Anda di halaman 1dari 4

HIDROTHERAPY: BERSUCI DENGAN AIR

Di mana saja ditemukan air mengalir


Di sana akan ditemukan kehijauan
Ketika ditemukan air mata yang tercurah
Maka ditemukan pula rahmat melimpah
Jadilah seperti orang yang dibebani tangisan air mata
Membasah sehingga tumbuhlah tanah-tanah hijau di tanah lapang ruhmu
Bila engkau menginginkan air mata
Maka bertemanlah dengan orang mengucurkan air mata
Bila engkau ingin rahmat
Maka sayangilah orang-orang yang lemah

Melalui sya’ir di atas, Jalaluddin Rumi (2003: 145) memakai air sebagai kiasan
kehidupan sekaligus menjelaskan pesan al-Qur’an: agar mempersedikit tertawa dan
memperbanyak tangisan (al-Taubah ayat 82). Bukan karena cengeng, kita menangis.
Tangisan kita adalah akibat pengetahuan kita tentang dunia yang fana dan
membandingkannya dengan akherat yang abadi. Tangisan kita bisa menolong orang-
orang yang lemah, karena kita sangat merindukan sorga. Tangisan kita juga bisa
menjadi kekuatan dalam melawan kejahatan, karena kita takut siksa neraka. Dengan
tangisan, kita melihat dunia sebagai cobaan dan kesengsaraan, bukan kenikmatan,
apalagi keabadian. Melalui tangisan, kita menemukan kehidupan yang sebenarnya.
Seraya menangis, kita meneteskan air mata, yakni air mata kehidupan.
Air mata dan mata air merupakan sumber kehidupan. Air mata mengalir dalam jiwa,
sedangkan mata air membasahi tubuh. Air mata bermuara dalam hati dan pikiran,
sementara mata air menggenangi kepala dan wajah. Demikian ini adalah gambaran
bersuci dalam Islam. Secara jasmani, kita membasuh tubuh kita dengan air, agar
kuman, bakteri, virus, dan sumber penyakit lainnya bisa hilang. Tidak hanya itu,
tubuh kita pun menjadi lebih bugar, wajah kita semakin bersih, dan kepala kita pun
makin segar. Secara rohani, kita membersihkan dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh
tubuh kita: dosa dari mulut dibersihkan dengan berkumur; dosa penciuman dengan
menghisap air ke hidung; dosa pandangan mata dengan membasuh wajah; dosa dari
ulah tangan dengan membasuhnya; dosa dari pikiran dengan mengusap kepala; dosa
pendengaran dengan membasuh kedua telinga; dosa ulah kaki dengan membasuh
kedua kakinya. Ada Hadits yang bisa dijadikan dalil untuk pemikiran tersebut.
“Dari ‘Abdullah al-Shunaji, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apabila
seorang hamba mukmin berwudlu’, lalu ia berkumur, maka semua kesalahan keluar
dari mulutnya. Ketika ia menghisap air ke hidung, maka semua kesalahannya keluar
dari hidungnya. Ketika ia membasuh wajahnya, maka semua kesalahannya keluar dari
wajahnya, hingga keluar dari bawah rambut matanya. Ketika ia membasuh kedua
tangannya, maka semua kesalahannya keluar dari kedua tangannya, hingga keluar dari
bawah jari-jari kedua tangannya. Ketika ia mengusap kepalanya, maka semua
kesalahannya keluar dari kepalanya, hingga keluar dari kedua telinganya. Ketika ia
membasuh kedua kakinya, maka semua kesalahannya keluar dari kedua kakinya,
hingga keluar dari jari-jari kakinya”. (Malik bin Anas, t.t.: 52-53)
Meskipun kita menyucikan anggota luar tubuh, namun hati dan pikiran kita harus
mengiringinya dengan persepsi penyucian dosa. Ketika kita membasuh kedua tangan,
Anda harus merasakan bahwa Anda sedang membasuh kotoran dosa Anda yang
dilakukan tangan Anda. Penyertaan penyucian rohani saat penyucian jasmani
membuat jiwa kita semakin tenang, kecerdasan semakin tajam, dan emosi bisa
diredam. Bersuci dengan air dapat menyehatkan jasmani dan rohani, sebagaimana
ungkapan kita saat berdoa setelah berwudlu.

‫أشهد أن لإله إل ال وحده ل شريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسوله‬


‫اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين واجعلني من عبادك الصالحين‬

“Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, satu-satunya
Tuhan. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi
Muhammad SAW adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku
termasuk orang-orang yang bertaubat. Jadikanlah aku termasuk orang-orang bersuci.
Jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang shaleh”.

Syari’at Islam memerintahkan penggunaan air saja dalam bersuci, baik dari najis
maupun dari hadats. Jika Anda mandi junub dengan air saja –tanpa sampo, sabun,
atau apapun- maka mandinya tetap sah. Lantai yang terkena najis juga cukup
membasuhnya dengan air saja, meski tanpa bahan kimia apapun, selama bau, warna,
dan bentuk najisnya telah hilang. Bersuci tanpa dengan air diperbolehkan oleh Islam
bila dalam keadaan memaksa, seperti tayammum (bersuci dengan menggunakan debu
karena kondisi tidak ada air). Begitu pentingnya penggunaan air dalam bersuci
menggelitik kita untuk mengetahui lebih jauh tentang kedahsyatan air.
Semua makhluk hidup mengandung air. Tanpa air, makhluk hidup akan kering dan
mati. Manusia memerlukan air untuk anggota tubuh bagian dalam dengan
meminumnya serta bagian luar dengan menyiraminya ke permukaan kulit. Jika tidak
minum air, manusia akan merasa kehausan. Jika kulitnya tidak disiram air, manusia
juga akan merasa kelesuan. Dalam penelitian Masaru Emoto, doktor di bidang
pengobatan alternatif lulusan Open International University dan Yokohama Municipal
University, setiap benda memiliki hado, yaitu energi yang lembut yang ada pada
semua hal. Semua yang ada di alam semesta ini bergetar pada frekwensi yang unik.
Maka jika manusia memancarkan hado kebahagiaan, alam semesta akan merespon
dengan kebahagiaan pula. Ada tiga kata kunci untuk memahami hado: frekuensi,
resonansi, dan kemiripan. Penulis buku The Hidden Messages in Water, The True
Power Of Water, dan The Secret Life of Water ini menyimpulkan, bahwa hado dari
suatu jenis suara tertentu memiliki efek doa dalam penyembuhan. Air yang diberi
ucapan-ucapan suci dapat berfungsi sebagai obat yang bisa membunuh kuman dan
bakteri. Sebaliknya, air yang diberi ucapan-ucapan kotor juga bisa mengandung
kuman dan bakteri yang menimbulkan aneka penyakit. Hasil penelitian ini
membenarkan tindakan para ulama yang mengobati orang sakit dengan perantaraan
air. Air tersebut diberi doa-doa khusus seraya meniupkannya ke dalam air, selanjutnya
diminumkan kepada orang yang sakit. Sejatinya, praktek para ulama ini hanya
mengikuti sahabat Nabi SAW yang menyembuhkan sakitnya seorang kepada suku.
Sahabat Nabi SAW ini hanya menggunakan surat al-Fatihah sebagai doa yang
ditiupkan pada air yang akan diminum oleh kepala suku. Saat tiba di Madinah,
praktek sahabat Nabi Saw ini dilaporkan kepada Nabi SAW oleh Abu Sa’id al-
Khudry dan dibenarkan oleh Nabi SAW.(al-Bukhari, t.t.: VI: 103-104)
Dalam terapi psikologis, air dapat efektif dalam menurunkan depresi dan stres.
Menurut teori Simon Barueh (1820-1921), air memiliki daya penenang jika suhu air
sama dengan suhu kulit. Daya penenang ini dinamakan hidroterapi. Apabila suhu air
lebih tinggi atau lebih rendah, maka ia akan memberikan efek rangsangan.Ada banyak
tehnik penggunaan air sebagai terapi, antara lain: berendam di kolam air, mengguyur
tubuh dari atas dengan shower, memandang air terjun, memandang gelombang air
laut, membiarkan tubuh dibasahi air hujan, berenang, tidur di bantal air, melihat ikan
hias berenang di aquarium, memukul air di kolam sekeras-kerasnya, dan
mendengarkan bunyi air yang mengalir. Terapi air ini dikemukakan al-Qur’an dalam
surat al-Anfal ayat 11,
11. (ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman
daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan
kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan
dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu).

Ayat di atas mengandung pesan bahwa rasa kantuk adalah ketenteraman. Orang yang
sulit tidur (insomnia) sangat menderita. Begitu pula, air juga bermanfaat untuk
bersuci, terapi kejiwaan yang menghilangkan energi negatif, menumbuhkan energi
positif, serta terapi tubuh lewat basuhan telapak kaki. Nabi SAW juga pernah
mengajarkan penggunaan air sebagai terapi menurunkan marah atau emosi,
sebagaimana riwayat Abu Dawud (hadits nomor 4784) yang diceritakan oleh Abu
Wail al-Qashsh.
“Kami masuk ke dalam kediaman ‘Urwah bin Muhammad bin al-Sa’diy. Lalu ada
seorang laki-laki yang bercakap-cakap dengannya hingga membuatnya marah.
Kemudian ia berdiri lalu berwudlu’. Setelah kembali dari berwudlu’, ia bercerita,
“Ayahku pernah menceritakan hadits kepadaku. Hadits itu diceritakan oleh kakekku,
‘Athiyyah, kepada ayah. Kata ayah, “Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
kemarahan itu dari syetan. Sebenarnya syetan telah diciptakan dari api. Api hanya
bisa dipadamkan dengan air. Karenanya, apabila salah satu di antara kalian sedang
marah, maka hendaklah ia berwudlu’”.(Abu Dawud, t.t.: IV: 249)
Dalam surat al-Anbiya’ ayat 30, ada penggalan ayat: “Kami telah menjadikan segala
sesuatu yang hidup dari air (‫”)وجعلنا من الماء كل شيء حي‬. Terkait dengan ayat tersebut,
Ibnu Katsir (1997: III: 187) menampilkan sebuah riwayat dari Abu Hurairah RA yang
berkata kepada Nabi SAW, ”Wahai Nabi Allah, bila aku melihat Anda, mataku
menjadi tenang dan hatiku menjadi senang, ceritakanlah kepadaku mengenai segala
sesuatu”. Nabi SAW menjawab, “Segala sesuatu telah diciptakan dari air”. “Ceritakan
kepadaku lagi mengenai suatu perkara yang jika aku mengerjakannya dapat membuat
aku masuk sorga”, tanya Abu Hurairah RA. Nabi SAW menjawab, “Sebarkanlah
salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan, beribadahlah di malam
hari saat orang lain tidur, kemudian masuklah ke sorga dengan damai”. Ketika
menafsirkan ayat tersebut, M. Quraish Shihab (2004: 81) mencatat,
“Ini berarti segala yang hidup membutuhkan air; pemeliharaan kehidupan segala
sesuatu adalah dengan air. Kebenaran pernyataan Tuhan ini telah terbukti melalui
penemuan lebih dari satu cabang ilmu pengetahuan. Sitologi (ilmu tentang susunan
dan fungsi sel) misalnya, menyatakan bahwa air adalah komponen terpenting dalam
pembentukan sel yang merupakan suatu komponen pada setiap makhluk hidup, baik
hewan maupun tumbuhan. Sedang Biokimia menyatakan bahwa air adalah unsur yang
sangat penting pada setiap interaksi dan perubahan yang terjadi di dalam tubuh
makhluk hidup. Air dapat berfungsi sebagai media, faktor pembantu, bagian dari
proses interaksi, atau bahkan hasil dari sebuah proses interaksi itu sendiri. Sedangkan
Fisiologi menyatakan bahwa air sangat dibutuhkan agar masing-masing organ dapat
berfungsi dengan baik. hilangnya fungsi itu akan berarti kematian”
Meskipun manfaat air tidak diragukan lagi, namun air juga bisa membahayakan bila ia
telah tercemar serta kelestarian lingkungannya tidak diindahkan. Menurut Syari’at
Islam, hukum asal dari air adalah suci dan dapat menyucikan (thahir-muthahhir). Nabi
SAW bersabda, “Sesungguhnya air itu bisa menyucikan sehingga tidak ada sesuatu
yang membuatnya najis”. Hadits ini merupakan jawaban dari pertanyaan Abu Sa’id
al-Khudry mengenai keadaan air sumur Bidlo’ah yang dijadikan tempat sampah oleh
warga sekitar (al-Turmudzi, 1994: I: 128: Hadits Nomor 66). Jenis air semacam ini
selalu berasal dari alam yang masih belum terjamah (al-ma’ al-muthlaq), seperti: air
hujan, air sumur, air embun, air sumber, air sungai, dan air laut. Manakala air ini
merupakan bekas bersuci (al-ma’ al-musta’mal) atau air panas karena sinar matahari
(al-ma’ al-musyammas), maka air demikian ini makruh digunakan. Penyakit menular
lewat dari jenis air ini serta adanya penyakit kulit lainnya bisa menjadi alasan rasional
dari kemakruhan ini. Perubahan air dari jenis asal tersebut selalu disebabkan oleh ulah
manusia. Perubahan ini menurut ulama Fikih ada dua jenis. Pertama, air yang telah
berubah akibat percampuran dengan sesuatu yang suci. Ia masih dikatakan sebagai air
–tepatnya benda cair-, namun bukan air yang bisa menyucikan. Kopi, susu, dan
sejenisnya termasuk kategori jenis air ini. Kedua, air najis, baik dzatnya yang najis
(najis) maupun air itu berubah karena terkena najis (mutanajis). Dengan teknologi
penyulingan, air yang telah berubah dapat dirubah lagi sebagaimana bentuk asalnya.
Meski demikian, perubahan hasil rekayasa tidak sejernih jenis air yang masih alami.
Oleh karena itu, demi mendapatkan kejernihan dan kesucian air, kita diharuskan
melestarikan kebersihan lingkungan dan menjaga ekosistemnya.

Anda mungkin juga menyukai