Anda di halaman 1dari 38

KONDUKSI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

a. Menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap


k, dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi stedi dan tak
stedi.
b. Menghitung koefisien kontak.

1.2 Teori Dasar

Jika pada suatu benda terdapat gradien suhu, akan terjadi perpindahan energi
berupa kalor dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Salah
satu cara perpindahan energi ini melalui mekanisme yang disebut konduksi atau
hantaran. Konduksi dapat diartikan sebagai transmisi energi (panas) dari satu bagian
padatan yang bersuhu tinggi ke bagian padatan lain yang kontak dengannya dan
memiliki suhu lebih rendah.

Makalah Praktikum POT 1


KONDUKSI

Gambar 1.1. Mekanisme konduksi

Besarnya perpindahan kalor sebanding dengan gradien suhu yang dinyatakan


dalam persamaan:

q ∂T

A ∂X (1.1)

Apabila konstanta proporsionalitas dimasukkan dalam persamaan tersebut, didapat:

∂T
q=− k A
∂X (1.2)

Persamaan di atas disebut hukum Fourier tentang konduksi kalor. Pada

∂T
persamaan di atas, q menyatakan laju perpindahan kalor dan ∂X merupakan
gradien suhu ke arah perpindahan kalor. Konstanta k melambangkan konduktivitas
termal benda, sedangkan tanda minus diberikan untuk memenuhi hukum kedua
termodinamika yaitu kalor berpindah ke tempat yang suhunya lebih rendah.

Makalah Praktikum POT 2


KONDUKSI

Gambar 1.2. Visualisasi dari proses konduksi pada logam

Untuk konduksi kalor satu dimensi dapat digunakan persamaan

∂T ∂ ∂T ∂T ∂T
−kA
∂T
∂x
+qAdx=ρ cA
∂T
∂τ
dx− A k +
[k
∂ x ∂x ∂ x
dx ∂ k
∂x ∂x ( )
+q= ρc
∂τ] ( ) (1.3)

Sedangkan untuk aliran kalor tiga dimensi, kita perlu memperhatikan kalor
yang dihantarkan ke dalam dan ke luar satuan volume dalam tiga arah kordinat.
Dengan menggunakan neraca energi akan didapat persamaan:

∂ k ∂T + ∂ k ∂T + ∂ k ∂ T +q=ρc ∂ T
( ) ( ) ( )
∂x ∂x ∂ y ∂ y ∂z ∂z ∂τ (1.4)

atau dapat ditulis

2 2 2
∂ T ∂ T ∂ T q 1 ∂T
+ + + =
∂ x 2 ∂ y 2 ∂ z 2 k α ∂τ (1.5)

Dalam persamaan di atas, besaran  menyatakan difusifitas termal atau


kebauran termal bahan. Makin besar nilai , makin cepat kalor membaur di dalam
bahan tersebut. Satuan dari difusifitas termal adalah m2/s.

Makalah Praktikum POT 3


KONDUKSI

Perpindahan kalor konduksi dibagi menjadi dua macam, yaitu konduksi keadaan
tunak dan tak tunak. Pada konduksi keadaan tunak, suhu tidak berubah terhadap
waktu. Namun, jika suhu benda berubah terhadap waktu atau jika ada sumber kalor
(heat source) dan sumur kalor (heat sink), konduksi yang terjadi adalah konduksi tak
tunak.

1.2.1. Konduksi keadaan tunak


Apabila tidak ada pembangkitan panas di dalam benda, maka persamaan hukum
Fourier dapat diintegrasikan , sehingga diperoleh:

k A
q=− T −T
ΔX ( 2 1 ) (1.6)

Jika konduktivitas termal merupakan fungsi suhu, dimana k = k0 (1 + βT), maka


persamaan aliran kalor menjadi:

k0 A β
q=−
Δx [( T 2 −T 1 ) + T −T
2 ( 22 12 ) ] (1.7)

Gambar 1.3. Perpindahan kalor satu dimensi melalui dinding komposit

Pada sistem yang terdiri dari beberapa bahan seperti pada gambar, aliran kalor dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Makalah Praktikum POT 4


KONDUKSI

T 2 −T 1 T −T 2 T −T 3
q=−k A A =−k B A 3 =−k C A 4
Δx A ΔxB Δx C
T 1 −T 4
q=
Δx A Δx B Δx C
+ +
kA A kB A kC A (1.8)

1.2.2. Konduksi keadan tak tunak


Dalam proses pemanasan atau pendinginan yang bersifat transien, yang
berlangsung sebelum terjadinya kesetimbangan, analisisnya harus menggunakan
persamaan-persamaan untuk keadaan tak tunak.

Pada keadaan tak tunak berlaku:

∂2 T 1 ∂T
=
∂ x2 α ∂ x (1.9)

Sebagai contoh, untuk konduksi keadaan tak tunak pada benda padat semi tak
berhingga dengan fluks kalor tetap berlaku:

ατ
T −T i =
2q 0
kA
√ π
exp
−x 2
( )
4 ατ

q0 x
kA
1−erf
x
(
2 √ ατ ) (1.10)

Pada pembahasan di atas sempat disinggung beberapa besaran yang berkaitan


dengan perpindahan kalor konduksi, yaitu konduktivitas termal dan tahanan kontak
termal. Berikut akan diberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kedua besaran
tersebut.

1.2.3. Konduktivitas termal

Makalah Praktikum POT 5


KONDUKSI

Gambar 1.4. Perpindahan panas konduksi

Konduktivitas termal merupakan besaran yang menyatakan kemampuan suatu


bahan dalam menghantarkan kalor secara konduksi. Pada umumnya, nilai
konduktivitas termal ini sangat tergantung pada suhu. Bila perubahan k merupakan
fungsi linier terhadap perubahan suhu, maka hubungan tersebut dapat ditulis:

k =k 0 (1+ βT ) (1.11)

Satuan dari konduktivitas termal adalah Watt/moC atau BTU/hour.Ft.oF

1.2.4. Tahanan kontak termal


Apabila dua benda padat dihubungkan satu sama lain dan perpindahan panas
hanya dalam arah aksial, maka akan terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba pada
perbatasan kedua bahan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya tahanan kontak
termal. Tahanan kontak termal merupakan akibat dari ketidaksempurnaan kontak
antara kedua bahan, sehingga terdapat fluida yang terperangkap di dalamnya.

Makalah Praktikum POT 6


KONDUKSI

Gambar 1.5. Penurunan suhu pada permukaan kontak benda padat 2 akibat tahanan kontak termal

Ada dua faktor yang mempengaruhi perpindahan kalor pada sambungan,


yaitu:

- konduksi antara zat padat dengan zat padat pada titik-titik singgung

- konduksi melalui gas yang terkurung pada ruang-ruang kosong yang terbentuk
karena persinggungan tersebut. Hal ini yang merupakan tahanan utama pada aliran
kalor, karena konduktivitas gas sangat kecil bila dibandingkan dengan
konduktivitas zat padat.:

Untuk lebih jelas deskripsi aliran kalor melalui sambungan bisa dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 1.6. Model kekasaran sambungan untuk analisis tahanan kontak termal

Makalah Praktikum POT 7


KONDUKSI

Aliran kalor melintasi sambungan dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai
berikut:

T 2 A−T 2 B T 2 A −T 2 B T 2 A −T 2 B
q= +k f A v =
Lg Lg Lg 1
+ hc A
2 k A AC 2 k B AC (1.12)

dimana:

Ac = bidang kontak

Av = bidang lowong

Lg = tebal ruang lowong

kf = konduktivitas termal fluida

hc = tahanan kontak termal

Persamaan umum dengan menerapkan neraca energi pada kedua bahan, karena
merupakan gabungan antara 2 bahan maka aliran kalor disetiap titik ialah sama
maka:

T 1 −T 2 A T 2 A−T 2 B T2 B T 3
q=k A A = =k B A
Δx A 1/hc A Δx B (1.13)

Dengan melihat kepada sambungan tadi dimana terjadi perpindahan kalor secara
konduksi dapat dinyatakan dalam persamaan perpindahan kalor secara konveksi.
Secara matematis dinyatakan sebagai berikut:

Q konveksi AB = Qkonduksi pada bidang yang kontak + Q konduksi gas-gas pada bidang yang tidak kontak

Makalah Praktikum POT 8


KONDUKSI

T 2 A−T 2 B T 2 A−T 2 B T 2 A −T 2 B
k gabungan . A c k f Ar
1/hc A = Δx + Δx 1

(1.14)

Dimana:

1 1 1
= +
k gabungan k A kB (1.15)

k A kB
k gabungan=
k A +k B (1.16)

∆x = tebal bidang yang kontak, diasumsikan tebal bidang ini adalah ½ dari jarak
ruang yang kosong antara 2 logam tersebut (seperti yang terlihat pada gambar2
) = Lg/2

∆x1= tebal bidang kosong = jarak anatara dua logam = Lg

Dengan memberi tanda Ac untuk bidang kontak dan Av untuk bidang lowong maka
persamaan diatas menjadi:

T 2 A−T 2 B k A kB T 2 A −T 2 B T 2 A−T 2 B
. Ac k f Ar
1/hc A = k A +k B Lg /2 + Lg
(1.17)

1 k A kB 1 1
. Ac k f Ar
1/h c A = k A +k B Lg /2 + Lg
(1.18)

1 2(k A + k B ). A c
hc A= Lg ( kA kB
+k f Ar
)
(1.19)

maka didapatkan persamaan koefisien kontak sebagai berikut :

Makalah Praktikum POT 9


KONDUKSI

1 2(k A + k B ) A c A
hc = Lg ( kA kB
.
A
+k f r
r A )
(1.20)

dengan satuan W/m2 oC.

BAB II

PERCOBAAN

Makalah Praktikum POT 10


KONDUKSI

2.1. Prosedur Percobaan

a. Memeriksa jaringan air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi,


periksa apakah air pendingin mengalir ke dalam alat dengan membuka kran
pengontrol.
b. Mengalirkan alir pendingin dengan laju sangat kecil.
c. Menghubungkan kabel ke sumber listrik.
d. Memasang milivoltmeter, set mV meter pada penunjuk mV, DC.
e. Meng-ON-kan saklar utama dan unit 1/2 dan 3/4.
f. Menset heater unit 1/2 pada angka 5 dan unit 3/4 pada angka 400.
g. Mengamati suhu tiap node 1 s/d 10 setiap 5 menit untuk unit 2 dan 3.
h. Menghentikan pengamatan apabila suhu node 10 telah tidak berubah
suhunya pada 3 kali pengamatan.

2.2 Instrumentasi

Pada percobaan konduksi ini digunakan alat ScottThemal Conduction System


Model 9051. Adapun gambar alat sebagai berikut:

Gambar 2.1. Peralatan konduksi

Adapun komponen utama sistem ini ialah sebagai berikut :

a. Unit berbentuk tubular yang terinsulasi, terdiri dari bagian tengah yang berupa
tube furnace bersuhu 1850 0F yang memanaskan 2 batang stainless steel yang
hanya terpisah sedikit jaraknya. Batang- batang stainless steel ini masing-masing
terhubung pada serangkaian logam. Sebelah kiri berhubungan dengan tembaga-

Makalah Praktikum POT 11


KONDUKSI

batang besi. Sebelah kanan berhubungan dengan alumunium lalu batang


magnesium. Tiap susunan batang ujungnya berakhir pada suatu heat sink yang
didinginkan oleh fluida pendingin. Heat sink ini digunakan untuk mengatur dan
mengukur fluks panas yang melalui terminal cross section batangan itu.
b. Konduktor dengan variabel area dan konstan area yang masing-masing disusun
secara vertikal dan dipanaskan oleh hot plate 700 0F dan bagian atasnya berujung
pada suatu heat sink yang didinginkan oleh fluida pendingin. Semua pemanas
dan elemen penghantar diselubungi oleh suatu jaket insulasi.
c. Termokopel Chromel – Alumel yang diinsulasi kaca. Termokopel ini diletakkan
pada 10 titik kritis pada konduktor-konduktor diatas dan pada inlet dan outlet
heat sink. Semua dihubungkan pada sepasang terminal melalui suatu kotak
penghubung yang memiliki switch selektor individual dan group sehingga dengan
cukup sebuah potensiometer yang dihubungkan , pembacaan dari seluruh titik
yang dipasangkan termokopel itu dapat dilakukan semau kita.
d. Power circuit 115 V AC dengan kontrol on/off untuk setiap sumber kalor

Sedangkan untuk lebih jelasnya untuk masing-masing percobaan pada alat ini
ialah sebagai berikut :

Percobaan unit 1 dan 2

Gambar 2.2. Skema alat unit 1

Makalah Praktikum POT 12


KONDUKSI

Pada percobaan 1 dan 2 dititikberatkan pada perpindahan panas melalui


logam-logam yang bervariasi, tahanan dan interface. Penjelasan mengenai bagian
dalam bisa dilihat dalam ilustrasi sebagai berikut:

Gambar 2.3. Skema alat unit 2

Untuk komponen alatnya dideskripsikan sebagi berikut:

a. Tube Furnace
Bekerja sebagai AC-operated. Temperatur operasi maksimum yang aman untuk
furnace ini adalah 18500F. Untuk menghitung neraca panas alat atau furnace
loses, input listrik dapat diukur dengan menghubungkan voltmeter dan
amperemeter kekontak pada bagian belakang furnace.

b. Susunan batang logam


Untuk kondisi panas dari zona temperatur tinggi didalam furnace menuju kedua
sisi alat, digunakan 2 batang stainless steel yang distabilkan. Material ini menjaga
keseragaman dan kondisi permukaan yang tahan lama. Hal ini penting karena
kebanyakan panas yang memasuki batang ditransmisikan dari elemen pemanas
secara langsung dengan radiasi. Serta setiap perubahan kondisi interface
batangan setelah beberapa kali operasi akan mempengaruhi pengukuran.
Selanjutnya , kedua stainless steel bar ini diberi sedikit jarak untuk mencegah
batangan stainless steel itu menjadi heat sink bagi batangan lainnya.

Untuk alat 1 : batangan terdiri daristainless steel-tembaga-baja karbon

Untuk alat 2 : batangan terdiri daristainless steel-alumunium-magnesium

c. Pengukuran suhu

Makalah Praktikum POT 13


KONDUKSI

Pengukuran suhu digunakan termokopel seperti yang telah disebutkan pada


bagian komponen utama. Semua termokopel diletakkan pada titik-titik yang perlu
untuk pengukuran.

d. Pengukuran fluks panas


Pengukuran fluks panas dapat dilakukan pada heat sink yang ada.

e. Insulasi
Furnace, batangan serta heat sink diselubungi oleh insulasi untuk menghindari
kehilangan panas konveksi yang besar sehingga alat dapat sensitif untuk
pengukuran dengan temperatur range yang rendah.

Percobaan unit 3 dan 4

Pada percobaan unit 3 dan 4 kita menghitung perpindahan panas dengan


konduktor yang seragam dengan memvariasikannya dengan luas penampang yang
berbeda. Untuk unit 3 dan 4 menggunakan konduktor tembaga. Deskripsi alat bisa
dilihat pada gambar sebagi berikut:

Gambar 2.4. Skema alat unit 3

Pada alat 3 luas penampang konduktor bervariasi dengkan pada alat 4 luas
penampang konduktor dibuat konstan. Adapun komponennya sebagai berikut :

a. Hot plate-type heat sources (2)

Makalah Praktikum POT 14


KONDUKSI

Input listrik maksimum adalah 750 watt

b. Fluks panas melalui batang silinder dengan luas permukaan yang meningkat dari
bawah ke atas (tapered bar) serta fluks panas melalui batangan silinder dengan
luas permukaan yang seragam.
c. Pada batangan silinder dengan luas yang seragam, densitas fluks panas konstan
per unit area sepanjang batangan. Pada tapered bar, densitas fluks panas semakin
keatas semakin berkurang (karena luas semakin keatas semakin besar)
d. Pengukuran suhu
Sepuluh termokopel yang diletakkan di pusat tiap batang pada posisi
tertentu(pada tiap node) memungkinkan pengukuran suhu.

BAB III
PENGOLAHAN DATA

Pada percobaan, praktikan menggunakan unit 2 dan 3 saja.

3.1. Unit 2

3.1.1. Hasil Pengamatan


T air T air
Nod T1 T2
dx (m) T1 (oC) T2 (oC) T avg (oC) keluar keluar
e (mV) (mV)
(oC) (oC)
1 0.183 8.381 9.008 237.75 253.31 245.53 29.5 28.5
2 0.025 5.203 5.612 158.87 169.02 163.95 29 28.6
3 0.057 2.544 2.794 92.88 99.08 95.98 28.8 28.8
4 0.045 2.288 2.432 86.52 90.10 88.31 28.7 28.5
5 0.045 1.935 2.086 77.76 81.514 79.64 28.5 28.5
6 0.045 1.633 1.779 70.27 73.89 72.08 28.7 28.9
7 0.035 1.130 1.199 57.78 59.49 58.64 28.7 28.9
8 0.027 0.854 0.883 50.93 51.65 51.29 28.9 28.8

Makalah Praktikum POT 15


KONDUKSI

9 0.045 0.578 0.599 44.08 44.60 44.34 28.6 28.8


10 0.045 0.302 0.300 37.23 37.186 37.21 28.9 28.6

3.1.2. Perhitungan

Diketahui:

Node 1-2 = stainless steel

Node 3-6 = aluminium

Node 7-10 = magnesium

Basis = 1 sekon

Q = 9x10-7 m3/s
m = 9x10-4 kg/s
A = 7.9x10-4 m2
Cp = 4200 J/(kgoC)
Ac/A = 0.5
Lg = 5x10-6
T air masuk = 29 oC

T node dihitung sebagai berikut:

T node = 24.82( mV ) + 29.74

Untuk menghitung nilai k menggunakan rumus:

mC p ( T out water avg−T ¿water ) dx


k= (3.1)
Ad T avg

T node T air T air


Nod dx dT1 dT2 dT avg
avg A masu keluar k k avg
e (m) (oC) (oC) (oC)
(oC) k rata-rata
1-2 0.02 78.87 84.28 81.58 204.74 0.0007 29 28.9 0.15
0.15
5 9
3-4 0.04 6.35 8.98 7.67 92.14 0.0007 29 28.7 98.98 163.0

Makalah Praktikum POT 16


KONDUKSI

5 9
4-5 0.04 8.76 8.58 8.67 83.97 0.0007 29 28.55 224.6
5 9 4 3
5-6 0.04 7.49 7.61 7.55 75.86 0.0007 29 28.65 165.4
5 9 7
7-8 0.02 6.85 7.84 7.34 54.96 0.0007 29 28.825 104.3
7 9 5
8-9 0.04 6.85 7.04 6.94 47.82 0.0007 29 28.775 154.2 159.8
5 9 2 7
9-10 0.04 6.85 7.42 7.13 40.77 0.0007 29 28.725 221.0
5 9 4

 Nilai k stainless steel literatur = 73 W/moC

Kesalahan literatur = |73−0.15


73 |
x 100 % = 99.7 %

 Nilai k aluminium literatur = 202 W/moC

Kesalahan literatur¿|202−163.03
202 |x 100 %=19.3 %
 Nilai k magnesium literatur = 158.24 W/moC

Kesalahan literatur = |158.24−159.87


158.24 |x 100 %=1.03 %
Menghitung nilai hc dengan menggunakan persamaan
1 Ac 2 k A k B Av
h c= ( + k)
Lg A k A+ kB A f

Nilai k untuk tiap logam yang berdekatan digunakan nilai-nilai k dari hasil
perhitungan di atas dengan Lg=5x10-6, sedangkan kf yang merupakan konduktifitas
fluida dalam ruang kosong diabaikan karena dianggap fluida yang terperangkap
dalam ruang kosong adalah udara sehingga harga kf terlalu kecil dibandingkan kA dan
kB.

Untuk memperoleh nilai hc literatur, kita gunakan harga k literatur.


 hc percobaan stainless steel - aluminium = 29972.42 W/m2 oC
 hc literatur stainless steel – aluminium = 10724363.6 W/m2 oC

Makalah Praktikum POT 17


KONDUKSI

Kesalahan literatur = |10724363.6−29972.42


10724363.6 |x 100 % = 99.72 %
 hc percobaan aluminium - magnesium = 16143453.76 W/m2 oC
 hc literatur aluminium - magnesium = 17746213.6 W/m2 oC

Kesalahan literatur = |17746213.6−16143453.76


17746213.6 |x 100 % = 9.03 %

Grafik k vs T node average


250

200 f(x) = − 8.22 x + 553.25 f(x) = − 13.78 x + 1265.46


R² = 0.99 R² = 0.99
Aluminium
150
Linear (Aluminium)
Magnesium
k

100 Linear (Magnesium)

50

0
30 40 50 60 70 80 90 100
T node average

Dari grafik didapat

Aluminium

k = k0 + k0βT

y = a + bx

a = k0 = 1265

b = k0β = - 13.78

maka β = - 0.011

Makalah Praktikum POT 18


KONDUKSI

Magnesium

k = k0 + k0βT

y = a + bx

a = k0 = 553.2

b = k0β = - 8.22

maka β = - 0.015

3.2. Unit 3

3.2.1. Hasil Pengamatan

T air
T air
dx T1 T2 T avg kelua
Node T1 (oC) T2 (oC) keluar
(m) (mV) (mV) (oC) r
o
(oC)
( C)
1 0.025 3.148 3.143 107.87 107.74 107.81 30 30
2 0.025 2.698 2.694 96.70 96.60 96.65 30 30
3 0.025 2.261 2.267 85.85 86.01 85.93 30.1 30
4 0.025 1.903 1.915 76.97 77.27 77.12 30 30
5 0.025 1.585 1.587 69.07 69.12 69.10 30 30
6 0.025 1.316 1.325 62.40 62.62 62.51 30 30
7 0.025 1.063 1.065 56.12 56.17 56.14 30 30
8 0.025 0.837 0.847 50.51 50.76 50.63 30 30
9 0.025 0.641 0.639 45.64 45.59 45.62 30 30
10 0.025 0.468 0.468 41.35 41.35 41.35 30 30

3.2.2. Perhitungan
Diketahui:

Basis 1 sekon

Makalah Praktikum POT 19


KONDUKSI

m = 1.95x10-3 kg/s
Cp = 4200 J/(kg oC)
T air masuk 29 oC
T air rata-rata keluar = 30 oC

T node dihitung sebagai berikut:

T node = 24.82( mV ) + 29.74

Untuk menghitung nilai k menggunakan rumus (3.1) yaitu

mC p ( T out water avg−T ¿water ) dx


k=
Ad T avg

T T air
dT
Nod dx dT1 dT2 node T air kelua
avg A avg k k avg
e (m) (oC) (oC) avg masuk r rata-
(oC)
(oC) rata
1-2 0.025 11.16 11.14 11.15 102.2 0.0006570 29 30 27.9 26.92
3 4 3
2-3 0.025 10.84 10.59 10.72 91.29 0.0007638 29 30 24.9
5 9
3-4 0.025 8.88 8.73 8.81 81.52 0.0008787 29 30 26.4
1 4
4-5 0.025 7.89 8.14 8.01 73.11 0.0010016 29 30 25.4
3 9

Makalah Praktikum POT 20


KONDUKSI

5-6 0.025 6.67 6.50 6.58 65.80 0.0011325 29 30 27.4


9 3
6-7 0.025 5.61 5.41 5.51 53.39 0.0012716 29 30 29.2
1 2
7-8 0.025 5.60 5.41 5.51 53.39 0.0014186 29 30 26.1
9 9
8-9 0.025 4.49 5.16 4.82 48.13 0.0015738 29 30 26.9
1 4
9-10 0.025 4.29 4.24 4.26 43.49 0.0017369 29 30 27.6
9 1

dari literatur didapat nilai k = 385 W/moC

maka kesalahan literatur = |385−26.92


385 |x 100 %=93 %

Grafik K vs T node average


30
29
28
27 f(x) = − 0.02 x + 28.25
26 R² = 0.09
k

25
24
23
22
40 50 60 70 80 90 100 110
T node average

Dari grafik didapat

k = k0 + k0βT
y = a + bx

Makalah Praktikum POT 21


KONDUKSI

a = k0 = 28.24

b = k0β = - 0.019

maka β = - 0.000672

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Percobaan

Makalah Praktikum POT 22


KONDUKSI

Percobaan konduksi dalam praktikum ini mempunyai dua tujuan, yaitu


menghitung koefisien perpindahan panas logam dan pengaruh suhu terhadap k,
dengan menganalisa mekanisme perpindahan panas konduksi stedi dan tak stedi,
serta menghitung koefisien kontak. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, maka
praktikan melakukan percobaan terhadap unit 2 dan 3 yang terdapat dalam perangkat
peralatan percobaan. Data yang diamati ialah berupa suhu air masuk yang hanya
diukur pada saat awal praktikum saja, suhu air keluaran dan suhu terukur T (mV)
oleh termokopel dari tiap – tiap node untuk dua macam unit tersebut (untuk unit 2
diukur per 5 menit, sedangkan untuk unit 3 diukur per 1 menit), di mana setiap unit
ada 10 node.
Percobaan dimulai dengan pengarahan dari asisten mengenai langkah –
langkah percobaan dan data apa saja yang akan diambil. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahan dalam penggunaan alat dan agar data percobaan yang
diperoleh akurat dan presisi. Selanjutnya, praktikan melakukan percobaan pertama
terlebih dahulu, yakni percobaan terhadap unit 2, dimana bahan logam yang
digunakan pada unit 2 adalah baja/stainless steel (node 1-2), aluminium (node 3-6)
dan magnesium (node 7-10). Dengan mencari nilai koefisien perpindahan panas dari
ketiga bahan logam tersebut dan membandingkannya, percobaan pertama dapat
digunakan untuk memenuhi tujuan pertama dari percobaan ini sehingga praktikan
dapat mempelajari pengaruh jenis bahan logam terhadap kemampuan logam tersebut
dalam menghantarkan panas secara konduksi yang ditunjukkan oleh nilai koefisien
perpindahan panasnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan menurut Hukum
Fourier, yaitu besarnya kalor yang ditransmisikan ke suatu titik sebanding dengan
konduktivitas termal material, luas penampang, dan gradien suhu serta berbanding
terbalik dengan jaraknya dari sumber kalor.
∂T
q=−kA (4.1)
∂x
Pada bagian ujung alat unit 2, yakni di ujung logam baja/stainless steel
dihubungkan suatu pemanas listrik dengan arus DC sehingga terdapat gradien suhu
di mana suhu pada ujung baja/stainless steel tersebut menjadi lebih tinggi daripada
bagian logam lainnya lainnya. Gradien suhu itulah yang merupakan driving force
untuk terjadi perpindahan kalor dari logam yang satu ke bagian logam lainnya.
Perpindahan kalor tersebut terjadi antara molekul-molekul dalam logam tersebut

Makalah Praktikum POT 23


KONDUKSI

dimana ketika ujung baja/stainless steel dipanaskan, molekul pada bagian logam
tersebut bergerak lebih cepat dan bertumbukan dengan molekul – molekul terdekat di
sebelahnya (seperti diketahui bahwa susunan atom/molekul pada benda padat amat
rapat) dan molekul – molekul di sebelahnya menumbuk molekul di sebelahnya lagi,
dan begitu seterusnya. Molekul-molekul yang bertumbukan ini mentransfer sebagian
energi ke molekul-molekul lainnya itu berupa energi kalor dan terjadilah fenomena
yang disebut dengan perpindahan kalor secara konduksi.
Selain itu, pada unit 2 peralatan percobaan tersebut terdapat tiga jenis bahan,
di mana ketiga logam tersebut saling disambungkan satu sama lain dengan urutan
dapat dilihat pada skema alat pada Gambar 4.1.

1 – 2: Baja / 3 – 6: 7 – 10:
Stainless Steel Aluminium Magnesium

Gambar 4.1. Unit 2


Seperti telah diketahui bahwa apabila dua benda padat saling disambungkan
dan perpindahan panas hanya dalam arah aksial, maka fluks kalor yang melewati dua
jenis logam dalam percobaan ini akan terhanbat dan mengakibatkan penurunan suhu
secara tiba – tiba pada bidang kontak logam kedua. Hal ini disebabkan oleh suatu
ketidaksempurnaan kontak antara kedua bidang benda tersebut sehingga terdapat
fluida yang terperangkap di dalam ruangan yang kosong antara kedua benda
sehingga menimbulkan adanya tahanan kontak termal. Maka dari itu, praktikan juga
perlu menganalisa mengenai koefisien kontak dan bagaimana pengaruhnya terhadap
perpindahan panas konduksi pada percobaan pertama ini. Selain itu, terjadinya
tahanan kontak termal pada fenomena konduksi juga dipengaruhi oleh faktor
kekasaran antara dua permukaan benda yang dapat mengakibatkan terbentuknya
celah udara yang sempit. Pada daerah yang sempit tersebut, resistansi elektrik
menjadi begitu berpengaruh. Konduksi melalui kontak antar logam sangat efektif,

Makalah Praktikum POT 24


KONDUKSI

akan tetapi konduksi yang melalui celah udara tidak efektif karena udara memiliki
nilai konduktivitas termal yang kecil sehingga fluks kalor yang melewati dua jenis
bahan yang berbeda tersebut akan terhambat dan menyebabkan penurunan suhu yang
tiba-tiba pada bidang logam yang kedua.
Untuk percobaan kedua, praktikan melakukan percobaan terhadap unit 3,
yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh luas permukaan bidang kontak terhadap
kemampuan logam dalam menghantarkan panas secara konduksi. Unit 3 yang
digunakan dalam percobaan ini tersusun atas jenis bahan yang sama, yaitu tembaga,
dan juga memiliki luas penampang yang sama. Berbeda dengan percobaan pertama
di mana praktikan mempelajari pengaruh nilai koefisien perpindahan
panas/konduktivitas termal berdasarkan jenis bahan logam terhadap besar kalor yang
dipindahkan secara konduksi, pada percobaan kedua yang dinalisa ialah pengaruh
jarak antar node dengan sumber kalor dan luas penampang terhadap besar kalor yang
dipindahkan secara konduksi. Luas penampang batang tembaga semakin besar
seiring bertambahnya jarak dari sumber kalor. Oleh karena itu, Unit 3 yang
digunakan dalam percobaan ini tersusun atas jenis bahan yang sama, yaitu tembaga,
sehingga konduktivitas termal tetap sebagai fungsi suhu dan tidak berpengaruh
dalam perhitungan nilai kalor yang dipindahkan. Berdasarkan hukum Fourier,
besarnya fluks kalor berbanding terbalik dengan luas penampang.
Pada kedua percobaan di atas, prosedur yang dilakukan hampir sama.
Pertama-tama, menyalakan alat, dengan milivoltmeter sudah disambungkan pada
peralatan konduksi dan menset mV meter pada penunjuk mV, DC, serta kran
pengontrol untuk laju air pendingin masuk dan keluar peralatan konduksi telah diatur
sebelumnya oleh asisten. Air pendingin tersebut dialirkan dengan laju yang kecil,
karena apabila laju air pendingin terlalu besar, maka jumlah kalor yang diserap akan
terlalu besar nilainya sehingga praktikan akan sulit mengamati perubahan suhu tiap
node. Hal ini berkaitan dengan asas black, yakni di mana kalor yang dilepaskan
sama dengan kalor yang diterima. Selanjutnya, mengatur unit dan node yang ingin
diamati dengan memutar tombol/saklar unit selector dan thermocouple selector, lalu
mengamati perubahan suhu di node tersebut dengan melihat nilai yang terukur pada
temperature recorder yang tersambung dengan milivoltmeter. Termokopel di sini
berfungsi sebagai sensor panas untuk mengetahui penyebaran perpindahan kalor

Makalah Praktikum POT 25


KONDUKSI

yang terjadi dalam bentuk nilai suhu dalam miliVolt yang kemudian dikonversi ke
dalam satuan suhu. Sedangkan suhu air keluaran dapat diukur dengan menggunakan
termometer, yaitu dengan menampung air yang keluar dari selang unit yang sedang
diambil datanya dalam beaker glass dan menunggu selama lima menit untuk
percobaan pertama dan selama satu menit untuk percobaan kedua, supaya suhu air
keluaran maupun suhu node sudah stabil karena distribusi suhu telah merata tiap
node sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Pengambilan data suhu pada tiap
node dan suhu air keluaran dilakukan sebanyak dua kali yaitu data pertama diperoleh
dengan mengukur suhu pada node dari node 1 ke 10, sedangkan data yang kedua
diperoleh dengan cara sebaliknya yaitu diukur dari node 10 ke 1. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat, sehingga bila terdapat
kesalahan data yang diperoleh dari thermocouple, maka dapat diambil nilai rata-rata
dari dua kali pengamatan. Suhu rata-rata itulah yang akan digunakan sebagai data
suhu pada tiap node dalam perhitungan.

4.2 Analisis Data, Hasil Perhitungan, dan Grafik

4.2.1 Unit 2
T air T air
Nod T1 T2 T2
dx (m) T1 (oC) o
T avg (oC) keluar keluar
e (mV) (mV) ( C)
(oC) (oC)
1 0.183 8.381 9.008 237.75 253.32 245.54 29.5 28.5
2 0.025 5.203 5.612 158.87 169.03 163.95 29 28.6
3 0.057 2.544 2.794 92.88 99.09 95.98 28.8 28.8
4 0.045 2.288 2.432 86.52 90.10 88.31 28.7 28.5
5 0.045 1.935 2.086 77.76 81.51 79.64 28.5 28.5
6 0.045 1.633 1.779 70.27 73.89 72.08 28.7 28.9
7 0.035 1.130 1.199 57.78 59.49 58.64 28.7 28.9
8 0.027 0.854 0.883 50.93 51.65 51.29 28.9 28.8
9 0.045 0.578 .0599 44.08 44.60 44.34 28.6 28.8
10 0.045 0.302 0.300 37.23 37.18 37.21 28.9 28.6

Data setelah diolah:

Makalah Praktikum POT 26


KONDUKSI

dT T node T air
Nod dx dT1 dT2 T air
avg avg A keluar k k avg
e (m) (oC) (oC) masuk
(oC) (oC)
1-2 0.02 78.8 84.2 81.5 204.74 0.0007 29 28.9 0.15
0.15
5 7 8 8 9
3-4 0.04 6.35 8.98 7.66 92.14 0.0007 29 28.7 98.98
5 9
4-5 0.04 8.76 8.58 8.67 83.977 0.0007 29 28.55 224.6 163.0
5 9 4 3
5-6 0.04 7.49 7.61 7.55 75.86 0.0007 29 28.65 165.4
5 9 7
7-8 0.02 6.85 7.84 7.34 54.96 0.0007 29 28.82 104.3
7 9 5 5
8-9 0.04 6.85 7.05 6.94 47.82 0.0007 29 28.77 154.2 159.8
5 9 5 2 7
9-10 0.04 6.85 7.42 7.13 40.77 0.0007 29 28.72 221.0
5 9 5 4

Dilihat dari data di atas, dapat diamati bahwa suhu air pendingin keluaran yang
terukur pada untuk unit 2 mengalami perubahan yang tidak terlalu signifikan
selisihnya dengan suhu air pendingin masuk di awal, begitu juga dengan selisih suhu
air pendingin keluaran pada node yang satu dengan node yang lainnya dari node 1 –
10. Namun, pada unit 3 pun terjadi hal yang serupa, bahkan suhu air keluaran pada
tiap node yang terjadi cenderung konstan dan hampir tidak ada perbedaan karena
waktu pengamatannya pun lebih singkat, yakni hanya 1 menit saja. Meskipun begitu,
nilainya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu air keluaran pada unit 2.
Adapun, pada percobaan ini, perlu diketahui bahwa praktikan
mengasumsikan bahwa nilai heat loss diabaikan pada perpindahan kalor secara
konduksi yang terjadi. Hal ini dilakukan untuk mempermudah perhitungan yang akan
dilakukan. Padahal dalam kenyataan sebenarnya tentunya terdapat heat loss (kecuali
bila sistem alat diinsulasi/diisolasi secara sempurna, namun hal ini sulit untuk
dilakukan) dan bila praktikan memperhitungkan nya, maka nilai k yang diperoleh
pastinya akan lebih akurat.
Selain itu, untuk node 1-2, yakni untuk logam baja/stainless steel dapat dilihat
bahwa nilai T node nya cukup besar bila dibandingkan node-node lainnya, hal ini

Makalah Praktikum POT 27


KONDUKSI

bukan dikarenakan kemampuan menghantar panasnya paling tinggi, namun karena


letak pemanas berada di ujung logam tersebut sehingga perpindahan kalor bermula
dari ujung logam tersebut dan memungkinkan suhu langsung menaik akibat kalor
yang diterima logam dari pemanas.
Percobaan pertama terhadap unit 2 ini bertujuan menghitung koefisien
perpindahan panas logam atau nilai konduktivitas termal (k) pada tiga jenis logam
berbeda, yakni baja/stainless steel dari node 1-2, alumunium dari node 3-6 dan
magnesium dari node 7-10. Nilai k dihitung berdasarkan asas black dimana kalor
yang diterima air untuk menaikkan suhunya dianggap sama dengan kalor dilepas
logam sehingga nilai k dapat dicari dengan mengolah data suhu air pendingin dan
suhu setiap node pada logam yang terukur oleh termokopel.

Asas Black

Q lepas = Q terima

m. Cp air. DT air = k. A. DT / Dx

Nilai ∆Tair ditentukan dari selisih Tair masuk dan Tair . Sedangkan, nilai T
keluar

setiap node yang masih dalam satuan mV harus dikonversi ke dalam satuan suhu,
yakni derajat Celcius dengan persamaan berikut :

T node = 24.82( mV ) + 29.74

Selain itu, untuk mendapatkan nilai k, berikut ini variabel – variabel yang
digunakan dalam perhitungan :

Q (laju alir massa air pendingin) = 9x10-7 m3/s


m (massa air) = 9x10-4 kg/s
A (luas permukaan logam) = 7.9x10-4 m2
Cp (kalor jenis air) = 4200 J/(kgoC)
Ac/A = 0.5
Adapun nilai k yang dihitung ialah nilai k antar dua node pada masing-masing
logam, misalnya untuk baja/stainless steel k pada node 1-2 ; alumunium k pada node
3-4, 4-5, 5-6; magnesium k pada node 7-8, 8-9, 9-10 sehingga untuk aluminium dan

Makalah Praktikum POT 28


KONDUKSI

magnesium terdapat tiga buah nilai k pada yang nilainya kemudian dirata – ratakan.
Nilai k dapat dihitung dengan persamaan :

mC p ( T out water avg−T ¿water ) dx


k=
Ad T avg

Oleh karena terdapat perbedaan antara k percobaan yang dihitung dengan


rumus di atas dengan nilai k literatur, maka praktikan juga perlu menghitung nilai
kesalahan literatur yang menunjukkan besar penyimpangan nilai k yang terjadi
berdasarkan rumus berikut ini :

k literatur −k percobaan
Kesalahan literatur = | k literatur| x 100 %

Besar penyimpangan nilai k tersebut perlu dihitung untuk menilai hasil percobaan
baik atau tidak dan hal ini berguna untuk percobaan berikutnya lebih baik lagi.

Selain menghitung konduktivitas termal, pada percobaan terhadap unit 2 ini


juga dilakukan perhitungan nilai koefisien kontak termal (hc) percobaan yang terjadi
pada perpindahan kalor antar logam dengan menggunakan persamaan:

1 Ac 2 k A k B Av
h c= ( + k)
Lg A k A+ kB A f

di mana nilai k untuk tiap logam yang berdekatan digunakan nilai-nilai k dari hasil
perhitungan di atas dengan Lg=5x10-6, sedangkan kf yang merupakan konduktifitas
fluida dalam ruang kosong diabaikan karena dianggap fluida yang terperangkap
dalam ruang kosong adalah udara sehingga harga kf terlalu kecil dibandingkan kA dan
kB. Untuk memperoleh nilai hc literatur, kita dapat menggunakan harga k literatur.

Selanjutnya, dapat diplot grafik linier k vs. Tnode avg dan dengan pendekatan linear
menggunakan metode least square, maka nilai β dapat dihitung. Persamaan linear
yang terdapat dalam grafik, yaitu:

k = k0 + k0βT

y = a + bx

Makalah Praktikum POT 29


KONDUKSI

a = k0

b = k0β

maka β = b/a

di mana nilai k yang digunakan adalah k dari perhitungan sebelumnya.

Berikut ini adalah hasil perhitungan dan grafik untuk percobaan pertama terhadap
unit 2:

Jenis Logam k percobaan k literatur Kesalahan Literatur


Baja/stainless steel 0.15 73 99.7%
Aluminium 163.03 202 19.3%
Magnesium 159.87 158.24 1.03%
Dengan satuan dari k adalah W/moC .

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dibandingkan nilai konduktivitas termal


(k) untuk baja/stainless steel, aluminium, dan magnesium sehingga dapat diketahui
pengaruh jenis bahan logam terhadap kemampuan menghantar panasnya, di mana
semakin besar nilai konduktivitas termalnya, maka semakin besar kemampuan bahan
tersebut untuk menghantarkan panas. Berdasarkan nilai k yang diperoleh dari
percobaan maupun literatur, k aluminium > k maagnesium > k baja/stainless steel.
Hal ini berarti logam aluminium mampu menghantarkan panas paling tinggi di antara
dua logam lainnya, sedangkan logam baja/stainless steel merupakan logam yang
kemampuannya dalam menghantarkan panasnya paling rendah. Meskipun urutan
nilai k percobaan dan literatur dari ketiga logam tersebut sesuai, namun masih
terdapat kesalahan literatur yang terjadi, yakni untuk baja/stainless steel sebesar
99.7%, untuk aluminium 19.3%, dan untuk magnesium 1.03%. Kesalahan literatur
terbesar terjadi pada baja/stainless steel dan kesalahan literatur terkecil terjadi pada
magnesium. Hal ini disebabkan karena letak pemanas berada di ujung logam
baja/stainless steel sehingga perpindahan kalor bermula dari ujung logam tersebut
dan memungkinkan suhu langsung menaik akibat kalor yang diterima logam dari
pemanas (jaraknya paling dekat dengan sumber kalor). Hal ini dapat dilihat dengan T
node yang terukur paling besar untuk baja/stainless steel. Oleh karena itu, hal ini
berakibat pada nilai konduktivitas termal yang dihitung jauh lebih kecil dari literatur,

Makalah Praktikum POT 30


KONDUKSI

yakni 0.15 W/moC sedangkan literatur menunjukkan sebesar 73 W/m oC. Sedangkan
untuk logam – logam selanjutnya, suhu lonjakan lebih stabil dan karena letaknya pun
tidak terlalu dekat dengan pemanas, maka penyimpangan yang terjadi pun tidak
terlalu besar. Akan tetapi, karena masih ada kesalahan literatur yang lebih dari 10%
(untuk baja/stainless steel dan aluminium). menunjukkan bahwa data percobaan yang
diambil oleh praktikan masih belum sepenuhnya akurat dan presisi.

Sambungan Logam hc percobaan hc literatur Kesalahan Literatur


Baja/stainless steel - 29972.42 10724363.6 99.72%
aluminium
Aluminium - magnesium 16143453.76 17746213.6 9.03%

Jenis Logam β
Aluminium -0.011
Magnesium -0.015

Nilai koefisien kontak (hc), baik dengan menggunakan k percobaan maupun k


literatur, nilai hc antara baja/stainless steel dan alumunium lebih rendah dari nilai hc
antara alumunium dan magnesium. Hal ini berarti bahwa kontak antara alumunium
dan magnesium berlangsung baik sehingga perpindahan kalor yang terjadi juga baik
karena tebal antara ruangan yang kosong diantara keduanya tidak terlalu tebal
sehingga yang fluida yang terperangkap pun jumlahnya sedikit.

Pada perhitungan, nilai β yang diperoleh berharga negatif, β alumunium


sebesar –0.011 dan β magnesium sebesar -0.015. Nilai β yang negatif menunjukkan
bahwa nilai k pada suhu tertentu lebih kecil daripada k pada suhu standar. Hal ini
dikarenakan pada nilai β yang negatif untuk logam menunjukkan bahwa telah terjadi
penyusutan luas penampang logam yang dapat disebabkan oleh korosi pada logam
tersebut, pengotor-pengotor yang terdapat dalam logam tersebut, dan sebagainya.
Sesuai dengan hukum Fourier, bahwa besar kalor yang dipindahkan secara konduksi
(q) berbanding lurus dengan luas penampang, maka semakin kecil luas penampang,
nilai q juga semakin kecil, sehingga nilai k juga kecil.

Makalah Praktikum POT 31


KONDUKSI

Grafik k vs T node average


250

200 f(x) = − 8.22 x + 553.25 f(x) = − 13.78 x + 1265.46


R² = 0.99 R² = 0.99
Aluminium
150
Linear (Aluminium)
Magnesium
k

100 Linear (Magnesium)

50

0
30 40 50 60 70 80 90 100
T node average

Pada grafik antara Tnode avg vs k untuk logam aluminium dan magnesium di
atas, dapat dilihat bahwa gradiennya bernilai negatif sehingga profil yang terbentuk
menurun. Padahal, berdasarkan teori seharusnya nilai k semakin meningkat seiring
dengan peningkatan suhu. Grafik yang dihasilkan tersebut menunjukkan bahwa pada
perpindahan konduksi yang dilakukan dalam percobaan turun terjadi tahanan kontak
termal yang menimbulkan penurunan suhu (T node average) tiba-tiba dan
mengakibtkan nilai k average pun turun. Seperti telah dijelaskan pada teori dasar
pada bab sebelumnya, tahanan kontak termal ini terjadi karena adanya
ketidaksempurnaan kontak antara alumunium dan magnesium sehingga terdapat
fluida yang terperangkap di dalam ruangan yang kosong antara kedua logam dan
menyebabkan daya hantar panasnya menurun karena konduktivitas fluida yang
rendah.

4.2.2. Unit 3

Makalah Praktikum POT 32


KONDUKSI

T air T air
T avg
Node dx (m) T1 (mV) T2 (mV) T1 (oC) T2 (oC) kelua kelua
(oC)
r (oC) r (oC)
1 0.025 3.148 3.143 107.87 107.74 107.81 30 30
2 0.025 2.698 2.694 96.70 96.60 96.65 30 30
3 0.025 2.261 2.267 85.85 86.01 85.93 30.1 30
4 0.025 1.903 1.915 76.97 77.27 77.12 30 30
5 0.025 1.585 1.587 69.07 69.12 69.10 30 30
6 0.025 1.316 1.325 62.40 62.62 62.51 30 30
7 0.025 1.063 1.065 56.12 56.17 56.14 30 30
8 0.025 0.837 0.847 50.51 50.76 50.63 30 30
9 0.025 0.641 0.639 45.64 45.59 45.62 30 30
10 0.025 0.468 0.468 41.35 41.35 41.35 30 30

Data setelah diolah:

T T air
dT
Nod dx dT1 dT2 node T air keluar
avg A avg k k avg
e (m) (oC) (oC) avg masuk rata-
(oC)
(oC) rata
1-2 0.02 11.16 11.1 11.15 102.2 0.0006570 29 30 27.9 26.92
5 4 3 4 3
2-3 0.02 10.84 10.5 10.72 91.29 0.0007638 29 30 24.9
5 9 5 9
3-4 0.02 8.88 8.73 8.81 81.52 0.0008787 29 30 26.4
5 1 4
4-5 0.02 7.89 8.14 8.01 73.11 0.0010016 29 30 25.4
5 3 9
5-6 0.02 6.67 6.50 6.58 65.80 0.0011325 29 30 27.4
5 9 3
6-7 0.02 5.6093 5.41 5.51 53.39 0.0012716 29 30 29.2
5 2 1 2
7-8 0.02 5.6093 5.41 5.51 53.39 0.0014186 29 30 26.1
5 2 9 9
8-9 0.02 4.4942 5.16 4.82 48.13 0.0015738 29 30 26.9
5 1 4
9-10 0.02 4.2938 4.24 4.26 43.49 0.0017369 29 30 27.6

Makalah Praktikum POT 33


KONDUKSI

5 6 9 1

Rumus, konsep, dan cara perhitungan kurang lebih sama seperti pada perhitungan
terhadap unit 2, namun pada unit 3 tersusun atas jenis logam yang sama, yaitu
tembaga, sehingga nilai k yang diperoleh hanya satu, yaitu nilai k rata – rata dari nilai
k node 1-2, 3-4, 5-6, 7-8, dan 9-10. Pada unit 3 memiliki luas penampang yang
berbeda – beda setiap nodenya, sehingga dicari rata – rata luas penampang antara 2
node yang berdekatan. Variabel tambahan yang diketahui dan digunakan dalam
perhitungan:
m (massa air) = 1.95x10-3 kg/s
Cp (kalor jenis air)= 4200 J/(kg oC)

Hasil perhitungannya disajikan sebagai berikut:

Jenis Logam k percobaan k literatur Kesalahan Literatur β


Tembaga 26.92 385 93% -0.000672

Berdasarkan hasil perhitungan nilai k yang dimuat dalam tabel di atas, nilai k
average untuk unit 3 dengan bahan logam tembaga, diperoleh k sebesar 26.92
W/moC dan kesalahan literatur sebesar 93%. Kesalahan ini mungkin disebabkan oleh
pengamatan T node dan T air keluaran yang hanya dilakukan setiap 1 menit dari
node 1-10 sehingga data yang diambil merupakan data yang kurang akurat karena
belum stabilnya nilai yang terukur pada peralihan dari satu node ke node yang
lainnya. Padahal seharusnya, nilai konduktivitas termal yang terukur setidaknya
mendekati nilai konduktivitas termal literatur yang nilainya cukup besar, yakni
sebesar 385 W/moC. Karena bila hal itu terjadi, maka praktikan dapat membuktikan
bahwa kemampuan logam tembaga dalam menghantarkan panas sangat baik karena
memiliki nilai k yang besar.
Adapun nilai β untuk tembaga yang diperoleh pada percobaan berharga
negatif, yaitu sebesar -0.000672. Nilai β yang negatif menunjukkan bahwa nilai k
pada suhu tertentu lebih kecil daripada k pada suhu standar. Hal ini dikarenakan pada
nilai β yang negatif untuk logam menunjukkan bahwa telah terjadi penyusutan luas
penampang logam yang dapat disebabkan oleh korosi pada logam tersebut, pengotor-

Makalah Praktikum POT 34


KONDUKSI

pengotor yang terdapat dalam logam tersebut, dan sebagainya. Sesuai dengan hukum
Fourier, bahwa besar kalor yang dipindahkan secara konduksi (q) berbanding lurus
dengan luas penampang, maka semakin kecil luas penampang, nilai q juga semakin
kecil, sehingga nilai k juga kecil. Bila dibandingkan dengan nilai β sebelumnya,
yakni untuk baja/stainless steel, aluminium, dan magnesium, dapat dilihat bahwa
nilai β tembaga paling kecil atau paling negatif di antara logam-logam tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa penurunan nilai k dari nilai standar tidak besar.

Grafik K vs T node average


30
29
28
27 f(x) = − 0.02 x + 28.25
26 R² = 0.09
k

25
24
23
22
40 50 60 70 80 90 100 110
T node average

Grafik T node avg vs. k untuk unit 3 di atas, menunjukkan profil yang naik
turun dengan penurunan grafik yang tidak terlalu besar pada titik 1-3, lalu naik
drastis menuju titik 4, lalu terjadi penurunan yang besar hingga titik 6, kemudian
menaik sedikit ke titik 7, turun ke titik 8, dan kemudian naik drastis ke titik 9. Hal ini
disebabkan nilai A average yang bervariasi sehingga distribusi suhu semakin sulit
merata. Padahal, distribusi suhu sebanding dengan k. Namun, pada grafik di atas,
tidak dihasilkan profil yang benar – benar mampu menggambarkan korelasi tersebut,
hal ini mungkin disebabkan oleh pengukuran yang tidak stabil pada termokopel yang
digunakan.

4.3 Analisis Kesalahan

Makalah Praktikum POT 35


KONDUKSI

Dalam setiap percobaan selalu ada kemungkinan untuk terjadinya kesalahan,


begitu juga dengan percobaan konduksi yang telah dilakukan oleh praktikan ini.
Analisis terhadap kesalahan tersebut diuraikan sebagai berikut:
1) Kesalahan pada saat mengukur suhu air masuk maupun suhu air masuk keluar, di
mana termometer bersentuhan dengan tangan praktikan sehingga suhu tubuh
praktikan mempengaruhi hasil pengukuran.
2) Kesalahan penggunaan termometer saat pengukuran node 1-2, dimana praktikan
meletakkan termometer pada gelas ukur sehingga ujung termometer bersentuhan
dengan bagian dasar gelas ukur yang menyebabkan pengukuran suhu menjadi
tidak akurat. Seharusnya, ujung termometer dibiarkan berada di tengah fluida
sehingga suhu yang terukur adalah murni dari fluida tersebut.
3) Kesalahan dalam mengukur nilai suhu air keluar dan T setiap node pada
percobaan kedua, di mana range waktu yang digunakan terlalu singkat yakni
hanya per 1 menit sehingga pengukuran dilakukan dengan sangat cepat, di mana
suhu yang terukur oleh termokopel dan ditampilkan oleh penunjuk mV, DC – nya
belum begitu stabil nilai pengukurannya saat diamati dan suhu air keluaran tiap
node hampir tidak terdapat perbedaan.

Makalah Praktikum POT 36


KONDUKSI

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa:

1. Konduksi adalah jenis perpindahan kalor yang pada umumnya terjadi pada benda
padat (logam), di mana transfer energi kalor terjadi antar molekul dari satu
bagian yang bersuhu tinggi ke bagian lainnya yang bersuhu lebih rendah dari
benda padat (logam) yang mengalami kontak permukaan.
2. Besarnya fluks kalor konduksi sebanding dengan gradien suhu dan konduktivitas
termal.
q ∆T k
3. Nilai β yang negatif pada logam menunjukkan bahwa telah terjadi penyusutan
luas penampang logam
4. Berdasarkan percobaan diperoleh hasil:
 Unit 2
k aluminium (163.03 W/moC) > k magnesium (159.87 W/moC) > k
baja/stainless steel (0.15 W/moC)
 Unit 3
k tembaga = 26.92 W/moC

Makalah Praktikum POT 37


KONDUKSI

DAFTAR PUSTAKA

Holman, J.P. 1994. Perpindahan Kalor. Jakarta : Erlangga,

Modul Praktikum POT 1. Depok : Departemen Teknik Gas dan Petrokimia.

P. Incopera, David P. Dewitt. 1981. Fundamentals of Heat Transfer. John Willey &
Sonc Inc,

Makalah Praktikum POT 38

Anda mungkin juga menyukai