Anda di halaman 1dari 13

UMAR BIN ABDUL AZIZ

Ia adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Al-Hakam bin Abu Al-Ash bin Umayyah
bin Abd Syams bin Manaf, seorang imam dalam permasalahan agama dan dunia,
penghafal hadis nawabi, mujtahid, laki-laki yang zuhud, pula ahli ibadah, sosok yang
benar-benar layak digelari pemimpin orang-orang yang beriman. Ia dikenal juga dengan
Abu Hafs, nasabnya Al-Qurasyi Al-Umawi.
Umar bin Abdul (bergelar Umar II), lahir pada tahun 63 H atau 682 M dan meninggal
pada Februari 720 M pada umur sekitar 3738 tahun. Beliau adalah khalifah Bani
Umayyah yang berkuasa dari tahun 717 M (pada usia 3435 tahun) sampai 720 M. Ada
ahli sejarah yang berpendapat bahwa kelahiran Umar bin Abdul Aziz terjadi di tahun 61
H. Ia dilahirkan di Kota Madinah An-Nabawiyah, pada masa pemerintahan Yazid bin
Muawiyah. Ada juga yang mengklaim ia lahir di Mesir. Umar bin Abdul Aziz tidak
memiliki usia yang panjang, ada yang berpendapat ia wafat pada usia 40 tahun, usia yang
masih relatif muda dan masih dikategorikan usia produktif. Namun, di balik usia yang
singkat tersebut, ia telah berbuat banyak untuk peradaban manusia dan Islam secara
khusus.
Atas wasiat yang dikeluarkan oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul
Aziz diangkat menjadi khalifah pada usianya 37 tahun. Beliau dilantik menjadi Khalifah
selepas kematian Sulaiman bin Abdul Malik tetapi beliau tidak suka kepada pelantikan
tersebut. Lalu beliau memerintahkan supaya memanggil orang ramai untuk mendirikan
sembahyang. Selepas itu orang ramai mula berpusu-pusu pergi ke masjid. Apabila mereka
semua telah berkumpul, beliau bangun menyampaikan ucapan. Lantas beliau
mengucapkan puji-pujian kepada Allah dan berselawat kepada Nabi s.a.w kemudian
beliau berkata:
Wahai sekalian umat manusia! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini tanpa meminta
pandangan daripada aku terlebih dahulu dan bukan juga permintaan daripada aku serta
tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang
kamu berikan kepada aku dan pilihlah seorang Khalifah yang kamu reda.
Tiba-tiba orang ramai serentak berkata:
Kami telah memilih kamu wahai Amirul Mukminin dan kami juga reda kepada kamu.
Oleh yang demikian perintahlah kami dengan kebaikan dan keberkatan.
Lalu beliau berpesan kepada orang ramai supaya bertakwa, zuhud kepada kekayaan dunia
dan mendorong mereka supaya cintakan akhirat kemudian beliau berkata pula kepada
mereka: Wahai sekalian umat manusia! Sesiapa yang taat kepada Allah, dia wajib ditaati
dan sesiapa yang tidak taat kepada Allah, dia tidak wajib ditaati oleh sesiapapun. Wahai
sekalian umat manusia! Taatlah kamu kepada aku selagi aku taat kepada Allah di dalam
memimpin kamu dan sekiranya aku tidak taat kepada Allah, janganlah sesiapa mentaati
aku. Setelah itu beliau turun dari mimbar.

Umar rahimahullah pernah menghimpunkan sekumpulan ahli fekah dan ulama kemudian
beliau berkata kepada mereka: Aku menghimpunkan kamu semua untuk bertanya
pendapat tentang perkara yang berkaitan dengan barangan yang diambil secara zalim
yang masih berada bersama-sama dengan keluarga aku? Lalu mereka menjawab: Wahai
Amirul Mukminin! perkara tersebut berlaku bukan pada masa pemerintahan kamu dan
dosa kezaliman tersebut ditanggung oleh orang yang mencerobohnya. Walau
bagaimanapun Umar tidak puas hati dengan jawapan tersebut sebaliknya beliau
menerima pendapat daripada kumpulan yang lain termasuk anak beliau sendiri Abdul
Malik yang berkata kepada beliau: Aku berpendapat bahawa ia hendaklah dikembalikan
kepada pemilik asalnya selagi kamu mengetahuinya. Sekiranya kamu tidak
mengembalikannya, kamu akan menanggung dosa bersama-sama dengan orang yang
mengambilnya secara zalim. Umar berpuas hati mendengar pendapat tersebut lalu beliau
mengembalikan semula barangan yang diambil secara zalim kepada pemilik asalnya.
Sesudah Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah dan Amirul Mukminin, Umar
langsung mengajukan pilihan kepada Fatimah, isteri tercinta.
Umar berkata kepadanya, Isteriku sayang, aku harap engkau memilih satu di antar dua.
Fatimah bertanya kepada suaminya, Memilih apa, kakanda?
Umar bin Abdul Azz menerangkan, Memilih antara perhiasan emas berlian yang kau
pakai dengan Umar bin Abdul Aziz yang mendampingimu.
Kata Fatimah, Demi Allah, Aku tidak memilih pendamping lebih mulia daripadamu, ya
Amirul Mukminin. Inilah emas permata dan seluruh perhiasanku.
Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua perhiasan itu dan
menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum muslimin. Sementara Umar bin Abdul
Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan garam sedikit.
Harus diakui bahwa beliau adalah khalifah yang adil, arif, bijaksana dan persuasif.
Kebijakan politik Umar bin Abdul Aziz untuk mengatur Negara dan masyarakat
mendapat dukungan luas, termasuk dari kelompk atau kalangan yang tadinya menentang
khalifah sebelumnya. Setelah khalifah Umar bin Abdul Aziz dinobatkan sebagai khalifah,
mereka mendukung dan membaiat sepenuhnya terhadap kepemimpinan Khalifah Umar
bin Abdul Aziz. Kelompok syiah, Mutazilah, Khawarij, kaum Mawali dan lain-lain
menilai bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah seorang khalifah dari Bani Umayah yang
saleh, bersahaja, bijaksana dan selalu mau mendengar rintihan penderitaan rakyatnya.
Sikap perilaku saleh dan sederhana itu salah satunya tampak dari kebijakannya untuk
menjual banyak perhiasan dan harta benda lalu di masukkan ke bait al-mal (kas negara)
untuk kepentingan orang banyak.
Pada dasarnya kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz itu selalu diarahkan
untuk kepentingan rakyat banyak, tidak mementingkan kelompok tertentu, sehingga

seluruh lapisan masyarakat dari berbagai sekte yang ada pada saat itu mendukung
sepenuhnya kebijakan yang di terapkan. Mereka menilainya sebagai kebijakan yang
manusiawi dan senantiasa menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
golongan maupun keluarga sehingga pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz jarang sekali terjadi pemberontakan, bahkan kelompok-kelompok yang selama ini
merasa berlawanan dengan kebijakannya tidak berani melakukan konflik terbuka
terhadap Umar bin Abdul Aziz.
Salah satu kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang mendapat simpati
luas dari rakyat ialah sikap adil dan tegasnya terhadap kerabat Bani Umayah dan Bani
Marwan yang memonopoli tanah tanah rakyat. Semua tanah itu kemudian dikembalikan
kepada yang berhak secara adil. Contoh dari sikap beliau adalah ketika menghadapi
persoalan tanah-tanah orang Samarkand yang diserobot oleh Bani Marwan. Dengan
pendekatan humanis khalifah Umar memerintahkan Bani Marwan untuk segera
mengemballikan tanah-tanah tersebut kepada pemiliknya dan orang-orang Samarkand itu
akhirnya memperoleh tanahnya kembali.
Demikian pula kebijakan beliau yang sangat simpatik yakni kebijakan tentang larangan
bagi yang mencaci-maki terhadap Bani Umayah, sehingga setiap Khotib Jumat diajak
untuk membuka salah satu ayat suci Al Quran yang memerintahkan untuk berbuat adil
demi kebaikan sesama umat manusia (walaupun berbeda suku dan keturunan).
Kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz memperlihatkan ciri yang sangat
spesifik dan khas terutama jika dibandingkan dengan para khalifah sebelumnya. Umar
bin Abdul Aziz lebih mendasarkan politiknya pada prinsip-prinsip keadilan dan
kebenaran dan tidak bersifat otoriter sehingga rakyat banyak yang memujinya, termasuk
dari pihak yang sebelumnya menjadi lawan politiknya. Hal ini menunjukkan sikap
pesuasif Umar bin Abdul Aziz. Ia menjadi tauladan yang baik di kalangan bangsawan
maupun rakyat biasa, sekalipun ada sebagian yang kurang setuju dengan pola
kepemimpinan beliau. Di antara prinsip dan idealisme politik Umar bin Abdul Aziz yang
sangat penting di catat adalah :
Kesederhanaan dan kebersahajaan.Hal ini ditujukan pada seluruh rakyat,baik bangsawan
maupun rakyat jelata. Seluruh rakyat bani umayah dianjurkan mempunyai sikap dan
perilaku yang sederhana dan bersahaja, sekalipun tradisi semacam ini dianggap
bertentangan dengan kebijakan khalifah sebelumnya.Umar bin Abdul Aziz sendiri yang
membuktikan dan memberi tauladan tentang hal ini. Sebelum menjadi khalifah,beliau
termasuk orang yang paling mewah hidupnya,tepatnya waktu beliau menjadi Gubernur di
Madinah dan ketika menjadi Katib. Setelah diangkat menjadi khalifah,beliau justru
bersikap sebaliknya,seluruh harta benda dijual dan dikembalikan untuk kepentingan
Negara(melalui bait al mal).
Kejujuran. Menurut ajaran Islam, sikap dan perilaku jujur harus dimiliki oleh setiap
individu muslim, apalagi bagi seorang gubernur, wazir, katib apalagi khalifah. Apabila
kita memiliki sikap jujur ini maka negara akan aman dan tenteram. Amat kecil
kemungkinan terjadi korupsi, kolusi maupun nepotisme (KKN). Kejujuran merupakan
tiang utama untuk membangun suatu negara maupun masyarakat dalam arti seluasluasnya. Kemunduran suatu Negara akan sangat tergantung pada perilaku yang dimiliki
oleh para penguasa.

Keadilan dan Kebenaran. Dalam masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz keadilan dan
kebenaran menjadi prinsip yang kuat dalam mengendalikan negara dan rakyat. Beliau
terkenal sebagai khalifah yangs sangat memperhatikan rakyatnya agar terhindar dari
penguasa yang zalim. Umar bin Abdul Aziz telah banyak mengembalikan tanah-tanah
yang dulu dirampas oleh penguasa penguasa zalim sebelumnya dan kemudian beliau
kembalikan pada pemilik yang ssah. Oleh karena itu beliau memecat para pejabat yang
menguasai tanah rakyat.
Pembasmian Feodalisme. Sikap dan perilaku dalam feodalisme di kalangan istana dan
masyarakat luas dikikis habis. Menurutnya, sikap dan perilaku demikian justru akan
menimbulkan diskriminasi antara bangsawan dan rakyat jelata.Umat bin Abdul Aziz
sangat tidak setuju terhadap adanya pembedaan kelas atau keturunan, baik keturunan arab
maupun keturunan non arab. Baginya yang membedakan mereka hanya takwa, keimanan
dan keyakinan terhadap Allah SWT. Meskipun Umar bin Abdul Aziz keturunan kaum
feodal Bani Umayah, dalam kehidupan sehari-hari beliau bertindak tegas menentang
sistem yang terbangun dari budaya kaum feodalis. Beliau tidak setuju dengan cara-cara
kaum feodal yang menguasai beberapa bidang tanah luas untuk kepentingan kerabatkerabat istana dan beliau sendiri memberikan contoh, tanah-tanahnya yang luas telah di
berikan ke bait al-mal untuk kepentingan kaum muslimin. Beliau juga sangat tidak setuju
kalau kalangan istana harus diberi penghasilan dalam jumlah yang besar dan diambil dari
budget negara padahal mereka tidak bekerja.Umar bin Abdul Aziz menganggap perilaku
pelayanan seperti ini tidak adil. Dengan demikian semua cara dan praktek feodalisme
yang di lakukan oleh Kalifah sebelumnya dihapus. Dalam pembasmian feodalisme,Umar
bin Abdul Aziz mengambil kebijakan untuk mengurangi beban pajak yang biasa dipungut
dari orang orang Nasrani. Maka mereka berbondong-bondong masuk Islam karena
penghargaan terhadap agama Islam dan juga karena daya tarik Umar bin Abdul Aziz dan
sikapnya kepada rakyat yang berbeda agama. Sikap seperti ini merupakan kebijakan yang
mengacu pada tauladan dari Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin sebagaimana yang
tertuang pada Piagam Madinah.
Prinsip dan idealisme politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz didasarkan atas diktumdiktum terkenal dalam Piagam Madinah. Antara lain disebutkan bahwa piagam Madinah
memberikan landasan kokoh bagi kehidupan bersama di suatu Negara dan menhargai
adanya pluralitas suku, agama dan budaya. Isi piagam Madinah di antaranya adalah :
Semua pemeluk Islam,meskipun berasal dari berbagai suku adalah satu komunitas.
Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas Islam
dengan anggota komunitas lainnya didasarkan atas prinsip prinsip sebagai berikut :
Bertetangga yang baik
Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
Membela mereka yang teraniaya
Saling menasehati dan
Saling menghormati kebebasan bersama
Lima prinsip ini terdapat dalam piagam Madinah dan telah dijalankan secara konsisiten
oleh Umar bin Abdul Aziz dalam melakukan pemecahan masalah dan pengambilan
keputusan untuk kepentingan negara, bangsa dan agama. Kebijakan-kebijakan politik
Umar bin Abdul Aziz yang bertumpu pada piagam Madinah merupakan suatu strategi dan

manufer politik beliau yang bertujuan mengembalikan citra kepemimpinan Islam seperti
yang ditunjukkan Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, bukan kepemimpinan
yang di tunjukkan Muawiyah bin Abu Sofyan dan semua penerusnya.
Orientasi Kebijakan Politik
Pluralitas dan keanekaragaman adalah sesuatu yang pasti ada. Oleh karena itu perlu
strategi untuk menghadapi kenyataan yang tak bisa dihindarkan itu. Sebagai
pemimpin,Umar bin Abdul Aziz tidak terlepas dari menjumpai kenyataan seperti itu.
Beliau menghadapi masyararat yang beraneka kultur dan perangainya, baik masyarakat
keturunan arab maupun non arab. Keragaman ini tersebar di wilayah kekuasaan Bani
Umayah yang pada masa itu meliputi 3 kawasan yang amat luas yakni:
Wilayah bagian utara Damaskus : daerah dataran negara-negara Balkan, wilayah bagian
Uni Sovyet dan lain-lain
Wilayah barat laut maupun barat daya : meliputi daerah Afrika dan memanjang sampai ke
Spanyol (bahkan sampai daerah kekuasaan daulah Bani Umayah yang didirikan oleh
Abdur Rahman ad Dakhil)
Wilayah timur : ada sungai Sind (India), Afganistan dan sampai daratan Cina.
Ketiga wilayah ini merupakan kekuasaan yang cukup besar sehingga perlu penanganan
serius dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Oleh karena itu, tak mengherankan bila beliau
menangis tersedu-sedu ketika di baiat menjadi khalifah yang ke 8 Bani Umayah sebab
tanggung jawab untuk memenuhi kepentingan rakyat banyak sangatlah besar. Beliau
khawatir kalau tidak mampu memenuhi harapan rakyat dan bangsanya.
Orientasi kebijakan politik pemerintahan Umar bin Abdul Aziz selalu didasarkan atas
prinsip keadilan dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Umar bin Abdul Aziz tidak
membedakan warna kulit, keturunan, ras maupun asal-usul mereka, yang penting mereka
berada dalam kekuasaan Daulah Bani Umayah. Oleh karena itu beliau menjadi seorang
khalifah yang disegani baik oleh kawan maupun lawan. Apalagi ditunjang dengan sikap
perilakunya yang bersahaja, adil dan bijaksana. Antara kata dan perbuatan selalu seiring
sejalan dan konsisiten sehingga rakyat pun dengan senang hati memberi penghargaan dan
ketaatan yang tinggi kepada Umar bin Abdul Aziz.
Hal-hal tadi merupakan orientasi kebijakan politik strategis yang diterapkan oleh Umar
bin Abdul Aziz. Sikap mental yang bijak itulah yang menjadi modal utama keberhasilan
beliau. Atas dasar itulah para pakar sejarah menilai Umar bin Abdul Aziz sederajat
dengan Khulafaur Rasyidin. Bahkan Ahmad bin Hambali menilai Umar bin Abdul Aziz
dapat dikategorikan sebagai pembaharu agama dalam 100 tahun pertama. Khalifah Umar
bin Abdul Aziz juga mengubah pandangan bahwa kebiasaan mencaci para sahabat nabi
dan muncul dengan solusi beliau bahwa Khulafaur Rasyidin ada 4 yaitu: Abu Bakar,
Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tahlib. Pernyataan beliau yang
terkenal ini disebut sebagai tarbi. Pernyataan beliau ini gaungnya menjadi luas dan
kemudian menjadi kebiasaan sebagian besar umat Islam untuk menyebut 4 khalifah yang
terpilih dengan nama Khulafaur Rasyidin.
Prioritas Kebijakan Politik

Berbicara tentang prioritas kebijakan politik pemerintahan Umar bin Aziz tentang misi
beliau dalam memimpin Daulah Bani Umayah yang wilayahnya sangat luas dengan corak
budaya berlainan tentu memerlukan kiat tersendiri agar berhasil. Arah kebijakan Umar
bin Abdul Aziz dalam memimpin Daulah Bani Umayah senantiasa diperuntukkan bagi
kepentingan rakyat dan bukan atas dasar kepentingan pribadi. Selain itu, keadilan dan
ketakwaan yang menonjol dalam pribadi beliau menelorkan kebijakan politik yang
menyejukkan hati rakyat Daulah Bani Umayah. Prioritas kebijakan politik pemerintahan
yang dijalankan pada dasarnya dititik beratkan pada dua esensi yang mendasar yakni :
kebenaran dan keadilan. Kedua esensi ini menjadi acuan pokok dalam menjalankan
strategi politik Bani Umayah. Kebijakan politik yang terbentuk meliputi :
Pemberantasan Korupsi dan Penyalahgunaan Wewenang. Dalam pemberantasan korupsi
dan penyalahgunaan wewenang langkah langkah yang diambil untuk membasminya
begitu kongkret, cepat dan tegas. Khalifah Umar langsung memecat gubernur dan pejabat
tinggi yang melakukan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Beliau sangat tidak
menyukai pemimpin yang zalim dan amil-amil yang kejam. Kebijakan ini disambut
gembira oleh rakyat banyak dan menjadi keteladanan tersendiri bagi Umar bin Abdul
Aziz. Hal ini dikarenakan khalifah sebelum Umar malah lebih banyak mengharapkan
upeti dari para gubernur. Beliau mengaggap upeti itu sebagai sesuatu yang haram dan
merupakan tindakan kolusi.
Perbaikan Kehidupan Rakyat untuk Kemakmuran. Dalam kebijakan ini Umar bin Abdul
Aziz mengambil langkah langkah antara lain harta benda yang tadinya banyak dimiliki
oleh kamu bangsawan Bani Marwan dicabut dan dijual ke khalayak ramai. Kemudian
hasil penjualan tanah-tanah maupun harta benda lainnya diserahkan pada bait al-mal.
Dalam hal ini Umar bin Abdul Aziz memberikan contoh langsung. Seluruh harta benda
milik pribadinya dan semua perhiasan isrtrinya diserahkan ke bait al-mal. Banyak di
antaranya dibagikan kepada kaum fakir miskin sebagai langkah kebijakan untuk
meningkatkan taraf hidup rakyat miskin agar hidup dalam suasana yang tenang, tenteram
dan damai.
Kebijakan Politik Persuasif dan tanpa Kekerasan. Pada masa pemerintahan Khalifah
Umar bin Abdul Aziz,hampir tidak ada bentrokan antara masyarakat dengan pengambil
keputusan. Sikap persuasif yang ditunjukkan oleh khalifah kepada masyarakat sangat
simpatik dan rakyat secara otomatis mendukung kebijakan politik yang demikian itu.
Bahkan, golongan Khawarij yang terkenal dengan garis politiknya yang keras dan selalu
mengadakan pemberontakan terhadap rezim penguasa, dalam masa kepemimpinan beliau
mau tunduk dan patuh terhadap kebijakan pemerintah. Beliau membuat aturan-aturan
mengenai timbangan dan takaran. Tujuannya adalah menghindari pemalsuan takaran dan
timbangan. Beliau juga mengadakan perbaikan tanah-tanah pertanian, irigasi, penggalian
sumur-sumur, pembangunan jalan-jalan dan penyediaan tempat-tempat penginapan bagi
musafir. Beliau juga memberi perhatian besar pada orang orang miskin dan
memperbanyak pembangunan Masjid.
Menciptakan Perdamaian Daulah dalam Rangka Menghilangkan Konflik Antar Suku,
Kelompok maupun Sekte. Dalam menuangkan kebijakan politik untuk menuju
perdamaian,Umar bin Abdul Aziz suatu ketika mengirim surat kepada Gubernur Mansur
bin Ghalib yang isinya adalah pesan agar dalam menyelesaikan persoalan perusuh atau
pemberontak hendaklah mengacu pada logika damai. Umar bin Abdul Aziz seringakali

dalam menerapkan kebijakannya untuk menghadapi musuh menggunakan metode


diplomasi yang halus. Beliau mengekspresikan diplomasi dalam sikap dan perilaku yang
positif terhadap para perusuh atau pemberontak. Hasilnya hati para perusuh itu luluh
tidak berdaya mengakui kearifan Umar bin Abdul Aziz dalam menyelesaikan segala
persoalan yang timbul seperti konflik antar suku, kelompok dan sekte di masanya.
Larangan Memonopoli Pemilikan Tanah Oleh Kaum Bangsawan. Umar bin Abdul Aziz
mengambil kebijaksanaan yang sangat strategis,yakni mengembalikan semua tanah
rakyat yang telah dirampas oleh pemerintahan feodal yang lama(sebelum Umar bin Abdul
Aziz).Dia juga menyita tanah-tanah negara yang selama ini diambil oleh feodal (kaum
bangsawan) sehingga menjadi milik pribadi mereka masing-masing. Beliau sangat tegas
dan tidak ragu-ragu dalam hal ini. Pada intinya semua tanah milik kaum feodal harus
dikembalikan kepada rakyat yang memilikinya. Kebijakan ini membuat rakyat sangat
gembira dan suka citasebab selama ini mereka menderita akibat harta bendanya dirampas
secara licik dan tak sah oleh kaum bangsawan. Kebijakan ini mendapat kritik yang tajam
dari kaum kerabat Umar bin Abdul Aziz. Mereka menuntut agar kebijakan ini dihentikan.
Umar bin Abdul Aziz tetap tegar dan tidak terpengaruh oleh ajakan-ajakan yang kurang
bertanggung jawab itu.
Beliau memiliki 5 syarat yang diajukanya kepada rakyat, yang mengandung point-point
penting syarat kepemimpinan, yaitu :
Setiap orang harus berani menyampaikan kepada kami kebutuhan rakyat banyak yang
mungkin tak dapat disampaikan langsung beramai-ramai kepada saya (Umar bin Abdul
Aziz).
Orang itu harus menunjukkan kepada saya tentang keadilan dan kebenaran yang harus
dijalankan seorang khalifah.
Orang tersebut otomatis dapat membantu kami dalam menegakkan kebenaran dan
keadilan.
Orang tersebut harus mampu menunaikan amanah kepada kami dan mampu menunaikan
amanah kepada kami dan mampu menuaikan amanah kepada rakyat banyak.
Orang tersebut tidak boleh mempergunjingkan orang lain di hadapan kami.
Betapa terbukanya pikiran Umar bin Abdul Aziz dalam menerima kritikan yang
konstruktif dari masyarakat luas sehingga terjadi komunikasi yang erat antara khalifah
dengan rakyat yang di pimpinnya. Batasan birokratik yang rumit dan sistem feodalisme
yang merajalela sejak Muawiyah bin Abi Sufyan hingga Sulaiman bin Abd al-Malik
sukses dihilangkan. Komitmen Umar bin Abdul Aziz dalam menegakkan kebenaran dan
keadilan tercermin dalam perilaku beliau yang sangat warai serta ketakwaan yang luar
biasa.
Hari-hari Terakhir Umar bin Abdul-Aziz
Umar bin Abdul-Aziz wafat disebabkan oleh sakit akibat diracun oleh pembantunya.
Umat Islam datang berziarah melihat kedhaifan hidup khalifah sehingga ditegur oleh
menteri kepada isterinya, "Gantilah baju khalifah itu", dibalas isterinya, "Itu saja pakaian
yang khalifah miliki".
Umar bin Abdul Aziz mempunyai empat belas anak laki-laki, di antara mereka adalah
Abdul Malik, Abdul Aziz, Abdullah, Ibrahim, Ishaq, Yaqub, Bakar, Al-Walid, Musa,

Ashim, Yazid, Zaban, Abdullah, serta tiga anak perempuan, Aminah, Ummu Ammar dan
Ummu Abdillah.
Apabila beliau ditanya Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mau mewasiatkan
sesuatu kepada anak-anakmu?. Umar Abdul Aziz menjawab: "Apa yang ingin
kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa". Istrinya bertanya kembali, "Mengapa engkau
tinggalkan anak-anakmu dalam keadaan tidak memiliki? ". "Jika anak-anakku orang
soleh, Allah lah yang menguruskan orang-orang soleh. Jika mereka orang-orang yang
tidak soleh, aku tidak mau meninggalkan hartaku di tangan orang yang mendurhakai
Allah lalu menggunakan hartaku untuk mendurhakai Allah", jawab Umar.
Pada waktu lain, Umar bin Abdul-Aziz memanggil semua anaknya dan berkata: "Wahai
anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama : menjadikan kamu
semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka, kedua: kamu miskin seperti sekarang dan
ayah masuk ke dalam surga (kerana tidak menggunakan uang rakyat). Sesungguhnya
wahai anak-anakku, aku telah memilih surga ". Anak-anaknya ditinggalkan tidak berharta
dibandingkan anak-anak gubernur lain yang kaya. Setelah kejatuhan Bani Umayyah dan
masa-masa setelahnya, keturunan Umar bin Abdul-Aziz adalah golongan yang kaya
berkat doa dan tawakkal Umar bin Abdul-Aziz.
Pada saat Umar bin Abdul Aziz wafat, ia tidak meninggalkan harta untuk anak-anaknya
kecuali sedikit. Setiap anak laki-laki hanya mendapatkan jatah 19 dirham saja, sementara
satu anak dari Hisyam bin Abdul Malik (khalifah Bani Umayah lainnya) mendapatkan
warisan dari bapaknya sebesar satu juta dirham. Namun beberapa tahun setelah itu salah
seorang anak Umar bin Abdul Aziz mampu menyiapkan seratus ekor kuda lengkap
dengan perlengkapannya dalam rangka jihad di jalan Allah, pada saat yang sama salah
seorang anak Hisyam menerima sedekah dari masyarakat.
Kematian beliau
Beliau wafat pada tahun 101 Hijrah ketika berusia 39 tahun. Beliau memerintah hanya
selama 2 tahun 5 bulan saja. Setelah beliau wafat, kekhalifahan digantikan oleh iparnya,
Yazid bin Abdul Malik.
Hikmah 1 : Kezuhudan beliau dan keluarganya
Kemudian Khalifah Umar bin Abdul Aziz menerima semua perhiasan itu dan
menyerahkannya ke Baitulmal, kas Negara kaum muslimin. Sementara Umar
bin Abdul Aziz dan keluarganya makan makanan rakyat biasa, yaitu roti dan
garam sedikit.
Pada suatu hari raya puteri-puterinya datang kepadanya, Ya Ayah, besok hari
raya. Kami tidak punya baju baru
Mendengar keluhan puteri-puterinya itu, khalifah Umar berkata kepada
mereka. Wahai puteri-puteriku sayang, hari raya itu bukan bagi orang yang
berbaju baru, akan tetapi bagi yang takut kepada ancaman Allah.

Mengetahui hal tersebut, pengelola baitulmal berusaha menengahi, Ya


Amirul Mukminin, kiranya tidak akan menimbulkan masalah kalau untuk
baginda diberikan gaji di muka setiap bulan.
Umar bin Abdul Aziz sangat marah mendengar perkataan pengurus
Baitulmal. Ia berkata, Celaka engkau! Apakah kau tahu ilmu gaib bahwa aku
akan hidup hingga esok hari!?
Hikmah 2 : Menyadari beratnya tanggung jawab seorang pemimpin
Ketika Umar bin Abdul Azis mendapat promosi, dari Gubernur Madinah
menjadi Khalifah, ia menangis dan pingsan. Ia menyatakan, bahwa beban
kewajiban seberat ribuan gunung telah diletakan kepundaknya, pada hal
untuk mengurus diri sendiri pun ia merasa belum mampu. Sekarang di beri
amanah mengurus umat. Setelah Umat bin Abdul Azis RA dilantik menjadi
Khalifah, beliau pergi ke mushallahnya dan menangis tersedu-sedu. Ketika di
tanyakan kepadanya tentang penyebab tangisnya, beliau menjawab, aku
memikul amanat umat ini dan aku tangisi orang -orang yang menjadi amanat
atasku, yaitu kaum fakir miskin yang lemah dan lapar, ibnu sabil yang
kehilangan tujuan dan terlantar, orang-orang yang di zalimi dan di paksa
menerimanya, orang-orang yang banyak anaknya dan berat beban hidupnya.
Merasa bertanggung jawab atas beban mereka, karena itu, aku menangisi
diriku sendiri karena beratnya amanat atas diriku.
Konon semasa ia menjabat sebagai Khalifah, tak satu pun mahluk
dinegerinya menderita kelaparan. Tak ada serigala mencuri ternak penduduk
kota, tak ada pengemis di sudut-sudut kota, tak ada penerima zakat karena
setiap orang mampu membayar zakat. Lebih mengagumkan lagi, penjara tak
ada penghuninya. Sejak di angkat menjadi Khalifah Umar bertekad, dalam
hatinya ia berjanji tidak akan mengecewakan amanah yang di embannya.
Hikmah 3 : Bagaimana seharusnya pemimpin bersikap
Simaklah sikapnya. Salah seorang Gubernurnya menulis surat. Isinya minta
dana untuk membangun benteng sekeliling kota. Khalifah membalas
suratnya. Apa manfaatnya membangun benteng ? Bentengilah ibu kota
dengan keadilan, dan bersihkan jalan-jalannya dari kezaliman. Ada pepatah
mengatakan,seorang alim harus mengajar dirinya sebelum mengajar orang
lain, dan hendaknya mengajar dengan prilakunya sebelum mengajar dengan
ucapan -ucapannya. Pepatah itu pas untuk pribadi Umar bin Abdul Azis.
Hikmah 4 : Berhati-hati, Halallan Toyyiban & Menghindari hal yang syubhat
Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Azis mendapat hidangan sepotong roti
yang masih hangat, harum dan membangkitkan selera dari istrinya. Dari
mana roti ini ?tanyanya. buatan saya sendiri, jawab istrinya. Berapa kau
habiskan uang untuk membeli terigu dan bumbu-bumbunya? hanya tiga

setengah dirham saja, jawab istrinya. Aku perlu tahu asal usul benda yang
akan masuk kedalam perutku, agar aku dapat mempertanggung
jawabkannya di hadirat Allah SWT. Nah, uang tiga setengah dirham itu dari
mana ? setiap hari saya menyisihkan setengah dirham dari uang belanja
yang anda berikan, wahai Amirul Mukminin, sehingga dalam seminggu
terkumpul tiga setengah dirham. Cukup untuk membeli bahan-bahan roti
yang halalan thayyiban, kata istri Khalifah menjelaskan. Baiklah kalau
begitu. Saya percaya, asal usul roti ini halal dan bersih. Namun, saya
berpendapat lain. Ternyata biaya kebutuhan hidup kita sehari-hari perlu di
kurangi setengah dirham, agar kita tidak mendapat kelebihan yang membuat
kita mampu memakan roti atas tanggungan umat, tegas Khalifah. Dan sejak
hari itu, umar membuat instruksi kepada bendaharawan Baitul Maal untuk
mengurangi jatah harian keluarga Umar sebesar setengah dirham. Saya juga
akan berusaha menganti harga roti itu, agar hati dan perut saya tenang dari
gangguan perasaan, karena telah memakan harta umat demi kepentingan
pribadi, sambung Khalifah.
Disebutkan lagi, suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Abdil Azis, di
kunjungi bibinya. Maksudnya meminta tambahan tunjangan dari Baitul Maal.
Ketika itu, Amirul Mukminin sedang makan kacang bercampur bawang dan
adas, makanan rakyat awam. Umar menghentikan makannya, lalu
mengambil
sekeping
uang
logam
satu
dirham
dan membakarnya.di bungkusnya uang itu dengan sepotong kain dan di
berikannya kepada bibinya seraya berkata, Inilah tambahan tunjangan uang
yang bibi minta. Bibi menjerit kepanasan ketika menyentuh bungkusan
berisi uang logam panas itu. Umar berkata, Kalau api dunia terasa sangat
panas bagaimana kelak api neraka yang akan menbakar aku dan Bibi karena
menghianati amanah dan menyelewengkan harta kaum muslimin? Masya
Allah, itulah berkah memegang amanah Allah. Betapa rezeki yang halal
dengan izin Allah, bisa membentuk pribadi-pribadi keturunan yang menawan.
Hikmah 5 : Qiyamullail
Fatimah Rahimahullah berkata,
Umar bin Abdul Aziz, jika masuk ke rumah, dia langsung menuju ke
mushallanya, kemudian dia menangis dan berdoa sampai kedua matanya
lelah (tidur), kemudian bangun. Seperti itulah yang dia lakukan di setiap
malam. (Taarikh Khulafa, As-Suyuthi)
FatimahRahimahullahberkata,
Mungkin ada orang yang lebih banyak mengerjakan shalat dan puasa
daripada Umar bin Abdul Aziz, tetapi aku belum pernah melihat orang yang
lebih takut kepada Tuhannya daripada Umar. Jika dia shalat Isya terakhir
(malam) dia menyendiri di mushallanya, lalu berdoa dan menangis sampai
kedua matanya tertidur. Kemudian bangun, berdoa dan menangis lagi sampai
kedua matanya tertidur. Terus begitu sampai datang waktu shubuh. (AzZuhud, Imam Ahmad)

Fatimah Rahimahullah berkata,


Umar telah mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan manusia. Dia
duduk untuk mereka di siang harinya, jika datang waktu sore dia masih
melanjutkan tugasnya dalam memenuhi kebutuhan manusia sampai malam.
Pada suatu sore dia sudah selesai dari tugas-tugasnya di siang hari, lalu dia
mengambil lampu yang minyaknya diambil dari uangnya sendiri, kemudian
berdiri dan shalat dua rakaat, kemudian dia merunduk dan meletakkan
kepalanya di antara kedua tangannya, air matanya menetes di atas pipinya
dan menangis tersedu-sedu. Demikianlah keadaannya pada malam itu
sampai datang waktu subuh. Sedangkan pagi harinya dia berpuasa. (Sirah
Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Al-Jau
Pada suatu malam, Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah bangun untuk shalat
malam, lalu membaca firman Allah, Wa al-laili izaa yaghsyaa (QS. Al-Lail),
sampai pada firman Allah, Fa andzartukum naaran taladzdzaa, dia
menangis sehingga tidak mampu melanjutkan ayat selanjutnya surat itu, dua
atau tiga kali, sampai kemudian beliau membaca surat lainnya. (At-takwiif
min An-Naar, Ibnu Rajab)
Kisah yang lain,
Hikmah 6 :Kekhawatiranya pada hari Akhir
Umar bin Abdul Azis tertarik waktu hamba sahaya itu bercerita.
Ya, Amirul Mukminin. Semalam saya bermimpi kita sudah tiba di hari kiamat.
Semua manusia dibangkitkan Allah, lalu dihisab. Saya juga melihat jembatan
shiratal mustaqim.
Umar bin Abdul Azis mendengarkan dengan seksama. Lalu apa yang engkau
lihat? tanyanya.
Hamba melihat satu per satu manusia diperintahkan berjalan melewati
jembatan shiratal mustaqim. Penguasa Bani Umaiyah, Abdul Malik bin
Marwan, hamba lihat ada di antara orang yang pertama kali dihisab. la
berjalan melewati jembatan shiratal mustaqim. Tapi, baru dua langkah, dia
sudah jatuh ke dalam jurang neraka. Saat ia jatuh, tubuhnya tak terlihat lagi.
Hamba hanya mendengar suaranya. la terdengar menangis dan memohon
ampun kepada Allah, jawab hamba sahaya itu.
Umar bin Abdul Azis tertegun mendengar cerita itu. Hatinya gelisah.
Lalu bagaimana? ia bertanya dengan gundah.
Setelah itu giliran putranya, Walid bin Abdul Malik bin Marwan. Ia juga
terpeleset dan masuk ke dalam jurang neraka. Lalu tiba giliran para khalifah
yang lain. Saya melihat, satu per satu mereka pun jatuh. Sehingga tidak ada

yang sanggup melewati jembatan shiratal mustaqim itu, kata sang hamba
sahaya.
Umar bin Abdul Azis tercekat karena merasakan takut dan khawatir dalam
dadanya. Sebab, ia juga seorang khalifah. la sadar, menjaga amanah
kepemimpinan dan kekuasaan itu sangat berat. Dan ia pun yakin, setiap
pemimpin harus bisa mempertanggungjawabkan kepemimpinannya. Tidak
ada seorang pun yang akan lolos dari hitungan Allah.
Jantung Umar seketika berdegub kencang. Nafasnya memburu. Ia cemas,
jangan-jangan nasibnya akan sama dengan para pemimpin lain yang
dikisahkan hamba sahaya itu. Karena cemas dan takut, Umar bin Abdul Azis
meneteskan air mata. Ia menangis.
Ya Allah, apakah aku akan bernasib sama dengan mereka yang dilihat
hamba sahaya ini di dalam mimpinya? Apakah aku telah berlaku tidak adil
selama memimpin? Pantaskah aku merasakan surgaMu, ya Allah? bisik Umar
bin Abdul Azis di dalam hati. Air matanya kian deras mengalir.
Lalu tibalah giliran Anda, Amirul Mukminin, kata hamba sahaya itu.
Ucapan hamba sahaya itu menambah deras air mata Umar bin Abdul Azis.
Umar kian cemas. Kecemasan Umar membuat tubuhnya gemetaran. Ia
menggigil ketakutan. Wajahnya pucat. Matanya menatap nanar ke satu sudut
ruangan.
Saat itu, Umar bin Abdul Azis mengingat dengan jelas peringatan Allah SWT,
Ingatlah pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka. Dikatakan
kepada mereka : Rasakanlah sentuhan api neraka.
Hamba sahaya itu justru kaget melihat reaksi khalifah Umar bin Abdul Azis
yang luar biasa. Dalam hati, ia merasa serba salah. Sebab, ia sama sekali
tidak punya maksud untuk menakut-nakuti khalifah. Ia sekadar menceritakan
mimpi yang dialaminya.
Melihat kepanikan khalifah, hamba sahaya itu lalu berusaha menenangkan
Umar bin Abdul Azis. Namun, Umar bin Abdul Azis belum bisa tenang. Maka,
hamba sahaya itu pun meneruskan ceritanya dengan berkata, Wahai Amirul
Mukminin, demi Allah, aku melihat engkau berhasil melewati jembatan itu.
Engkau sampai di surga dengan selamat!
Mendengar itu, Umar bin Abdul Azis bukan tersenyum apalagi tertawa. Ia
diam. Cukup lama Umar tertegun. Cerita itu benar-benar membuatnya
berpikir dan merenung.

Ada hikmah yang lalu dipetik Umar dari cerita itu. Dan sejak itu, ia
menanamkan tekad untuk lebih berhati-hati dalam amanah kekuasaan. Itu
adalah amanah Allah yang sangat berat.
Hikmah 7 : Mau mengambil pelajaran &diingatkan oleh orang yang lebih
muda
Ketika Umar bin Abdul Aziz selesai menguburkan sepupunya, Sulaiman bin
Abdul Malik (Amirul Mukminin yang menjabat sebelum dirinya), dia masuk ke
kamar tidurnya untuk beristirahat sebentar. Akan tetapi dia mendengar suara
ketukan pintu. Setelah dia tahu bahwa anaknya, AbdulMalik, meminta izin
untuk masuk, maka ia mengizinkannya. Sesudah mengucapkan salam si anak
berkata, Wahai Amirul Mukminin, apa yang ingin kau kerjakan?
Aku akan tidur sebentar, kata Umar
Engkau tidur siang dan tidak mencegah kezaliman dari pelakunya, kata
anak itu.
Wahai anakkku, sesungguhnya aku berjaga tadi malam untuk mengurus
pamanmu Sulaiman, setelah aku shalat Zhuhur nanti aku akan kembali
mencegah kezaliman dari pelakunya, kata Umar.
Si anak kemudian berkata kepada bapaknya, Saya tidak tahu pasti apakah
engkau tetap hidup sampai Zhuhur nanti, berdirilah sekarang wahai amirul
mukminin, tolaklah kezaliman dari pelakunya pertama kali.
Umar bin Abdul Aziz berkata, Mendekatlah kepadaku wahai anakku.
Si anak lalu mendekat, Umar kemudian mencium keningnya seraya berkata,
Segala puji milik Allah yang telah menjadikan dari tulang sulbiku orang yang
membantuku dalam urusan agamaku.
Kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz hanya berusia tiga puluh bulan,
tetapi kekuasaannya yang singkat itu bagi Allah Taala bernilai lebih dari tiga
puluh abad. Beliau meninggalkan dunia fana ini dalam usia muda, yakni pada
usia empat puluh tahun.
Pada zaman pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, pasukan kaum muslimin
sudah mencapai pintu kota Paris di sebelah barat dan negeri Cina di sebelah
timur. Pada waktu itu kekuasaan pemerintahan di Portugal dan Spanyol
berada di bawah kekuasaannya.

Anda mungkin juga menyukai