Amru bin Ash bin Wail bin Hasyim bin Said bin Saham ini adalah pimpinan Arab terkenal yang menaklukkan Mesir dan membangun kota Fustat (Cairo sekarang). Beliau sempat mengikuti arbitrasi seusai perang Shiffin di mana Muawiah menang berkat kecerdikannya. Beliau meninggal di Cairo. Amr bin Ash bukanlah termasuk golongan sahabat yang terdahulu memeluk Islam (assabiqunal awwalun). Ia memeluk Islam bersama Khalid Bin Walid tidak lama setelah dibebaskanya kota Mekkah oleh kaum muslimin (futuh mekah). Menurut para muarikh (ahli sejarah Islam), keislaman Amr bin Ash disebabkan adanya interaksi dengan Raja Habasyah (Ethiopia). Waktu itu Amr sering memberikan hadiah kepada Raja Habasyah dalam setiap kunjungannya. Dalam suatu kunjungan, tersiar kabar tentang adanya Rasul akhir zaman yang bernama Muhammad di Mekkah. Raja Habasyah pun menyarankan kepada Amr bin Ash untuk beriman kepada Rasulullah. Katanya, Sungguh! Demi Allah, ia adalah di atas kebenaran dan akan mengalahkan orang-orang yang menentangnya. Setelah mendengarkan anjuran dari Raja Habasyah, Amr segera memacu kudanya menuju kampung halamannya. Lalu ia mengarahkan langkahnya menuju Madinah untuk berbaiat kepada Rasulullah . Dalam perjalanan ke Madinah itu ia bertemu dengan Khalid Bin Walid dan Utsman Bin Thalhah. Khalid dan Utsman sengaja datang dari Mekah untuk berbaiat kepada Rasulullah. Ketika tiba giliran Amr untuk berbaiat, berkatalah Amr kepada Rasulullah. Wahai Rasulullah! Aku akan berbaiat kepada anda, asal saja Allah mengampuni dosa-dosaku yang terdahulu. Jawab Rasulullah, Hai, Amr! Berbaiatlah, karena Islam akan menghapus dosa-dosa yang sebelumnya. Setelah memeluk Islam, Amr mengabdikan keberanian dan kecerdikannya dalam berjuang membela agama barunya. Amr bin Ash adalah seorang sahabat yang berpikiran tajam, cepat tanggap dan berpandangan jauh ke depan. Pada beberapa peristiwa dan suasana, keberaniannya itu disisipi dengan kelihaiannya, hingga disangka orang ia sebagai pengecut atau penggugup. Padahal itu tiada lain dari tipu muslihat yang istimewa yang oleh Amr digunakannya secara tepat dan dengan kecerdikan mengagumkan untuk membebaskan dirinya dari bahaya yang mengancam. Khalifah Umar Bin Khattab mengenal bakat dan kelebihannya ini dengan baik. Saat ia menugaskannya ke Syria sebelum pergi ke Mesir, ada yang mengatakan bahwa tentara Romawi dipimpin oleh Arthabon, maksudnya panglima yang lihai dan gagah berani. Maka Umar pun mengisaratkan pengiriman Amr bin Ash sebagai jawabannnya. Dan, akhirnya sejarah mencatat ahli tipu muslihat Arab (Amr) itulah yang memenangkan pertempuran melawan Arthabon Romawi. Para muarikh menggelari Amr bin Ash sebagai pembebas Mesir. Amr memiliki andil yang cukup besar dalam membebaskan Mesir dari cengkeraman dua imperium besar di masa itu, Persia dan Romawi. Ketika Mesir berada di bawah dua kerajaan besar itu, rakyatnya hidup sangat menderita, sebagian besar dijadikan budak. Mereka telah mencuri harta penduduk dengan sewenang-wenang. Mesir sendiriketika pasukan perintis Islam datangmerupakan jajahan dari Romawi. Sementara itu perjuangan penduduk untuk menentangnya tidak membuahkan hasil. Ketika dari perbatasan kerajaan itu bergema suara takbir dari pasukan-pasukan Islam, mereka pun berduyun-duyun memeluk Islam. Amr bin Ash sangat berharap akan dapat menghindarkan penduduk Mesir dari peperangan, agar pertempuran terjadi terbatas antara pasukannya dengan tentara Romawi saja. Oleh sebab itulah ia berbicara kepada para pemuka agama Nasrani dan Uskupuskupnya: Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad membawa kebenaran dan menitahkan kebenaran itu. Dan sesungguhnya ia telah menunaikan risalahnya kemudian berpulang seteah meninggalkan kami di jalan yang lurus terang benderang. Di antara perintah-perintah yang disampaikannya kepada kami adalah memberikan kemudahan bagi manusia, maka kami menyeru kalian kepada Islam. Baragsiapa yang memenuhi seruan kami maka ia termasuk golongan kami, memperoleh hak seperti hak-hak kami, dan memikul kewajiban seperti kewajiban-kewajiban kami. Dan barangsiapa yang tidak memenuhi seruan kami, maka kami tawarkan kepadanya membayar pajak, dan kami berikan kepadanya keamanan serta perlindungan. Dan sesungguhnya Nabi kami telah memberitakan bahwa Mesir akan menjadi tangung jawab kami untuk membebaskannya dari penjajah, diwasiatkannya kepada kami agar berlaku baik kepada
penduduknya. Maka jika kalian memenuhi seruan kami ini, hubungan kita semakin kuat dan bertambah erat! Amr menyudahi ucapannya, dan sebagian uskup dan pendeta menyerukan, Sesungguhnya hubungan silaturahmi yang diwasiatkan Nabimu itu adalah suatu pendekatan dengan pandangan jauh, yang tak mungkin disuruh hubungkan kecuali oleh Nabi. Dialog antara Amr dengan tokoh agama Nasrani di atas merupakan strategi permulaan yang baik dalam merebut hati rakyat Mesir yang berbeda keyakinan. Walaupun panglima-panglima Romawi berusaha untuk menggagalkannya, namun usaha mereka itu sia-sia. Karena sudah terjadi saling pengertian antara pasukan kaum muslimin dengan rakyat Mesir. Pada tahun ke-43 Hiriyah, wafatlah Amr bin Ash di Mesir. Waktu itu ia masih menjabat sebagai gubernurnya. Di pangkuan bumi Mesir, negeri yang diperkenalkannya dengan ajaran Islam itu, bersemayamlah tubuhnya. Dan, di atas tanah yang keras, majelisnya yang selama ini digunakannya untuk mengajar, mengadili, dan mengendalikan pemerintahan, masih tegak berdiri melalui kurun waktu, dinaungi oleh atap masjidnya yang telah berusia lanjut, Jamiu Amr.
Kecintaan Umar bin Abdul Aziz Terhadap Ilmu Sejak Dini dan Hafalannya Terhadap Alquran Al-Karim
Umar bin Adbdul Aziz telah menghapal Alquran pada usia anak-anaknya, ia sangat mencintai ilmu agama. Terbukti dengan kebiasaannya berkumpul dengan para sahabat nabi dan menimba ilmu di majlis mereka. Ia sering menadaburi ayat-ayat Alquran sampai menangis tersedu-sedu. Ibnu Abi Dziib mengisahkan, Orang yang menyaksikan Umar bin Abdul Aziz yang saat itu masih menjabat Gubernur Madinah, menyampaikan kepadaku bahwa di depan Umar ada seorang laki-laki membaca ayat,
Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka itu dengan dibelenggu, mereka di sana mengharapkan kebinasaan. (QS. Al-Furqon: 13).
Maka Umar pun menangis sampai ia tidak bisa menguasai dirinya, pecahlah isak tangisnya, lalu ia pun pulang ke rumahnya untuk menyembunyikan hal itu. Makna ayat ini adalah, ketika orang-orang yang mendustakan Hari Kiamat itu dicampakkan di tempat yang sempit di neraka, tangan-tangan mereka di belenggu ke leher mereka mereka di sana mengharapkan kebinasaan Harapan binasa di sini sebagai ungkapan sebagai ungkapan penyesalan mendalam dari orangorang itu, karena sewaktu di dunia mereka menjauhi ketaatand dari Allah Subhanahu wa Taala. Abu Maudud mengabarkan, Sampai berita kepadaku bahwa pada suatu hari Umar bin Abdul Aziz membaca,
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu. (QS. Yunus: 61). Umar bin Abdul Aziz pun menangis, sampai orang-orang di rumahnya pun mendengar suara tangisnya. Ketika anaknya Abdul Malik menghampirinya dan bertanya, Wahai ayahanda apa yang terjadi? Umar menjawab, Anakku, ayahmu ini tidak mengenal dunia dan dunia pun tidak mengenalnya. Demi Allah wahai anakku, sungguh aku khawatir binasa. Demi Allah wahai anakku, aku takut menjadi penghuni neraka. Ayat di atas menerangkan bahwasanya Allah mengetahui segala sesuatu yang kita perbuat. Dan Umar bin Abdul Aziz dengan kesalehannya dan jasanya yang banyak terhadap umat Islam khawatir kalau ia menjadi penghuni neraka karena banyak berbuat salah. Lalu bagaimana dengan kita? Abdul Ala bin Abu Abdullah Al-Anzi mengatakan, Aku melihat Umar bin Abdul Aziz keluar di hari Jumat dengna pakaian yang sudah usang. Pada hari itu ia naik mimbar Jumat dan berkhutbah dengan membaca surat At-Takwir Apabila matahari digulung. Ia mengatakan, Ada apa dengan amtahari? kemudian ayat kedua, Dan apabila bintang-bintang berguguran. Sampai pada ayat Dan apabila neraka Jahim dinyalakan dan apabila surge didekatkan. Beliau menangis, dan ketulusan tangisan tersebut menyentuh kalbu jamaah yang hadir pada saat itu, akhirnya mereka terenyuh dan ikut menangis.
orang dari pasukan kaum musyrikin. Akan tetapi, kekuatan seorang laki-laki dari kaum muslimin pada saat itu sama dengan kekuatan seribu orang pasukan berkuda. Saai itu Zubair radhiyallahu anhu mengenakan mantel berwarna kuning. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memposisikan Zubair pada sayap kanan pasukan karena beliau telah mengetahui keberanian dan kekuatan Zubair. Pada hari terjadinya perang Badar ini, Zubair telah di uji oleh Allah dengan ujian yang baik. Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat orang seperti Zubair, lalu beliau bersabda kepadanya, Perangilah mereka, wahai Zubair! Orang itu menjawab, Aku bukan Zubair. Rasulullah pun akhirnya tahu bahwa orang itu merupakan salah satu malaikat yang telah diturunkan oleh Allah dalam sosok Zubair radhiyallahu anhu. Sementara pada hari terjadinya perang Uhud, Zubair termasuk salah seorang yang tetap berada di sekeliling Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Saat itu dia berusaha membela beliau dari serangan kaum musyrikin. Selanjutnya, setelah terjadinya perang Uhud, Zubair bersama Abu Bakar radhiyallahu anhu berjalan membuntuti pasukan kaum musyrikin dengan tujuan mengusir mereka. Kaum musyrikin pun merasa takut, lalu mereka segera kembali ke Makkah, ketika mereka melihat Zubair, seorang pasukan berkuda yang terkenal di Makkah dan seorang tentara Islam. Adapun pada perang Khandaq, kondisi kaum muslimin sangat buruk. Bahkan setiap orang diantara mereka tidak bisa masuk ke toilet karena pengepungan yang dilakukan terhadap mereka sangat ketat, sehingga mereka takut terbunuh. Kondisi semakin memburuk ketika kaum Yahudi Bani Quraidhah mengingkari perjanjian mereka dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu mereka membuka peluang lebar bagi kaum musyrikin untuk masuk ke Madinah. Karenanya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berseru kepada kaum muslimin, Siapa yang akan pergi ke Bani Quraidhah untuk memerangi mereka? Melihat situasi yang menakutkan ini, tidak ada seorang pun dari kaum muslimin yang mau keluar untuk memerangi mereka. Saat itu Zubair berdiri, lalu berkata, Akulah yang akan keluar, wahai Rasulullah ! Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengulangi seruannya itu, tetapi tidak ada seorang pun yang mau keluar, kecuali Zubair. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda , Demi ayah dan ibuku, sesungguhnya setiap Nabi mempunyai Hawari (pengikut setia) dan Hawariku adalah Zubair. Sejak hari itu Zubair pun menjadi hawari (pengikut setia) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Zubair keluar untuk memerangi Bani Quraidhah. Saat itu Zubair mengetahui bahwa ibunya, Shafiyyah, telah membunuh seorang laki-laki Yahudi yang memata-matai kaum muslimin dari kalangan wanita. Demikianlah, sang anak dan ibunya sama-sama berjuang untuk memberikan pengabdian kepada agama Allah. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat, tampuk kekhilafahan dipegang oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu, dan setelah itu diteruskan oleh Umar bin Khaththab. Pada masa-masa itu Zubair radhiyallahu anhu merupakan salah seorang tentara Islam yang kuat yang selalu berdiri di barisan terdepan dengan harapan agar negeri-negeri yang musyrik dapat di taklukan, lalu para penduduknya pun mau masuk Islam dan selamat dari api kekufuran. Zubair pergi sambil menghunuskan pedangnya. Dia dapat mengalahkan kaum musyrikin dan menaklukan sejumlah negeri, lalu para penduduk di negeri-negeri tersebut pun masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong. Saat menaklukan sejumlah negeri itu, Zubair teringat akan hari terjadinya perang melawan Bani Quraidhah, maka dia pun berteriak sambil berkata, Ini adalah hari seperti hari (keberuntungan) Hamzah, dimana (saat
itu) dia telah naik ke atas benteng dengan ditemani oleh Ali bin Abi Thalib, lalu mereka berdua pun berhasil membuka benteng-benteng kaum Yahudi. Peristiwa gugurnya Hamzah bin Abdul Muthalib yang merupakan paman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (dari pihak ayah), singa Allah dan rasul-Nya, serta paman Zubair (dari pihak ibu), masih terus teringat dalam ingatan Zubair hingga Zubair meninggal dunia. Ketika dia memasuki medan peperangan, dia teringat akan sosok Hamzah yang sedang berperang melawan orang-orang musyrik seperti seekor singa yang perkasa. Pada perang Yarmuk yang dilakukan guna menaklukan negeri Syam, teriakan Zubair memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan satu rombongan pasukan, hingga musuh-musuh Allah yang ada di hadapannya pun mengalami kekalahan dan lari terbirit-birit seperti larinya tikus-tikus yang ketakutan. Diantara hal baik yang diterima oleh Zubair radhiyallahu anhu adalah bahwa dirinya termasuk ke dalam rombongan pasukan yang di pimpin oleh Amr bin Ash yang datang ke Mesir guna menaklukan negeri tersebut dan memasukkan agama Islam ke dalamnya. Ketika sampai di depan benteng Babilonia, kaum muslimin berhenti. Usaha mereka guna menjebol benteng yang kokoh ini hampir habis, padahal mereka belum bisa menaklukkannya. Pengepungan terhadap benteng tersebut dilakukan selama berbulan-bulan, hingga Zubair memperlihatkan suatu tindakan yang menarik yang menunjukkan sikap kepahlawanannya. Zubair berkata kepada kaum mukminin, Sesungguhnya aku mempersembahkan jiwaku ini untuk Allah. Aku berharap agar Allah menaklukan benteng itu untuk kaum muslimin. Zubair meletakkan sebuah tangga ke dinding benteng tersebut, lalu dia naik ke atasnya. Sebelum naik, dia berpesan kepada rekan-rekannya, Jika kalian mendengar bacaan takbirku, maka bertakbirlah kalian! Zubair pun menaiki tangga yang sudah diletakkan di dinding benteng, lalu kaum muslimin pun mengikuti jejaknya. Ketika Zubair mengucapkan takbir, kaum muslimin yang berada di belakangnya juga ikut mengucapkan takbir. Hal ini menyebabkan rasa takut mulai merasuk ke dalam hati pasukan Romawi. Maka mereka pun meninggalkan benteng tersebut. Akhirnya, Zubair radhiyallahu anhu berhasil menaklukan benteng itu seorang diri. Setelah itu, seluruh wilayah Mesir pun berhasil ditaklukan satu per satu. Kaum muslimin telah mengetahui betapa besarnya pengorbanan dan perjuangan Zubair. Bahkan salah seorang dari kaum muslimin pernah berkata, Sungguh aku telah melihat dada Zubair, dan sungguh pada dadanya itu terdapat goresan-goresan akibat sabetan pedang dan tusukan tombak yang menyerupai aliranaliran air.
Seperti halnya dengan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu anhu, Zubair adalah orang kaya, dermawan, sering bershadaqah, dan telah membagikan seluruh hartanya kepada orang-orang fakir, sehingga dia tidak meninggalkan sedikitpun dari hartanya itu untuk dirinya sendiri. Bahkan dia telah mencurahkan jiwa dan hartanya di jalan Allah . Zubair dan Thalhah bin Ubaidillah hidup dalam keadaan keduanya saling bersaudara karena Allah , hingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam pun bersabda, Thalhah dan Zubair adalah dua tetanggaku di surga (nanti). Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu anhu, Zubair dan Thalhah berperang melawan Ali bin Abi Thalib dalam sebuah peperangan yang dinamakan dengan perang Jamal. Ali pun keluar untuk menemui Zubair, lalu dia berkata kepadanya, Wahai Zubair, tidaklah kamu mendengar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang ditujukkan kepada dirimu : Sesungguhnya kamu akan memerangi Ali (saat itu) kamu berbuat zhalim kepadanya. Setelah mendengar perkataan Ali itu, Zubair langsung teringat akan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam tersebut, maka dia bersama Thalhah bin Ubaidillah pun segera mundur dari medan pertempuran. Akan tetapi, para pembuat fitnah (kerusuhan) menolak untuk mundur, kecuali setelah mereka membunuh Zubair dan Thalhah. Pertama kali mereka membunuh Thalhah ; dan tatkala Zubair sedang mengerjakan shalat, tiba-tiba seorang laki-laki yang biasa dipangil dengan nama Ibnu Jurmuz melemparkan anak panahnya ke arah Zubair, hingga akhirnya Zubair pun terbunuh. Selanjutnya, Ibnu Jurmuz pergi ke tempat Ali bin Abi Thalib dengan maksud untuk menemuinya. Ali berkata, Sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Berilah kabar buruk kepada orang yang membunuh Ibnu Shaffiyah maksudnya Zubair- bahwa dia akan masuk neraka. Ali radhiyallahu anhu pergi untuk melihat jenazah Zubair yang telah berlumuran darah. Ali membalikkan jenazah Zubair itu guna menciumnya. Saat itu dia menangis sambil berkata : Demi Allah , sungguh dia adalah pedang Allah yang selalu membela Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Jasad Zubair pun dikuburkan di samping jasad Thalhah agar mereka berdua dapat saling berdampingan di dalam kubur, sebagaimana ketika berada di dunia. Mereka telah menjadi dua orang yang saling bersaudara, lalu mereka berdua akan menjadi tetangga Rasulullah di dalam surga, sebagaimana sabda beliau, Thalhah dan Zubair adalah dua tetanggaku di surga. Peristiwa pembunuhan Zubair bin Awwam ini juga terjadi pada tahun ke-26 Hijriyah. Sumber: Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam, 2006 (Dipublikasikan ulang oleh Kisah Muslim)