dan spasme otot
Missal:
Terapi pendinginan (missal: dengan es), pemanasan sinar inframerah, kompres
lembab panas, gelombang ultra, diatermi, kolam beradak, dan fraksi.
c. Stimulasi saraf elektris transkutan (tens transcutanecuse electrical
nerve stimulation): untuk peredaran nyeri non infatif yang dapat dibawa
kemana-mana dehingga pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas dalam
aktifitas dengan nyaman tanfa obat.
d. Latihan peningkatan motalitas, kekuatan otot dan kelentura: latihan
hiperekstensi akan memperkuat otot parafertebralis, latihan fleksi
meningkatkan kekuatan dan gerakan punggung, latihan fleksi rometrik
memperkuat otot batang tubuh.
e. Penyokong punggung bawah dapat dipakai untuk membatasi
gerakan tulang belakang untuk mengoreksi postur, dan mengurangi stress
pada tulang lumbal bawah.

B. Asuhan Kperawatan

1. Pengkajian
a. Nyeri tekan pada sakroiliaka
b. Nyeri punggung bawah
c. Terjadi xiposis cerfikalis
d. Demam, anemia
e. Pemeriksaan lab: Led meningkat, factor rheumatoid, HLA B27+

2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan rasa Nyman: nyeri berhubungan
dengan inflamasi pada vertebrata yang ditandai dengan kaku pada vertebrata
akibat oksifikasi.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri, spasme otot, dan berkurangnya kelunturan
c. Kurang pengetahuan berhungan dengan tehnik
mekanika tubuh melindungi punggung.
d. Perubahan kinerja pasien berhubungan dengan
gangguan mobilitas dan nyeri kronik.

3. Intervensi keperawatan
a. DX I
1). Anjurkan tirah baring dan ubah posisi untuk memperbaiki fungsi
lumbal
2). Ajarkan tehnik relaksasi napas dalam
3). Ajarkan tehnik distraksi missal: membaca, bercakap-cakap,
menonoton TV
4). Massage jaringan lunak dengan lembut untuk mengurangi spasme
otot, memperbaiki peredaran darah, mengurangi pembendungan, dan
mengurangi nyeri.
b. DX II
1). Kaji klien saat berdiri dan bergerak
2). Lakukan perubahan posisi dengan perlahan dan dengan bantuan
3). Ajarkan pasien cara turun dari tempat tidur untuk mengurangi rasa
nyeri
4). Anjurkan pasien untuk beraktifitas sesuai kemampuan atau
kebutuhan misalnya: berbaring, duduk, berjalan dalam waktu yang dapat
ditoleransi atau sesuai kebutuhan klien
c. DX III
1). Ajarkan pasien cara berdiri, duduk, berbaring dan mengangkat barang
denganbenar
2). Anjurkan pasien tidur dalam posisi miring dengan lutut dan pinggul ditekuk
atau terlentang dengan lutu disangga dalam posisi fleksi
d. DX 4
1). Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari klien

4. Evaluasi
a. Istirahat dengan nyaman
b. Mengubah posisi dengan nyaman
c. Mengalami peredaan nyeri melalui penggunaan modalitas fisik, tehnik
psikologis dan meditasi.
d. Kembali beraktifitas secara bertahap
e. Menghindari posisi yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan
spasme otot
f. Merencanakan istirahat baring sepanjang hari
g. Perbaikan postur
h. Mengganti posisi sendiri untuk meminimalkan stress pada punggung
i. Memperlihatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik
j. Berpartisispasi dalam program laihan
k. Menggunakan tehnik mengahdapi masalah untuk menyesuaikan diri
dengan situasi stress
l. Dapat meminimalkan ketergantungan pada orang lain untuk perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Bedah. Edisi 8 Volume 3.
Jakarta.Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Keperawatan dan Dokumentasi


Keperawatan edisi 2. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :


EGC .

Engram, Barbara , 1999. Medical Surgical Nursing Care Plans. Edisi 2. Jakarta.
EGC.

Long, Barbara C . 1996. Perawatan Medical Bedah. Edisi 1,2,3. Jakarta .

OSTEOMIELITIS

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Osteomielitis adalah:
- lesi inflamasi dari infeksi bakteri pada tulang
- hasil dari infeksi bakteri pada tulang

Pembagian osteomielitis lazim


a. Osteomielitis primer: yang logis terjadi pada tulang itu sendiri. Contoh
trauma -infeksi
b. Osteomielitis sekunder: berasal dari bagian tubuh lainnya
1) Osteomielitis hematogen akut:
Kebanyakan terdapat pada anak dengan insiden tinggi pada usia sekolah,
focus infeksi mulai terjadi di daerah metafisis dan dapat menyebar ke dua
jurusan:
a) Masuk ke dalam mielum, menyebar ke seluruh tulang
b) Menuju korteks menembus lapisan korteks lalu meluas ke subkutan
dan dapat menjadi fistel ke permukaan kulit.
c) kea rah sendi sehingga terjadi arthritis septic
Gambaran klinis dari osteomielitis hematogen akut
a) Riwayat trauma
b) Sendi membengkak
c) Keadaan local: tanda-tanda radang
d) Tidak dapat menggerakan sendi
e) KU: lab: leukositosis, anemia, LED meningkat
f) X-ray: tidak menunjukan adanya kelainan baru tampak pada minggu
pertama
2) Osteomielitis kronik
Merupakan tahap lanjut dari osteomielitis akut yang tidak tertegakan
diagnosanya atau yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat pada
saat akut

2. Etiologi
a. Osteomielitis merupakan hasil dari bakteri pada tulang seperti:
staphilacocus aurens, salmonella, mycobacterium.
b. Virus ; lesi pada metafisis dan lain-lain

Patogenesis:
Konsekuensi perubahan pada osteomielitis sebagai berikut:
a. Bakterimia sekejap. Contoh staphilacocus aurens
b. Fokus dari inflamasi akut pada metafisis tulang panjang
c. Nekrosis fragmen tulang membentuk skueter
d. Apabila tidak diobati terbentuk sinus, pembuangan nanah ke permukaan
kulit melalui kloaka.
Pemeriksaan yang dilakukan:
Darah: Leukositosis
LED meningkat
Pemeriksaan kultur; dapat memastikan infeksi baketeri apa?
Penatalaksanaan: antibiotic sesuai bakteri
3. Patofisiologi
Staphilacocus aurens merupakan penyebab 70-80% infeksi tulang organisme
patologik lainnya yang sering dijumpai pada osteomielitis mendapat proteus
pseudomonas dan escherchiacoli terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi
penicillin, nasokomial, gram negative dan anaerob.

Awitan osteomielitis setetalh pembedahan orthopedic dapat terjadi dalam tiga


bulan (akut fulminal stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma / infeksi superficial. Infeksi awitan lambat (stadium II) terjadi antara 4-24
bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium III) biasanya akibat
penyebaran hematogen yang terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Pembentukan darah terjadi pada tingkat tersebut, mengakibatkan iskemia dan
nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan tekanan dan medulla infeksi
kemudian berkembang ke kapasitas medularis dan ke bawah periosteum dan
dapat menyebar.

4. Pencegahan
a. Pemberian antibiotic provilaksis
b. Pencegahan infeksi
c. Teknik perawatan luka pasca operasi aseptic
d. Rontgen: tampak ada pus yang banyak tertutup oleh penutup tulang
yang baru dilakukan insisi/pembedahan.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Nyeri local
b. Pembengkakan
c. Erythema
d. Therapy kortikosteroid jangka panjang
e. Cidera, infeksi, bedah ortopedi
f. Cairan purulen
g. Demam
h. Lansia
i. DM

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasidan pembengkakan
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyer, alat imobilisasi dan
keterbatasan, beban BB
c. Resti perluasan infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang
d. Kurang pengetahuan mengenai program pengobatan

3. Intervensi
a. Peredaan nyeri
b. Perbaikan mobilitas fisik
c. Mengontrol proses infeksi
d. Penkes pada lansia tentang perawatan di rumah

Anda mungkin juga menyukai