Anda di halaman 1dari 7

DICARI PEMIMPIN YANG ADIL

Muhammad Saidun
Email: muhsaidun63@gmail.com

A. ASAS KEADILAN DALAM KEKUASAAN


Adil merupakan kemampuan untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya tanpa
mengurangi hak yang lain, sedangkan dzalim itu sebaliknya. Keadilan merupakan kunci
keberlangsungan suatu kekuasaan, dan sebaliknya, kezaliman merupakan virus utama yang
menghancurkan kekuasaan itu. Al-Ghassani, seorang ahli sejarah Arab klasik mengatakan,
''Kekuasaan bisa bertahan dalam kekafiran, tapi tidak akan bisa bertahan dalam kezaliman.'
Al-Qur’an penuh dengan cerita masa lalu, yang sesungguhnya adalah sejarah.
Manusia perlu belajar dari sejarah, karena dengan sejarah, manusia belajar untuk berubah
menjadi lebih baik. Ada kekuasaan yang berkarakter “ketakwaan”. Yaitu kekuasaan yang
terbangun di atas nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Tapi tidak sedikit pula
kekuasaan yang terbangun di atas karakter “fujuur”, yaitu kekuasaan yang penuh dengan
ketidakjujuran dan kebohongan, kezaliman, bahkan kekejaman dan kebiadaban. Dalam
sejarah, Allah SWT selalu menghadirkan figur/tokoh untuk melakukan koreksi terhadap
kekuasaan yang fujuur itu. Nabi Musa AS diutus kepada Fir’aun, Nabi Ibrahim AS diutus
kepada Namrud, Nabi Sulaiman dipertemukan dengan Ratu Balkis dan begitu pula kepada
umat-umat lainnya.
Menjelang jatuhnya kekuasaan Abbasiyah di Baghdad, ada beberapa fakta sejarah
yang sebenarnya bisa kita baca. Kesenjangan terjadi antara orang-orang di lingkaran
kekuasaan dan rakyat jelata. Kelompok pertama hidup sangat mewah, sedangkan kelompok
kedua hidup dalam kondisi sengsara. Harta negara sebagian besar hanya berputar di kalangan
kaum elite kekuasaan untuk pesta, hadiah,dan fasilitas pribadi khalifah dan kroni-kroninya.
Ternyata ini semua menjadi proses awal dan sababiyah dari kehancuran Khilafah Abbasiyah.
Teori tentang kekuasaan sesungguhnya ada point yang menegaaskan bahwa setiap
perilaku yang bertentangan dengan asas keadilan akan tersingkir, sebab dunia ini berjalan
berdasarkan asas keadilan. Betapa banyak penguasa yang jatuh atau dijatuhkan akibat
ketidakadilan dan kedzaliman mereka dalam menjalankan amanat kekuasaannya.

B. KEADILAN DUA UMAR


Ada dua Umar yang tercatat dengan tinta emas dalam sejarah kekholifahan Islam,
yaitu Khalifah Umar bin Khattab r.a. dan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Umar bin Khattab adalah khalifah kedua yang masa pemerintahannya dikenal dengan
tegaknya keadilan dan kemakmuran negara. Dia selalu memerintahkan para gubernur dan
wali kota agar selalu mengajak kepada kebaikan, menjauhi kemungkaran, menegakkan shalat
Jum’at, berjamaah shalat maktubah di masjid, gotong-royong, menunaikan amanah, jujur
pada setiap ucapan dan perbuatan, melarang perbuatan khianat, mengurangi isi timbangan,
mencurangi produk buatan dan barang dagangan, serta melarang segala jenis bentuk khamr.
Umar yang kedua yang dikenal keadilannya saat menjadi khalifah adalah Umar Ibn
Abdul Aziz. Ayahnya adalah Abdul Aziz dan Ibunya bernama Ummu Ashim binti Ashim
bin Umar Ibn Khattab.
Beliau seorang khalifah yang disepakati sebagian ulama sebagai Khulafaur Rasyidin
yang kelima, karena sifat adilnya. Kaum muslimin menyamakan kepemimpinannya dengan
kakeknya, yaitu Umar Ibn Khattab, baik dalam keadilan maupun kezuhudannya. Sufyan at-
Tsauri berkata, “Para khulafa al-Rasyidien itu ada lima, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
dan Umar Ibn Abdul Aziz.”
Banyak peristiwa yang menggambarkan betapa adil dan bijaknya kedua Umar semasa
beliau berdua menjadi khalifah, diantaranya :.
1. Klarifikasi Sebelum Mengambil Tindakan.
Pada suatu hari, datanglah seorang wanita kepada Umar bin Khattab r.a.. Wanita ini
sedang jatuh hati kepada lelaki dari Anshor, begitu mencintainya. Namun karena sang lelaki
tidak mengindahkan yang diharapkan, akhirnya ia ingin menipu dan menjatuhkan martabat
sang lelaki. Wanita ini membuang bagian kuning sebuah telur, kemudian menumpahkan
putih telurnya kepada pakaian dan antara dua pahanya. Kemudian segera pergi ke Umar bin
Khattab dan berteriak : “Lelaki ini memperkosa diriku, menghinakan keluargaku, ini ada
bukti perbuatannya!”.
Umar bin Khattab pun meminta klarifikasi dari para wanita, mereka pun menjawab
setelah melihat : “Sungguh pada badan dan pakaiannya ada bekas mani”. Hampir saja Umar
mempercayai pengaduan wanita tersebut dan menjatuhkan hukuman kepada sang lelaki.
Namun, sang lelaki tersangka ini berkata : “Wahai Amirul Mu’minin, pastikanlah perkaraku
terlebih dahulu. Demi Allah aku tidak melakukan perbuatan keji ini, akupun tidak tertarik
kepadanya. Hanya dia yang merayuku namun aku berlepas diri darinya.”
Lalu Umar bin Khattab r.a. meminta pendapat Ali bin Abi Thalib r.a. Ali pun
memperhatikan bekas yang ada pada pakaian wanita itu. lalu meminta supaya dibawakan air
panas yang mendidih, dan disiramkan pada bekas putih telor itu sehingga mengeras dan
mengembang. Ali ambil bekas putih telor yang telah disiram itu, mencium baunya, dan
mencicipi rasanya, maka tahulah Ali kalau ini ternyata hanyalah putih telur. Karena air mani
jika disiram air panas akan larut, sedangkan telur akan mengeras dan mengembang, meskipun
saat dingin bentuk dan warnanya tampak sama. Sehingga sang khalifah justru marah kepada
wanita ini dan ia pun mengakui kesalahannya.
2. Teguran keras kepada Gubernur Mesir
Amr bin Ash adalah gubernur Mesir pada masa kekhalifahan Umar. Karena
jabatannya Amr bin Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terdapat sebuah
gubuk reyot dan terlihat tidak serasi. Lalu Amr bin Ash mencari tahu siapa pemilik gubuk
reyot tersebut. Dan ternyata pemiliknya seorang lelaki tua Yahudi.
Demi keindahan lingkungan istana, maka Amr bin Ash berniat menggusur gubuk
reyot tersebut untuk dijadikan sebuah masjid yang megah agar sebanding dengan istananya.
Lelaki tua Yahudi itu pun dipanggil ke istana untuk menghadap Amr bin Ash.
"Wahai fulan, berapa harga jual tanah dan gubukmu? Aku ingin membangun masjid
di atasnya," tanya Amr bin Ash kepada lelaki Yahudi tersebut.
"Tuan, saya tidak akan menjualnya!" tegas lelaki Yahudi.
"Kalau begitu aku akan bayar tiga kali lipat dari harga aslinya," desak Amr bin Ash.
"Tidak!"
"Ya sudah, lima kali lipat!"
Lelaki Yahudi itu tetap bersikukuh untuk tidak menjual tanah dan gubuk hasil
perjuangannya.
Setelah lelaki Yahudi itu pulang, Amr bin Ash secara sepihak memutuskan untuk
menggusur gubuk reyot tersebut. Sebagai rakyat kecil, lelaki Yahudi tidak mampu berbuat
apa-apa karena keterbatasan tenaga dan kekuasaannya. Kemudian terpikirlah olehnya untuk
mengadu kepada Khalifah Umar bin Khattab, atasan Amr bin Ash yang berada di Madinah.
Perjalanan jauh lelaki Yahudi itu pun ditempuhnya.
Ringkas ceritera, sesampainya di hadapan Umar bin Khattab, lelaki Yahudi itu
menceritakan betapa berat perjuangannya untuk membangun gubuk reyot tersebut. Namun
tidak disangka, Gubernur Amr bin Ash dengan sewenang-wenang menggusur hasil kerja
kerasnya tersebut.
Mendengar pengaduan lelaki Yahudi itu, Khalifah Umar bin Khattab benar-benar
marah terhadap tindakan sewenang-wenang anak buahnya, gubernur Mesir. Lalu Khalifah
meminta tolong kepada lelaki Yahudi itu untuk mencari tulang bekas di dalam tumpukan
sampah. Betapapun lelaki Yahudi ini tidak tahu maksudnya, tetapi dia segera menuruti
perintah Sang Khalifah.
Setelah tulang itu didapat, dengan pedangnya Umar menggoreskan huruf alif lalu
dipalang di tengah-tengahnya. Lelaki Yahudi ini tambah bingung dan bertanya, "Wahai tuan,
saya datang kemari untuk menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang aku dapatkan
melainkan sepotong tulang yang tak berharga ini. Bukankah ini sebuah penghinaan atas diri
saya?”
Khalifah Umar pun meyakinkan lelaki itu dan memintanya untuk menyerahkannya
kepada Amr bin Ash. Lelaki Yahudi itupun pulang ke Mesir dan langsung memberikan
tulang dari Umar bin Khattab tersebut kepada Gubernur Amr bin Ash.
Betapa terkejutnya Amr bin Ash saat melihat tulang kiriman Khalifah itu. Seketika itu
pula Amr bin Ash meminta pegawainya untuk merobohkan masjid yang sudah mulai
dibangun. Lelaki Yahudi itu semakin bingung dan bertanya kepada Gubernur : "Sebentar
tuan, mengapa engkau ingin merobohkan masjid itu gara-gara sepotong tulang itu?" tanya
lelaki Yahudi.
Lalu Amr bin Ash menjelaskan : "Wahai fulan, tulang yang bergaris alif lurus ini
berisi pesan peringatan keras dari Khalifah, agar aku selalu ingat ; Siapa pun engkau,
betapa pun tingginya pangkat dan kekuasaan engkau, suatu saat nanti engkau pasti akan
berubah menjadi tulang yang busuk seperti tulang ini. Karena itu, bertindaklah lurus dan
adil seperti huruf alif ini. Jjika engkau tidak bertindak lurus dan adil, maka pedang Umar-
lah yang akan meluruskannya dan yang akan menebas batang lehermu.”
Mendengar penjelasan Gubernur Amr bin Ash, lelaki Yahudi itu pun termenung serta
mengagumi betapa bijak dan adillnya Khalifah Umar bin Khattab.
3. Menjadi miskin Setelah menjadi Khalifah,
Umar Ibn Abdul Aziz adalah khalifah yang terkenal shaleh, adil dan memiliki sikap
anti kekerasan. Beliau telah melarang mencaci maki Ahlul Bait, baik dalam pidato maupun
khutbah Jum’at. Sebelumnya, caci maki kepada Ahlul Bait yang dilakukan oleh para khalifah
Bani Umayyah, menjadi semacam kebijakan resmi khalifah, dalam rangka menjauhkan
rakyat dari pengaruh Syi’ah. Maka ketika Umar Ibn Abdul Aziz memegang tampuk
pemerintahan, beliau segera menghapus kebijakan itu, kemudian beliau menggantinya
dengan bacaan ayat Al-Qur’an QS. An-Nahl : 90. Sampai sekarang bacaan ini masih dibaca
para khotib sebagai penutup khutbah pada shalat Jum’at.
Beliau menjadi khalifah berdasarkan wasiat tertulis Khalifah Sulaiman Ibn Abdul
Malik, sepupunya sendiri, dan menjabat hanya selama dua tahun lima bulan. Sepanjang masa
pemerintahannya, beliau penuhi dunia dengan keadilan dan mengembalikan semua harta
(Baitul Mal) yang telah diambil pada masa sebelumnya dengan cara yang tidak benar. Tatkala
namanya dinyatakan sebagai pengganti Sulaiman sebagai khalifah, beliau langsung terkulai
lemas dan berkata, “Demi Allah, sungguh aku tak pernah satu kali pun memohon perkara ini
kepada Allah SWT.”
Umar Ibn Abdul Aziz memiliki akhlak yang amat mulia, akal yang sempurna,
perilaku yang baik, politik yang bersih, berusaha keras untuk berlaku adil. banyak ilmu, ahli
dalam memahami masalah, cerdas, lurus, zuhud dengan jabatan kekhilafahannya, selalu
menuturkan yang benar walaupun sedikit pendukungnya. Banyak gubernur zalim yang
membencinya justru karena keadilan dan keshalehannya. Umar Ibn Abdul Aziz wafat tahun
101 H dalam usia 39 tahun lebih 6 bulan, akibat racun yang dimasukkan ke dalam
makanannya, sebab beliau tak pernah memperhatikan makanan yang akan dimakannya
Anaknya yang bernama Abdul Aziz mengisahkan, “Abu Ja’far Al-Manshur bertanya
kepadaku : Berapa jumlah kekayaan ayahmu saat khilafah diserahkan kepadanya?’ Aku
menjawab : 40 ribu dinar.’ Lalu dia bertanya lagi : ‘Lalu berapa kekayaan ayahmu saat dia
meninggal?’ Aku menjawab : ‘400 dinar. Itupun kalau belum berkurang.”

C. BERSIKAP TERHADAP PEMIMPIN YANG DZALIM


Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya akan datang di tengah-tengah kalian
para pemimpin sesudahku, mereka menasihati orang di forum-forum dengan penuh hikmah,
tetapi begitu turun dari mimbar mereka berlaku culas, hati mereka lebih busuk daripada
bangkai. Barangsiapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kesewenang-
wenangan mereka, maka aku bukan lagi golongan mereka dan mereka bukan golonganku
dan tidak akan dapat masuk telagaku. Barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan
mereka dan tidak membantu kesewenang-wenangan mereka, maka ia adalah termasuk
golonganku dan aku termasuk golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku,” (HR.
at-Thabrani).
Kepada pemimpin yang dzalim, sebagian kalangan bersikap keras sehingga mudah
mengkafirkan dan mencaci maki, sebagian lainnya bersikap sebaliknya. Lewat lisan Nabinya
Islam telah mengajarkan bagaimana rakyat bermuamalah dengan pemimpinnya. Sikap terbaik
yang menjadi akidah seorang muslim adalah tetap menasehati pemimpinnya dengan baik
tatkala mereka tergelincir. Penyampaian nasehat ini pula disalurkan dengan cara yang baik,
bukan dengan menyebarkan aib mereka di depan umum. Juga dengan tetap mentaati mereka
selama mereka masih muslim, walaupun mereka berbuat zholim.
Pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Tholib ra ada seseorang yang bertanya kepada
beliau : “Kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah),
sedangkan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak? Ali menjawab : “Karena
pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi rakyatnya adalah aku dan
sahabat lainnya, sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian.”
Karena itulah, jika di suatu masa ada penguasa yang dzalim, maka jalan keluar dari
kezholiman penguasa adalah : pertama, bertaubat kepada Allah Ta’ala, kedua, bersabar dan
memperbaiki aqidah, ibadah serta akhlak ummat, dan ketiga, mendidik diri, keluarga dan
masyarakat dengan ajaran Islam yang benar.

D. PENUTUP
Sabar terhadap kezaliman pemimpin adalah salah satu prinsip dari prinsip-prinsip
Ahlus Sunnah wal Jamaah. (Majmu’ Fatawa, 28/179). Itulah salah satu ucapan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang banyak terlupakan dan tidak diketahui oleh kaum
muslimin. Bersabar menghadapi kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin bukan berarti
pasrah dan patah semangat. Akan tetapi, berupaya untuk keluar dari belenggu kesulitan dan
penderitaan yang diakibatkan oleh kezaliman nafsu pemimpin, serta berusaha untuk
mencegah dan menghentikannya.
Rasulullah SAW bersabda, "Tolonglah orang yang zalim dan orang yang dizalimi."
Kemudian, seorang sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kami dapat mengerti menolong
orang yang dizalimi, namun bagaimana menolong orang yang berbuat zalim?" Maka, Nabi
SAW menjawab : "Hendaklah kamu mencegah dan melarangnya dari berbuat zalim.
Sesungguhnya yang demikian itu cara menolongnya." (HR Bukhari)
Yakinlah, Allah Yang Maha Kuasa, Penguasa dari Segala Penguasa, akan menolong
ummat-Nya, pada saatnya akan berkenan menegakkan keadilan dan menganugerahkan
kesejahteraan, dengan menghadirkan pemimpin yang adil, setelah ummat-Nya ikhtiar dan
berdoa. “Allah takkan pernah mengingkari janji-Nya”.
Wallahu al musta'aan,

Muhammad Saidun
Jl. Yupiter V/F.3 Jangli Permai Tembalang
Semarang
Alumni Pondok Pesantren Wathaniyyah Islamiyyah
Kebarongan Tahun 1980
TENTANG PENULIS

1. Nama lengkap : MUHAMMAD SAIDUN


2. Pekerjaan : PNS
3. Tempat & tanggal lahir : Cilacap, 2 Agustus 1963
4. Alamat Rumah : Jl. Yupiter V/F.3 Jangli Permai Semarang.
5. Riwayat Pendidikan :
a. MI Al-Istiqamah Pecangakan, Mujur, Kroya Tahun 1974
b. Pondok Pesantren Wathaniyyah Islamiyyah Kebarongan
Banyumas, Tahun 1980.
c. MTsN Banyumas, Tahun 1977 (extranei)
d. MAN Purbalingga (Jur : IPS), Tahun 1980 (extranei)
e. Sarjana Muda Fak. Adab IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Tahun 1983
f. S.1 Fak Adab (Jur : Sastra Arab) IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Thn 1987 (sekarang UIN Sunan Kalijaga).
g. S.2 Pendidikan Islam IAIN Walisongo Semarang, Tahun
2003 (sekarang UIN Walisongo).
6. Pas Photo :

Anda mungkin juga menyukai