Anda di halaman 1dari 3

Friday, April 24, 2009 

  9:11    New ID : 393519
Dunia Baru bagi Kebangkitan Islam
Mottaki dalam Konferensi Para Jaksa Negara-Negara Islam menegaskan, kebangkitan
Islam nampak di masa kini dan era baru bagi terealisasinya perdamaian dan
persahabatan.

Iqna melaporkan Menteri Luar Negeri Iran, Manouchehr Mottaki pada hari Rabu, 22 April,
pada Konferensi Jaksa Negara-Negara Islam, dalam keterangannya menyatakan upaya untuk
menyelenggarakan dua konferensi. Setelah melaksanakan konferensi para jaksa negara-
negara Islam, dengan kesepakatan mengecam tindak kejahatan rezim zionis Israel di Gaza,
juga berhubungan dengan persoalan pada konferensi Jenewa serta dengan maksud akan
menyelenggarakan konferensi anti rasis atau Durban 3, juga akan diselenggarakan di
Teheran.

Mottaki menyatakan kebijakan rezim zionis Israel yang menebarkan rasisme ke seluruh
penjuru dunia, namun pada akhirnya telah membukakan mata penduduk dunia untuk menolak
rasisme dan menjunjung keadilan.

Ia menandaskan, untuk pertama kalinya masyarakat Afrika Selatan meraih kemenangan


dengan menyingkirkan rasisme dan telah diadakan konferensi untuk pertama kali yang
mengecam tindak rasisme pada tahun 1997 di Afrika Selatan yang dihadiri oleh 10 ribu
peserta dari berbagai yayasan dan organisasi masyarakat.

Semua bangsa akan menyertai perjuangan rakyat Palestina dan bangsa yang merdeka selau
berada di sisi rakyat Palestina dan seperti halnya bangsa Iran; yang beberapa tahun silam di
bawah ancaman peluru rudal Saddam, akan selalu mendukung rakyat Palestina.

Mottaki pada bagian lain dari pidatonya menyatakan dukungan rakyat Iran kepada bangsa
Palestina bukan untuk mencari popularitas dan keuntungan, namun demi melaksanakan
tanggung jawab secara Islam dan kemanusiaan.

Mottaki menegaskan, kebangkitan Islam nampak di masa kini dan dengan perubahan zaman
akan melangsungkan perubahan bagi terciptanya perdamaian dan persahabatan di dunia
modern ini.

Pada akhir penjelasanya, ia menambahkan bahwa kami adalah masyarakat Islam dengan
sabar untuk melaksanakan perubahan, yang perlunya meraih perubahan baru yang diperlukan
oleh dunia baru.

392988

http://www.iqna.ir/ma/news_detail.php?ProdID=393519
MUHAMMADIYAH BONTANG
Rubrik : Dunia IslamEra Baru Kebangkitan Islam
Rabu, 09 Januari 08 - by : pdmbontang
Oleh JAMJAM AHMAD YUSEPA

TIDAK terasa tahun baru 1429 H segera tiba. Pergantian waktu setahun menunjukan bahwa
umur kita bertambah satu, tetapi kesempatan hidup kita di dunia berkurang pula satu tahun.
Waktu laksana air yang mengalir ke hilir yang takkan pernah kembali ke hulu. Kadang ia
membangkitkan semangat, namun kadang membuat orang terlena dan tidak menyadari
kehadiran waktu dan melupakan nilainya.
Pemisalan di atas mengingatkan kita agar selalu menghormati dan menghargai dengan
melakukan berbagai aktivitas bermanfaat. Setiap kesempatan yang ditawarkan sang waktu,
kita gunakan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup di dunia untuk bekal
kehidupan di akhirat kelak. Jika tidak, sang waktu akan menarik kesempatan tersebut dan
tidak akan datang untuk kedua kalinya. Peribahasa Arab mengatakan, "Waktu laksana
pedang, jika tidak mampu memanfaatkan waktu, maka kamu akan terhunus olehnya".
Pergantian tahun kali ini begitu berdekatandengan pergantian tahun baru masehi, disusul
imlek, dan tahun baru 1426 H. Memasuki tahun baru Hijriah, orang mestinya merenungi juga
peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya penamaan tahun qomariah yaitu hijrahnya Nabi
Muhammad Saw. Bukan pergantian tahun baru atau kronologisnya yang dibicarakan atau
diperingati, melainkan harus ditekankan pada hakikat hijrah itu sendiri berikut pengaruhnya
pada kehidupan umat Islam.
Beberapa makna hijrah di antaranya. Pertama, meninggalkan segala apa yang dilarang oleh
Allah SWT. "Dan berbuat dosa tinggalkanlah." (Q.S: 74;5). Sebuah hadis Nabi menyebutkan,
orang yang hijrah itu ialah orang yang meninggalkan larangan Allah. Kedua, menjauhi hal-
hal yang tidak baik dan merusak termasuk pergaulan yang jelak. Tidak mempedulikan ocehan
dan hinaan dari mereka yang membenci Islam, harus berusaha menghindari benturan-
benturan sosial tanpa melahirkan diri dan mengucilkan diri dari komunitas soial, namun tetap
melakukan dakwah dengan aktif dan persuasif.
Ketiga, berpindah tempat. Yang ketiga ini berimplikasi putus hubungan secara politis. Hijrah
macam ini menurut Muhammad Rasyid Ridla, dalam tafsirnya Al-Manar (5:361), dapat
dilakukan secara individual atau massal. Beliau menuturkan bahwa sebab hijrah ini ada tiga,
dua bersifat individual dan yang satu bersifat sosial politik. Pertama, karena tidak ada
kebebasan dalam melaksanakan ajaran agama. Kedua, karena di tempaatnya tidak ada
pengajaran agama di tempat lain yang tidak terdapat ulama.
Ketiga, karena adanya tekanan politis dari penguasa zalim yang dilakukan secara massal.
Hijrah inilah yang erat kaitannya dengan peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw. beserta
para sahabatnya dari Mekah ke Madinah. Dari uaraian tadi dapat disimpulkan bahwa hakikat
hijrah sebenarnya merupakan usaha perubahan (transformation) kualiatas hidup, baik yang
bersifat mental, maupun moral sosial.
Apabila dilihat dari kajian sejarah, Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya melakukan
hijrah bukan karena takut kezaliman kafir Quraisy Mekah sehingga dianggap sebagai
pengungsian atau pengusiran. Hijrah merupakan perintah Allah SWT di samping strategi
besar yanng dilakukan seorang pemimpin untuk membangun kekuatan baru yang tangguh
membangun masyarkat yang memiliki kemuliaan dan keluhuran mental, spiritual, kultural,
maupun ekonomi. Juga sebagai suatu stategi kebangkitan Islam.
Demi kebangkitan kembali dunia Islam masa kini, umat Islam dituntut agar dapat
menemukan kembali hukum sebab akibat dalam manhaj haraki (baca, strategi kebangkitan)
yang pernah diwujudkan Nabi dan para sahabatnya. Rangkaian suatu peristiwa dianalisis
melalui multidisipliner sampai diketemukan sebab akibat yang memengaruhi kemudian
digeneralisasi sehingga dapat diterpkan pada masa kini dan mendatang.
Dengan kajian sejarah, maka hijrah akan tetap memiliki makna dan pengaruh kuat di
sepanjang zaman. Sehingga sejarah bukan catatan mati yang terkubur, melainkan berupa
isyarat yang hidup dan terus menyinari dinamika dunia Islam, dengan kata lain, bukan hanya
catatan sejarahnya yang dikaji tetapi falsafah kesejarahannya yang perlu diperdalam.
Adapun tahapan-tahapan hijrah Nabi yang perlu kita cermati secara garis besarnya pada tahap
pertama Nabi membangun landasan-landasan utama bagi terbentuknya masyarakat baru.
Tahapan-tahapan ini meliputi. Pertama, identifikasi dan investigasi (penyelidikan dan
pancaran) pendukung dakwah. Mencari pembelaan di luar Kota Mekah, seperti di Thaif,
Habsy, dan Yastrib.
Kedua, at-ta'sis (penentuan basis) memilih tempat hijrah dan memiliki komunitas baru yang
kemudian dijadikan markas pergerakan dakwah Islam. Ketiga, membangun Masjid sebelum
membangun yang lainnya. Ia berfungsi sebagai tempat ibadah, pendidikan pembinaan ruhani,
silaturahmi, pusat pemerintahan dan menyususn kekuatan. Kekempat, integrasi yang dalam
bahasa agama disebut mu'akhkhat (persaudaraan Islam) persaudaraan muhajirin dan anshar.
Kelima, stabilisasi melalui perjanjian damai dengan kaum Yahudi.
Persaudaraan tidak terbatas pada kaum Muslimin saja melainkan hingag lintas agama, etnik,
ras, latar belakang sosial, keturunan, dan lain sebagainya. Dr. M. Quraish Shihab dalam
bukunya Wawasan Alquran (1996):487) mencatat empat bentuk ukhuwah Islamiyah yaitu,
ukhuwah ubudiyah atau saudara kesemakhlukan dan kesetundukan kepada Allah. Ukhuwah
insaniyah, seluruh umat Islam bersaudara. Ukhuwah wathanyah dan nasabiyyah, persaudaran
dalam keturunan dan kebangsaan. Ukhuwah fid-din al Islam persaudaraan sesama Muslim.
Pada tahap kedua Nabi dan para sahabatnya memelihara dan mempertahankan masyarakat
baru yang sudah terbentuk dari berbagai makar, baik yang datang dari dalam maupun dari
luar. Bila strategi ini dipakai bangsa Indonesia yang sedang dilanda krisis, maka dengan
segera akan keluar dari berbagai kemelut yang sedang dialami.
Berbicara hijrah selalu dihubungkan dengan kebangkitan kembali Islam, karena hijrah Nabi
Muhammad dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah merupakan babak awal
kebangkitan Islam. Pada masa sekarang ini kebangkitan Islam sangat sering dibicarakan akan
tetapi masih belum menjadi kenyataan, kadang-kadang rasa pesimis datang menggangu
perasaan. Namun, rasa pesimis tidak membuat kita putus asa, bahkan menjadi motivasi yang
kuat dan semakin penasaran untuk mewujudkan izzul Islam. Kita yakin bahwa perputaran
sejarah akan terulang kembali manakala prasyaratnya terpenuhi.
Terdapat beberapa faktor menjadi indikasi bangkitnya dunia Islam, antara lain, pertama,
adanya revival of faith yaitu kebangkitan moral spiritual secara terus menerus melalui
tarbiyyah ruhaniyyah. Aspek rohani merupakan sebuah penentu sebuah perubahan. Kedua,
revival of moral, kebangkitan moral. Nabi Muhammad berhasil mengubah orde masyarakat,
karena beliau menekankan aspek moral. Sebuah bangsa akan tetap jaya, jika tetap memiliki
moral, manakala moralnya lenyap maka lenyaplah bangsa itu. Ketiga, revival religious
thought. Kebangkitan cara berpikir keagamaan, termasuk di dalamnya soal ijtihad politik.
Keempat, revival of social economic power, bangkitnya kekuatan ekonomi umat.
Kebangkitan nilai-nilai Islami adalah merupakan proses yang sangat panjang perjuangan
yang sangat mulia meski melelahkan. Kebangkitan dunia Islam masih menapaki jalan yang
penuh duri dan sangat menegangkan, kita dituntut agar berusaha menentukan prasyarat yang
menjadi sebab kebangkitan. Kegagalan bukan merupakan akhir perjuangan, tetapi merupakan
awal suatu kebangkitan kesungguhan dan ketakwaan yanng akan mempermudah jalan.***

Penulis aktivis Muhammadiyah Kota Bandung, penggiat TEPAS.


http://www.pdmbontang.com

Anda mungkin juga menyukai