Anda di halaman 1dari 8

Minggu, 23 Agustus 2009

KAJIAN PEMANFAATAN POTENSI PESISIR JEPARA UNTUK BUDIDAYA RUMPUT


LAUT Eucheuma cottoni

KAJIAN PEMANFAATAN POTENSI PERAIRAN JEPARA


MELALUI KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottoni)
I.         PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Kabupaten Jepara memiliki potensi sumberdaya perikanan yang besar, hal ini
dapat dilihat dengan keberadaan garis pantai Jepara yang panjang mencapai 72 Km .
Khusus untuk wilayah pesisir sekitar Jepara (di luar Karimunjawa) masih banyak
potensi yang belum tergarap secara maksimal.
Jika dilihat dari karakteristik perairan secara fisika maupun kimia sepanjang
perairan Pesisir Jepara cukup potensial untuk pengembangan budidaya laut dalam hal
ini kegiatan budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni). Rumput laut merupakan
komoditas perikanan unggulan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dengan pangsa
pasar yang luas baik lokal maupun orientasi ekspor. Teknologi budidaya yang tersedia
dengan tingkat penyerapan yang sederhana merupakan salah satu keunggulan yang
harus diterapkan terhadap masyarakat pesisir Kabupaten Jepara.
Secara ekonomis kegiatan usaha budidaya rumput laut merupakan usaha yang layak
dan mampu dilakukan oleh semua masyarakat pesisir, adanya  cash flow yang cepat
sekitar 40-45 hari pembudidaya sudah bisa melakukan pemanenan dan biaya
operasinal selama budidaya nyaris tidak ada, hal inilah yang menjadi factor utama
bahwa kegiatan budidaya rumput laut merupakan jenis usaha perikanan yang prospektif
untuk dikembangkan.
Belum adanya ploting kawasan terutama budidaya laut merupakan faktor bahwa
potensi budidaya perikanan laut belum termanfaatkan secara maksimal. Animo
masyarakat yang masih rendah dalam melakukan kegiatan budidaya laut dalam hal ini
kegiatan usaha budidaya rumput laut terutama masyarakat sepanjang pesisir Jepara,
hal ini disebabkan belum adanya pembuktian konkrit terhadap kelayakan usaha
budidaya rumput laut yang secara langsung meyakinkan masyarakat untuk terjun
melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut. Banyaknya konflik kepentingan
terutama dalam pemanfaatan zonasi kegiatan usaha, sebagai salah satu contoh konkrit
bahwa kegiatan budidaya laut seringkali berbenturan dengan aktivitas penangkapan
ikan. Hal ini tentunya kedepan harus menjadi bahan evaluasi untuk menentukan arah
kebijakan yang secara langsung menjamin keberlangsungan kegiatan usaha budidaya.
1.2.       Perumusan Masalah
Hasil identifikasi melalui pendekatan analisa SWOT berkaitan dengan
pemanfaatan potensi perairan Jepara, sebagai berikut :
A.       Indikator yang menjadi kekuatan  internal :
1.      Secara geografis Kabupaten Jepara yang mempunyai garis pantai sekitar 72 km
dan layak untuk dilakukan pengembangan usaha budidaya rumput laut.
2.     Teknologi budidaya telah tersedia dan mudah diserap
3.     Sarana prasarana pendukung perikanan budidaya baik untuk akses produksi,
transportasi maupun pasar cukup memadai
4.       Sumber daya manusia terutama masyarakat pesisir Jepara yang dimilki cukup besar
dan sangat memungkinkan untuk diberdayakan.
5.     Kelembagaan UPP Perikanan Budidaya “Jepara makmur sejahtera” sebagai
organisasi usaha kelompok budidaya diharapkan mampu menjadi fasilitator dan
mengakomodir aspirasi dari kelompok pembudidaya ikan guna mendapat akses
permodalan maupun akses lain.
B.        Indikator eksternal yang akan menjadi peluang pengembangan :
1.      Pangsa pasar komoditas rumput laut sangat terbuka baik local maupun orientasi
ekspor
2.     Keberadaan institusi pendukung di bidang perikanan seperti diantaranya Undip,
BBPBAP Jepara, Akademi Perikanan kalinyamatan, SMK Perikanan yang diharapkan
mampu berperan langsung dalam menciptakan inovasi teknologi budidaya perikanan
3.     Adanya lembaga keuangan / perbankan sebagai penyedia akses permodalaan
4.     Program-program pemberdayaan dari pusat diharapkan akan menjadi stimulus guna
memicu kegiatan usaha kelompok pembudidaya ikan
C.        Indikator  yang menjadi penghambat kekuatan internal yang ada:
1.        Potensi yang ada belum didukung dengan ploting kawasan pengembangan
budidaya rumput laut sehingga Luas lahan budidaya yang termanfaatkan saat ini belum
bias meng-cover keseluruhan potensi lahan yang tersedia
2.       Perairan Jepara relatif terbuka sehingga cukup riskan terhadap dampak gelombang
musiman
3.       Jumlah sumber daya manusia tidak seluruhnya  diimbangi dengan penguasaan
teknologi budidaya rumput laut. Disamping itu sebagian besar kelompok yang sudah
terbentuk masih tergolong kategori pemula dan bahkan banyak pembudidaya ikan yang
belum mempunyai wadah kelompok.
4.       Animo masyarakat masih rendah, terutama untuk terjun melakukan kegiatan usaha
budidaya laut
5.       Alih terap teknologi masih terkendala oleh aspek non-teknis terutama komitmen
pelaku utama dalam melakukan kegiatan usaha budidaya
6.       Kurangnya jumlah pelaku Pembina sehingga mempengaruhi efektifitas
pendampingan
7.       Kurangnya dukungan permodalan di tingkat pembudidaya
8.       Kelembagaan kelompok pembudidaya  masih lemah karena sebagian besar
merupakan pembudidaya pemula
9.       Peran pendampingan belum mengarah pada terbentuknya sebuah kelompok yang
kuat secara kelembagaan maupun manajemen usaha yang akuntable dan bankable.
10.     Kelembagaan UPP masih sebatas sebagai fasilitator belum berkembang mejadi
sebuah lembaga usaha pokdakan yang kuat dan mandiri
D.       Indikator eksternal yang menjadi penghambat terhadap peluang yang ada :
1.      Kebiasaan pasar yang menekankan adanya target quota produksi dan kontiyuitas
permintaan, sehingga menjadi masalah tersendiri bagi pembudidaya skala kecil
2.     Dukungan dari pihak pemilik modal (lembaga keuagan mikro dan perbankkan) masih
sulit diakses terutama oleh pembudidaya kecil
3.     Konflik kepentingan terkait pemanfaatan zona perairan dimana sering terjadi konflik
antara aktivitas budidaya  dengan aktivitas nelayan tangkap
4.     Sistem monopoli pasar oleh beberapa pembeli/pemodal serta rantai distribusi pasar
yang panjang, menyebabkan posisi tawar hasil produksi rendah.
Melihat beberapa pertimbangan terhadap potensi , peluang dan permasalahan
yang ada, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis yang dipandang perlu untuk
menentukan arah kebijakan yang efektif melalui peran pendampingan dan pembinaan
terhadap pelaku utama secara efektif dan berkelanjutan sehingga potensi perikanan
budidaya beserta peluangnya akan dapat termanfaatkan secara optimal.
1.3.       Tujuan
Kajian pemanfaatan potensi perairan Jepara ini bertujuan :
·            Dalam rangka menentukan ploting kawasan budidaya, dimana ke-depan
diharapkan menjadi bahan  rekomendasi untuk pengembangan kawasan budidaya
rumput laut melalui pemberdayaan masyarakat pesisir Jepara.
·            Menentukan arah kebijakan berkaitan dengan akses produksi, kualitas produksi
dan akses pasar
·            Menentukan pola kemitraan usaha yang fleksibel dan berkelanjutan
·            Memberdayakan peran pendampingan dan penyuluhan melalui transper teknologi
budidaya
·            Meningkatkan animo masyarakat untuk terjun melakukan kegiatan usaha budidaya
rumput laut sebagai alternative mata pencaharian keluarga
1.4.       Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan kawasan budidaya rumput laut pada tahap awal ini
adalah pembudidaya pemula yang telah tergabung dalam kelompok pembudidaya
rumput laut, terdiri dari total pembudidaya pemula sebanyak 152 orang yang tergabung
dalam 9 kelompok pembudidaya rumput laut. Dimana masing-masing terdapat pada
ploting kawasan yaitu di Kecamatan Mlonggo meliputi pesisir Mpuranca, Pailus ;
Kecamatan Jepara meliputi pesisir Bandengan, Bulu, Karangkebagusan ; dan
Kecamatan Tahunan meliputi pesisir Tegal Sambi dan Teluk Awur.
1.5.       Waktu Pelaksanaan
Kajian ini dilakukan dilakukan mulai awal bulan Februari sampai dengan bulan
Juni 2009.
II.          PELAKSANAAN
2.1.       Proses Identifikasi
Kegiatan pengembangan kawasan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni di
perairan pesisir Jepara untuk tahap awal dilakukan dibeberapa ploting kawasan, yaitu di
Kecamatan Mlonggo (meliputi pesisir Mpuranca dan Pailus); Kecamatan Jepara
(meliputi pesisir Bandengan, Bulu dan Karangkebagusan); Kecamatan Tahunan
(meliputi pesisir Tegal Sambi dan Teluk Awur).
Identifikasi terhadap potensi pengembangan budidaya rumput laut dilakukan melalui
pengumpulan data primer maupun sekunder berdasarkan pertimbangan beberapa
Faktor diantaranya : 1). Faktor resiko, mencakup masalah keterlindungan, keamanan
dan konflik kepentingan, 2). Faktor Kemudahan, meliputi sarana pendukung budidaya
dan akses transportasi ke lokasi budidaya, 3). Faktor ekologis, meliputi arus, substrat
dasar perairan, kedalaman air, salinitas, kecerahan, tingkat pencemaran, ketersediaan
bibit dan sumberdaya manusia.
2.2.       Pemanfaatan Lahan Budidaya
Pemanfaatan lahan didasarkan pada hasil identifikasi terhadap kelayakan lokasi 
baik parameter oceanografi maupun kualitas air dibeberapa ploting kawasan, Adapun
metode budidaya yang diterapkan terdiri dari 5 (lima) metode budidaya diantaranya
Jalur Kombinasi, rawai (long line), jalur pancang , lepas dasar dan rakit apung.
Penerapan  beberapa metode tersebut berdasakan pertimbangan karakteristik dan
topografi masing-masing lokasi.
Uji coba penanaman bibit untuk tahap pertama dilakukan pada tanggal 31 Maret
2009. Sedangkan jenis bibit yang dicobakan ada 2 jenis diantaranya : 1). Kappaphicus
alvarezy (doty) strain Philipina dan maumerre atau kebanyakan bilang cottoni jumbo; 2).
Eucheuma cottoni strain tembalang (local). Uji coba terhadap kedua jenis tersebut
dalam rangka menemukan strain tertentu yang mampu beradaptasi dengan kondisi
perairan Jepara serta lebih menguntungkan dari segi produksi.
III.           HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.       Gambaran Perkembangan Kegiatan Budidaya
Setelah dilakukan proses kegiatan budidaya selama siklus pertama (April s/d
Juni 2009) menunjukan hasil yang cukup mengembirakan terutama pada beberapa
ploting kawasan. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan baik dari segi
perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut maupun jumlah sasaran
pelaku utama. Perluasan pengembangan kawasan budidaya rumput laut terjadi di
perairan Kecamatan Mlonggo dan perairan teluk awur. Perluasan kawasan budidaya ini
ditandai munculnya lahan budidaya baru dan pelaku usaha di luar kelompok
pembudidaya yang menjadi sasaran awal. Dimana selama siklus pertama (April s/d Juni
2009) terjadi peningkatan pemanfaatan potensi lahan dari semula 4,435 Ha menjadi
7,55 Ha atau sekitar 85,11 %, begitu pula terjadi peningkatan jumlah pelaku usaha dari
semula 152 orang menjadi 250 orang atau sekitar 82,23 %. Selain itu terjadi
peningkatan jumlah kelompok pembudidaya dari awal 9 Pokdakan menjadi 11
pokdakan.
Adapun peningkatan terhadap jumlah pemanfaatan lahan terjadi pada kawasan
perairan Teluk Awur, disusul perairan Pailus dan Bandengan, sedangkan jumlah pelaku
usaha budidaya terjadi peningkatan di perairan Teluk Awur dan Pailus.
Gambaran di atas ini menunjukan bahwa selama proses kegiatan produksi pada
siklus pertama (April s/Juni 2009) telah terjadi peningkatan animo masyarakat yang
cukup tinggi dalam melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut. Animo masyarakat
terhadap usaha budidaya rumput laut salh satunya tidak terlepas dari faktor kelesuan
usaha non-agrobisnis di Kabupaten Jepara, dimana kegiatan usaha budidaya rumput
laut ini merupakan kegiatan usaha budidaya di sektor perikanan yang sangat
menguntungkan dari aspek ekonomi maupun penyerapan teknologi
Sedangkan dilihat dari segi kapasitas produksi yang tersedia pada lahan
budidaya, terjadi peningkatan jumlah kapasitas rumput laut yaitu dari sekitar 15.600 kg
pada awal siklus menjadi 35.600 kg atau naik sekitar 114,1%.  Menurut hasil sampling
terhadap pertumbuhan menghasilkan bahwa rata-rata pertambahan berat rumput laut
selama 30 hari mencapai 4-8 kali lipat dari bibit awal (berat bibit awala 100-200 gr/ikat),
ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan cukup baik dan secara teknis pesisir jepara
secara umum layak untuk dikembangkan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni
terutama kawasan perairan Teluk Awur, Pailus dan Bandengan.
Peningkatan kapasitas produksi belum terjadi secara merata disemua lokasi. Ini
bias dilihat pada lokasi budidaya di perairan Mpuranca, Bulu dan Tegal Sambi yang
justru mengalami penurunan kapasitas produksi. Penurunan ini lebih disebabkan
adanya factor hama ikan predator (ikan Beronang) yang berdampak secara massal
serta kesesuian posisi penanaman yang belum sesuai dengan standar kelayakan
budidaya rumput laut dimana rata-rata posisi penanaman masih mengandalkan
perairan yang cukup dangkal dan berada dekat dengan pesisir pantai.
Secara umum sampai bulan Mei 2009 kegiatan budidaya rumput laut masih
berjalan dengan baik. Dimana rata-rata tingkat keberhasilan budidaya pada tahap awal
ini secara umum mencapai sekitar 64,37% adapaun tingkat keberhasilan paling baik
terjadi pada kawasan perairan Teluk Awur yang mencapai 90%, hal ini cukup baik
mengingat kegiatan budidaya rumput laut di pesisir Jepara baru dilakukan
pengembangan pada saat ini. Dimana diharapkan kawasan budidaya yang selama ini
telah berkembang akan menjadi embrio dan memicu proses pengembangan kawasan
budidaya di lokasi lain. Hal ini perlu karena pemanfaatan potensi lahan baru sekitar
7,55 Ha atau sekitar 1,987 % dari luas potensi lahan yang ada pada beberapa kawasan
di atas.
3.2.            Gambaran Realisasi Produksi
Sampai dengan siklus pertama realisasi produksi  yang dicapai baru sebanyak
11.900 kg berat basah atau sekitar 1.489 kg berat kering. Hal ini disebabkan secara
umum pada beberapa lokasi proses produksi masih dalam tahap pengembangan bibit
dan perluasan lahan budidaya.
3.3.       Gambaran Penghasilan Pembudidaya
Tingkat kepemilikan lahan budidaya untuk masing-masing pembudidaya
masih relative kecil, sehubungan kepemilikan modal yang terbatas dimana
bantuan usaha dari pemerintah pusat baru sebatas stimulus. Menurut
perhitungan bahwa rata-rata kepemilikan lahan budidaya awal baru sekitar 0,02
Ha (200 m2)/pembudidaya dengan kapasitas rumput laut sebanyak 400 kg s/d
500 kg. Dimana pendapatan rata-rata per-pembudidaya baru mencapai Rp.
200.000,- / siklus. Dengan demikian ke-depan perlu upaya guna mencapai target
minimal kepemilikan lahan / pembudidaya sekitar 0,2 Ha (2.000 m2) sehingga
penghasilan per-pembudidaya dapat mencapai kisaran Rp. 1.500.000,- s/d Rp.
1.800.000,- / siklus (pendapatan diatas dengan asumsi harga per-kg berat basah
saat ini Rp. 600,- dan kering Rp.6.500,- di tingkat pembudidaya). Namun
demikian pada beberapa kelompok pembudidaya system pengelolaan untuk
tahap awal secara umum dilakukan secara bersama-sama (Kelompok Usaha
Bersama). Perlu diketahui bahwa kegiatan usaha budidaya rumput laut di pesisir
Jepara saat ini masih dalam kategori usaha sampingan/sambilan. Sehingga
kelayakan usaha budidaya mutlak menjadi parameter utama guna meningkatkan
animo masyarakat untuk terjun melakukan usaha budidaya rumput laut.
3.4.            Akses Pasar dan Pola Kemitraan
Kebiasaan pasar yang selalu mempertimbangkan kontiyuitas dan target quota
menjadi kendala tersendiri bagi pembudidaya skala kecil. Dalam rangka menjamin
penyerapan produksi ditingkat pembudidaya/Pokdakan secara fleksibel, transparan dan
berkelanjutan, maka telah dilakukan upaya melalui pola kemitraan dengan UPP “Jepara
makmur Sejahtera” sebagai fasilitator sekaligus penjamin akses pasar ditingkat
pembudidaya/pokdakan. Dengan mekanisme ini hasil produksi dari
pembudidaya/pokdakan dapat langsung terserap berapapun jumlahnya.Sedangkan
akses pada perusahaan besar/eksportir telah dilakukan penjajagan kemitraan dengan
PT. Indo Carrageen di Surabaya. Sampai saat ini hasil produksi kering yang telah
terserap dari pembudidaya sekitar 1.489 kg dengan nilai jual sebesar Rp. 10.571.900,-.
3.5.            Jaminan Kualitas Hasil Produksi
Kualitas hasil produksi merupakan parameter utama yang harus diperhatikan
dalam rangka menjamin keberlangsungan pasar serta guna meningkatkan posisi tawar
hasil produksi di tingkat pembudidaya. Guna mempermudah control terhadap hasil
produksi rumput laut dari pokdakan, maka  telah dilakukan penerapan area ploting
penjemuran system para-para jemur yang dikelola oleh UPP “Jepara makmur
Sejahtera” di Desa Bandengan, Kecamatan Jepara.
IV.    KENDALA YANG DIHADAPI
Aspek Teknis :
1.          Tingkat keterlindungan lahan budidaya rumput laut yang rendah, hal ini disebabkan
karakteristik perairan Jepara yang terbuka dengan laut Jawa, sehingga cukup riskan
terhadap pengaruh gelombang musiman.  Terdapatnya sumber ar tawar (sungai) di
beberapa lokasi akan berdampak negative terhadap kelangsungan hidup rumput laut
apabila terjadi hujan dengan intensitas tinggi.
2.         Topografi pantai yang landai dibeberapa lokasi sehingga masih sulit untuk
melakukan budidaya pada kedalaman yang tinggi, hal ini perlu mengingat strain
Philipina dan maumerre sangat cocok dibudidayakan pada kedalaman yang tinggi.
3.         Dampak ikan beronang sebagai hama penyerang rumput laut, dimana pengaruhnya
sangat besar dengan tingkat penyerangan massal dan dalam waktu singkat. Pengaruh
ikan ini bersifat musiman dan terjadi pada kedalaman di bawah 3 meter dengan
substrat perairan berkarang.
4.         Kondisi cuaca akhir-akhir ini yang sulit diprediksi sehingga berpengaruh terhadap
pola tanam
5.         Keterbatasan kemampuan pembudidaya berkaitan dengan minimnya sarana
pendukung budidaya, sehingga sebagian besar pembudidaya masih belum mampu
mencari titik lokasi yang agak jauh dari tepi pantai (lokasi lepas karang dan cukup
dalam).
Aspek Non- Teknis ;
1.          Konflik kepentingan dalam pemanfaatan zona perairan, dimana seringkali terjadi
konflik antara pelaku budidaya rumput laut dengan aktivitas nelayan tangkap.
2.         Masih terjadinya pencurian karang hidup, dimana secara langsung mengancam
keseimbangan ekosistem laut serta aktivitas budidaya rumput laut. Sebagai gambaran
kegiatan pencurian ini masih kerap terjadi di perairan Teluk Awur.
3.         Hampir keseluruhan pembudidaya adalah tingkat pemula sehingga seringkali
pembudidaya belum siap jika mengalami kegagalan.
V.        KESIMPULAN

Setelah melalui beberapa rangkaian kegiatan budidaya rumput laut di beberapa


kawasan sasaran pengembangan, maka didapat bebrapa kesimpulan berkaitan dengan
potensi pengembanganbudidaya rumput laut di Pesisir Jepara, sebagai berikut :
1.          Bahwa secara umum perairan pesisir Jepara layak untuk dilakukan pengembangan
budidaya rumput laut Eucheuma cottoni. Dimana tingkat keberhasilan pada tahap awal
menunjukan hasil yang cukup baik ditandai dengan adanya peningkatan animo
masyarakat pesisir Jepara yang cukup tinggi.
2.         Tingkat kelayakan paling tinggi yaitu terdapat pada perairan Teluk Awur disusul
perairan Bandengan dan pailus. Dimana tiga kawasan tersebut dapat direkomendaskan
untuk ploting pengembangan kawasan budidaya rumput laut.
3.         Metoda budidaya yang dapat direkomendaskan adalah system Rawai (long line)
dan jalur kombnasi.
4.         Titik lokasi penanaman direkomendaskan pada lokasi jauh dari terumbu karang
minimal 100 meter (untuk menghindari hama ikan beronang), pada kedalaman min. 4
meter, Arus min. 20 cm/dtk, Salinitas min. 30 ppt.
5.         Pola pendampingan tahap awal pada pembudidaya pemula lebih efektif melalui
pendekatan individual
6.         Tingkat animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu factor teknis budidaya dan jaminan pasar hasil produksi
secara berkelanjutan. Sehingga 2 faktor ini menjadi penentu terhadap kesuksesan
proses pengembangan kawasan budidaya rumput laut.
7.         Bahwa perluasan kawasan budidaya multlak dilakukan dalam rangka meningkatkan
pemanfaatan potensi lahan serta guna menjamin kuntinyuitas hasil produkksi baik
kualitas maupun kuantitas, sehingga target produksi dan kesejahteraan pelaku utama
dapat tercapai. Dimana secara ekonomi standar target dalam rangka peningkatan
pendapatan pelaku utama minimal Rp. 1,5 juta/KK/bulan sebagai hasil dari kegiatan
usaha budidaya ikan khususnya komoditas rumput laut.
8.         Tingkat kepemilikan lahan yang sesuai standar kelayakan usaha adalah minimal
1.000 m2 / pembuddaya dengan kapasitas produksi minimal 3.200 kg.
9.         Peran pendampingan baik teknis maupun non teknis harus dilakukan secara intensif
dan berkelanjutan, dimana oreintasinya adalah untuk menumbuhkembangkan
kelembagaan kelompok yang kuat dan mandiri serta memperluas dan meningkatkan
animo masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha perikanan dalam hal ini budidaya
rumput laut.
10.       Jaminan penyerapan hasil produksi rumput laut dari Pokdakan harus dilakukan
melalui pemberdayaan peran UPP Perikanan Budidaya yang mampu memfasilitasi
penyerapan produksi secara fleksibel, transparan dan kontinyu.
VI.         RENCANA TINDAK LANJUT
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan pengembangan kawasan budidaya rumput
laut di pesisir Jepara, maka perlu menetapkan rencana kerja tindak lanjut yang secara
langsung mendukung kegiatan usaha budidaya dan pencapaian kelembagaan
kelompok yang kuat dan mandiri.
Langkah yang akan dilakukan antara lain :
1.          Dalam rangka menjamin akses pasar dan penyerapan hasil produksi rumput laut
dari Pokdakan berdasarkan pertimbangan fleksibilitas quota produksi, tranparansi dan
jaminan secara berkelanjutan, maka akan dilakukan pola kerjasama kemtraan pasar
dengan UPP “Jepara makmur Sejahtera” sebagai penjamin dan fasilitotor penyerapan
hasil produksi di tingkat kelompok pembudidaya.
2.         Jaminan akses pasar di Tingkat UPP akan dilakukan kerjasama kemitraan dengan
perusahaan, dalam hal ini sedang dilakukan penjajakan dengan PT. Indo Carrageen di
Surabaya. Namun demikian pola kemitraan tidak bersifat mengikat kedua belah pihak
(bersifat fleksibel)
3.         Melakukan pengawasan terhadap perkembangan harga pasar rumput laut, melalui
alih informasi harga pasar secara berkala terhadap Pokdakan.
4.         Melakukan perluasan kawasan pengembangan budidaya rumput laut melalui
pembinaan dan pendampingan secara intensif dalam rangka memicu animo
masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha budidaya rumput laut
5.         Peningkatan kelembagaan kelompok yang mampu melakukan pengelolaan usaha
secara mandiri (Kelompok Usaha Bersama)
6.         Mencari solusi mengenai metoda penanaman yang efektif guna mengantisipasi
gelombang musiman, mengingat perairan jepara bersfat terbuka.
7.         Menerapkan sistem pengembangan kawasan budidaya rumput laut yang
terintegrasi dengan baik (sistem kluster)
8.         Membentuk kelompok pengolah rumput laut guna menaikan posisi tawar hasil
produksi

Anda mungkin juga menyukai