Anda di halaman 1dari 14

Umar bin Abdul Aziz, Sosok Pemimpin yang Adil

Adil, jujur, sederhana dan bijaksana. Itulah ciri khas kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Tak salah bila sejarah Islam menempatkannya sebagai khalifah kelima yang bergelar Amirul Mukminin, setelah Khulafa Ar-Rasyidin. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah mampu menorehkan tinta emas kejayaan yang mengharumkan nama Islam. Khalifah pilihan itu begitu mencintai dan memperhatikan nasib rakyat yang dipimpinnya. Ia beserta seluruh keluarganya rela hidup sederhana dan menyerahkan harta kekayaannya ke baitulmal (kas negara), begitu diangkat menjadi khalifah. Khalifah Umar II pun dengan gagah berani serta tanpa pandang bulu memberantas segala bentuk praktik korupsi. Tanpa ragu, Umar membersihkan harta kekayaan para pejabat dan keluarga Bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Baginya, jabatan bukanlah alat untuk meraup kekayaan, melainkan amanah dan beban yang harus ditunaikan secara benar. Tak seperti penguasa kebanyakan yang begitu ambisi mengincar kursi kekuasaan, Umar justru menangis ketika tahta dianugerahkan kepadanya. Meski Umar bukan berasal dari trah Bani Umayyah, keadilan dan kearifannya selama menjabat gubernur telah membuat Khalifah Sulaiman terkesan. Maka di akhir hayatnya, Sulaiman dalam surat wasiatnya memilih Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya. Setelah Khalifah Sulaiman tutup usia, Umar dilantik sebagai khalifah pada 717 M/99 H. Seluruh umat Islam di kota Damaskus pun berkumpul di masjid menantikan pengganti khalifah. Penasihat kerajaan Raja bin Haiwah pun segera berdiri dan membacakan surat wasiat Khalifah Sulaiman. Bangunlah wahai Umar bin Abdul- Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini, ungkap Raja. Umar pun terkejut mendengar keputusan itu. Ia pun segera bangkit dan dengan rendah hati berkata, Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah terlebih dulu dan tak pernah aku memintanya. Sesungguhnya aku mencabut baiat yang ada dilehermu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki. Umat Islam yang berada di masjid menolak untuk mencabut baiatnya. Semua bersepakat dan meminta Umar untuk menjadi khalifah. Umar pun akhirnya menerima baiat itu dengan berat hati. Ia menangis karena takut kepada Sang Khalik dengan ujian yang diterimanya. Beragam fasilitas dan keistimewaan yang biasa

dinikmati khalifah ditolaknya. Umar memilih untuk tinggal di rumahnya. Meski berat hati menerima jabatan khalifah, Umar menunaikan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab. Keluarganya mendukung dan selalu mengingatkan Umar untuk bekerja keras memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Sang anak, Abdul-Malik, tak segan-segan untuk menegur dan mengingatkan ayahnya agar bekerja keras memperhatikan negara dan rakyat yang dipimpinnya. Selepas diangkat menjadi khalifah, Umar yang kelelahan mengurus pemakaman Khalifah Sulaiman berniat untuk tidur. Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin? ujar Abdul Malik. Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini, jawab Umar. Lalu apa yang akan engkau lakukan ayahanda? tanya sang anak. Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk shalat bersama rakyat, ucap Umar. Lalu Abdul-Malik berkata, Wahai ayah, siapa yang menjamin engkau akan masih hidup sampai waktu zuhur? Padahal sekarang engkau adalah Amirul Mukminin yang bertanggung jawab untuk mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi. Umar pun segera bangkit dari peraduan sembari berkata, Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku. Umar pun bekerja keras membaktikan dirinya bagi rakyat dan umat. Pada era kepemimpinannya, Dinasti Umayyah meraih puncak kejayaan. Sayang, dia hanya memimpin dalam waktu sekejap saja, yakni dua tahun. Meski bukan berasal dari keturunan Umayyah, darah kepemimpinan memang mengalir dalam tubuh Umar bin Abdul Aziz. Ia ternyata masih keturunan dari Khalifah Umar bin Khattab. Umar bin Abdul Aziz terlahir pada tahun 63 H/ 682 di Halwan sebuah perkampungan di Mesir. Namun ada pula yang menyebutkan, Umar lahir di Madinah. Ayahnya adalah Abdul-Aziz bin Marwan, Gubernur Mesir dan adik dari Khalifah AbdulMalik. Sedangkan ibunya bernama Ummu Asim binti Asim. Dari Ummu Asim-lah, darah Umar bin Khattab mengalir ditubuh Umar bin Abdul Aziz . Umar bin Khtattab meminta anak laki-lakinya Asim untuk menikahi gadis miskin dan jujur. Dari hasil pernikahan itu lahirlah seorang anak perempuan bernama Laila atau Ummu Asim. Ummu Asim lalu menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan dan lahirlah Umar bin AbdulAziz. Sosok pemimpin Umar bin Abdul Aziz yang adil dan bijaksana sudah sempat dilontarkan Umar bin Khattab. Sang khalifah kedua itu sempat bermimpi melihat seorang pemuda dari keturunannya, bernama Umar, dengan kening yang cacat karena luka. Pemuda itu kelak akan menjadi pemimpin umat Islam.

Mimpi itu akhirnya terbukti. Umar bin Abdul Aziz sewaktu kecil wajahnya memang sempat tertendang kuda, sehingga bagian keningnya mengalami luka. Umar kecil dibesarkan di Madinah. Ia dibimbing sang paman bernama Ibnu Umar, salah seorang periwayat hadis terbanyak. Umar tinggal di Madinah hingga sang ayah wafat. Umar lalu dipanggil Khalifah Abdul Malik ke Damaskus dan menikah dengan anaknya bernama Fatimah. Pada 706 H, Umar diangkat menjadi Gubernur Madinah oleh Khalifah Al- Walid. Saat memimpin Madinah, Umar sempat memugar dan memperluas bangunan Masjid Nabawi. Sejak masa kepemimpinannya, Masjid Nabawi memiliki menara dan kubah. Umar tutup usia pada tahun 101 H/720 M. Syahdan, dia meninggal karena diracun. Kejujuran, keadilan, kebijaksanaan serta kesederhanaan Umar bin Abdul Aziz dalam memimpin rakyat dan umat sudah sepantasnya ditiru oleh para pemimpin Muslim.

Pembaruan DI Masa Khalifah Umar II Masa kepemimpinannya tak berlangsung lama, namun kejayaan Dinasti Umayyah justru tercapai pada era Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang. Di bidang fiskal, misalnya, Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Kebijakannya itu telah mendongkrak simpati dari kalangan non-Muslim. Sejak kebijakan itu bergulir, orangorang non-Muslim pun berbondongbondong memeluk agama Islam. Khalifah Umar II pun menggunakan kas negara untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Jalan-jalan di kota Damascus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damscus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid diperbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondesi berlangsung lancar. Begitu dekatnya Khalifah Umar II dihati rakyat membuat kondisi keamanan semakin

kondusif. Kelompok Khawarij dan Syiah yang di era sebelumnya kerap memberontak berubah menjadi lunak. Umar II tak menghadapi perbedaan dengan senjata dan perang, melainkan mengajak kubu yang berbeda pendapat itu melalui diskusi. Pendekatan persuasif itu berhasil. Golongan Khawarij dan Syiah ternyata taat pada penguasa dan tak menghentikan pemberontakan. Sebagai pemimpin rakyat dan umat, Umar II melarang masyarakatnya untuk mencaci atau menghujat Ali bin Abi Thalib dalam khutbah atau pidato. Kebijakan itu mengundang simpati kaum Syiah. Hal itu begitu kontras bila dibandingkan dengan khalifah sebelumnya yang selalu menghujat imam kaum Syiah. Khalifah terdahulu menerapkan kebijakan itu untuk menjauhkan rakyatnya dari pengaruh Syiah. Khalifah Umar II telah berhasil mendamaikan perseteruan antara Syiah dan Sunni - sesuatu yang boleh dibilang hampir mustahil tercapai. Di wilayah-wilayah yang ditaklukkan, Khalifah Umar juga mengubah kebijakan. Ia mengganti peperangan dengan gerakan dakwah Islam. Strategi itu ternyata benarbenar jitu. Pendekatan persuasif itu mengundang simpati dari pemeluk agama lain. Secara sadar dan ikhlas mereka berbondong- bondong memilih Islam sebagai agama terbaik. Raja Sind amat terkagum- kagum dengan kebijakan itu. Ia pun mengucapkan dua kalimah syahadat dan diikuti rakyatnya. Masyarakat yang tetap menganut agama non-Islam tetap dilindungi namun dikenakan pajak yang tak memberatkan. Cermin Kesahajaan Sang Khalifah Saat Umar II terbaring sakit menjelang kematiannya, para menteri kerajaan sempat meminta agar isteri Amirul Mukminin untuk mengganti pakaian sang khalifah. Dengan rendah hati puteri Khalifah Abdul Malik berkata, Cuma itu saja pakaian yang dimiliki khalifah. Hal itu begitu kontras dengan keadaan rakyatnya yang sejahtera dan kaya raya. Khalifah pilihan itu memilih hidup bersahaja. Menjelang akhir hayatnya khalifah ditanya, Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan engkau wasiatkan buat anakanakmu? Khalifah balik bertanya, Apa yang ingin kuwasiatkan? Aku tidak memiliki apa-apa. Umar melanjutkan, Jika anak-anakku orang shaleh, Allah-lah yang mengurusnya. Lalu khalifah segera memanggil buah hatinya, Wahai anak-anakku, sesungguhnya ayahmu telah diberi dua pilihan, pertama, menjadikan kalian semua kaya dan ayah masuk ke dalam neraka. Kedua,kalian miskin seperti sekarang dan ayah masuk ke dalam surga. Sesungguhnya wahai anak-anakku, aku telah memilih surga.Umar berhasil menyejahterakan rakyat di

seluruh wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkat, Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikan kepada orang-orang miskin. Namun saya tidak menjumpai seorangpun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar II mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun di Baitul Mal masih banyak uang. Khalifah Umar memerintahkan. Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya. Abdul Hamid kembali menyurati Kalifah Umar. Saya sudah membayar utang mereka, tetapi di Baitul Mal masih banyak uang. Khalifah memerintah lagi. Kalau ada orang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya. Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah, Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di Baitul Mal ternyata masih banyak uang. Adakah pemimpin seperti itu saat ini?

Daulah Abbasiyah: Al-Muhtadi, Khalifah yang Adil


Nama lengkap Al-Muhtadi (869-870 M) adalah Abu Ishaq Muhammad bin Al-Watsiq bin Al-Mu'tashim bin Harun Ar-Rasyid. Ia dilahirkan pada 219 H. Ada yang mengatakan 215 H. Dia dikenal dengan sebutan Abu Abdillah. Ia adalah putra Khalifah Al-Watsiq.

Khalifah Al-Muhtadi termasuk khalifah yang sangat teguh memegang prinsip. Perilakunya baik, murah hati, dermawan, wara', gemar beribadah, dan zuhud terhadap kesenangan dunia. Joesoef Sou'yb dalam Sejarah Daulah Abbasiyah memaparkan ciri khalifah ini dengan kata-kata, "Ia bukan seorang militer akan tetapi seorang ulama yang menyerahkan hidupnya untuk kepentingan agama. Dan sikap hidupnya taat dan wara'." Pembaiatannya menjadi khalifah ke-14 Bani Abbasiyah terjadi pada Rabu malam bulan Raja 256 H. Peristiwa itu terjadi ketika Khalifah Al-Mu'taz mengikrarkan diri untuk mundur dari tampuk kekhalifahan dan pengakuan terhadap kelemahannya dalam menjalankan roda pemerintahan. Ia lebih suka jabatan kekhalifahan diserahkan kepada orang yang dianggap lebih mampu, dalam hal ini ia lebih percaya untuk diserahkan kepada Muhammad bin Al-Watsiq Billah, atau lebih dikenal dengan sebutan Al-Muhtadi. Setelah kejadian tersebut, Khalifah Al-Mu'taz segera mengangkat tangan Al-Muhtadi untuk membaiatnya sebagai khalifah, kemudian orang-orang pun mengikuti langkahnya

untuk membaiat Al-Muhtadi. Setelah itu ia dibaiat secara khusus oleh Ahlul Halli wal Aqdi dan dibaiat secara massal di atas mimbar oleh rakyat. Pada akhir Rajab, terjadi peristiwa besar di Baghdad dengan tersebarnya fitnah. Para penduduk mendatangi gubernur Baghdad sebagai perwakilan khalifahnya yang bernama Sulaiman bin Abdullah bin Thahir. Mereka menyerukan kepada gubernur agar segera membaiat Ahmad bin Al-Mutawakkil, saudara kandung Al-Mu'taz. Hal itu terjadi karena para penduduk belum mengetahui peristiwa yang terjadi di Samarra tentang pengangkatan khalifah baru Al-Muhtadi sebagai pengganti Al-Mu'taz. Suatu ketika ada seorang laki-laki datang kepada Khalifah Al-Muhtadi untuk meminta tolong agar dibebaskan dan dihakimi masalah sengketanya dengan orang lain. Khalifah pun menghukumi dan memberi keputusan kepada keduanya.

Khalifah Al-Muhtadi memberikan putusan dengan begitu adil sehingga salah seorang di antara mereka berucap, "Engkau telah menghukumi dan memutuskan perkara di antara kami dengan wajah yang bersih dan putih berseri laksana rembulan yang bersinar, yang tidak menerima orang yang menyuap dalam pengadilannya dan tidak menghiraukan kejahatan orang yang akan menzalimi." Tatkala Khalifah Al-Muhtadi mendengar perkataan lelaki itu, ia berucap, "Semoga Allah membaguskan apa yang engkau katakan. Sesungguhnya aku tidaklah mengambil manfaat dari apa yang kau katakan tadi, karena sesungguhnya tidaklah aku duduk di mahkamah ini (hakim) sehingga aku membaca dan menghayati ayat Al-Qur'an ini: 'Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan pahalanya. Dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan.'(QS. Al-Anbiya: 47)." Orang-orang pun menangis mendengar ucapannya tadi. Tidak pernah ada orang yang menangis lebih banyak jumlahnya daripada hari itu. Khalifah Al-Muhtadi biasa melakukan puasa berturut-turut sejak dilantik menjadi khalifah hingga terbunuh. Ia sangat suka mengikuti perilaku Khalifah Umar bin Abdul Azis dalam menjalankan pemerintahan, kewara'an, hidup serba kekurangan, banyak ibadah, dan sangat berhati-hati mengambil keputusan. Ada banyak kesamaan antara Umar bin Abdul Azis dengan Al-Muhtadi. Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa' memaparkan kisah menarik tentang ibadah Khalifah Al-Muhtadi ini. Suatu malam menjealng Isya di bulan Ramadhan, Hasyim bin

Qasim sedang menemani Khalifah Al-Muhtadi. Setelah shalat Isya, sang khalifah mengajak Hasyim makan malam. Sajian malam itu sangat sederhana. Hasyim mengira setelah makanan itu akan ada lagi makanan lainnya. Ketika hal itu disampaikan kepada khalifah, ia menjawab, "Di kalangan Bani Umayyah ada seorang bernama Umar bin Abdul Azis. Engkau tahu bagiamana ia menyikapi dunia ini? Aku cemburu dengan apa yang dilakukan Bani Hasyim. Maka aku mengambil sikap seperti yang engkau saksikan." Khalifah Al-Muhtadi wafat pada Senin, 14 Rajab 257 H. Ia hanya memerintah setahun kurang lima hari. Ja'far bin Abdul Malik ikut menshalatkan dan menguburkannya dekat makam Al-Muntashir bin Al-Mutawakkil. Sumber : Republika

NABI MUHAMMAD SAW


Seorang wanita di jaman Rasulullah Saw sesudah fathu Mekah telah mencuri. Lalu Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong. Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau lalu bersabda : Apakah kamu akan minta pertolongan untuk melanggar hukumhukum Allah Azza Wajalla? Usamah lalu menjawab, Mohonkan ampunan Allah untukku, ya Rasulullah. Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Inilah sabdanya : Amma badu. Orangorang sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan (tidak dihukum), tetapi jika yang mencuri seorang yang miskin maka dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggamanNya. Apabila Fatimah anak Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya. Setelah bersabda begitu beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu. (HR. Bukhari). Begitulah sabda Nabi Muhammad. Hukum harus ditegakkan tidak peduli orang itu kaya atau miskin. Hukum harus dijalankan tidak peduli dia orang asing atau anak kita sendiri.

UMAR BIN KHATAB


Pernah seorang Yahudi di Mesir yang menolak digusur rumahnya untuk perluasan masjid oleh Gubernur Mesir, Amr bin Ash. Padahal dia dapat ganti rugi yang pantas. Akhirnya orang Yahudi itu pergi ke Madinah untuk menemui Khalifah Umar bin Khaththab ra. Setelah menceritakan masalahnya, Umar ra mengambil sebuah tulang unta kemudian menorehkan garis lurus dari atas ke bawah kemudian dari kiri ke kanan sehingga berbentuk silang. Oleh Umar ra, tulang itu diserahkan kepada orang Yahudi tersebut. Bawalah tulang ini dan berikan kepada Gubernur Mesir, Amr bin Ash. Katakan ini dari Umar bin Khaththab, begitu kata Umar ra. Orang Yahudi itu meski merasa aneh, namun memberikan tulang itu kepada Amr bin Ash. Muka Amr bin Ash segera pucat pasi begitu melihat tulang yang digaris dengan pedang itu. Dia segera mengembalikan rumah orang Yahudi tersebut tanpa pikir panjang. Orang Yahudi itu bertanya mengapa Amr begitu melihat tulang itu begitu ketakutan dan segera mengembalikan rumahnya? Amr bin Ash menjawab, Ini adalah peringatan dari Umar bin Khaththab agar aku selalu berlaku lurus (adil) seperti garis vertikal pada tulang ini. Jika aku tidak bertindak lurus, maka Umar akan memenggal leherku sebagaimana garis horisontal di tulang ini. Begitulah sikap seorang Kepala Negara. Dia harus mau mendengar keluhan rakyatnya yang digusur semena-mena oleh anak buahnya. Dia harus memiliki rasa keadilan dan kepedulian terhadap rakyatnya. Seorang pemimpin harus berani menindak anak buahnya yang bersikap sewenangwenang dan membela rakyatnya yang dizalimi. Tidak boleh membiarkan rakyatnya terlunta-lunta dan menderita karena kezaliman atau ketidak-mampuan anak buahnya

SYURAIH AL-QADLI (Sisi-Sisi Keadilan Islam)


"Ada orang yang bertanya kepada Syuraih, 'Bagaimana anda mendapatkan ilmu ini?.' Dia menjawab, 'Dengan bermudzakarah bersama para ulama; Aku mengambil dari mereka dan mereka mengambil dariku" (Sufyan al-Ausi) Amirul mu'minin, Umar bin Al-Khaththab membeli seekor kuda dari seorang laki-laki Badui, dan membayar kontan harganya, kemudian menaiki kudanya dan pergi. Akan tetapi belum jauh mengendarai kuda, beliau menemukan luka pada kuda itu yang membuatnya terganggu ketika berpacu, maka beliau segera kembali ke tempat dimana beliau berangkat, lalu berkata kepada orang Badui tersebut, "Ambillah kudamu, karena ia terluka." Maka orang itu menjawab, "Aku tidak akan mengambilnya -wahai

Amirul mu'minin- karena aku telah menjualnya kepada anda dalam keadaan sehat tanpa cacat sedikitpun." Lalu Umar berkata, "Tunjuklah seorang hakim yang akan memutus antaramu dan aku." Lalu orang itu berkata, "Yang akan menghakimi di antara kita adalah Syuraih bin al-Harits al-Kindi." Lalu Umar berkata, "Baiklah, aku setuju." Amirul mu'minin Umar bin al-Khathab dan pemilik kuda pun menyerahkan perkaranya kepada Syuraih. Ketika Syuraih mendengar perkataan orang Badui, dia menengok ke arah Umar bin al-Khaththab dan berkata, "Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul mu'minin?." "Ya." Jawab 'Umar. Syuraih berkata, "Simpanlah apa yang anda beli- wahai Amirul mu'minin- atau kembalikanlah sebagaimana anda menerima." Maka Umar melihat kepada Syuraih dengan pandangan kagum dan berkata, "Beginilah seharusnya putusan itu; ucapan yang pasti dan keputusan yang adil. Pergilah anda ke Kufah, aku telah mengangkatmu sebagai hakim (Qadli) di sana." Pada saat diangkat sebagai hakim, Syuraih bin al-Harits bukanlah seorang yang tidak dikenal oleh masyarakat Madinah atau seorang yang kedudukannya tidak terdeteksi oleh ulama dan Ahli Ra'yi dari kalangan para pembesar Sahabat dan Tabi'in. Orang-orang besar dan generasi dahulu, telah mengetahui kecerdasan dan kecerdikan Syuraih yang sangat tajam, akhlaknya yang mulia dan pengalaman hidupnya yang lama dan mendalam. Dia adalah seorang berkebangsaan Yaman dan keturunan Kindah, mengalami hidup yang tidak sebentar pada masa Jahiliyah. Ketika jazirah Arab telah bersinar dengan cahaya hidayah, dan sinar Islam telah menembus bumi Yaman, Syuraih termasuk orang-orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta menyambut dakwah hidayah dan kebenaran. Waktu itu mereka telah mengetahui keutamaannya dan mengakui akhlak dan keistimewaannya. Mereka sangat menyayangkan dan bercita-cita andaikata dia ditakdirkan untuk datang ke Madinah lebih awal sehingga bertemu Rasulullah SAW sebelum beliau kembali kepada Tuhannya, dan mentransfer ilmu beliau yang jernih bersih secara langsung, bukan melalui perantara dan supaya beruntung mendapatkan predikat "sahabat" setelah mengenyam nikmatnya iman. Dengan begitu, dia akan dapat menghimpun segala kebaikan. Akan tetapi dia sudah ditakdirkan untuk tidak bertemu dengan Rasulullah. Umar al-Faruq radliyallhu 'anhu tidaklah tergesa-gesa, ketika menempatkan seorang Tabi'in pada posisi besar di peradilan, sekalipun pada waktu itu langit-langit Islam masih bersinar-sinar dengan bintang-bintang sahabat Rasulullah Shallallhu 'alaihi Wa Sallam. Waktu telah membuktikan kebenaran firasat Umar dan ketepatan tindakannya dimana Syuraih menjabat sebagai hakim di tengah kaum muslimin sekitar enam puluh tahun berturut-turut tanpa putus. Pengakuan terhadap kapasitasnya dalam jabatan ini dilakukan secara silih berganti sejak dari pemerintahan Umar, Utsman, Ali hingga Muawiyah radliyallhu 'anhum.

Begitu pula dia diakui oleh para khalifah Bani Umayyah pasca Muawiyah, hingga akhirnya pada zaman pemerintahan al-Hajjaj dia meminta dirinya dibebaskan dari jabatan tersebut. Dan pada waktu itu dia telah berumur seratus tujuh tahun, dimana hidupnya diisi dengan segala keagungan dan kebesaran. Sejarah Peradilan Islam telah bergelimang dengan sikap Syuraih yang menawan dan berkibar dengan ketundukan kalangan elit dan awam kaum Muslimin terhadap syari'at Allah yang ditegakkan Syuraih dan penerimaan mereka terhadap hukum-hukumNya. Buku-buku induk penuh dengan keunikan, berita, perkataan dan tindakan tokoh langka satu ini. Di antara contohnya adalah, bahwa suatu hari Ali bin Abi Thalib RA kehilangan baju besinya yang sangat disukainya dan amat berharga baginya. Tidak lama dari itu, dia menemukannya berada di tangan orang kafir dzimmi. Orang itu sedang menjualnya di pasar Kufah. Ketika beliau melihatnya, beliau mengetahui dan berkata, "Ini adalah baju besiku yang jatuh dari ontaku pada malam anu, di tempat anu." Lalu kafir Dzimmi itu berkata, "Ini adalah baju besiku dan sekarang ada di tanganku, wahai Amirul mu'minin." Lalu Ali berkata, "Itu adalah baju besiku, aku belum pernah menjualnya atau memberikannya kepada siapapun, hingga kemudian bisa jadi milik kamu." Lalu orang kafir itu berkata, "Mari kita putuskan melalui seorang Hakim kaum Muslimin." Lalu Ali berkata, "Kamu benar, mari kita ke sana." Kemudian keduanya pergi menemui Syuraih al-Qadli, dan ketika keduanya telah berada di tempat persidangan, Syuraih berkata kepada Ali RA, "Ada apa wahai Amirul mu'minin?." Lalu Ali menjawab, "Aku telah menemukan baju besiku di bawa orang ini, baju besi itu telah terjatuh dariku pada malam anu dan di tempat anu. Kini ia telah berada di tangannya tanpa melalui jual beli ataupun hibah." Lalu Syuraih berkata kepada orang kafir itu, "Dan apa jawabmu, wahai orang lakilaki?." Lalu dia menjawab, "Baju besi ini adalah milikku dan ia ada di tanganku tapi aku tidak menuduh Amirul mu'minin berdusta." Maka Syuraih menoleh ke arah Ali dan berkata, "Aku tidak meragukan bahwa anda adalah orang yang jujur dalam perkataanmu,wahai Amirul mu'minin, dan bahwa baju besi itu adalah milikmu, akan tetapi anda harus mendatangkan dua orang saksi yang akan bersaksi atas kebenaran apa yang anda klaim tersebut." Lalu Ali berkata, "Baiklah! Budakku Qanbar dan anakku al-Hasan akan bersaksi untukku." Maka Syuraih berkata, "Akan tetapi kesaksian anak untuk ayahnya tidak boleh, wahai Amirul mu'minin." Lalu Ali berkata, "Ya Subhanallah!! Orang dari ahli surga tidak diterima kesaksiannya!! Apakah anda tidak mendengar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "al-Hasan dan al-Husain adalah dua pemuda ahli surga." Lalu Syuraih berkata, "Benar wahai Amirul mu'minin! namun aku tidak menerima kesaksian anak untuk ayahnya." Setelah itu Ali menoleh ke arah orang kafir itu dan berkata, "Ambillah, karena aku tidak mempunyai saksi selain keduanya." Maka kafir Dzimmi itu berkata, "Akan tetapi aku bersaksi bahwa baju besi itu adalah milikmu, wahai Amirul mu'minin."

Kemudian dia meneruskan perkataannya, "Ya Allah! Kok ada Amirul mu'minin menggugatku di hadapan hakim yang diangkatnya sendiri, namun hakimnya malah memenangkan perkaraku terhadapnya!! Aku bersaksi bahwa agama yang menyuruh ini pastilah agama yang haq. Dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Hamba dan utusan Allah." Ketahuilah wahai Qadli, bahwa baju besi ini adalah benar milik Amirulmu'minin. Aku mengikuti tentara yang sedang berangkat ke Shiffin (Suatu daerah di Siria, di sana terjadi peperangan besar antara Ali dan Muawiyah RA) lalu menemukan baju besi terjatuh dari onta berwarna abu-abu, lalu memungutnya." Maka Ali RA berkata kepadanya, "Karena engkau telah masuk Islam, maka aku menghibahkannya kepadamu, dan aku memberimu juga seekor kuda." Dan belum lama dari kejadian ini, orang kafir itu ternyata ditemukan mati syahid saat ikut berperang melawan orang-orang Khawarij di bawah bendera Ali, pada perang Nahrawan. Orang itu amat bersemangat dalam berperang hingga dia mati syahid." Di antara sikap menawan yang ditunjukkan juga oleh Syuraih adalah bahwa pernah suatu hari, putranya berkata kepadanya, "Wahai ayahku, sesungguhnya antara aku dan kaum kita ada perselisihan, maka telitilah perkaranya; jika kebenaran ada di pihakku, aku akan menggugat mereka ke pengadilan dan jika kebenaran ada di pihak mereka, aku akan mengajak mereka berdamai." Kemudian sang putra menuturkan kisahnya kepada ayahnya. Lalu ayahnya berkata kepadanya, "Kalau begitu, pergilah dan ajukan mereka ke pengadilan." Lalu putranya menemui lawannya dan mengajak mereka memperkarakannya ke pengadilan. Mereka pun menyetujuinya. Dan ketika mereka telah berada di hadapan Syuraih, Syuraih memenangkan perkara mereka terhadap putranya. Ketika syuraih dan putranya telah pulang ke rumah, sang putra berkata kepada ayahnya, "Engkau telah mempermalukanku, wahai ayahku!" Demi Allah seandainya aku tidak mengkonsultasikannya terlebih dahulu kepadamu, tentu aku tidak akan mengecammu seperti ini." Maka syuraih berkata, "Wahai anakku, Sungguh engkau memang lebih aku cintai daripada bumi dan seisinya, akan tetapi Allah 'Azza wa Jalla lebih Mulia dan berharga bagiku daripada dirimu. Bila aku beritahukan kepadamu bahwakebenaran berada di pihak mereka, aku khawatir engkau akan mengajak mereka berdamai dimana hal ini akan menghilangkan sebagian hak mereka. Karenanya, aku mengatakan kepadamu seperti itu tadi." Pernah terjadi bahwa anak Syuraih menjadi jaminan seseorang, dan Syuraih menerimanya, ternyata orang itu kabur dari pengadilan. Maka Syuraih memenjarakan anaknya sebagai ganti jaminan orang yang kabur itu. Akhirinya, Syuraih sendiri yang mengirimi makanannya setiap hari ke penjara.

Terkadang, Syuraih meragukan sebagian saksi. Namun dia tidak mendapatkan jalan untuk menolak kesaksiannya, karena syarat keadilan telah mencukupi mereka, maka dia berkata kepada mereka sebelum mereka menyatakan kesaksiannya, "Dengarkanlah aku -mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada anda semuaSesungguhnya yang menghakimi orang ini adalah kalian sendiri. Dan sesungguhnya aku hanya menjaga diri dari api neraka melalui kalian. Karena itu, bila kalian sendiri yang berlindung darinya adalah lebih utama lagi." Sekarang memungkinkan bagi kalian untuk tidak memberikan kesaksian dan berlalu. Jika mereka bersikeras untuk bersaksi, Syuraih menoleh kepada orang yang mereka bersaksi untuknya, seraya berkata, "Ketahuilah, wahai tuan, sesungguhnya aku mengadili anda melalui kesaksian mereka. Dan sesungguhnya aku melihat anda adalah orang yang dzalim. Akan tetapi aku tidak boleh memberikan putusan berdasarkan sangkaan, tetapi berdasarkan kesaksian para saksi. Dan sesungguhnya keputusanku, tidak menghalalkan sama sekali apa yang diharamkan Allah terhadapmu." Dan ungkapan yang sering diulang-ulang oleh Syuraih di ruang sidangnya adalah perkataannya, "Besok orang dzalim akan mengetahui siapa yang rugi. Sesungguhnya orangyang dzalim sedang menunggu siksa. Sedangkan orang yang teraniaya menunggu keadilan. Dan sesungguhnya aku bersumpah kepada Allah, bahwa tidak ada seorangpun yang meninggalkan sesuatu karena Allah Azza wa Jalla, kemudian dia merasa kehilangannya." Syuraih bukan hanya sebagai penasehat karena Allah, Rasul-Nya dan Kitab-Nya saja, akan tetapi dia juga penasehat untuk kalangan awam dan kalangan khusus kaum muslimin semua. Salah seorang dari mereka meriwayatkan, "Syuraih memperdengarkan kepadaku suatu ucapan saat aku mengadukan sebagian sesuatu yang meresahkanku karena ulah seorang kawanku. Lantas Syuraih memegang tanganku dan menarikku ke pinggir seraya berkata, "Wahai anak saudaraku, janganlah kamu mengadu kepada selain Allah Azza wa Jalla. Karena sesungguhnya orang yang kamu mengadu kepadanya, bisa jadi dia adalah kawanmu atau musuhmu. Kalau dia kawan, berarti kamu akan membuatnya bersedih. Dan kalau dia musuh, maka kamu akan ditertawakannya." Kemudian dia berkata, "Lihatlah mataku ini- dan dia menunjuk ke salah satu matanyaDemi Allah, aku tidak bisa melihat seseorang dan jalan karenanya sejak lima belas tahun lalu. Sekalipun demikian, aku tidak ceritakan kepada siapapun mengenainya, kecuali kepadamu sekarang ini. Tidakkah kamu mendengar ucapan seorang hamba yang shaleh (yakni Nabi Ya'qub a.s), 'Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.'(Yusuf:86). Maka jadikanlah Allah Azza wa Jalla sebagai tempat mengadu dan melampiaskan kesedihanmu setiap kali musibah menimpamu. Karena Dia adalah Dzat Yang paling Dermawan dan Yang paling dekat untuk diseru." Pada suatu hari, dia melihat ada seseorang sedang meminta sesuatu kepada orang lain, lalu dia berkata kepadanya, "Wahai anak saudaraku, siapa yang memohon hajat kepada manusia, maka dia telah menjerumuskan dirinya ke dalam

perbudakan. Jika orang yang diminta itu memberinya, maka dia telah menjadikannya budak karena pemberian itu. Dan jika orang itu tidak memberinya, maka keduanya akan kembali dengan kehinaan. Yang satu, hina karena bakhil sedangkan yang satu lagi hina karena ditolak. Maka jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan, memohonlah pertolongan kepada Allah. Dan ketahuilah, bahwa tidak ada upaya, kekuatan dan pertolongan kecuali dengan Allah. Saat suatu ketika, di Kufah telah mewabah penyakit Tha'un, lalu salah seorang sahabat Syuraih kabur dari sana menuju ke Najef untuk menyelamatkan diri dari penyakit tersebut, maka Syuraih mengirim surat kepadanya, "Amma ba'du, Sesungguhnya daerah yang kamu tinggalkan tidak mendekatkan kematianmu dan tidak juga merampas hariharimu. Dan sesungguhnya daerah yang kamu pindah ke sana adalah berada dalam genggaman Dzat Yang tidak bisa dikalahkan dengan usaha dan tidak akan luputpelarian itu dari-Nya. Dan sesungguhnya kami dan kamu juga berada di atas hamparan Raja Yang Satu. Dan sesungguhnya Najef adalah sangat dekat dari Dzat Yang Maha Kuasa." Di samping hal itu semua, Syuraih juga seorang penyair, mudah dicerna, manis penyampaiannya dan tematemanya begitu memikat. Menurut suatu riwayat, dia mempunyai seorang anak berumur sekitar sepuluh tahun, dan anak itu lebih suka meghabiskan waktu untuk bermain dan berhura-hura. Pada suatu hari dia kehilangan anak itu, dan ternyata anak itu tidak masuk sekolah dan menggunakan wakut tersebut untuk melihat anjing-anjing. Dan ketika anak itu pulang, dia bertanya kepadanya, Apakah kamu sudah shalat? Maka anak itu menjawab, Belum. Lalu Syuraih meminta kertas dan pena, lalu menulis surat kepada guru anak itu dalam untain berikut: Anak ini meninggalkan shalat karena mencari anjinganjing Mengincar kejelekan bersama anak-anak nakal Sungguh dia akan menemuimu besok membawa secarik lembaran. Dituliskan untuknya seperti lembaran pemohon (minta dieksekusi) Jika dia datang kepadamu, maka obatilah dengan celaan. Atau nasehati dengan nasehat orang bijak lagi cerdik. Jika ingin memukulnya, maka pukullah dengan alat. Jika pukulan telah sampai tiga kali, maka hentikanlah. Ketahuilah bahwa anda tidak akan mendapatkan sepertinya. Apapun yang diperbuatnya, ia adalah jiwa yang paling berharga bagiku Mudah-mudahan Allah meridhai Umar al-Faruq yang telah menghias wajah peradilan Islam dengan permata yang mulia lagi asli. Mutiara yang putih dan tampak menawan. Beliau telah memberikan lentera terang kepada kaum muslimin yang hingga sekarang mereka masih mengambil sinar kefiqihannya terhadap syariat Allah. Berpetunjuk dengan cahaya kefahamannya terhadap Sunnah Rasulullah. Dan berbangga dengannya terhadap umat-umat lain pada hari kiamat. Mudah-mudahan Allah merahmati Syuraih aql-Qadhli.

Dia telah menegakkan keadilan di tengah manusia selama enam puluh tahun, tidak pernah berbuat dzalim terhadap siapapun, tidak pernah melenceng dari kebenaran serta tidak pernah membedakan antara raja dan masyarakat biasa.

Anda mungkin juga menyukai